Vous êtes sur la page 1sur 27

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Tn.T, umur 32 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SD, seorang
petani, agama Islam, suku Jawa, alamat Kecamatan Banyumas Kabupaten
Pringsewu, belum menikah, nomor rekam medis 021XXX, pasien rawat inap
ruang kutilang dilakukan pemeriksaan pada tanggal pemeriksaan 15 Maret
2017 Pukul 10.00 WIB.

II. PEMERIKSAAN PSIKIATRI


Diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 15 Maret 2017 dan alloanamnesis
dari Tn. S merupakan kakak kandung pasien, usia 40 tahun, laki-laki,
pendidikan terakhir SMA, pekerjaan petani, alamat Kecamatan Banymas,
Kabupaten Pringsewu. Sumber alloanamnesis bertempat tinggal serumah
dengan pasien.

A. Keluhan Utama
Mengamuk tanpa alasan yang jelas.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis
Menurut pasien, pasien dibawa oleh keluarganya pasien ke UGD RSJD
karna mengamuk, membanting piring dan gelas tanpa alasan yang jelas 3
minggu yang lalu, namun pasien tidak ingat dengan tepat tanggalnya.
Menurut pasien, pasien mengamuk dikarenakan mendengar adanya suara-
suara berupa suara perintah kepada pasien untuk mengamuk. Pasien juga
dapat melihat adanya keraton pada saat pasien mondar-mandir saat tengah
malam. Pasien sudah mengalami gangguan seperti ini sejak 13 tahun yang
lalu. Pasien mengaku sudah 3 kali keluar masuk rumah sakit jiwa dan
setiap kali pasien di rawat tidak terlalu lama sekitar 1 bulan dan akan
dijemput keluarganya setelah 1 bulan berada di RSJD Provinsi Lampung.
Selama ini pasien sudah mengkonsumsi obat yang diberikan rumah sakit,
namun sekitar satu 8 bulan belakangan pasien sering lupa dan malas
mengkonsumsi obat. Menurut pengakuan pasien, saat itu pasien bekerja
sebagai petani kopi dan lada di daerah bengkunat pesisir barat. Hal ini
menjadi alasan mengapa pasien tidak pernah kontrol lagi ke poliklinik.

Pasien juga mengatakan sulit tidur, dirumah pasien terkadang sering


melamun memikirkan nasibnya yang belum menikah juga hingga saat ini,
dikarenakan menurut pasien belum bertemu dengan jodoh dan kendala
terhadap biaya untuk menikah. Pasien juga menganggap bahwa dirinya
memiliki kemampuan untuk dapat membaca pikiran orang lain dan orang
lain tidak dapat melakukan hal tersebut.

Alloanamnesis
Pasien diantar keluarganya ke UGD Rumah Sakit Jiwa pada tanggal 30
Februari 2017. Tn. S mengatakan bahwa alasannnya membawa pasien
kembali berobat inap ke RSJD provinsi Lampung ialah karena pasien
seringkali nampak gelisah, marah-marah dan tidak dapat tidur. Terutama
pada 3 minggu belakangan ini. Pasien mulai terlihat sering marah-marah
tanpa sebab yang jelas, pada saat marah pasien sering merusak barang-
barang di rumah. Hal ini membuat keluarga yang tinggal serumah dengan
pasien resah dan sangat takut. Karena hal ini sama dengan kejadian 2
tahun yang lalu, dimana pasien mulai gelisah dan menolak untuk minum
obat, dan akhirnya marah-marah dan mengamuk dan tidak dapat
dikendalikan. Oleh karena itu, keluarga pasien memutuskan untuk
membawa pasien berobat kembali ke rumah sakit.

Keluarga pasien mengatakan keluhan ini berawal dari tahun 2005, dan
pada saat itu dibawa ke rumah sakit jiwa kemudian dirawat selama 1
bulan. Kemudian pasien berobat jalan di poliklinik RSJD Provinsi
Lampung dan rutin untuk konsumsi obat, tetapi pada saat tahun 2013 dan
2015 keluhan serupa muncul kembali dan kemudian kemudian pasien
dirawat kembali dan rutin konsumsi obat, lalu sejak bulan juni 2016 pasien
tidak konsumsi obat lagi dan sejak 2 minggu yang lalu pasien sering
mengamuk tanpa sebab yang jelas.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat Penyakit Psikiatri
Menurut keluarga pasien, pasien telah mengalami keluhan gangguan
jiwa seperti ini sejak 13 tahun yang lalu, dan menjalani rawat inap di
RSJD Provinsi Lampung.

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Ada riwayat merokok dan minum minuman beralkohol saat pasien
berusia remaja, namun tidak ada riwayat untuk penggunaan zat
psikotropika.

3. Riwayat Penyakit Medis Umum


Menurut pengakuan pasien, pasien pernah mengalami sakit malaria
dan berobat ke bidan setempat. Pasien tidak ada riwayat trauma,
penurunan kesadaran, dan kejang. Tidak ada riwayat hipertensi,
diabetes mellitus dan riwayat penyakit endokrin lainnya.

D. Riwayat Tumbuh Kembang


1. Periode Prenatal dan Perinatal
Menurut pengakuan kakak pasien, pasien lahir cukup bulan dengan
persalinan normal ditolong dukun di rumah. Selama kehamilan dan
kelahiran tidak ada masalah, ibu pasien sering mengontrol
kehamilannnya dengan bidan di posyandu.

2. Periode Usia (6-8 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal. Pasien
berkembang menjadi anak yang biasa saja, pasien cenderung
menghabiskan waktunya bermain di luar rumah. Pada usia ini pasien
mulai masuk sekolah, berperilaku baik dan pasien memiliki teman
yang cukup banyak.

3. Periode Usia (8-10 tahun)


Menurut keluarga, pasien memiliki banyak teman, periang dan mudah
bergaul. Selain itu pasien pandai dalam menempatkan diri di
lingkungannya.

4. Periode Usia (10-12 tahun)


Menurut keluarga, pasien merupakan anak yang periang dan mudah
dalam bergaul, serta memiliki banyak teman. Di sekolah pasien dapat
mengikuti pelajaran dengan baik dan tidak mengalami masalah dalam
sekolahnya.

5. Periode Usia Remaja (12-18 tahun)


Menurut keluarga, pasien merupakan anak yang periang dan
cenderung aktif di lingkungannya, bergaul dengan baik dengan teman-
temannya. Pasien menempuh pendidikan SMP sampai dengan selesai,
dan tidak ada masalah dengan guru maupun teman-temannya. Pasien
tidak meneruskan ke jenjang pendidikan selanjutnya dikarenakan
masalah ekonomi.

6. Periode Usia Dewasa Muda


Menurut kakak pasien, pasien merupakan anak yang mudah bergaul
dan menempatkan diri dengan teman-teman seusianya.

E. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah sampai tamat SD di Lampung, Selama sekolah, pasien
pernah tinggal kelas pada saat SD kelas 1 dan kelas 4. Kemudian pasien
melanjutkan SMP di Lampung akan tetapi hanya sampai kelas 1 SMP saja
dikarenakan tidak adanya biaya untuk melanjutkan sekolah.
F. Riwayat Pekerjaan
Pasien sudah mulai bekerja membantu orang tua di ladang dan sawah sejak
berhenti sekolah hingga sekarang.

G. Riwayat Hukum
Menurut kakak pasien dan pasien, pasien tidak pernah terkait atau
bermasalah dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

H. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.

I. Riwayat Kehidupan Beragama


Pasien beragama Islam. Sebelum sakit, saat masih anak-anak pasien rajin
sholat, mengaji, dan mengikuti kegiatan keagamaan. Namun sejak masuk
masa remaja, pasien mulai meninggalkan kegiatan beragamanya. Namun,
keluarga mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien mulai kembali
menjalankan shalat lima waktu.

J. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke 6 dari 6 bersaudara. Pasien memiliki 3 kakak

laki-laki dan 2 kakak perempuan. Saat ini pasien tinggal bersama ibu

kandung dan kakak laki-laki pasien serta kakak ipar pasien, ayah pasien

sudah meninggal dunia. Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki

riwayat sakit jiwa.


Gambar 1. Skema Genogram

Keterangan:
: Laki-laki : Telah meninggal

: Wanita : Tinggal serumah

: Pasien

K. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Pasien lahir dan dewasa di keluarga petani dengan keadaan sosial ekonomi
menengah ke bawah. Dalam kehidupan ekonomi di keluarganya pasien
bukan tulang punggung keluarga.

L. Situasi Kehidupan Sekarang


Saat ini pasien tinggal bersama ibu kandung dan kakak laki-laki pasien
serta kakak ipar pasien, ayah pasien sudah meninggal dunia. Pasien
bekerja sebagai petani. Hubungan dalam rumah tangga menurut pasien
tidak ada masalah.

M. Mimpi, Fantasi dan Nilai-Nilai


Pasien memiliki penilaian tentang agama, sosial, budaya yang cukup
baik.
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Kesadaran
Compos Mentis (jernih).
2. Penampilan
Seorang laki-laki terlihat sesuai usianya mengenakan seragam RSJD
Provinsi Lampung, penampilan rapi, perawakan sedang, kulit sawo
matang, rambut pendek dan terpotong rapih, perawatan diri cukup.
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Kooperatif
4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Selama wawancara, pasien dalam keadaan tenang dan sesekali
mengubah posisi duduknya. Kontak mata dengan pemeriksa cukup
baik. Gerakan involunter tidak ada.

B. Keadaan Afektif
Mood : Hipotim
Afek : Sempit
Keserasian : Appropriate

C. Pembicaraan
Selama wawancara, pembicaraan pasien spontan, lancar, intonasi
sedang, volume cukup, artikulasi jelas, kualitas dan kuantitas cukup,
menjawab sebagian besar pertanyaan.

D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi
Halusinasi auditorik (pasien mendengar ada suara-suara yang
menyuruh dirinya untuk marah-marah).
Halusinasi Visual (pasien dapat melihat keraton pada malam hari dan
dapat melihat Nabi Muhammad).
2. Ilusi
Tidak ditemukan ilusi pada pasien ini.
3. Derealisasi
Tidak ditemukan derealisasi pada pasien ini
4. Depersonalisasi
Tidak ditemukan depersonalisasi pada pasien ini

E. Proses Berpikir :
1. Proses dan Bentuk Fikir
Pasien dapat menjawab cukup spontan bila diajukan pertanyaan.
Tidak terdapat adanya gangguan proses pikir.
2. Arus Pikiran
Produktivitas : cukup
Kontinuitas : relevan
Hendaya berbahasa : tidak ditemukan
3. Isi pikiran
Pasien memiliki waham kebesaran (Pasien dapat melihat keraton
hanya dengan berjalan mondari-mandir di rumahnya saat malam hari
dan dapat berbicara dengan Nabi Muhammad, dan juga pasien
mengaku dapat membaca pikiran orang lain).

F. Sensorium dan Kognisi


Orientasi tempat baik, orientasi orang baik dan orientasi waktu baik
Daya ingat segera, jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang baik.
Konsentrasi dan perhatian: baik
Abstraksi : baik
Intelegensi : baik

G. Pengendalian Impuls
Pengontrolan impuls agresif saat ini baik dan potensi membahayakan diri
sendiri maupun orang lain saat ini tidak ada.
H. Daya Nilai
Nilai sosial : baik
Uji daya nilai : baik
Penilaian realitas : terganggu

I. Tilikan
Tilikan derajat 1. Menyangkal secara total terhadap penyakitnya.

J. Taraf Dapat Dipercaya


Kesan dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. Status Internus
Keadaan umum baik. Fungsi pernafasan, kardiovaskular dan
gastrointestinal dalam batas normal.

B. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi :82x/menit, RR:20 x/menit, suhu:
36,6C

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan mata, hidung, telinga, paru, jantung, abdomen, dan
ekstremitas tidak ditemukan kelainan.

D. Status Neurologis
Sistem sensorik, motorik dan fungsi luhur dalam batas normal.
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien Tn.T, 32 tahun, pendidikan terakhir SD, Islam, suku Jawa, tinggal di
Pringsewu, bekerja sebagai petani, belum menikah, nomor rekam medis
021XXX, pasien rawat inap dilakukan auto-alloanamnesis pada tanggal
pemeriksaan 15 Februari 2017 Pukul 10.00 WIB. Pasien terlihat sesuai
usianya mengenakan seragam RSJD Provinsi Lampung, penampilan rapi,
perawakan sedang, kulit sawo matang, rambut pendek dan tercukur rapih,
perawatan diri cukup baik.

Pasien Pasien diantar ke UGD RS Jiwa pada tanggal 21 Februari 2017 oleh
kakak laki-laki, sepupu dan paman setelah 3 minggu sebelumnya nampak
gelisah, marah-marah tanpa sebab yang jelas dan tidak bisa tidur. Pasien
mengatakan dirinya gelisah dan marah-marah dikarenakan selalu mendengar
suara-suara bisikan yang menyuruh untuk marah. Pada saat mengamuk pasien
merusak barang-barang dirumah. Pasien juga mengatakan bahwa pasien
memiliki kemampuan untuk membaca pikiran orang lain. Pasien mengatakan
bahwa sudah tidak konsumsi obat selama 8 bulan. Menurut pasien, selama
dilakukan perawatan di Rumah Sakit pasien mulai membaik dan bisikan-
bisikan yang ia dengar yang menyuruhnya untuk marah-marah sudah sangat
berkurang. Karena kondisinya yang sudah mulai membaik pasien
dijadwalkan untuk menerima rehabilitasi.

Selama wawancara, pasien duduk dengan cukup tenang, nemun dengan jelas
dapat terlihat sesekali mengubah posisi duduknya. Kontak mata dengan
pemeriksa cukup namun terkadang sering mengalihkan kontak mata. Bicara
spontan, lancar, intonasi sedang, volume cukup, artikulasi jelas, kualitas dan
kuantitas cukup, menjawab sebagian besar pertanyaan. Mood disforia, afek
menyempit, appropiate, halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (-), ilusi
(+), proses pikiran produktivitas baik, konsentrasi baik, berpikir abstrak
cukup baik, penilaian realitas terganggu. Memori segera, jangka pendek dan
panjang cukup baik. Orientasi situasional, tempat, waktu, dan orang cukup
baik.
VI. FORMULASI DIAGNOSIS

Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, didapatkan gejala klinis yang


signifikan yaitu marah-marah tanpa sebab, gelisah dan tidak dapat tidur.
Pasien mengatakan hal ini karena suara-suara bisikan yang menyuruhnya
untuk selalu bertindak tidak sewajarnya. Terkadang pasin juga sering
merasakan perubahan pada pandangannya, dimana pasien melihat piring-
piring berubah menjadi bunga, dan gelas beling terlihat menjadi air. Pasien
juga mengatakan bahwa dirinya merasa memiliki ilmu kebatinan, dan mampu
mengobati orang sakit. Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi
dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan)
dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa.

Aksis I
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan berarti yang dapat
menyebabkan sistem saraf dan diagnosis gangguan mental organik dapat
disingkirkan, tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau
kejang sebelumnya ataupun kelainan organik. Tidak pernah ada riwayat
penggunaan zat psikoaktif. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.0) dan
penggunaan zat psikoaktif (F.1).

Pada pasien ditemukan adanya gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik


dan halusinasi visual , berupa suara seorang yang menyuruhnya untuk berbuat
tidak benar dan dapat melihat keraton saat pasien mondar-mandir saat tengah
malam. Gangguan isi pikir berupa waham kebesaran. Waham sudah ada sejak
13 tahun lalu. Hal ini mendukung diagnosis skizofrenia (F20) karena
memenuhi kriteria diagnostiknya. Waham dan halusinasi yang menonjol
pada pasien ini, mengarahkan diagnosis aksis I ke skizofrenia paranoid
(F20.0).
Aksis II
Aksis II tidak ada diagnosis dikarenakan pada pasien didapatkan tumbuh
kembang saat masa kanak-kanak baik, pasien mampu menyelesaikan
pendidikan sampai tamat SD, berhenti sekolah karena masalah ekonomi. Hal
ini menyingkirkan diagnosis retardasi mental (F.70).
Pada pasien ditemukan kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan
penolakan dan kecurigaan serta kecurigaan yang mendalam untuk
mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang lain
yang netral sebagai suatu sikap permusuhan. Dari data ini hanya memenuhi
dua kriteria dari tujuh kriteria diagnosis gangguan kepribadian paranoid
(F.60.0), oleh karena itu pasien memiliki ciri kepribadian paranoid.

Aksis III
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya kelainan fisik sehingga tidak ada
diagnosis pada aksis III.

Aksis IV
Keluarga pasien merupakan keluarga dengan keadaan ekonomi menengah ke
bawah. Pasien dulunya bekerja sebagai petani di daerah pesisir barat. Pasien
pasien mengatakan hal ini untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan bakti
kepada orang tua pasien. Akan tetapi, pemahaman keluarga yang salah terkait
penyakit pasien menjadikan pasien tidak lagi kontrol secara rutin sejak 8
bulan terakhir. Sesuai keadaan ini maka diagnosis akis IV adalah masalah
keluarga dan masalah ekonomi.

Aksis V
Dalam 2 bulan terakhir ini pasien tidak mampu lagi mengontrol emosinya,
dan mengganggu keharmonisan di dalam rumah tangga kakak kandungnya.
Sehingga pasien diharuskan untuk dirawat di RSJD Provinsi Lampung.
Diagnosis aksis V adalah GAF scale HLPY 50-41. Sejak dirawat pasien
merasa lebih baik, mampu bersosialisasi dengan teman-teman di ruang rawat
inap dan tidak bergantung dengan orang lain, sehigga diagnosis aksis V
adalah GAF scale current 60-51

VII.EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F 20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Sampai saat ini belum ada diagnosis
Aksis III : Sampai saat ini belum ada diagnosis
Aksis IV : masalah psikososial
Aksis V : GAF 50 - 41 (HLPY)
GAF 60 51 (saat ini)

VIII. DAFTAR MASALAH


Organobiologik:Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang
bermakna tetapi diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmiter.
Psikologik: Pada pasien ditemukan hendaya dalam menilai realita
berupa halusinasi visual, waham curiga, sehingga pasien
membutuhkan psikoterapi.
Sosiologik: Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial dan
kepatuhan berobat sehingga pasien membutuhkan psikoedukasi.

IX. PROGNOSIS

GOOD PROGNOSIS :
NO Ciri Ciri Prognosis Baik Checklist
1. Onset lambat X
2. Faktor pencetus jelas X
3. Onset akut X
4. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik X
5. Gangguan mood V
6. Mempunyai pasangan X
7. Riwayat keluarga dengan gangguan mood X
8. Sistem pendukung yang baik V
9. Gejala positif V

POOR PROGNOSIS
No. Ciri Ciri Prognosis Buruk Checklist
1. Onset usia muda X
2. Faktor pencetus tidak jelas X
3. Onset perlahan lahan dan tidak jelas V
4. Riwayat sosial, seksual, pekerjaan premorbid yang jelek V
5. Perilaku menarik diri dan autistik V
6. Tidak menikah, cerai, janda/duda V
7. Riwayat keluarga skizofren X
8. Sistem pendukung yang buruk V
9. Gejala negative X
10. Tanda dan gejala neurologis X
11. Tidak ada remisi selama 3 tahun V
12. Terjadi banyak relaps V
13. Riwayat trauma perinatal X
14. Riwayat Penyerangan V

Sehingga pada pasien ini didapatkan prognosis:


1. Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad functionam : Dubia ad malam
3. Quo ad sanationam : Dubia ad malam

X. RENCANA TERAPI
1. Psikofarmaka
Risperidone 2x 1mg
Chlorpromazine 1x25 mg
Trihexypenidyl 2x2 mg

2. Psikoterapi
Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati sehingga pasien menjadi legah.
Konseling: Memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya
dan memahami kondisinya lebih baik serta menganjurkan untuk
berobat teratur.
Psikoedukasi: Memberikan penjelasan pada pasien dan orang sekitar
pasien untuk memberikan dorongan dan menciptakan lingkungan
yang kondusif.

XI. DISKUSI
Pada pasien ini dijadikan case report dalam ujian karena dengan adanya
kasus putus obat pada pasien ini kita dapat mengetahui faktor dan penyebab
pasien-pasien dengan gangguan jiwa dan perlu dilakukan perawatan kembali
di RSJ. Pada pasien ini mengalami gangguan jiwa karena, ditemukan adanya
gangguan persepsi dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu
distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan
kehidupan sosial pasien, sesuai dengan pengertian gangguan jiwa.1

Pada pasien ini ditemukan gejala yang menonjol adanya halusinasi visual,
halusinasi auditorik dan juga terdapat adanya waham kebesaran yang
dirasakan oleh pasien. Gejala tersebut dirasakan oleh pasien selama 13
tahun lalu. Dari data ini menjadi dasar diagnosis bahwa pasien menderita
skizofrenia sekaligus menyingkirkan diagnosis psikotik akut (F.20). Dari
anamnesis yang dilakukan didapatkan juga adanya halusinasi visual,
halusianasi auditorik dan terdapatnya waham kebesaran, sehingga dapat
disimpulkan pasien menderita skizofrenia paranoid (F20.0).2
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau
pecah dan phren yang berarti jiwa. Terjadi pecahnya/ ketidakserasian antara
afek, kognitif, dan perilaku. Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional
dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses
pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan,
terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga
muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta psikomotor yang
3
menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar. Diagnosis
Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ)-III harus terdapat sedikitnya satu gejala ini yang amat jelas (1)
thought echo / insertion atau withdrawal / broadcasting (2) delusion of control
/ influence / passivity / perception (3) halusinasi auditorik (4) waham-waham
menetap lainnya. Atau paling sedikit dua gejala dari (1) halusinasi yang
menetap dari panca-indera apa saja (2) arus pikiran yang terputus atau
mengalami sisipan (3) perilaku katatonik (4) gejala-gejala negatif". Dimana
gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama satu bulan atau lebih,
dan harus ada perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi.1,4

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di


negara manapun. Simptom utama dari skizofrenia paranoid adalah delusi
persecusion dan grandeur, dimana individu merasa dikejar-kejar. Gambaran
klinis di dominasi oleh waham-waham yang secara relatif stabil, sering kali
bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi-halusinasi, terutama
halusinasi pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif,
dorongan kehendak (volition) dan pembicaraan serta gejala-gejala katatonik
tidak menonjol.4

Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum :2,4


1. Waham-waham kejaran, rujukan (reference), exalted birth (merasa
dirinya tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau
kecemburuan;
2. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
3. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.

Gangguan afektif pada dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala


katatonik secara relatif tidak menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya
lebih tua daripada pasien skizofrenik katatonik jika mereka mengalami
episode pertama penyakitnya. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan
regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.1

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa. Pasien juga
memiliki hendaya dalam membedakan realita, sehingga dapat dikatakan
pasien menderita gangguan jiwa bersifat psikotik.
Pada pasien ini terdapat halusinasi auditorik, halusinasi visual, waham
kebesaran yang menonjol dan tidak disertai dengan gangguan afektif dan
gejala katatonik yang menonjol sehingga diagnosisnya adalah skizofrenia
paranoid (F20.0).

Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa kombinasi Risperidone.


Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone
merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap
reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan
dengan reseptor 1-adrenergik. Risperidone tidak memiliki afinitas terhadap
reseptor kolinergik. Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat,
yang dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan
berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding
neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang
seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping
ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif
dan afektif dari skizofrenia.

Rencana terapi yang diberikan adalah risperidon 2 x 1 mg selama lima hari,


lalu dievaluasi setiap dua minggu mengenai kondisi pasien dan bila perlu
dinaikkan sampai dosis optimal. Alasan penggunaan risperidon pada pasien
ini adalah untuk mengobati gejala psikotik yang dialami oleh pasien pasien.
Risperidon memiliki efek samping yang kecil untuk terjadinya sindrom
ekstrapiramidal dan efek sedatif, juga tidak membuat perubahan fungsi
kognitif pada pasien, serta obat ini mudah didapat.

Berdasarkan buku ajar psikiatri FK UI, standar emas pengobatan skizofren


dengan menggunakan terapi APG II (antipsikotik atipikal) yang bermanfaat
baik untuk gejala positif dan gejala negatif dengan efek samping yang lebih
ringan serta dapat digunakan secara aman tanpa memerlukan pemantauan
jumlah sel darah putih setiap minggu.
Jika selama pengobatan timbul efek samping berupa sindrom ekstrapiramidal
sebagai akibat dari pemberian obat antipsikotik walaupun kemungkinannya
kecil pada risperidon, maka dapat diberikan antikoloinergik misalnya
Trihexyphenidil dengan dosis pemberian 2 x 2 mg. Akan tetapi, pada pasien
ini tidak diberikan karena belum didapati adanya keluhan sindrom
ekstrapiramidal selama pasien menjalani pengobatan.
Chlorpromazine adalah golongan obat APG I yang memiliki efek sedatif,
sehingga penggunaan dalam dosis kecil diharapkan dapat mengurangi
keluhan sulit tidur yang dialami pasien.

Pada pasien juga perlu diberikan psikoterapi, karena pada pasien didapatkan
kurangnya perhatian keluarga terhadap pasien. Menurut penelitian
pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk kesembuhan pasien, tetapi
harus juga diiringi dengan lingkungan keluarga yang mendukung dan sikap
pasien yang menderita. Pada pasien ini diperlukan dorongan dari keluarga dan
lingkungan untuk mendukung kesembuhan pasien. Kedua hal ini penting
untuk kualitas hidup pasien selanjutnya jika ingin hidupnya kembali baik.

Pada pasien ini dilakukan psikoterapi berupa edukasi mengenai penyakit


pasien, obat, dan efek sampingnya serta motivasi. Selain itu, diberikan
psikoedukasi kepada keluarga pasien. Dimana diharapkan dengan terapi
tersebut tidak terjadi kekambuhan (relaps) dan akan memberikan
kesembuhan total kepada pasien.6,7
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. 2011. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ.


Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya.
2. Hendarsyah F. 2016. Diagnosis Dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid
Dengan Gejala-Gejala Positif Dan Negatif. J Medula Unila. Lampung :
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung;4(3); Hal 58-63.
3. Hirjak D, Hochlehnert A, Thomann PA, Kubera KM, Knut S. 2016. Evidence
For Distinguishable Treatment Costs Among Paranoid Schizophrenia And
Schizoaffective Disorder. Germany : Center For Psychosocial Medicine,
Department Of General Psychiatry, University Of Heidelberg
4. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. 2013. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Lieberman JA. 2005. Effectiveness of antipsychotic drugs in patients with
chronic schizophrenia. N Engl J Med.; 353:1209-23.
6. Maramis WF. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi II. Surabaya: FK
Unair.
7. Kaplan, H.I., Saddock, B.J., dan Grebb J.A., 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta:
Binanupa Aksara
LAMPIRAN
AUTOANAMNESIS Tanggal 15 Maret 2017

Keterangan :
D : Dokter muda
P : Pasien

D : Selamat siang mas. Perkenalkan saya Ria dokter muda disini. Kita ngobrol-
ngobrol sebentar yuk mas, boleh?
P : Iya, boleh.
D : Iya mas. Namanya siapa?
P : T S (benar)
D : Biasanya dipanggil dengan panggilan apa mas, biar manggilnya lebih enak?
P : T aja.
D : Sampean umurnya berapa sih mas ?
P : Saya lahir tahun 1984, tanggal 16 bulan 07
D : Jadi umur sampean berapa ya mas?
P : Umur saya 32 kayaknya.
D : Rumah mas T dimana?
P : di Pringsewu mas.
D : Disana tinggal sama siapa saja?
P : Dengan ibu sama kakak dan kakak ipar juga.
D : Kalo sekolah terakhirnya apa mas?
P : SMP mbak, tapi saya kelas 2 keluar sekolahnya.
D : Mas T sudah menikah?
P : Belum mas
D : Kenapa mas kok belum menikah, kan udah lumayan tuh umurnya?
P : Iya mas karena kan nikah itu perlu biaya dan saya juga belum ada calon kan
mas, belum dapat jodoh
D : Oh, gitu. Emang mas T kerjanya apa sih ?
P : Saya kerja yang tani di kebun mas, di daerah bengkunat
D : Sampai sekarang masih kerja ya mas?
P : Masih mas, bentar lagi panen
D : Emang nanem apa mas disana?
P : Kopi, sama lada aja mas,
D : Memangnya inget ga kemaren diajak kesini kenapa?
P : Ya karna saya ngamuk-ngamuk dirumah, banting piring sama gelas.
D : Lha ngamuknya kenapa tuh?
P : Karna mau dipasung.
D : Kok di pasung memangnya kenapa?
P : Karna jalan-jalan gitu. saya kalo dirumah suka mondar-mandir. Ada yang
nyuruh saya mondar mandir.
D : Siapa mas?
P : Saya juga gak tau, ada yang bisikin saya. nyuruh saya mondar-mandir dan
marah sama orang rumah. (Halusinasi Auditorik)
D : Orang lain bisa denger bisikan itu ga?
P : Gak bisa..
D : Oh gitu ya mas, mas pernah gak sih kayak liat bayangan-bayangan gitu?
Atau bisa ngeliat sesuatu yang orang lain ga liat?
P : Ngeliat keraton.
D : Mas bisa ngeliat keraton? Pas Kapan?
P : Iya pas saya lagi mondar mandir malem-malem itu mba saya liat keraton
(Halusinasi Visual).
D : Langsung liat disitu mas? Orang lain liat ga?
P : Iya saya liat.
D : Mas pernah ga nyium bau aneh gitu? Misal tiba-tiba ada bau busuk kayak
bangkai padahal ga ada?
P : Enggak pernah tuh mbak (halusinasi olfaktori tidak ada).
D : Mas T pernah ga tiba2 kerasa di colek orang tapi pas dicari orangnya ga
ada?
P : Engga juga mba (halusinasi taktil tidak ada).
D : Selain itu mas T pernah gak merasa kalo tangan itu berubah? Misalnya mas
jadi merasa asing sama tangan mas T.
P : Nggak pernah (depersonalisasi tidak ada)
D : Kalo misalnya mas lagi di kamar nih. Mas T pernah ga ngerasa lagi duduk
terus ngeliatin ruangan tuh kerasa asing? Padahal mas T lagi di kamarnya mas
T.
P : Engga pernah mba.
D : Mas pernah kayak merasa ada yang mengendalikan pikiran?
P : Nggak mba.
D : Mas, ingat gak, siapa yang bawa mas T kesini?
P : Saya diantar kakak sama sepupu sama paman (memori jangka sedang baik)
D : Sudah berapa lama disini mas?
P : Berapa ya? Udah lama pokoknya.
D : Sudah pernah dirawat disini sebelumnya
P : Pernah mas, dulu pertama dirawat 13 tahun yang lalu mas
D : Berapa lama mas?
P : Satu bulan kayaknya.
D : Sudah berapa kali berarti mas?
P : Udah 3 kali mas tapi saya lupa tahun berapa aja.
D : Mas T kalo pulang dari sini rutin kontrol ga?
P : Ya rutin mbak, tapi pas itu saya gak minum obat terus saya kumat lagi.
Makanya saya diajak kesini.
D : Emang ga minum obatnya berapa lama?
P : Ada kayaknya 8 bulan mbak. Soalnya saya ke kebun yang di lampung barat
itu makanya ga kontrol.
D : Mas, dirumah tinggalnya sama sapa aja?
P : Sama ibu sama kakak sama kakak ipar
D : Mas T, merasa gak kalau mas T ini punya kelebihan yang orang lain ga
punya?
P : Iya mba saya bisa baca pikiran orang lain.
D : Sampai sekarang masih bisa baca pikiran orang lain?
P : Iya bisa
D : Maksudnya bisa baca pikiran orang tuh yang gimana sih mas?
P : Ya jadi tau pola pikiran dia. Apa yang dia akan perbuat.
D : Coba misal disini bapak bisa baca pikiran bapak yang itu ga? (sambil
menunjuk pasien lain)
P : Nah itu tuh dia mau jual pecinya.
D : Kalo mas-mas teman saya yang itu pak? (sambil menunjuk teman koas)
P : Mas itu mau nanyain tentang ibadah bapak itu.
D : Oh gitu ya pak. Kalo saya atau orang lain bisa ga punya kemampuan kayak
mas?
P : Ya gak bisa lah mba (waham kebesaran).
D : Kalo kelebihan yang lain, ada?
P : Saya pernah ketemu Nabi Muhammad. Pas saya di rumah kemarin.
D : Mas tau dari mana kalo dia itu Nabi Muhammad?
P : Ya dia bilang sama saya. Dia wangsit saya suruh ngibadah yang rajin.
D : Nabi Muhammad kan sudah meninggal.
P : Ya itu arwahnya nemuin saya nyuruh saya ngibadah (waham kebesaran).
D : Mas T, pernah ga ngerasa kayak ada yang mau berniat jahat?
P : Pernah.
D : Siapa mas?
P : Ya adalah mbak dalam batin saya.
D : Siapa itu mas?
P : Ya dalam batin saya aja lah mbak. Kayaknya tuh dia mau nyelakain saya.
D : Mas merasa punya masalah gak si mas? Kalo sering bengong itu apa yang
dipikirin?
P : Ya mikirin saya ini udah umur segini tapi kok belum dapet jodoh gitu mas,
tapi kan emang untuk nikah itu perlu biaya juga mas.
D : Sedih ya mas? Pernah ga sedih nya sampe ga semangat mau ngapa-ngapain,
ngurung diri berhari-hari di kamar.
P : Engga sih mbak biasa aja.
D : Mas T kan tadi sampe SMP kelas 1 kan ya? Inget gak nama temen SMPnya
siapa aja?
P : Inget mbak, ada Agus, Mujiyem, Tri (memori jangka panjang baik).
D : Dirumah banyak temen gak, sering kumpul-kumpul gak sih mas?
P : Punya mas banyak, ya kumpul sih mas cuma jarang
D : Kalau ngumpul gitu ngapain aja sih mas?
P : Ya ngobrol-ngobrol mas, nggosip
D : Kalau kumpul gitu, temen-temen sampean ada gak sih mas yang minuman
keras gitu sama make obat-obat terlarang seperti ganja
P : Iya mas temen-temen saya gitu semua, tapi saya cuma minum pigur aja mas
kalau obat-obatan gak pernah
D : Oh gitu. mas coba dihitung ya. Kalau 100 dikurang 7 berapa?
P : 93 mas
D : Dikurang 7 lagi berapa Mas?
P : 86 lah
D : Dikurang 7 lagi?
P : 79
D : Dikurang 7 lagi mas?
P : 72 (konsentrasi baik)
D : Mas kalo panjang tangan artinya apa?
P : Itu berarti suka mencuri
D : Kalo udang dibalik batu?
P : Ada maksud tersembunyi (abstrak baik)
D : Oh, ya sudah kalau begitu. Tadi makan paginya make apa mas?
P : Nasi sama telor sama sayur. (memori jangka pendek baik)
D : Mas sampean kan tadi katanya marah-marah tuh dirumh nah menurut
sampean kalo marah-marah itu gimana ya mas, baik atau gak ya mas?
P : Gaklah mas, saya juga tau kalo kemaren saya itu salah (daya nilai baik)
D : Oh gitu, oh ya mas kalo seumpamanya, sampean jalan pulang dari ladang
nah tau-tau dijalan ada dompet entah punya siapa banyak duitnya ada ktp nya
juga, apa sih yang sampean lakuin?
P : Ya saya kembalikan mas, saya liat di ktp itu saya balikin sama yang punya
saya anterin gitu (daya nilai sosial baik)
D : Presiden kita sekarang ini siapa ya mas emangnya?
P : Pak Jokowi
D : Kalau wakilnya mas?
P : Yusuf kala (ilmu pengetahuan baik)
D : Owalah, Mas tau sekarang ada dimana?
P : Ya di ruangan Rumah Sakit Jiwa (orientasi tempat baik)
D : Ini kan rumah sakit. tempat orang sakit dong ya. Mas tau gak sih kok
dibawa kerumah sakit ini mas, emangnya mas T sakit atau gimana mas?
P : Ya gaklah mba, saya ini sehat tapi kok ga tau tuh tiba-tiba di bawa kesini.
D : Mas untuk kegiatan sehari-hari pas di rumah misalnya makan dan mandi,
Mas T harus diperintah dulu ga?
P : Enggak lah mbak.
D : Kalo di sini?
P : Disini ya kalo pengen mandi ya mandi. Kalo ada makanan ya dimakan.
D : Mas dari yang saya tanya-tanya tadi ada yang mau ditambahin ga? atau ada
yang mau di tanyain?
P : Dak ada mbak udah cukup
D : Ya sudah mas, kalau gitu makasih ya mas.
P : Iya mas

Vous aimerez peut-être aussi