Vous êtes sur la page 1sur 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif yang
mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki secara simetris, hal ini terjadi ketika sistem kekebalan
tubuh yang biasanya melindungi tubuh dari serangan organisme asing
ternyata menyerang membran yang melapisi sendi hal ini ditandai dengan
adanya erosi pada radiografi. Kehadiran erosi pada x-ray adalah
patognomonik untuk diagnosis RA. Dikatakan bahwa hingga 80% pasien
dengan RA akan memiliki erosi dalam 3 bulan pertama penyakit. Namun,
pada awal penyakit mereka tidak selalu hadir dan pembengkakan jaringan
1,2
lunak hanya mungkin satu-satunya manifestasi.

Kekakuan terlihat pada RA aktif yang terburuk paling sering terjadi di


pagi hari. Ini dapat berlangsung satu sampai dua jam (atau bahkan sepanjang
hari). Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari adalah petunjuk bahwa
Anda mungkin memiliki RA, karena beberapa penyakit rematik lainnya
berperilaku seperti ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering tidak
menyebabkan kekakuan pagi berkepanjangan. 1,2

Prevalensi RA diselidiki dengan survei dari rumah ke rumah, nyeri


muskuloskeletal dalam populasi total 4683 pedesaan dan perkotaan 1.071
subyek usia 15 tahun ke atas di Jawa Tengah. Mereka diidentifikasi
memiliki nyeri sendi perifer durasi lebih dari 6 minggu (82 laki-laki dan 129
perempuan) yang diperiksa oleh rheumatologist (JD) dan tes serologi dan
sinar-X. Prevalensi pasti RA dengan kriteria ARA adalah 0,2% di pedesaan
dan 0,3% pada subyek perkotaan. Tingkat keparahan kasus didiagnosis
ditunjukkan oleh klasifikasi fungsional Steinbrocker 2 dan 3 dan arthritis
erosif X-ray di tangan dari nilai 2-4. Tingkat prevalensi rendah RA

1
dibandingkan dengan yang ditemukan di negara maju adalah karena
sebagian untuk struktur usia yang berbeda dari populasi dan harapan hidup
yang lebih rendah. Ada juga bukti kematian yang tinggi akibat penyakit ini.
Hal ini diduga disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi, penggunaan
intermiten kortikosteroid dosis tinggi dan kehadiran infeksi berat di
komunitas ini. Faktor-faktor ini harus dipertimbangkan ketika menilai
prevalensi rendah RA dalam survei di negara-negara berkembang lainnya. 2

Diagnosis dan penatalaksanaan RA harus dilakukan secara dini agar


tidak terjadi kerusakan yang dapat menimbulkan cacat yang permanen
ataupun komplikasi lain. Sehingga sangat penting bagi dokter umum yang
memiliki kompetensi 3A dalam kasus ini untuk mempelajari cara
mendiagnosis dan penatalaksanaan RA agar dapat meningkatkan
keberhasilan terapi.2

Rumusan Masalah
- Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya Rheumatoid Atritis pada
pasien?
- Bagaimanakah menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa
psikososial?
- Bagaimanakah tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
Rheumatoid Arthritis?
- Bagaimanakah hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
Rheumatoid Athritis?
- Bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita
Rheumathoid Athritis?

1.2 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis


Holistik Komprehensif pada Rheumatoid Arthritis
Untuk pengendalian permasalahan Rheumatoid Arthritis pada
tingkat individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang
disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka

2
mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia
melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas)
dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian faringitis akut secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
1.3.2 Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa
mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial
dan budaya sendiri dalam penangan penyakit faringitis akut, melakukan
rujukan bagi kasus Rheumatoid Athritis, sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu
melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu,
keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Rheumatoid
Athritis.
1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa
mampu menyelesaikan masalah pengendalian Rheumatoid Arthritis secara
holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.

3
1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu
melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Rheumatoid
Athritis dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri
sendiri, dan keselamatan orang lain.
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa
mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun
masyarakat secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

1.3 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
menatalaksanakan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.3.1 Tujuan Umum:


Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita Rheumatoid Athritis dengan
pendekatan kedokteran keluarga secara paripurna (komprehensif) dan
holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),
berbasis Evidence Based Medicine (EBM) pada pasien dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan penderita Rheumatoid Athritis dengan pendekatan
kedokteran keluarga di Puskesmas Minasaupa tahun 2017.

1.4.2 Tujuan Khusus:


1. Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya
Rheumatoid Arthritis di Puskesmas Minasaupa Makassar tahun 2017.

4
2. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis klinis dan diagnosis
psikososial pada penyakit Rheumatoid Arthritis di Puskesmas
Minasaupa Makassar tahun 2017
3. Mengidentifikasi permasalahan yang didapatkan dalam keluarga dan
lingkungan sosial yang berkaitan dengan penyakit Rheumatoid
Arthritis di Puskesmas Minasaupa Makassar tahun 2017.
4. Untuk mengetahui upaya penatalaksanaan penyakit Rheumatoid
Arthritis di Puskesmas Minasaupa Makassar tahun 2017.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada
penyakit Rheumatoid Arthritis di Puskesmas Minasaupa Makassar
tahun 2017.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan Rheumatoid Arthritis yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh Rheumatoid Arthritis sehingga
dapat memberikan keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Rheumatoid Arthritis
6. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based
medicine dan pendekatan diagnosis holistik Rheumatoid Arthritis serta
dalam hal penulisan studi kasus.

5
1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan
Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
penderita Rheumatoid Arthritis dengan pendekatan diagnostik holistik,
berbasis kedokteran keluarga dan evidence based medicine adalah:
a. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer (puskesmas)
b. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan Rheumatoid
Arthritis dan dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit
tersebut.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada Rheumatoid Arthritis
dan gejala yang dikeluhkan. Hal ini disebabkan pengobatan Rheumatoid
Arthritis umumnya bersifat cepat asal berobat teratur. Selain itu, kepatuhan
untuk menghindari faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.

6
BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

Infeksi
P
Invasi kuman
E patogen
N
Virus
Y R
Inflamasi
E H
B Non Infeksi
E
A U
Genetik
B M
Autoimun
A

Gambar 1 . Gambaran Penyebab Rheumatoid Arthritis

7
2.2 Pendekatan Konsep Mandala

Gaya hidup
Kebiasaan pasien
konsumsi teh,makan-
makanan berlemak dll

Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku kesehatan - Kekhawatiran keluarga
pasien tehadap penyakit
Hygiene pribadi dan - Kondisi ekonomi
lingkungan kurang baik kurang

KELUARGA

PASIEN
Pelayanan Bengkak dan nyeri Lingkungan
kesehatan persendian tangan Pekerjaan
Jarak rumah dialami sejak 2 hari Pasien bekerja
yang lalu. Nyeri pada sebagai ibu rumah
dengan sendi kedua tangan, tangga dan lingkup
puskesmas merah dan kaku pada
kerja hanya
cukup dekat pagi hari. Riwayat
disekitar rumah
demam ada, dialami 2
hari yang lalu,
bersamaan dengan
timbulnya nyeri pada
sendi-sendi

Faktor biologi Lingkungan fisik


Kebersihan
Struktur tubuh normal lingkungan kurang
baik

Komunitas
Dukungan gaya hidup sehat dari keluarga kurang baik

Gambar 2. Pendekatan Konsep Mandala

8
2.2 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai
mahluk biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai mahluk
biologis manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan
serta sel-sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat
penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian
risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan
sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik :
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupanya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan
terapi, tujuaanya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.

9
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

10
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus
demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat
dari beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.

11
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial :
- Derajat 1 :Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
- Derajat 2 :Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat3 :Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
- Derajat 4 :Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja,
tergantung pada keluarga.
- Derajat 5 : Tak dapat melakukan kegiatan

2.3 RHEUMATOID ATHRITIS


2.3.1 DEFINISI 3,4
Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi kronis progresif yang
mempengaruhi sendi-sendi kecil dari tangan, kaki, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki secara simetris, hal ini terjadi ketika sistem kekebalan
tubuh yang biasanya melindungi tubuh dari serangan organisme asing
ternyata menyerang membran yang melapisi sendi hal ini ditandai dengan
adanya erosi pada radiografi.
Keradangan sinovium dapat merusak tulang dan kartilago. Sel radang
melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan kartilago, sehingga
dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi, yang
menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.
2.3.2 ETIOLOGI 4
Penyebab utama rheumatoid arthritis masih belum diketahui sampai
saat ini namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
rheumatoid arthritis. Rheumatoid arthritis merupakan manifestasi dari
respon terhadap agen infeksius pada orang-orang yang rentan secara
genetik. Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya

12
termasuk mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus,
parvovirus, dan virus rubella, tetapi berdasarkan bukti-bukti, penyebab ini
ataupun agen infeksius yang lain yang menyebabkan artritis reumatoid tidak
muncul pada penderita artritis reumatoid.
Terdapat kerentanan genetik yang jelas, dan penelitian pada orang
kembar mengindikasikan indeks sekitar 15-20%. Sebanyak 70% dari pasien
artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte antigen-DR4 (HLA-DR4),
sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan agen infeksius dikatakan
memiliki peranan penting pada etiologi, namun kontribusinya sampai saat
ini belum terdefinisikan.
2.3.3 EPIDEMIOLOGI4
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang jarang pada laki-laki
dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70
tahun. Pada wanita, prevalensi penyakit ini meningkat dari pertengahan
abad ke-20 dan konstan pada level umur 45-65 tahun dengan masa puncak
65-75 tahun.
Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi
(kisaran 0,3 - 2,1%), wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan
dengan laki-laki. Prevalensi penyakit ini meningkat dengan umur, dan jenis
kelamin, perbedaannya dikurangi pada kelompok usia tua. Penyakit ini
menyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai suku bangsa. Onset
dari penyakit ini sering pada dekade ke-empat dan ke-lima dari kehidupan.
2.3.4 PATOGENESIS5
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sendi. Sebuah sendi adalah titik
di mana dua atau lebih tulang bertemu. Dengan beberapa pengecualian
(dalam tengkorak dan panggul, misalnya), sendi yang dirancang untuk
memungkinkan gerakan antara tulang dan untuk menyerap kejutan dari
gerakan-gerakan seperti berjalan atau gerakan yang berulang. Ujung-ujung
tulang ditutupi oleh jaringan elastis yang disebut tulang rawan, dikelilingi
oleh kapsul yang melindungi dan mendukungnya. Kapsul sendi dilapisi
dengan jenis jaringan yang disebut sinovium, yang menghasilkan cairan

13
sinovial, zat jelas bahwa melumasi dan memelihara tulang rawan dan
tulang di dalam kapsul sendi.
Rheumatoid Arthritis menyerang sinovium, menyebabkan sinovium
meradang dan menghancurkan tulang rawan dan tulang di dalam sendi.
Otot-otot sekitarnya, ligamen, dan tendon yang mendukung dan
menstabilkan sendi menjadi lemah dan tidak mampu bekerja secara
normal. Efek ini menyebabkan rasa sakit dan kerusakan sendi sering
terlihat di rheumatoid arthritis. Para peneliti mempelajari rheumatoid
arthritis sekarang percaya bahwa itu mulai merusak tulang selama satu
atau dua tahun pertama, salah satu alasan mengapa diagnosis dini dan
pengobatan sangat penting.
Beberapa orang dengan rheumatoid arthritis juga memiliki gejala di
tempat-tempat lain selain sendi mereka. Banyak orang dengan rheumatoid
arthritis mengalami anemia, atau penurunan dalam produksi sel darah
merah. Efek lain yang terjadi kurang sering termasuk sakit leher dan mata
kering dan mulut. Sangat jarang ditemukan orang mungkin memiliki
keradangan pembuluh darah (vaskulitis), lapisan paru-paru (pleuritis), atau
kantung melampirkan jantung (pericarditis).
2.3.5 MANIFESTASI KLINIS 4,5
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
rheumatoid arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada
saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis
yang bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi
di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya

14
hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu
jam
4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran
radiologik. Keradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang.
5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi. Sendi-sendi yang
besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan
bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa pasien rheumatoid arthritis. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini sendi siku atau sepanjang permukaan
ekstensor dari lengan.
7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang
organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru
(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
2.3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG 4,5
a. Tanda keradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan
aktivitas penyakit, selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu
berkorelasi dengan kemajuan radiografi.
b. Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan
sinovial.
c. Jumlah sel darah lengkap (anemia, trombositopenia, leukositosis,
leucopenia).
d. Analisis cairan sinovial
1) Inflamasi cairan sinovial (WBC count > 2000/L) hadir dengan
jumlah WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL.
2) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam
cairan sinovial (kontras dengan dominasi sel mononuklear di
sinovium).

15
3) Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura,
perikardial, dan sinovial pada pasien dengan RA sering rendah
dibandingkan dengan kadar glukosa serum.
e. Parameter imunologi meliputi autoantibodies (misalnya RF, anti-
RA33, anti-PKC, antibodi antinuclear).
f. Rheumatoid factor Rheumatoid Faktor, RF ditemukan pada sekitar
60-80% pasien dengan RA selama penyakit mereka, tetapi kurang
dari 40% pasien dengan RA dini.
g. Antibodi Antinuclear: Ini adalah hadir di sekitar 40% pasien dengan
RA, namun hasil tes antibodi terhadap antigen subset paling nuklir
negatif.
h. Antibodi yang lebih baru (misalnya, anti-RA33, anti-PKC):
Penelitian terbaru dari antibodi anti-PKC menunjukkan sensitivitas
dan spesifisitas sama atau lebih baik daripada RF, dengan
peningkatan frekuensi hasil positif di awal RA. Kehadiran kedua-anti
antibodi PKC dan RF sangat spesifik untuk RA. Selain itu, anti-PKC
antibodi, seperti halnya RF, menunjukkan prognosis yang buruk.
Foto Polos
Tanda pada foto polos awal dari artritis reumatoid adalah keradangan
periartikular jaringan lunak bentuk fusiformis yang disebabkan oleh efusi
sendi dan inflamasi hiperplastik sinovial. Nodul reumatoid merupakan
massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor
pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun
adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan.
Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada penderita artritis
reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam
menegakkan diagnosis.

16
CT-Scan
Computer tomography (CT) memiliki peranan yang minimal dalam
mendiagnosis artritis reumatoid. Walaupun demikian, CT scan berguna
dalam memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di
tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi dari foto polos dan
MRI.
CT scan jarang digunakan karena lebih rendah dari MRI dan
memiliki kerugian dalam hal radiasi. CT scan digunakan sebatas untuk
mengindikasikan letak destruksi tulang dan stabilitas tertinggi tulang
secara tepat, seperti pada pengaturan pre-operatif atau pada tulang
belakang. (Corwin, 2009)

USG
Sonografi dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan
frekuensi tinggi digunakan untuk mengevaluasi sendi-sendi kecil pada
artritis reumatoid. Efusi dari sendi adalah hipoekhoik, sedangkan hipertrofi
pada sinovium lebih ekhogenik. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai
cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi
tulang dapat terlihat sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik.
Komplikasi dari arthritis reumatoid, seperti tenosinovitis dan ruptur
tendon, juga dapat divisualisasikan dengan menggunakan ultrasonografi.
Hal ini sangat berguna pada sendi MCP dan IP. Tulang karpal dan sendi
karpometakarpal tidak tervisualisasi dengan baik karena konfigurasinya
yang tidak rata dan lokasinya yang dalam.

Sonografi telah digunakan dalam mendiagnosis artritis reumatoid


dengan tujuan meningkatkan standar yang tepat untuk radiografi
konvensional. Ultrasonografi, terkhusus dengan menambahkan amplitude
color doppler (ACD) Imaging, juga menyediakan informasi klinis yang
berguna untuk dugaan artritis reumatoid. ACD imaging telah diaplikasikan
untuk artritis reumatoid dengan tujuan mengevaluasi manifestasi dari

17
hiperemia pada keradangan jaringan sendi. Hiperemia sinovial merupakan
ciri patofisiologi yang fundamental untuk artritis reumatoid.

MRI
Diagnosis awal dan penanganan awal merupakan manajemen
utama pada artritis reumatoid. Dengan adanya laporan mengenai
sensitivitas MRI dalam mendeteksi erosi dan sinovitis, serta spesifitas
yang nyata untuk perubahan edema tulang, hal itu menandakan bahwa
MRI merupakan penolong untuk mendiagnosis awal penyakit artritis
reumatoid. MRI juga memberikan gambaran yang berbeda pada
abnormalitas dari artritis reumatoid, sebagai contoh, erosi tulang, edema
tulang, sinovitis, dan tenosinovitis.

2.3.7 DIAGNOSIS RHEUMATOID ARTHRITIS6


Menurut American Rheumatism Association 1987, diagnosa arthritis
reumatoid dapat dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari
kriteria sudah berlangsung selama 6 minggu.

Kriteria tersebut adalah:

1. Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam

2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi

3. Arthritis sendi-sendi jari tangan

4. Arthritis yang simetris

5. Nodul rheumatoid

6. Faktor rheumatoid dalam serum

7.Perubahan-perubahan radiologik, seperti:

Pembengkakan jaringan lunak


Erosi

18
Osteoporosis artikular

2.3.8 PENATALAKSANAAN7.8
Konseling dan Edukasi
Tujuan terapi rheumatoid arthritis, yaitu :

1. Menghilangkan gejala keradangan/inflamasi yang aktif baik lokal


maupun sistemik.
2. Mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan.
3. Mencegah terjadinya deformitas atau kelainan bentuk sendi dan
menjaga fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik.
4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang
mengalami RA agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

Adapun penatalaksanaan dari artritis reumatoid adalah sebagai berikut:


1. Obat-obatan
Non-steroid anti-inflammatoy drugs (NSAID)
NSAID antara lain, aspirin, ibuprofen, ketoprofen dan
diklofenac juga obat selektif baru nabumeton dan meloxicam
yang sangat berguna untuk mengurangi keradangan dengan
menghalangi proses produksi mediator keradangan. Tepatnya,
obat ini menghambat sintetase prostaglandin atau
siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik
andogen, yaitu asam arakidonat menjadi prostaglandin,
prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen. Obat
standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini adalah
aspirin. (Balabaud, 2007)

Salisilat
Kelompok obat ini merupakan cikal bakal berkembangnya OAINS.
Salisilat menimbulkan efek analgesia, anti inflamasi, dan anti
piretik dengan menekan produksi prostaglandin dan tromboksan

19
dengan menghambat siklooksigenase (Cox-1 dan Cox-2). Oleh
karena itu salisilat dan turunannya disebut juga dengan OAINS
konvensional, karena tak selektif terhadap salah satu tipe
siklooksigenase.

OAINS, asam asetil salisilat, lebih dikenal sebagai antiplatelet pada


dosis rendah ketimbang sebagai pengobatan gejala arthritis. Namun
turunannya, yaitu diflunisal biasa digunakan untuk meredakan
gejala arthritis. Efek analgesia diflunisal muncul 1 jam setelah
pemberian dan efek maksimal dicapai setelah 2-3 jam. Namun,
kelompok salisilat ini berbahaya terhadap saluran cerna.

Arylalkanoic Acid
Kelompok ini yang kerap dikenal dalam pengobatan arthritis di
antaranya adalah indometasin dan diklofenak. Keduanya
diindikasikan mengatasi gejala arthritis dan gout ( ankylosing
spondylitis, rheumatoid arthritis, arthritic gout, osteoarthritis,
juvenile arthritis, dan pseudogout).

Indometasin merupakan turunan indol metilat dengan efek lebih


kuat dibanding aspirin. Kekuatan ini tak lain berasal dari 2
mekanisme tambahan di samping menghambat pembentukan
prostaglandin. Modus kerja tambahan ini mencakup inhibisi
motilitas leukosit polimorfonuklear, seperti halnya kolkisin dan
melepaskan fosforilasi oksidatif pada mitokondria kartilago, seperti
layaknya salisilat. Akhirnya kedua mekanisme ini memperkuat efek
analgesia dan antiinflamasi indometasin.

2-Arylpropionic acid (profen)


Profen merupakan salah satu kelompok OAINS yang sangat
banyak digunakan. Ibuprofen dan ketoprofen, misalnya, digunakan
secara luas hampir disebagian besar negara di dunia. Ibuprofen dosis

20
rendah (200 mg dan terkadang 400 mg) dan ketoprofen 12,5 mg dapat
diperoleh tanpa resep atau over the counter (OTC) untuk mengatasi
sakit kepala, nyeri haid, demam, dan nyeri ringan lainnya. Dosis lebih
tinggi digunakan untuk mengatasi nyeri sedang seperti gejala arthritis.
(Hughes LB, 2005)

Coxib

Potensi coxib dibedakan berdasarkan selektifitasnya. Coxib yang


lebih baru (valdecoxib, etoricoxib, lumiracoxib) menghambat COX-2
lebih selektif dari celecoxib atau rofecoxib. Bagaimana relevansi klinis
dari peningkatan selektivitas ini masih belum jelas.

Celecoxib dan valdecoxib sama-sama memiliki suatu ikatan


sulfonamida, yakni suatu metabolit aktif dari prodrug parecoxib. Uji
klinis memperlihatkan bahwa kedua obat ini efektif mengatasi OA dan
RA. Pada uji juga terlihat, insiden ulser gastrik dan duodenum secara
endoskopi pada pasien yang menggunakan obat ini lebih rendah secara
bermakna ketimbang pasien yang menerima OAINS nonselektif.
Namun valdecoxib tak seberuntung celecoxib. Pada 2005 silam,
valdecoxib ditarik secara sukarela dari beberapa market utama terkait
dengan efek reaksi kulit yang serius. Menurut FDA, setidaknya 7 pasien
dengan atau tanpa riwayat alergi sulfonamide meninggal. (Smeltzer and
Bare, 2002)

a. Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD)


Kelompok obat-obatan ini termasuk metotrexat, senyawa emas, D-
penicilamine, antimalaria, dan sulfasalazine. Walaupun tidak memiliki
kesamaan kimia dan farmakologis, pada prakteknya, obat-obat ini
memberikan beberapa karakteristik.
Pemberian obat ini baru menjadi indikasi apabila NSAID tidak dapat
mengendalikan artritis reumatoid. Beberapa obat-obatan yang telah

21
disebutkan sebelumnya tidak disetujui oleh U.S Food and Drugs
Administration untuk dipakai sebagai obat artritis reumatoid. Tujuan
pengobatan dengan obat-obat kerja lambat ini adalah untuk
mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan atau
memperlambat kemajuan penyakit.

Sulfasalazine (Azulfidine) adalah obat oral yang digunakan dalam


perawatan penyakit keradangan usus besar yang ringan sampai beratnya
sedang, seperti ulcerative colitis dan penyakit Crohn. Azulfidine
digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis dalam kombinasi dengan
obat-obat anti keradangan. Azulfidine umumnya ditolerir dengan baik.
Efek-efek sampingan yang umum termasuk ruam (rash) dan gangguan
lambung. Karena Azulfidine terbentuk dari senyawa-senyawa sulfa dan
salicylate, maka harus dihindari oleh pasien-pasien dengan alergi-alergi
sulfa yang diketahui.

Methotrexate adalah suatu obat penekan imun. Ia dapat


mempengaruhi sumsum tulang dan hati, bahkan jarang menyebabkan
sirosis. Semua pasien-pasien yang mengkonsumsi methotrexate
memerlukan tes-tes darah secara teratur untuk memonitor jumlah-
jumlah darah dan tes-tes darah fungsi hati.

Garam-garam emas (Gold salts) telah digunakan untuk merawat


rheumatoid arthritis sepanjang kebanyakan abad yang lalu. Gold
thioglucose (Solganal) dan gold thiomalate (Myochrysine) diberikan
dengan suntikan, awalnya pada suatu dasar mingguan untuk berbulan-
bulan sampai bertahun-tahun. Emas oral, auranofin (Ridaura),
diperkenalkan pada tahun sembilan belas delapan puluhan (1980s).
Efek-efek sampingan dari emas (oral dan yang disuntikan) termasuk
ruam kulit (skin rash), luka-luka mulut, kerusakan ginjal dengan
kebocoran protein dalam urin, dan kerusakan sumsum tulang dengan
anemia dan jumlah sel putih yang rendah. Pasien-pasien yang menerima

22
perawatan emas dimonitor secara teratur dengan tes-tes darah dan urin.
Emas oral dapat menyebabkan diare.

D-penicillamine (Depen, Cuprimine) dapat bermanfaat pada


pasien-pasien yang terpilih dengan bentuk-bentuk rheumatoid arthritis
yang progresif. Efek samping adalah serupa dengan yang dari emas,
yaitu demam, kedinginan, luka-luka mulut, suatu rasa metal/logam
dalam mulut, ruam kulit, kerusakan ginjal dan sumsum tulang,
gangguan lambung, dan mudah memar. Pasein-pasien pada obat ini
memerlukan tes-tes darah dan urin yang rutin. D-penicillamine jarang
dapat menyebabkan gejala-gejala dari penyakit-penyakit autoimun lain.

Obat-obat penekan imun adalah obat-obat sangat kuat yang


menekan sistim imun tubuh. Sejumlah obat-obat penekan imun
digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis. Obat-obat penekan imun
termasuk methotrexate (Rheumatrex, Trexall) seperti yang digambarkan
diatas, azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan),
chlorambucil (Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Karena
efek-efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun
(lain daripada methotrexate) umumnya dicadangkan untuk pasien-
pasien dengan penyakit yang sangat agresif atau mereka yang dengan
komplikasi-komplikasi keradangan rheumatoid yang serius, seperti
keradangan pembuluh darah (vasculitis).

2. Terapi glukokortikoid
Terapi glukokortikoid sistemik dapat memberikan efek untuk terapi
simptomatik pada penderita artritis reumatoid. Prednison dosis rendah (7,5
mg/hari) telah menjadi terapi suportif yang berguna untuk mengontrol
gejala. Walaupun demikian, bukti-bukti terbaru mengatakan bahwa terapi
glukokortikoid dosis rendah dapat memperlambat progresifitas erosi tulang.

23
3. Operasi
Tindakan operasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan bentuk
sendi yang cacat dan untuk menghilangkan sinovium yang rusak sehingga
sinovium baru dapat terbentuk, transfer tendon bisa memperbaiki fungsi
bila telah putus.
Operasi memiliki peranan penting dalam penanganan penderita
artritis reumatoid dengan kerusakan sendi yang parah. Meskipun
artroplastia dan penggantian total sendi dapat dilakukan pada beberapa
sendi, prosedur yang paling sukses adalah operasi pada pinggul, lutut, dan
bahu. Tujuan realistik dari prosedur ini adalah mengurangi nyeri dan
mengurangi disabilitas.

Tindakan operasi yang lain, yaitu sinovektomi terbuka dan radikal,


sehingga mempunyai resiko antara lain pendarahan, penggunaan anastesi,
infeksi pada sendi artifisial, bekuan darah, dan sendi artifisial yang tidak
cocok. Pemulihan pasca tindakan operasi membutuhkan waktu hingga 2
minggu rawat inap di rumah sakit. Rehabilitasi sendi pasca tindakan operasi
memerlukan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.

2.3.9 KOMPLIKASI 8
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease
modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis

24
2.3.10 DIAGNOSIS BANDING7
Gout Arthritis
Gout merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat
primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung dari
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan
eksresi asam urat, sedangkan gout sekunder disebabkan oleh pembentukan
asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian
obat-obatan tertentu.

Pada artritis gout akut, terjadi pembengkakan yang mendadak dan


nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki, sendi
metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartrikular dan menunjukkan
tanda-tanda keradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan
sejumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-
obatan, alkohol, atau stres emosional. Sendi-sendi lain dapat terserang,
termasuk sendi jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku.

Osteoarthritis
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit
ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai
oleh adanya deteorisasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan
tulang baru pada permukaan persendian. Gambaran klinis osteoartritis
umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau
menanggung beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila sendi digerakkan atau
bila memikul beban tubuh. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi
tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan
menghilang setelah digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi,
biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan
kekakuan sendi di pagi hari yang disebabkan oleh artritis reumatoid yang
terjadi lebih lama.

25
2.3.11 PROGNOSIS7,8
Beberapa tampakan klinis pada pasien artritis reumatoid nampaknya
memiliki nilai prognostik. Remisi dari aktivitas penyakit cenderung lebih
banyak terjadi pada tahun pertama. Jika aktivitas penyakit berlangsung lebih
dari satu tahun biasanya prognosis buruk. Wanita kulit putih cenderung
memiliki sinovitis yang lebih persisten dan lebih erosif dibanding pria.

Harapan hidup rata-rata orang dengan artritis reumatoid memendek 3-


7 tahun dari orang normal. Peningkatan angka mortalitas tampaknya terbatas
pada pasien dengan penyakit sendi yang lebih berat, sehubungan dengan
infeksi dan perdarahan gasrointestinal. Faktor yang dihubungkan dengan
kematian dini mencakup disabilitas, durasi dan tingkat keparahan penyakit,
penggunaan glukokortikoid, umur onset, serta rendahnya status sosio-
ekonomi dan pendidikan.

26
BAB III

METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian melihat
berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara paripurna dan holistik.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dan keluarganya dengan cara melakukan
home visit untuk mengaetahui secara holistik keadaan penderita.

3.2 LOKASI DAN WAKTU STUDI KASUS


3.2.1 Waktu studi kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
Puskesmas Minasaupa pada tanggal 18 September 2017. Selanjutnya dilakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

3.2.2 Lokasi Studi Kasus


Studi kasus bertempat di Puskesmas Minasaupa, Gowa , Provinsi Sulawesi
Selatan.

3.2.3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


3.2.3.1 Letak Geografis
Puskesmas Minasa Upa berada di wilayah kecamatan Tamalate, Kota
Makassar dengan luas wilayah 2,55 km2, Puskesmas Minasa Upa mempunyai
wilayah kerja yang meliputi 5 (lima) kelurahan.

27
3.2.3.2 Upaya Kesehatan
Dari visi dan misi tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan 6 upaya
kesehatan wajib puskesmas dan upaya pengembangan kesehatan.
1. Upaya kesehatan wajib puskesmas tersebut adalah:
Upaya Promosi Kesehatan
Upaya Kesehatan Lingkungan
Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana
Upaya Perbaikan Gizi
Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular
Upaya Pengobatan
2. Upaya kesehatan pengembangan
Upaya Kesehatan Sekolah
Uapaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Kerja
Upaya Kesehatan Gigi Dan Mulut
Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya Kesehatan Usia Lanjut

3.2.3.3 Visi dan Misi Puskesmas Minasa Upa


a. Visi Puskesmas Minasa Upa
Visi Puskesmas Minasa Upa adalah sebagai motivator masyarakat
mandiri dalam kesehatan menuju Makassar kota Dunia.
b. Misi Puskesmas Minasa Upa
Melalui Upaya :
1. Motivasi gerakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2. Mendidik masyarakat mampu mengenal, memprioritaskan dan
menyelesaikan masalah kesehatan diwilayah sekitarnya
3. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
Puskesmas untuk menjadi motivator handal.

28
3.2.3.4 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Minasa Upa
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas Minasa
Upa di bulan Juli tahun 2017 adalah:
1. Common Cold : 204 Kasus
2. Hipertensi : 107 Kasus
3. Diabetes : 58 Kasus
4. Artritis : 53 Kasus
5. Dispepsia : 44 Kasus
6. Mialgia : 43 Kasus
7. Pemeriksaan administratif : 40 Kasus
8. Diare : 28 Kasus
9. Sakit kepala : 27 Kasus
10. Batuk : 25 Kasus

3.2.3.5 Kegiatan Pelayanan Kesehatan


1. Tempat Pengambilan Kartu dan Kamar Kartu
a. Menerima pasien
b. Menyediakan dan memberikan kartu bagi pengunjung baru
c. Menyediakan dan memberikan buku kontrol pada pasien
d. Pencatatan dan pelaporan jumlah pasien yang berkunjung ke
puskesmas.
2. Poliklinik Umum / Kamar Periksa
Poliklinik adalah bentuk pelayanan kesehatan rawat jalan yang
bertujuan menyembuhkan penyakit dan pemeliharaan kesehatan baik
secara perorangan atau berkelompok (masyarakat). Kegiatan poliklinik
dilaksanakan dari senin hingga sabtu dari jam 08.00 14.00, kecuali
padahari jumat dari jam 08.00 11.00. Kegiatan yang dijalankan
selama di poliklinik adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis
penyakit, penulisan resep. Dalam program mengikuti kegiatan
poliklinik ini kami dapat mempelajari cara berkomunikasi yang benar
dengan pasien yang datang dari berbagai golongan dan latar belakang.
Keluhan-keluhan yang paling sering ada pada pasien yang datang ke

29
puskesmas untuk berobat adalah batuk, pilek, demam, tekanan darah
tinggi, dan kelainan kulit.

3. Poliklinik Gigi
Pemeriksaan kesehatan gigi berupa anamnesis pasien, pemeriksaan
fisik, diagnosis penyakit, tindakan pemeriksaan gigi dan mulut,
penulisan resep dan pemberian obat.

4. Ruang Tindakan
a. Ganti verband
b. Cross insisi
c. Hecting dan affhecting
d. Sirkumsisi
e. Merawat luka
5. Apotek
a. Tempat pengambilan obat
b. Mengatur pengadaan obat sesuai kebutuhan
c. Membuat pelaporan tentang pemakaian obat
6. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
Beberapa kegiatan KIA adalah :
a. Pemeriksaan HIV, malaria, dan sifilis pada ibu hamil
b. Pemeriksaan kehamilan trimester pertama, kedua, dan ketiga (K1-
K4)
c. Pemberian tablet Fe, kalsium, Vitamin B complex
d. Suntikan tetanus toxoid
e. Penimbangan berat badan
f. Mengukur tekanan darah ibu hamil
g. Mengukur lingkar lengan atas (LILA)
h. Mendeteksi risiko tinggi pada ibu hamil

30
3.2.3.6 Pengumpulan Data / Informasi
Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan
penderita informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi
personal dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.

3.2.3.7 Cara Pengumpuln Data/ Informasi


Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya
secara langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where,
when dan how

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31 Desember 1930 (87 tahun)
Tanggal Pemeriksaan : 18/9/2017
Anamnesis : Autoanamnesis

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bengkak dan nyeri pada persendian
Anamnesis Terpimpin :
Bengkak dan nyeri pada persendian dialami sejak 3 hari yang lalu. Nyeri
pada sendi kedua tangan, terutama bila digerakkan dan pasien merasa kaku
pada saat bangun tidur selama lebih dari 1 jam. Nyeri sebelumnya ada, tapi
tidak berat semenjak 3 tahun yang lalu. Riwayat demam ada, dialami 2 hari
yang lalu, bersamaan dengan timbulnya nyeri pada sendi-sendi. Saat ini nyeri
kepala (-). batuk (-) batuk darah (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), riwayat
sesak dan nyeri dada sebelumnya (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),
riwayat nyeri ulu hati (-), nafsu makan biasa. Buang air besar saat ini lancar 2
kali sehari berwarna kuning konsistensi lunak. Buang air kecil lancar berwarna
kuning jernih. Riwayat penyakit rematik dan dalam keluarga (+)
Riwayat DM tidak diketahui. Riwayat DM pada keluarga (-). Riwayat jika
mendapatkan luka sukar sembuh (-)
Riwayat Hipertensi (+). Sejak 20 tahun yan lalu dan berobat teratur.
Riwayat penyakit jantung (-). Riwayat penyakit jantung pada keluarga (-)
Riwayat batuk lama (-), Riwayat OAT (-)
Riwayat minum obat diuretik (-)
Riwayat minum kopi (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat penyakit maag (-)

32
Riwayat minum minuman beralkohol (-)
Riwayat penyakit kuning (-)
Riwayat benjolan (+) pada kedua tangan

C. PEMERIKSAAN FISIS
Status Present:
Sakit Sedang/Gizi Cukup/ Compos mentis
BB= 58 kg; TB= 150 cm; LLA=22 cm; IMT=25,77 kg/m2 (obesitas 1)
Tanda Vital:
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 64 kali/ menit(Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit(Thoracoabdominal)
Suhu : 37oC (axilla)
Kepala:
Ekspresi : Normal
Simetris Muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : (-)
Rambut : Putih beruban, lurus, sulit dicabut
Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
Gerakan : Kesegala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil : Bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RCL +/+,
RCTL +/+
Telinga:
Tophi : (-)
Pendengaran : Tidak ada kelainan

33
Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
Hidung:
Perdarahan: (-)
Sekret : (-)
Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
DVS : R+2 cmH2O
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Pembuluh Darah : Bruit (-)
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), pigeon chest (-),
massa tumor (-)
Paru:
o Palpasi:
Fremitus Raba : Kiri = Kanan
Nyeri Tekan : (-)

34
o Perkusi:
Paru Kiri : Sonor
Paru Kanan : Sonor
Batas Paru Hepar : ICS V-VI anteriordextra
Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal X dextra
Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal XI sinistra
o Auskultasi:
Bunyi Pernapasan :Vesikuler
Bunyi Tambahan :
Ronkhi - - Wheezing - -
- - - -
- - - -
Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea
midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
BJ I/II : Murni reguler
Bunyi Tambahan : Bising (-)
Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
o Perkusi : Timpani (+) , Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan

35
Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
o Gerakan : Dalam batas normal
Ekstremitas
- Tampak benjolan pada manus dextra sinistra, kontraktur digiti
I,II,III,IV,V manus dextra.Nyeri tekan pada benjolan (+)

DIAGNOSIS SEMENTARA
-Rheumatoid Arthritis
D. PENATALAKSANAAN AWAL
- Alupurinol 10mg/24jam/oral
- Paracetamol 500mg/8jam/oral
Anjuran Pemeriksaan :
- Kontrol Darah Rutin
- Foto Radiologi
- Pemeriksaan RF
E. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia et malam
Ad Functionem : Dubia et malam
Ad Sanationem : Dubia et malam
4.1.1 Keluarga
4.1.2.1 Profil Keluarga
Pasien Ny.B tinggal bersama kedua anak dan menantunya.
Karakteristik Demografi Keluarga
- Identitas kepala keluarga : Ny. A
- Identitas anak
- Anak pertama : Ny. AS
- Suami anak pertama : Tn. A

36
- Anak kedua :Ny. JP
- Suami anak kedua : Tn. MA
- Alamat : Jl. Minasaupa blok F 10 no.21.
- Bentuk Keluarga : Extended Family

Tabel Bagan Keluarga

Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala 87
1 Ny. A Perempuan - IRT
Keluarga tahun
Anak 30
2. Ny. AS Perempuan SMA IRT
pertama tahun
Suami 40
3. Tn. A Laki- laki SMA
anak I tahun Wiraswasta
Anak ke 25
4. Ny. JP Perempuan SMA IRT
II tahun
Suami 32
5. Tn. MA Laki- laki SMA Buruh
anak ke II tahun

Tabel 1.

1.1.2.2 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga di tanggung bersama dari penghasilannya anak-anak, dan
menantunya yang bekerja sebagai wiraswasta dan buruh. Pasien ini tinggal di
rumah pribadi yang terletak jalan Minasaupa. Rumah pasien dalam kondisi yang
kurang baik, dengan ventilasi yang cukup memadai dan lingkungan rumah yang
padat.

37
Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
Daerah perumahan : kurang tertata rapih dan kurang bersih
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 5 x 6 m2 Keluarga Ny. A tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5 dengan kepemilikian milik sendiri.
orang Ny. A tinggal dalam rumah yang
Luas halaman rumah : tidak ada kurang sehat dengan lingkungan
Lantai rumah dari : tegel rumah yang cukup padat dan
Dinding rumah dari : tembok ventilasi yang cukup memadai dan
Jamban keluarga : ada dihuni oleh 5 Orang. Dengan
Tempat bermain : tidak ada penerangan listrik 1200 watt. Air
Penerangan listrik : 1200 watt PDAM sebagai sarana air bersih
Ketersediaan air bersih : ada keluarga.
Tempat pembuangan sampah : ada
Tabel 2.
1.1.2.3 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
- Jenis tempat berobat : Puskesmas
- Balita :-
- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS

1.1.2.4 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Faktor Keterangan Kesimpulan


- Cara mencapai pusat Pada saat akan Letak puskesmas tidak
pelayanan kesehatan melakukan pemeriksaan jauh dari tempat tinggal
rutin keluarga pasien, sehingga untuk
menggunakan kendaraan mencapai puskesmas
umum (bentor) untuk keluarga pasien dapat
menuju Puskesmas. menggunakan kendaraan
umum (bentor).

38
Faktor Keterangan Kesimpulan

Menurut keluarga biaya Untuk biaya pengobatan


pelayanan kesehatan diakui oleh keluarga
pasien yaitu setiap kali
- Tarif pelayanan ditanggung oleh
datang berobat tidak
kesehatan pemerintah dipungut biaya dan
pelayanan puskesmas

- Kualitas pelayanan Menurut keluarga dirasakan keluarga pasien


kesehatan kualitas pelayanan cukup memuaskan
kesehatan yang didapat pasien. Pasien juga
memuaskan. sebulan sekali dikunjungi
oleh petugas.
Tabel 3.
1.1.3 Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang
biasa dihidangkan anak dari Ny.A terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng
yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi antara
lain sayuran hijau baik direbus atau ditumis dan cukup jarang mengonsumsi
sayuran. Lauk yang dihidangkan bervariasi seperti telur, tahu maupun tempe.
Untuk buah-buahan sangat jarang dikonsumsi oleh keluarga ini. Pola makan
keluarga ini tiga kali sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan makan
malam, diantaranya terkadang keluarga ini mengkonsumsi gorengan yang di buat
sendiri sebagai cemilan. Di dalam sehari, Ny.A, memiliki kebiasaan makan
sebanyak dua sampai tiga kali sehari.
1.1.4 Pola Dukungan Keluarga
- Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Pasien masih memiliki anak yang membantu pasien dalam melakukan
kegiatan sehari-hari dan mengantar pasien sesekali ke puskesmas (terakhir
berkunjung 1 bulan yang lalu)
- Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Terlepas dari penyakitnya, Ny. A juga merasa sedih karena kurangnya
kepedulian keluarga untuk mengatur diet makanan dari Ny.A, hal tersebut

39
terbukti dari penyajian makanan dalam keluarga tersebut tidak memiliki
pembeda antara makanan yang di konsumsi anak dan pasien. Kurangnya
kepedulian tersebut akibat dari kurangnya pengetahuan anak mengenai
penyakit yang diderita oleh ibunya.
Dalam penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta
yang aktif dari seluruh anggota keluarga. pada saat ini anak pasien kurang
memperhatikan keadaan kesehatan pasien. Selain itu fungsi keluarga
harusnya selalu memberi dukungan dan selalu mengingatkan pasien agar
meminum obat teratur, kontrol berobat. Namun pada saat ini peran keluarga
sangat kurang.

1.1.5 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)


1. Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua
anggota keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.

40
Penilaian:
Hampir Selalu = skor 2
Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat
4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
0-3 = Fungsi keluarga sakit

Tabel 4. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita


Penilaian
Hampir
Hampir Kadang-
No Pertanyaan Tidak
Selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Jika obat Anda habis / jadwal kontrol
laboratorium tiba apakah ada anggota
keluarga yang bersedia mengantarkan
Anda ke Puskesmas?
2. Partnership (Kemitraan)
Jika Anda lupa minum obat, apakah ada
anggota keluarga yang selalu
mengingatkan untuk konsumsi obat
secara rutin?
3. Growth (Pertumbuhan)
Jika Anda tidak memasak karena
keterbatasan anda akibat penyakit yang
anda derita, apakah anak anda mau
mengerti dengan anda?

41
No pertanyaan penilaian
Hampir Kadang- Hampir
Selalu (2) kadang (1) tidak pernah
(0)
4. Affection (Kasih Sayang)
Jika Anda merasa cemas
akibat penyakit anda, apakah
anggota keluarga yang lain
selalu mendampingi Anda
dalam mengatasi kecemasan
tersebut?
5. Resolve (Kebersamaan)
Anda disarankan untuk
mengurangi konsumsi
makanan yang manis.

Apakah anggota keluarga
yang lain mengkonsumsi
menu yang sama dan makan
bersama?
Total skor 6
Tabel 4.
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 6 ini menunjukkan Fungsi keluarga
kurang sehat.
2. Fungsi Patologis (SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
- Sosial:
Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.
- Cultural:
Pasien memiliki 2 orang anak dan menantu
- Religious:

42
Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu dan puasa.
- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari puskesmas
dan memiliki asuransi kesehatan BPJS.
3. Fungsi Keturunan (Genogram)
a. Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah extended family. Keluarga terdiri dari Ny. A
sebagai seorang kepala keluarga, mereka memiliki 2 orang anak dan 2 orang
menantu yaitu Ny. AS dan suaminya Tn. A, dan Ny. JP dan suaminya Tn. MA

4.2 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah Rheumatoid Arthritis, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek
risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

4.2.1 Analisa Kasus


Tabel 5. Tabel Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien post
Rheumatoid Arthritis.

Skor Resume Hasil Akhir Skor


Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Perbaikan Akhir
Faktor biologis Edukasi mengenai
- Rheumatoid 2 penyakit dan - Terselenggara 4
merupakan pencegahannya penyuluhan
penyakit melalui penyuluhan
autoimun gaya hidup sehat

43
Skor Upaya Resume Hasil Akhir
Masalah Skor Akhir
Awal Penyelesaian Perbaikan
- Keluarga memahami 4
bahwa penyakit
Diabetes mellitus
dan hipertensi dapat
dicegah
Keluarga mau
menerapkan gaya
hidup sehat
Faktor
ekonomi dan
pemenuhan 4 - Motivasi - Keluarga 4
kebutuhan mengenai menyisihkan
- Memiliki perlunya pendapatan untuk
tabungan memiliki tabungan
3 tabungan
- Memiliki rasa 4
- Kehidupan - Nasehat untuk Tawakkal kepada
sosial dengan bertawakkal Allah, dan menjalin
lingkungan kepada Allah, hubungan yang
dan yakinkan baik dengan
bahwa semua tetangga
akan baik-baik
saja. Serta
sesekali
bertegur sapa
dengan
tetangga

44
Resume Hasil
Upaya
Masalah Skor Awal Akhir Skor Akhir
Penyelesaian
Perbaikan
Faktor perilaku
kesehatan
- Higiene 3 - Edukasi - Anggota 4
pribadi yang tentang keluarga
kurang dan pentingnya paham akan
lingkungan PHBS pentingnya
yang kurang dirumah PHBS dan
bersih untuk mau
2 mencegah mengaplikasik 5
infeksi. an dengan baik
- Minum obat PHBS
belum teratur dilingkungan
dan rumah
- Edukasi untuk mereka
minum obat - Pasien selalu
sesuai anjuran minum obat
dokter teratur sesuai
anjuran dokter
Faktor 2 - Menyarankan 4
Psikososial kepada
- Kurangnya anggota - Anggota

perhatian keluarga keluarga


bersedia
keluarga untuk lebih
memberi
pasien perhatian
perhatian lebih
terhadap dengan
kepada pasien
penyakit kondisi pasien
yang diderita
pasien

45
Skor Resume Hasil Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Perbaikan Akhir
- Motivasi 2 - Memotivasi 4
untuk pasien serta - Pasien
termotiva
sembuh menjelaskan si untuk
sangatlah kepada pasien sembuh
kurang bahwa
penyakitnya
dapat sembuh
apabila pasien
berobat secara
teratur
Total Skor 15 29
Rata-rata Skor 2,1 4,1
Tabel 5.
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan
sepenuhnyaoleh provider.
Skor 3 :Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum
dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung
pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

4.2.2 Diagnosis Holistik, Tanggal Intervensi, Dan Penatalaksanaan


Selanjutnya
Pertemuan ke 1 : 18 September 2017
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :

46
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-
ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat
yang akan dipergunakan.
6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.
7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.
8. Membuat diagnosis holistik pada pasien.
9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

4.2.2.1 Anamnesis Holistik


Aspek Personal
Saat kami mendatangi rumah pasien, pasien sedang berbaring di kamar.
Kemudian pasien diberitahu oleh anak pasien bahwa petugas dari puskesmas telah
datang. Dengan bantuan anak pasien, pasien bangun dari tempat tidur dan berjalan
meuju ruang tamu. Pasien baru pertama kali mendapat kunjungan dari pihak
pukesmas untuk mengontrol keadaan pasien, disamping itu pasien sangat begitu
senang karena ada teman berbagi cerita. Pasien masih memiliki harapan untuk
bisa beraktifitas seperti sedia kala.
Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, didapatkan diagnosis Rheumatoid Arthritis.
Aspek Faktor Risiko Internal
Dulunya pasien sering lupa dan malas ke puskesmas. Pasien kurang
menerapkan pola hidup sehat berupa pola makan yang baik. Dari segi usia pasien
juga sudah tergolong lansia sehingga sangat rentan dengan berbagai penyakit.
Aspek Faktor Risiko Eksternal
- Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga
pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, kurangnya komunikasi

47
antara pasien dan anggota keluarga dikarenakan kesibukan dari anak dan
menantunya sebagai keluarga sehingga tidak mengingatkan untuk berobat
Aspek Fungsional
Ny. A sudah kurang mampu melakukan sendiri aktivitas dan menjalankan
fungsi sosial dalam kehidupannya. Ny. A banyak menghabiskan waktu di dalam
rumah saja.
Derajat Fungsional
Derajat 3 yaitu ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan.
Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1: Rumah pasien Jalan Minasaupa Blok F 10 no. 21 , 18
September 2017 pukul 10.00 WITA.
- Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jalan Minasaupa, 19 September 2017 pukul
12.00 WITA
Tabel 6. Anamnesis Holistik Pasien Rheumatoid Arthritis

Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Pada Pasien dapat Tidak Tidak
person kepada pasien saat sadar dan ada menol
al mengenai penyakit kunjun mengerti ak
Rheumatoid Arthritis gan akan
dan komplikasi serta rumah pentingnya
memberikan informasi pola hidup
mengenai sehat
perkembangan
penyakitnya.

48
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan Pasien Pada saat Gula darah Tidak Tidak
klinik obat RA kunjungan dapat ada menolak
untuk rumah terkontrol,
mengontrol hipertensi
serangan dapat
penyakit dan terkontrol,
untuk melakukan
mengurangi fisioterapi
gejala
Aspek Mengajarkan Pasien Pada saat Gula darah Tidak Tidak
risiko bagaimana kunjungan dapat ada menolak
internal pola makan rumah terkontrol,
yang baik, tekanan
menganjurkan darah
untuk dapat
menjaga terkontrol
hygenitas diri

49
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Menganjurkan Keluarga Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko keluarga kunjungan memberi ada menolak
external memberi rumah perhatian
dukungan dan
kepada pasien dukungan
agar selalu lebih
menjaga kepada
kesehatannya pasien dan
dan selalu pasien
mengingatkan lebih
pasien untuk termotivasi
minum obat untuk
dan kontrol sembuh
gula darah,
dan
mendukung
pola diet
pasien.

Menganjur-
kan kepada
keluarga
pasien untuk
meningkat-
kan
komunikasi
yang baik
dengan pasien

50
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Menganjurkan Pasien Pada saat Agar Tidak Tidak
fungsional untuk rajin kunjungan kondisi ada menolak
melakukan rumah tubuh
fisioterapi selalu
serta sehat dan
menghindari bugar,
hal-hal yang agar
bisa kelemahan
mencederai pada tubuh
pasien. pasien bisa
berkurang
Tabel 6.
4.2.2.2 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, Tanda Vital: Tekanan Darah: 110/80 mmHg, Nadi :
64 x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 37oC. Tampak kelemahan pada
tangan dan lengan kiri. Sensibilitas pada keempat ekstremitas normal.
4.2.2.3 Pemeriksaan Penunjang
-
4.2.2.4 Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
Diagnose Klinis:
Diagnosis pada pasien ini adalah Rheumatoid Arthritis, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek
risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik. Menurut
American Rheumatism Association 1987, diagnosa arthritis reumatoid dapat
dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari kriteria sudah
berlangsung selama 6 minggu.

51
Kriteria tersebut adalah:

1. Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam

2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi

3. Arthritis sendi-sendi jari tangan

4. Arthritis yang simetris

5. Nodul rheumatoid

6. Faktor rheumatoid dalam serum

Diagnosa Holistik :

- Kurangnya pengetahuan pasien tentang faktor resiko penyakit rheumatoid


arthritis.

Diagnose Psikososial:
- Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan.
- Kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan
pasien.
- Tidak ada pelaku rawat dari keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Keluarga pasien kurang memerhatikan kondisi penyakit pasien, kurangnya
komunikasi antara pasien dan anggota keluarga dikarenakan kesibukan dari
anak dan istrinya sebagai keluarga sehingga tidak mengingatkan untuk
berobat

4.2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga pasien).

52
Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita penyakit
Rheumatoid Arthtritis antara lain:
- Mengontrol kesehatan
- Mengatur pola makan
- Mengontrol diit

Terapi Untuk Keluarga


Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama yang
berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien. Dimana anggota
keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien diit rendah purin. Selain itu apabila kita kembali mengingat bahwa
silsilah keluarga ini dengan resiko penyakit metabolic yang tinggi sehingga,
penting mengingatkan ke anggota keluarga untuk menjaga pola makan serta
melakukan kebiasaan hidup yang sehat.

53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
- Diagnosa klinis :
- Diagnosis pada pasien ini adalah Rheumatoid Arthritis, didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik,
aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan
penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan
diagnostik holistik. Menurut American Rheumatism Association 1987,
diagnosa arthritis reumatoid dapat dikatakan positif apabila sekurang-
kurangnya empat dari kriteria sudah berlangsung selama 6 minggu.
- Kriteria tersebut adalah:
- 1. Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam
- 2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
- 3. Arthritis sendi-sendi jari tangan
- 4. Arthritis yang simetris
- 5. Nodul rheumatoid
- 6. Faktor rheumatoid dalam serum
- Diagnosis psikososial :
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga pola makan serta
kurangnya perhatian dari anggota keluarga terhadap kondisi kesehatan
pasien.
- Prinsip kedokteran keluarga yang memandang pasien secara holistik harus
senantiasa dijalankan dalam praktik sehari-hari karena ternyata banyak
faktor baik dari internal maupun eksternal pasien yang dapat memengaruhi
perjalanan suatu penyakit.
- Dengan mengetahui faktor-faktor resiko yang ada, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien

54
5.2. SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny.BA, maka
disarankan untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mencetuskan penyakit Rheumatoid
arthritis.
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
Rheumatoid Arthritis serta komplikasi yang ditimbulkan pada saat tidak
teratur mengonsumsi obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk sembuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

55
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 3. Tampak Depan Rumah Pasien

Gambar 4. Ruang Tamu Pasien

56
Gambar 5. Ruang keluarga

Gambar 13. Kondisi Kamar Tidur

57
Gambar 6. Kondisi wc

Gambar 7. Kondisi Dapur dan Tempat Cuci piring

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrisons Principles of
Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1968-76
2. Kent PD and Matteson EL, editors. Clinical Feature and Differential
Diagnosis. In: St.Clair EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid
Arthritis 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.11-23
3. Snaith, Michael L. ABC of Rheumatology 3rd ed. London: BMJ Books;
2004.p.50-5
4. Sommer OF, Kladosek A, Weiller V, Czembirek H, Boeck M, and Stiskal S.
Rheumatoid Arthritis: A Practical Guide to State-of-the-Art Imaging, Image
Interpretation, and Clinical Implications. Austria: RadioGraphics; 2005.p.381-
398
5. Eisenberg RL and Johnson NM, editors. Comprehensive Radiographic
Pathology 4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2003.p.1134-5
6. Coote A and Haslam P, editors. Crash Course Rheumatology and
Orthopaedics 1st ed. New York : Mosby; 2004.p.51-9
7. Waugh A and Grand A, editors. Rose and Wilson Anatomy and Physiology in
Health and Illness 9th ed. Edinburg: Churchill Livingstone; 2001.p.414-5
8. Cothran Jr RL and Matinez S, editors. Radiographic Findings. In: St.Clair
EW, Pisetsky DS, and haynes BF, editors. Rheumatoid Arthritis 1st ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.80-9

59

Vous aimerez peut-être aussi