Vous êtes sur la page 1sur 11

FARMAKOLOGI

SOFI NUR ASLAMY, S.Farm.,Apt.

ANTIHISTAMIN
Kamalia Rizkiana Putri
(16.3169.02.0014)

D3 Perekam dan Informasi Kesehatan


STiKes Muhammadiyah Bojonegoro
ANTIHISTAMIN

1.1 Pengertian Antihistamin


Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor
histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang
disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi),
seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin
dalam jumlah signifikan di tubuh.

1.2 Macam-Macam Antihistamin


1. Antihistamin (AH1) non sedatif.
a. Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin
diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam
pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang.
Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan
tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu
paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan
bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X
sehari.
b. Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin
benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar
puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja
lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di
dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas
keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat
dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat
ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam
urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c. Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1.
Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma
dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action
cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X
sehari (malam hari).
d. Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan
atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya
cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11
jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh
descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali
sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang
diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan
tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin
dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam
urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati
waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2. Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan
sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
a. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya
adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine
(khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini),
dan prometazina.
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor
H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah
ciproxifan, dan clobenpropit.
d. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat
lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang
awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil,
mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel
mast, sehingga mencegah degranulasinya.
1.3 Penggunaan Umum Antihistamin
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis,
urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis.
Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan
(dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson
(difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan antihistaminika selalu dimaksud H-1 blockers. Selain
bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya
antikolinergis, antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan dapat
menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa
di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi)
untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan
oleh pembebasan histamine.
Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan
pada sejumlah gangguan berikut:
1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi.
Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung
tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan
penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan
inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida
berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah
serangan.
2. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine
dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya
melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya
permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin
seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal
mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian
menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan
oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin
dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan
rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya
difenhidramin dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat
spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga
berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan
dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu,
antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan
flu.

1.4 Antagonisme Terhadap Antihistamin


AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan
bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen
berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot
polos (usus,bronkus).
Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat
histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi
refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang
berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi
hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan
lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi
saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek
perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah
insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya
kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.
Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau
sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien
biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada
SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan
labirin atau sebab lain.
Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas
berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin.
Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa
kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai
untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien
berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek
yang berarti pada system kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat
seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.

1.5 Farmakokinetik Antihistamin


Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya
timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama
kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan
klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai
kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar
tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira
4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot
dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati,
tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi
dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi.
AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

1.6 Mekanisme Kerja Antihistamin


Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan
rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus).
Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan
Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah
golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat).
Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat
pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan
antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata
kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi.
Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan
prometazin).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain
memiliki kefek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan
anastetik lokal.
2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase
histidin sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa
ini dilakukan sebelum pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa
histamin, indikasinya sama denfan AH 1.
1.7 Efek Samping Antihistamin
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang
bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping
yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang
dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis
atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini.
Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus,
lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia
dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan
berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek
samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria,
palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek
samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat
antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi
akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas
juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang
dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin
atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya
aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat
dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti
pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan
antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan
lebih lanjut.

1.8 Obat-Obat Antihistamin


1. Antagonis reseptor H1
a. Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga
bersifat spasmolitik sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit
parkinson, dalam kombinasi dengan obat-obat lain yang khusus digunakan
untuk penyakit ini. Dosis : oral 4 kali sehari 25 50 mg, i.v. 10-50 mg
b. Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo
(Phapros).
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (motion sickness) dan
muntah-muntah sewaktu hamil. Dosis : oral 4 kali sehari 50 100 mg, i.m. 50
mg.
c. Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya,
tetapi sedikit lebih kuat. Dosis : oral 3 kali sehari 20 40 mg.
d. Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan
metoksil (OCH3). Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek
sampingannya lebih sedikit. Dosis : oral 3 kali sehari 50 100 mg.
e. Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi
kebaikannya terletak pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir.
Maka seringkali digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata
dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba Geigy. Dosis : oral 2 4 kali
sehari 50 100 mg.
f. Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya. Dosis : oral 3
kali sehari 25 mg.
g. Klorfenamin : (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros)
Adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul
feniramin meningkatkan khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat
toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek sampingan dari obat ini hanya
sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan. Dosis : oral 4 kali sehari 2 8
mg, parenteral 5 10 mg.
h. deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)
Adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran
rasemis) yang terutama bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya.
Toksisitasnya dari campuran d-isomer ini tidak melebihi daripada campuran
rasemiknya. Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
i. Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)
Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan. Dosis : oral 3
kali sehari 50 mg.
j. Meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk
menghindarkan dan mengobati perasaan mual karena mabuk jalan dan
pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat, tetapi berlangsung lama
(924 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini dilarang
penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum
dibuktikan.
k. Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)
Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja
sifat menidurkannya. Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa
pusing-pusing, maka sangat efektif pada bermacam-macam jenis vertigo
(dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum diketahui. Selain itu
sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-
pembuluh otak dan perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan
vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan tachycardia dan hipertensi secara
reflektoris seperti halnya dengan vasodilator-vasodilator lainnya. Dosis :
pada vertigo 1 3 kali sehari 25 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3
kali sehari 75 mg.
l. Primatour (ACF)
Adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25 mg.
Preparat ini adalah kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang
panjang dan Singkat. Obat ini khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan
mulai kerjanya cepat, yaitu sampai jam dan berlangsung cukup lama.
Dosis : dewasa 1 tablet.
m. Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum
yang sangat kuat, tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek
sampingannya sama seperti antihistaminika lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 40 mg seharinya
n. Promethazin : Phenergan (Rhodia)
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan
memiliki kegiatan yang lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk
zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika) dan zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada
malam hari. Dosis : oral 3 kali sehari 25 50 mg; parenteral 25 mg lazimnya
sampai 1 mg per Kg berat badan.
o. Promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
Adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan
yang sama dengan dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.
p. Thiazinamium : Multergan (Specia)
Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat
antikolinergik yang kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale
dengan sekresi yang berlebihan.
q. Siproheptadin : Periactin (Specia)
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan
khasiat antikolinergik lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu
makan tanpa khasiat hormonal. Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti
zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran), sehingga dianjurkan sebagai obat
interval pada migrain. Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-
pusing, mual dan mulut kering. Tidak boleh diberikan pada penderita
glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.
r. Mebhidrolin : Incidal (Bayer)
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis
tidak memiliki sifat-sifat menidurkan. Dosis : rata-rata 100300 mg seharinya.
2. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2
(antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung,
serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit
refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina,
nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
3. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit
Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan,
dan clobenpropit.
4. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat
lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan
trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan
sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.

1.9 Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas,
reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis
vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan
sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin
memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan
sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin
bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik
adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin
digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.

1.10 Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus
atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu
menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat
simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala
saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang menggunakan monoamine
oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua. Antihistamin generasi kedua dan
ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural.
1.11 Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin
H1 secara topical golongan ethylene diamine pada penderita yang telah
mendapat obat lain yang mempunyai struktur yang mirip(aminophiline). Efek
sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan bersama dengan obat
antidepresan obat anti alcohol. Golongan phenothiazine dapat menghambat
efek vasopressor dari epinephrine. Efek anti kolinergik dari antihistamine
akan menjadi lebih berat dan lebih lama di berikan bersama obat inhibitor
monoamine (procarbazine, furazolidone, isocarboxazid). Golongan piperazine
pada binatang percobaan dapat menimbulkan efekteratogenik.

Sumber : http://nadilla96.blogspot.co.id/ (Diakses pada tanggal 18 November 2017 pada


pukul 21.03 WIB)

Vous aimerez peut-être aussi