Vous êtes sur la page 1sur 34

PROLOG

11:53 AM, akhir Mei yang basah.

Langit menumpahkan airnya yang tabah, terjun bebas menuju bumi


yang terinjak. Bumi Purwakarta dingin, menusuk pori-pori kulit, menghasilkan
beberapa uap mulut jika ditiup. Nadine merapatkan mantel bulu berwarna
orange, nafasnya memburu mengeluarkan kepulan uap beraroma kopi yang
diseruputnya sejak tadi. Mata cokelatnya melirik resah jam tangan berwarna
putih tulang, sesekali ia membuka handphone nya barangkali ia akan dapat
kabar gembira seperti yang diharapkan nya 1 tahun terakhir.

Nadine sriwedaria, gadis 21 tahun, matanya cokelat serupa gula aren,


bibirnya mungil dibalut liptint merah muda sehingga tampak berkilauan,
jemarinya lentik berkuku rapih, rambutnya sebahu jika rambutnya tertiup angin,
leher jenjangnya kontras terekspos dengan indah, posturnya tinggi semampai
sekitar 165 cm, dan dia menyukai apapun tentang puisi dan sore.

*********************************************************************

30 menit berlalu.

Aku mengernyit kecewa, ia sudah bosan memandangi handphone nya


yang kini sekarat. Kepalanya tertunduk lesu, dia mengutuki dirinya sendiri lalu
bergegas pergi. Harus berapa lama lagi? desahku. Lalu melangkah keluar
menyusuri trotoar.

Jalanan kota basah, mengeluarkan suara gemericik jika diinjak, lampu-


lampu kota mulai dinyalakan satu persatu. Sudah pukul 3 sore tapi suasana
kota Purwakarta tak biasanya gelap seperti hari ini, orang-orang mulai berlalu
lalang barangkali baru pulang kerja, mereka berjalan cepat-cepat agar lekas
sampai ke rumah.

Dan Nadine, masih berjalan sendiri dalam keramaian.. sepi kian menggerogoti,
hatinya hujan dan abu-abu.
*******************************************

@Stasiun Caf

Laki-laki bertubuh jangkung cepat-cepat memasuki caf, nafasnya


tersengal, matanya melotot ke segala penjuru, tangan nya mengenggam
bingkisan bertuliskan I love Australia lalu menghampiri salah seorang barista
yang sedang asyik memainkan handphone nya.

Punten kang, liat cewek yang duduk di nomor 12 nggak? dahi barista itu
mengernyit, seolah sedang berpikir keras.

Tadi sih ada. Namanya siapa?

Nadine jawab lelaki itu mantap seolah kali ini dia mendapat sebuah
pencerahan. Sang barista mulai mengotak-atikan laptop nya, dilihatnya daftar
nama dari atas sampai bawah

Nggak ada yang namanya Nadine kang, nih liat dilihatnya layar laptop
dimulai dari daftar pukul 11 siang

Name Time Table


Bagus 1 AM 2.30 AM 10
Hadi 1.30 AM 3 AM 9
Vicky 2 AM 3.14 AM 7
Senja 11 AM 4 AM 12

Kini matanya tertuju pada angka 12 atas nama Senja. Senja? Nadine? Itu pasti
Nadine, aku tahu betul kalau lai sangat menyukai senja. Ya ampun! Dia
menungguku 4 jam? Selama itu?

Dadaku mendadak sesak.

Kang? Mau pesen apa? Barista itu menyadarkanku. Eh anu Nadine,


maksudku Espresso 1, atas nama Waktu.
Backsound: Banda Neira Hujan di Mimpi

MEET UP
8.12 am @Rumah Nadine

(Handphone bordering) Nadine yang sedang mencuci piring terpaksa berhenti


dan meraih handphone nya di meja. Di layar Hp nya tertera nomor baru.
Siapa?

Hallo

Hallo Nadine, apa kabar? suara disana terdengar gugup dan parau.

Baik, tapi ini siapa? aku mulai penasaran dengan suara lawan telepon nya.

Ini aku, waktu.

Aku terbelalak, bagaimana bisa seseorang yang kutunggu selama 3 tahun


tiba-tiba menelfonku? kemana saja kemarin? Apa dia sengaja membuatku
menunggu? Atau. takdir memang sengaja mempermainkanku?

Nadine? Maaf, kemarin Hp ku mati, kemarin ada pertemuan sebentar dengan


keluarga besar. Aku datang ke tempat yang kita janjiin, tapi kamu udah pergi.

Jantungku kini berdetak lebih cepat. Rasanya ingin kukatakan Hei! semudah
itu meminta maaf? Bagaimana hatiku yang kau diamkan selama 3 tahun?
Bagaimana rindu yang mengikis habis selama 3 tahun ini? Kamu terlalu egois,
waktu! namun kalimat yang keluar hanya.

I..iya, nggak apa-apa ko, aku seneng kamu ngabarin aku sepagi ini.

Hm ada waktu luang? Kita bertemu di tempat kemarin ya, aku bawa oleh-
oleh nih buat kamu.

Kini, suara nya terdengar lebih ceria.

Boleh, jam 10 aku kesana ya, by the way aku kang..

Tuuut.
Tuuut

Belum sempat aku menjawab, waktu sudah mematikan handphone nya. Tak
apa, yang penting hari ini kita akan bertemu. Aku jadi ingat waktu 3 tahun yang
lalu, saat masa-masa SMA, dia sangat jutek dan dingin pada semua orang,
tapi tidak padaku. Malah omongan nya terkesan sarkas, tapi entah kenapa aku
malah betah bersahabat dengan nya.sampai kemudian rasa itu muncul tiba-
tiba. Kini, aku semakin menyadari bahwa takkan ada persahabatan antara laki-
laki dan perempuan yang keduanya tak terjadi apa-apa. Perasaan itu tumbuh
seiring waktu yang kita lalui bersama. Hm, Waktu bagaimana kamu
sekarang? Apa kamu semakin tinggi? Atau semakin gemuk? Atau mungkin.
semakin dingin? Aku senyum-senyum sendiri membayangkan nya.

Flashback

Nad! aku berlari, dan waktu mengejarku di trotoar, sudah pukul 7 lewat apa
lagi yang ditunggu? Bisa-bisa dimarahin bu diah. Lariku bertambah cepat
ketika mendapati satpam sekolah mulai menutup gerbang. Pak! Tunggu pak!
berkat tubuhku yang langsing, gerbang pun berhasil dilalui. Tapi, dimana
waktu? Ekor mataku mendapati dia berjalan gontai menuju gerbang, matanya
menyipit dan nafas nya tersengal. Cepetan kadal! aku berteriak. Dia berlari
dan menghampiri pak satpam. Pak, bukain dong pak hari ini saya ujian
praktek. Waktu mulai memelas meski wajahnya tetap dingin. Iya pak, kasian
liat muka nya sampek jelek gitu gara-gara kecapean. Sergahku, waktu melotot
protes. Sudah telat banget ini neng. Coba neng ke guru piket ambil izin pak
satpam menyuruhku, namun kebetulan ada Dika lewat sambil menenteng
beberapa map. Saat itu, Dika adalah ketua osis. Nad? Lagi ngapain? dia
berjalan ke arahku Dik, tolongin dong! Itu si waktu mau masuk susah. Kini
giliran aku yang memelas. Dika tertawa kecil sambil menggelengkan
kepalanya Pak suruh masuk aja, bu Diah udah kasih izin kok. Dika mulai
menjual nama wakasek yang galak itu. Pak satpam langsung mengangguk
dan menggeser gerbang sekolah Yasudah, masuk dek. makasih pak
jawabnya. makasih ya Dik. Aku melempar senyum terbaikku pada Dika,
Santai aja, apa sih yang engga buat kamu Nad. Katanya sambil bergegas
memasuki ruang guru. Ih, apa sih! Gombal! Seneng digombalins? Waktu
menyengol lenganku dan u8meninggalkanku sendirian Bilang makasih kek!
jawabku sebal

************************************************

10 AM @StasiunCafe

Tap! Tap! Tap!

Suara flat shoes ku gaduh di atas keramik caf,kali ini sepertinya aku takkan
menunggu lama lagi, karena seseorang yang kunanti sedang duduk bersender
sambil memainkan daftar menu caf. Itu waktu!

Hai aku menyapa nya pelan. Waktu terkesiap lalu berdiri dengan
sigap.

Nadi! Maafin aku ya soal kemaren ak.

Hmmmm aku menjawab dingin.

Kamu marah ya? aku diam.

Nad jangan marah dong, lai cantik deh waktu mulai mengeluarkan jurus
membujuk.

Iya! Aku marah, kadal! aku berseru sambil memeluk waktu erat, air mataku
turun deras membasahi dada nya yang bidang. Waktu tertawa, membalas
pelukan sambil mengusap rambutku pelan. Ah, rasanya tak pernah sedamai
ini. Rindu yang ku pendam selama 3 tahun seolah terlampiaskan sampai
habis.

Jadi, gimana kuliahmu di aussie? Lancar? aku memulai percakapan.

Alhamdulillah sih, setaun lagi beres deh. Aku sibuk di organisasi persatuan
pelajar Indonesia gitu, jadi jarang buka laptop atau ngabarin siapapun kecuali
mama. Jarang ngabarin kamu juga. Im so sorry
Kamu pikir enak apa digantung 3 tahun, ga dikasih kabar, sekalinya dikasih
kabar akunya udah tidur. Aku menggerutu nggak jelas di depan waktu.

Iya, iya maaf ya waktu indo sama aussie kan beda waktu. Kuliah kamu
gimana?

Sama, setahun lagi beres tapi aku sambil magang juga di Radio sini.

Oya? Cocok deh, kamu kan bawel. Hahaha

Yeee sialan. Gimana di sana? Udah dapet pacar? Akhirnya aku menanyakan
ini dengan berani. Waktu terhenyak, lalu tersenyum.

Sejauh ini sih belum. Tapi aku lagi nunggu seseorang.

Deg! Lututku melemas. Waktu sedang menunggu? Siapa?

Ciye. Siapa tuh?

Ada deh, kamu ga perlu tau. Waktu tersenyum. Namun keadaan nya bukan
malah membaik, setelah perasaan bahagia ku datang, kini muncul lagi
pertanyaan-pertanyaan baru.

Oh, udah mulai rahasia-rahasiaan yaaaa. Ok, ok, nggak apa-apa. Jawabku
sok sinis.

Bukan gitu, aku belum siap aja ngasih tau kamu. Yang jelas dia baik. Its
enough.

Kapan kamu balik lagi? aku mengalihkan pembicaraan, pembahasan tadi


membuat mood ku jadi buruk saja.

Minggu depan, ada yang harus diberesin

Apaan? Bentar amat. Jawabku ngambek.

Nad, kan setahun lagiabis itu kan aku pindah lagi kesini. Waktu
menenangkan.
Jadi,waktu menyuruhku menunggu lagi? Setelah ia pulang dan membawa
seseorang yang ditunggu nya itu. Lalu aku yang menunggu 4 tahun hanya jadi
bayangan Antara mereka? Isnt funny dear.

Heem.. tapi selama seminggu ini kamu harus abisin waktu bareng aku!
jawabku memaksa

Waktu tersenyum hangat, mengalahkan sinar mentari yang menembus jendela


malu-malu. Kini badan nya semakin tegap. Dia pasti rajin ke gym, matanya
hitam legam, bibirnya merah muda persis sepertiku jika tak memakai lipstick.
Kuakui, dia semakin tampan. Meski mustahil bisa kumiliki, karena sosok
sempurna yang lain telah menggantikan posisiku di hatinya.

Rumah.
Kosong.
Sudah lama, ingin dihuni
Adalah
Teman bicara
Siapa saja atau apa
Siapa saja atau apa
Jendela,
Kursi,
Atau bunga di Meja,
Sunyi.
Menyayat seperti belati.
Alunan music Banda Neira bertajuk Rindu menggema di seisi caf, seolah
mengerti tentang perasaanku saat ini, berdampingan dengan manusia yang
selalu berhasil membuat jantungku hampir meloncat keluar. Waktu bercerita
dan berbicara sangat banyak dari biasanya. Meskipun kamu telah menemukan
sosok pilihan, tapi aku akan berdoa pada tuhan semoga itu keliru dan yang
tepat adalah aku.
Bumi Purwakarta semakin istimewa karena hadirnya, sinar matahari
menyengat, namun terasa hangat. Waktu merangkulku, seperti 3 tahun yang
lalu. Kami berjalan-jalan di sekitar Alun-alun dan mengambil foto sebanyak-
banyaknya.

Nad! seseorang berteriak di belakang. Aku menoleh mencari si pemilik suara.

Dika? aku tersenyum sambil melambaikan tangan.

Dika ketua osis itu? waktu melepas rangkulan nya. Aku mengangguk.

Waktu ya? Apa kabar bro! wih udah jadi bule nih sekarang. Dika memeluk
waktu akrab.

Bule apaan, Pakle kali. Jawab waktu sekena nya.

Oh iya, waktu dika ini sekarang partner kerja aku di Radio, aku juga dapet
kerjaan berkat dia. Dika tersenyum sambil menaikkan alis nya.

Oh, gue nitip Nad ya dik, selama gue ga ada.

Santai aja, selama ada gue Nadine aman. Jawab Dika mantap, namun
senyum nya sedikit aneh.

Jangan lupa lu jam 7 malem on air. Dika mengingatkan.

Siap bos! kataku sambil hormat. Waktu malah tertawa sambil merangkulku
kembali kemudian kami bertiga pergi sambil berbincang kenangan masa-masa
SMA.
RADIO
@Radio Pop Purwakarta

Backsound Sheila On 7 Radio

(On air)

Hello good people balik lagi nih sama gue Nadine dan dika yang pastinya
bakal nemenin kalian selama 1 jam kedepan di Radio Pop Purwakarta Fm
010276.

Iyap! Bener banget dan malem ini kita bakal bahas tema. Tema apa coba?
Kira-kira lu tau ga nad temanya apa?

Hmmm.. apa ya? Ga tau dik.

Nih gue kasih clue ya tema ini ada lagu nya.

Gimana? Gimana?

Kucinta padamu namun kau milik sahabatku dilemaaaa hatikuuu..

Oh! Sahabat jadi cinta ya? Wah asik juga tuh dik, sambil kita nunggu curhatan
dari kalian mending kita play dulu Glenn fredly ft. Yura yunita cinta dan rahasia.
Check it out!

Now Playing Glenn Fredly Ft. Yura Yunita Cinta dan Rahasia

Ya, itu tadi lagu opening untuk tema kita malam ini. Dan kita lihaaaat adakah
sms atau mention twitter yang masuk?

Taraaa! Ada nih, dari @Kelincikecil, gue bacain ya dik

Teruntuk: Nadine Sriwedaria


Nafasku terhenyak, kudapati namaku disana. Kutarik nafas dalam-dalam,
mengumpulkan tenaga untuk membaca bait demi bait sajak si pengirim
misterius.
Nad, suaramu adalah merdu
Tetaplah menyenangkan, seperti daun yang memainkan embun pagi
Menyerang dadaku sejadi-jadi nya,
Sampai-sampai aku susah bernafas
Kamu, ajaib!
Nad, Matamu adalah candu
Mengerling, mengerjap, berkedip
Aku seperti dimanjakan
Padahal mama bilang, aku harus mandiri
Tapi, aku manja dibuatnya
Nad, perempuan ajaib!
Nadine sriwedaria
Kau adalah puisi yang nyata
Izinkan aku untuk terus membacamu
Walau bait nya mustahil tuk berakhir

Aku tersipu. Demi ketoprak bang somad, ini buatan siapa? Dika
memandangiku sambil tersenyum

Cieee yang punya secret admirer. kemudian menyentil hidungku.

Dahi ku mengernyit, sementara Dika terus mengoceh sendirian membacakan


curhatan para pendengar setia. Hmmm siapa ya? Setelah seseorang yang
dirahasiakan waktu, kini bertambah lagi tanda tanya dalam kepala. Ish!

8.15 PM

Off air.

Akhirnyaaaa! aku meluruskan tanganku ke atas, lalu memijit leher pelan-


pelan, lumayan pegal.

Nad, tadi puisi nya keren juga Dika menoleh padaku, tangan nya dilipat
wajahnya serius, namun tetap tampan.
Heeh. Dari siapa ya? aku mulai merubah posisi dudukku seenak mungkin.

Lah kaga tau, tapi kalo misalkan dari Waktu gimana? Wusshh! Pipiku
memerah. Nggak mungkin lah!!!

Emang kalian pacaran ya? Tanya nya lagi, aku merasa diinterogasi.

Engga, kita sahabatan aja. Kenapa? lu suka sama waktu? jawabku ngasal.

Idih, amit-amit masih normal kali. Gua jitak juga lu! dan ternyata memang
beneran dijitak.

Aw! Dika sialaaaan. Dika berlari meninggalkan ruang siaran. Aku


mengejarnya gemas.

Setiap pulang malam, dika selalu mengantarku sampai rumah dengan


alasan banyak begal di jalan lah, diculik angkot lah, di bawa kabur kuntilanak
lah, sampe digotong suku primitive yang bersembunyi di daerah sini. God, aku
udah ga ngerti imajinasi dia kayak gimana.

Yok, berangkaaaaat. Motor vario hitam bersticker AGATA melaju, aku


duduk dibelakangnya memakai helm yang juga penuh dengan sticker.

Jalanan hening.

Kepalaku masih terganggu dengan pemilik akun @kelincikecil, dan puisi nya
yang memang biasa saja, tapi tak mau pergi dalam ingatan.

Lai? Kayaknya mau hujan nih, pantesan tadi siang panas banget.

Iya, mulai gerimis. Gimana dong dik? kepalaku mulai basah oleh air hujan

Neduh dulu ya? Gue takut gue sakit.

Kamu doang? kataku protes

Iya sama kamu juga atuh hehehe jawab Dika sambil nyengir.

Kami berteduh di salah satu supermarket, kebetulan disitu ada tempat untuk
duduk. Celana jeans ku basah kuyup, rambut apalagi.
Nad? tumben ngga pake jaket?

Engga euy, ribet. Gatau bakal gini, tau gitu mah..

Dika melepas jaketnya dan memakaikan nya padaku.

Iya pake aja nih, ngga bau ko. Jangan geer ya, gue cuma takut lu sakit, kalo
lu sakit ntar gue siaran ditemenin si jurig jupri. Najis tralala.

Iya ih siapa yang geer? Huh! aku merekatkan jaketnya lebih rapat. Hangat.

Anget? Enak? Lihatlah daku, kisanak sedang beku menggigil kedinginan


demi kau, katemi. Dika mulai mengeluarkan jurus lawaknya.

Hahaha tak apalah, kapan lagi kau berkorban untukku, raden aji. Aku
membalasnya tak kalah gila. Kami berdua tertawa di depan supermarket,
menarik perhatian para karyawan.

Dika terus saja mengoceh, mengeluarkan apa yang ada dalam kepalanya,
membuatku tak bisa berhenti tertawa.

Seolah dia adalah tokoh utama untukku, dan aku adalah sang pemeran
pembantu. Dika selalu tersenyum jika melihatku tertawa, aku mendapatinya
ketika mata kami tak sengaja saling bertatapan. Malam ini bahagia, hujan
seolah mengerti bahwa aku tak ingin tawa ini cepat terhenti.

Radika

Nad, andai kamu tau, malam ini kamu cantik. Kamu cantik kedua setelah
mama ku, adikku yang ketiga, yang ke empat siapa ya? Ceu popon.. ngga apa-
apa kan Nad aku kasih ke ceu popon? Nad, andai aku ini pawang hujan, aku
takkan membiarkan hujan ini berhenti sampai besok, sampai kamu tertidur di
kursi Alfamart, dan aku disebelahmu, menyaksikan ukiran tuhan yang begitu
sempurna. Surga adalah ketika kamu tertawa dan penyebab nya adalah aku.
Nadine, harus berapa lama lagi kamu menunggu Waktu sialan itu? Dan harus
berapa lama lagi aku menunggu mu?
Nad, terimakasih sudah mau-maunya pakai jaketku, jujur itu jaket
kesayanganku, prestasi rasanya kalau dipakai kamu. Habis dari sini, aku mau
syukuran ya?

Nad, maaf ya gara-gara aku kamu jadi sakit perut, ketawa terus sih.. pulang
dari sini, marahin aku aja ya, jangan meringis apalagi mengeluh.

Nad, Dika sayang Nadine tapi nggak berani. sekarang aku jadi pengecut
dulu. Tapi,kapanpun masa nya, mesti nya kamu mengerti, dan mengangguk
sambil bilang iya.

Kutunggu Nad

Kutunggu.

Backsound Payung Teduh Untuk perempuan yang sedang dalam


pelukan
Waktu berharga
6.22 AM

Matahari menampakkan sinarnya malu-malu, mama membukakan


jendela kamarku membuat mataku menyipit karena tak tahan cahaya
matahari.

Dek, bangun. Mentang-mentang hari minggu bangun nya siang.

Mama mulai ngomel nggak jelas. Setelah tadi malam aku pulang jam 10
dengan keadaan basah kuyup, mama belum tidur karena cemas, lalu
mengajak dika untuk mampir. Mama pasti senang kalau ada dika, katanya dika
pinter bikin orang ketawa.

Iya ma aku beringsut menuruni ranjang sambil mengucek mata yang masih
suntuk. Lalu meraih handuk dan bergegas mandi.

I will fly into your arms

And be with you till the end of time

Why are you so far away

You know its very hard for me

To get my self close to youuuuu

Dek! Mandi nya jangan sambil nyanyi! Pamali! mama meneriaki dari luar.

Hari ini, aku berencana mengajak Waktu makan ramen, sambil menarik
kembali kenangan beberapa tahun silam. Barangkali dia punya banyak waktu.
Mumpung masih di Indonesia.

Pukul 4 sore dan bumi purwakarta masih membisu. Di ujung trotoar


kudapati sepasang yang tampaknya sedang kasmaran, bergandengan tangan
sambil sesekali cekikikan. Aku menghela nafas panjang, membayangkan
kalau itu aku dan waktu. Tanganku menepis khayal. Masih pagi, tapi aku sudah
berani mengkhayal.
Detik jarum jam melaju tanpa henti, menyadarkanku bahwa alam dan
waktu takkan pernah diam, akan selalu berubah menyusuri alur dan takdirNya.

Seperti biasa, aku menunggu seolah menunggu adalah suguhan


favoritku. Dan lagi, waktu tak kunjung datang. Kuambil handphone dan
mencoba menghubungi nya, tapi nihil. Kupejamkan mataku lalu mengutuk
diriku sendiri.

Harusnya enggak kesini, harusnya enggak perlu nunggu kamu. Lagi, mata
sayu ku berair, membasahi meja.

2 menit aku menunduk dan menangis, seseorang menyentuh tanganku


lembut.

Nadine? panggilnya.

Eh? aku tersentak.

Dia menyeringai, wajahnya pelangi. Matanya mengerjap-ngerjap seperti


melihat harta karun.

Dika?

Yang disebut namanya, langsung duduk di depanku, menatapku lekat-lekat


dengan serius.

Kamu kok?

Dia tertawa, lalu menatapku lagi.

Emang kenapa? Ini kan tempat umum.

Iya juga sih, tapi kok dika bisa tau aku disini? Apa jangan-jangan dia
membuntutiku, atau punya mata-mata pribadi?

Jangan mikir aneh-aneh dulu, gue disini emang udah makan sama temen,
reunian SMP kebetulan liat lo jadi deh nyamperin. Emang lagi nunggu siapa
sih? Waktu? dika menyelidiki.
Aku tersenyum hambar, ingin mengiyakan tapi yang diharapkan malah
menyia-nyiakan. Kuberi dika jawaban dengan anggukan kecil.

Trus dia ngga dateng? Tanya nya lagi.

Aku mengangguk pelan, Dika sepertinya kesal. Entah apa alasan nya, padahal
yang menunggu lama aku, bukan dia.

Yaudah yuk! Dika beranjak dari tempat duduknya dan meraih tanganku.

Eh, mau kemana?

Nyari jangkrik. Udah ikut aja!

Aku pasrah. Dika memegang lenganku saat erat, seolah aku akan meletus,
padahal aku bukan balon.

Dika membawaku dengan motor full-of-sticker nya, aku hanya diam seolah
pasrah dika akan membawaku kemana.

Sampai akhirnya sampailah kita di suatu tempat.

Kebun teh? Dika mengajakku kesini?

Aku termangu, merasakan hawa dingin mulai menembus kain baju ku. Dika
berjalan lebih dulu, lalu berhenti diantara pohon teh yang terhampar. Langit
sore berselimut kabut, bergandengan mesra bagai sepasang kekasih. Aku
mengikuti dari belakang dan berdiri di sampingnya.

Bagus ya tempatnya? Dika memulai obrolan. Aku mengangguk senang.

Kupejamkan mataku. Menghirup udara segar, menikmati semilir angina yang


jahil memainkan rambutku.

Benakku tentang waktu seolah sirna, terbawa angin.

Nad, lo tau nggak?

Aku masih memejam, sementara Dika mulai menjatuhkan kalimat demi kalimat
yang ada di benaknya.
Terkadang, takdir gemar bercanda. Ketika senja warna nya mulai memudar,
selalu hadir lengkungan pelangi yang siap mewarnai. Tapi itu tak lama,
sebelum langit malam kembali merebutnya lagi.

Mataku terbuka, mencoba mencerna apa yang dikatakan Dika baru saja.
Hatiku bergerumuh, dingin menelisik hingga tanganku keriput.

Lo nggak perlu nyari arti apa yang gue bilang barusan. Nggak penting kok.
Senyum nya hambar.

Apaan sih? Sejak kapan seorang radika jadi mellow gini? aku menatapnya
heran sambil tertawa kecil.

Yah, ini anak ga bisa diajak kompromi emang ya. dasar perusak suasana.
Dika mengacak rambutku gemas.

Hahahaha. Btw, makasih ya dik. Kamu tau aja aku suka langit sore.

Makasih juga ya, Kamu nggak tau aja kalo aku suka kamu. Dika melirik jahil.

Ih, apaan sih hahahaha.

Sementara itu langit senja melihat keduanya sambil tersipu. Menyuruh dewa
angin untuk memainkan rambut sang gadis dengan manja. Awan mulai
berwarna keemasan, matahari bersembunyi malu-malu dibaliknya. Seolah
sore itu adalah pertunjukkan drama sepasang manusia yang saling jatuh hati.

Dan Sang lelaki, matanya tak pernah lelah untuk memandangi ukiran sang
pencipta yang kini berada di sampingnya.

Lost.
5 hari berlalu.

Itu artinya tersisa 2 hari lagi untuk waktu berada disini. Dan sampai saat
ini, dia menghilang tak ada kabar. Jika ditanya bagaimana suasana
hatiku saat ini, jawaban nya adalah resah.
Aku tak mengerti, bagaimana perasaan kamu saat ini padaku. Dan aku
selalu ingin berteriak padamu, coba rasakan jadi aku..sekali saja.

Aku mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya


perlahan mataku tertuju pada seikat bunga yang mulai layu. Malah
lebih tepatnya bunga itu telah mati. Warna asalnya kuning cerah, kini
berwarna cokelat. Waktu, masih ingatkah? Saat bunga ini kamu kirim
diam-diam 2 bulan yang lalu, dengan jahilnya kamu menghubungi flora
untuk mengirimkan bunga ini padaku.

Atau, saat 5 bulan silam kamu menghubungi ku via skype untuk


mengucapkan selamat ulang tahun.

Atau saatah, aku rindu.

Kini, aku tak mengerti harus bagaimana lagi, sementara perasaanku


padamu kini mulai terkikis hamper habis.

********************************************

Sementara di tempat lain, terdapat sosok lelaki bertubuh jangkung


tegap, ia baru saja keluar dari Bank, senyum nya mengembang,
kemudian memasuki salah satu toko perhiasan Karina Jewells.

Senyumnya semakin merekah saat dia bersalaman dengan seorang


perempuan cantik, lalu mereka mengobrol sambil melihat-lihat
beberapa cincin.

Setelah beberapa saat, mereka keluar sambil tertawa sangat akrab.

Jadi, kamu lusa udah balik ke Aussie lagi? Tanya perempuan itu.

Iya, akhir-akhir ini banyak deadline yang harus dikerjakan. Sialnya,


Handphone ku rusak. Makanya tadi beli ngedadak, ngehubungin kamu
juga tadi pake handphone ibu. Lelaki itu tersenyum malu.
Hahaha. Pantesan susah dihubungi. Kayaknya ambisius banget ya
mau cepet lulus? Yang ditanya makin tersipu.

Aku nggak sabar mau pasang cincin ini..

Ill be waiting for that moment, waktu. Nanti malem kita ketemu lagi
kan? Perempuan itu tersenyum, lalu mereka berjalan berdampingan.

***************************************************

Malam menjemput, aku ketiduran di atas meja belajar dengan posisi


mengenaskan. Dengan setengah sadar, aku mengecek handphone
dan mataku membesar ketika melihat jam. Astaga! Jam 7! Sekarang
waktunya On air, duh dika pasti marah.

Dengan cepat kuraih handuk dan ganti pakaian. Lalu berlari menuju
ruang tamu. Tapi langkahku terhenti setelah kudapati seseorang
sedang duduk di teras. Radika?

Dik? Kok disini?

Emang kenapa? Nggak boleh? Dika menunjukkan wajah tak suka.

Yeee bukannya gitu, Line dulu kek, kan ga enak bikin nunggu lama.

Idih, siapa yang mau nunggu kamu, dika kangen mama ria. Hehehe

Ya tuhan, aku jijik lihat Dika sok manja sama mama, apalagi
ngomongnya mendadak jadi aku-kamu.

Mama nggak ada kali, ke Bandung sama Nada.

Yaaaah. Kecewa gue. Dika memasang wajah cemberut.

Yaudah ayok ah kita On air, bentar lagi telat.

Kita berdua berangkat, dengan si komeng (Nama motor Dika)

Nad, pegangan ya, gue mau ngebut biar nggak telat.


Nggak ah.

Dan Wussshhh!!! Si Komeng melaju dengan kencang membuatku reflex


memeluk Dika dari belakang dengan erat.

Lewat kaca spion, bisa kulihat Dika tersenyum licik.

5 Menit perjalanan kita sampai pada suatu tempat, tapi bukan di stasiun
radio. Melainkan di sebuah caf.

Loh? Kok kesini sih? aku menatap dika protes.

Dasar pikun, jadwal kita hari ini kan diganti sama si jupri. Makanya liat
grup dong jangan jadi silent reader mulu. Udah duduk, laper kan?
Apalagi mama ga ada, lo pasti laper.. mending kalo bisa masak.

Aku menepuk dahi sambil melihat isi chat grup.

Kenapa ga bilang daritadi sih dik? Sialan sekali anda.

Udah syukur gue yang traktir, bawel lu. Dika beranjak mengambil
daftar menu.

Aku mendesis sebal, dipanggil bawel sama yang lebih bawel.

Kulihat lagi isi chat di grup, dan memang benar. Ini pasti gara-gara tadi
ketiduran. Argghh!!!!!!

Disini! seorang perempuan dibelakangku tampak memanggil


seesorang. Kuhiraukan, barangkali itu orang lain.

Udah lama nunggu? Kemudian disusul suara seorang pria. Suaranya


terdengar tak asing di telingaku.

Mereka terdengar sedang membicarakan hal yang serius. Aku


mendengarkan diam-diam, padahal aku termasuk tipe orang yang cuek
dengan urusan orang lain.
Dika kembali, dan duduk di depanku. Namun matanya mendadak sipit
saat melihat seseorang di belakangku.

Waktu?

Jantungku terkesiap, mendadak berdegup lebih kencang dari biasanya.


Waktu? Bagaimana bisa? Aku tak siap menoleh, tapi mataku memaksa
untuk melihatnya. Dan, kejutan!!!

Kudapati Waktu dan salah satu sahabatkuKarina.

Mulutku tergagap, mataku mendadak berair. Waktu terlihat kaget dan


kebingungan. Apalagi karina, dia melihat padaku dan berkata mereka
tidak apa-apa. Persetan! Jadi pengorbananku selama ini sia-sia?

Nadine, aku bisa jelasin! waktu meraih tanganku, tapi cepat-cepat


kulepas.

Aku berlari keluar, berlari sejauh jauhnya meninggalkan mereka yang


masih memasang wajah bingung.

Dika tampak marah pada waktu, dia menepuk pundak nya.

Sialan sekali anda.

Dik, gue jelasin plis.

Dika mengabaikan waktu lalu berlari keluar entah kemana.

******************************************

Pelarianku terhenti pada sebuah taman, disitu aku terduduk.


Rasanya. Kini hatiku tlah mati rasa. Sakit rasanya, ketika seseorang
yang diharapkan tiba-tiba mengecewakan.

15 menit aku duduk sambil terisak.


Dika datang menyusulku, membawa kantong kresek yang entah isinya
apa.

Nad? Masih hidup? Dika berjalan ke arahku sambil tersenyum.

Kemudian, mulai mengoceh.

Nad? Sedih ya?

(Sudah tau nanya.)

Nad.. gue tau lo sedih, dan suasana hati lo saat ini pasti kacau. Tapi
please, jangan sampek lo kehilangan Nadine yang dulu.

Ambil hikmahnya, gue tau lo perempuan kuat.

Agung Hercules aja kalah kayaknya.

Nadine itu Gal gadot nya dika. Hehehe.

Iya nggak?

Ih Nadine diem aja, dika berasa ngobrol sama limbad.

Dika terus mengoceh dan tak kujawab.

Dik, kamu pernah nunggu seseorang? aku mula bersuara

Pernah, nungguin tukang ketoprak. Dika menjawab dengan serius

Aku menghela nafas.. lalu bertanya lagi

Dan berakhir dikecewakan.

Iya, itu tukang ketoprak ga dateng-dateng nad, padahal gue nungguin


dari jam 7.

Batinku geli, mau ketawa tapi gengsi.

Udah, udah, lupain dulu. Laper ga?


Enggak. Padahal iya.

Serius?

Krubuk krubuk

Dika menahan tawa.

Itu suara perut apa air keran? Hahaha.

Aku mencubit lengan dika sampai merah, Dika meringis kesakitan.

Lihat, papa bawa iniii!!! Dika mengacungkan sekantong kresek berisi


kebab.

Yeay! Aku langsung menyambar kebab yang ada di tangan dika dan
kami makan dengan lahap. Berdua saja.

Langit malam tak jadi turun hujan, tergantikan oleh taburan bintang yang
berserakan. Malam itu indah bagi si laki-laki, tapi idak untuk sang gadis.

Radika

Nad, malem ini kamu pasti sedih banget. Aku nyesel ngajak kamu ke
caf itu.. tapi bersyukur juga. Seenggaknya kamu jadi tau gimana
busuknya si waktu. Seharusnya mulai dari sekarang kamu ngerti dan
tau siapa yang pantas buat kamu.

Aku, nad.aku.

Seenggaknya, dengan kejadian ini aku bisa selangkah lebih maju


kepadamu. Tapi kamu jangan mundur ya, apalagi lari. Capek.

Nad, makan yang banyak ya. Jujur aku hancur pas liat kamu nangis,
apalagi penyebab nya adalah lelaki lain. Tapi, seperti yang kamu lihat..
aku bakal ada buat kamu.

Karena aku, spiderman mu.


Bedanya, spiderman pakai jaring laba-laba, kalau aku pakai kebab
baba.

Sini nad, duduknya deket aku

Aku mau pamer ke orang-orang disini, kalau kamu punya aku.

Mau ya? mau.

Back sound Payung teduh Berdua saja

*************************************************

Waktu. Gimana? seorang perempuan dengan wajah kebingungan


memijit kepalanya karena pusing.

Karin, ini masalahku. Nggak usah dipikirin besok aku mulai


berangkat lagi. Doakan saja, semoga semuanya baik-baik saja.

Perempuan bernama karina itu mengangguk dan mengelus punggung


waktu untuk menenangkan.

Kamu ga coba susul dia? Siapa tau dia berhenti di jalan. Karina
mengusulkan.

Ada Dika,rin.

Mau kalah sama Dika? Ayo gih sana.

Waktu mengangguk lalu menyambar kunci motornya.

Pergi dulu ya rin, makasih.

Karina mengangguk sambil menyemangati.

Motor yang dikendarai waktu melaju cepat, matanya melirik ke arah kiri
dan kanan. Takut-takut bertemu Nadine di jalan.
Sampai akhirnya motor yang dikendarai waktu berhenti di depan sebuah
taman. Stang motor nya ia genggam dengan kuat, setelah mendapati
Nadine sedang tertawa dengan Dika.

Harapan mulai memudar, hati nya beku. Hitam seperti langit malam.

Maaf, nad..
LAST
Hari ini sudah hari ke-7, itu artinya waktu akan kembali ke Aussie. Lalu
kembali lagi setahun kemudian.

Rasanya,ingin sekali mengantar waktu sampai ke bandara, lalu


memeluknya erat, seperti 3 tahun silam. Tapi rasanya, hatiku sulit untuk
memaafkan. Dan yah, karina kita sudah bersama sejak zaman SMA,
kita duduk sebangku dan kita sangat dekat.

Semesta benar-benar baik hati telah menunjukkan siapa teman


sesungguhnya.

Aku meraih bunga yang kini semakin layu, lalu membuangnya ke tong
sampah. Menjatuhkan diri di atas ranjang sambil berteriak dalam bantal.
Rasanya, aku tak pernah sekesal ini.

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamarku diketuk, mama memanggil dari luar.

Nad, lagi ngapain? Mama boleh masuk ga?

Masuk aja ma. Cepat-cepat aku menyeka air mata yang hampir jatuh.

Mama membukakan pintu dan duduk di sebelahku.

Nih, ada surattadi waktu datang, tapi katanya Cuma nitip surat aja.
Pas mama mau manggil kamu, katanya dia buru-buru mau ke bandara.
Emang kuliahnya masih ya?

Deg! Waktu ke rumah? Tapi Cuma mengantarkan surat. Kenapa?

Iya masih kuliah, makasih ya ma

Mama mengangguk.
Nad, bilangin ke Dika kesini gitu, mama bikin kue.

Aku mengiyakan. Dika bagi mama sudah seperti anak sendiri.


Seminggu saja nggak ke rumah, udah kayak majikan nyari kucing.

Mama pergi dan menutup pintu. Meninggalkan aku yang masih


bertanya-tanya. Aku terdiam memandangi surat yang dibalut amplop
berwarna biru.

Di sampulnya terdapat tulisan To: Nadine

Hatiku was-was, surat itu kubuka dengan sangat hati-hati lalu


memandangi huruf demi huruf yang terhampar.

Dingin.

Singkat.

Aku seperti melihat waktu dalam wujud secarik kertas.

Surat itu berisi

Hallo Nadine,

Aku takkan menanyakan kabarmu karena aku selalu

Berdoa agar kamu baik-baik saja. Kukira, tuhan maha baik hati

Dan akan mengabulkan doaku.

Maaf, kemarin aku sibuk mengurusi sesuatu yang penting

Dan Handphone ku rusak.

Singkatnya begini Nad,

Aku takkan memaksamu menunggu, tapi aku percaya

Buah dari percaya adalah setia.


Np: Aku dan Karina tidak ada hubungan apa-apa, percayalah.

Love,

Waktu

Air mataku meluncur dengan deras. Jadi, handphone nya rusak?


Alasan yang klasik. Padahal biasanya dia selalu pinjam handphone
tante fatma.

Kalian tidak ada hubungan apa-apa? Bertemu lalu mengobrolkan


pernikahan masih dibilang tidak apa-apa? Youre such a liar.

Kamu benar-benar pembohong!

Arggh! kuremas surat itu lalu melemparnya sembarangan. Dan


menangis sejadi-jadinya.

Dika aku memanggil nama itu dengan reflex.

Iya Nad kenapa lagi?

Eh? Itu suara dika? Atau hanya imajinasi?

Dik? aku memanggilnya lagi.

Apa sih, manggil-manggil mulu, mau kue ga nih? Enak buatan


mama.

Aku menoleh cepat kea rah daun pintu dan ternyata ada Dika sedang
bersender di tembok. Tangan nya memegang kue dan mulutnya sibuk
mengunyah.

Jadi daritadi dia disitu? Kampr$%#%#

Sejak kapan disitu? Nggak sopan ya! aku melempar bantal ke arah
nya.

Mama tadi nelpon susruh dateng, kangen dika yang ganteng hehehe.
Idih amit-amit.

Dika berjalan ke arahku, lalu mengusap rambutku pelan.

Jangan nangis mulu, jelek. Tuh ingus nya pada keluar ih.

Aku tertawa malu, sambil menyambar kue yang di pegang Dika.

Kurasa, sekarang aku tau siapa yang selalu ada untukku.

6 Months later..

Enam bulan berlalu, bayangan tentang waktu semakin memudar


setelah kehadiran nya di hidupku.

Dia yang datang menemui mama ku untuk menjalin hubungan yang


lebih serius. Meski kita bertemu tak sengaja, setidaknya tuhan tak
akan membiarkanku menunggu lama-lama.

Aku mencintainya, melebihi rasa ku pada waktu saat lalu.

Waktu.

Kupandangi sekotak cincin yang kini ada dalam genggaman.


Membayangkan aku melamar dan hidup bahagia dengan nya, lalu
membuka lembar dwmi lembar konsep pernikahan bertema Evening
Garden aku harus menemui nya sekarang.

Nad, maaf aku telah berbohong, aku pulang sekarang.

Aku akan melamarmu sekarang.


Dika

Kupandangi perempuan yang telah berhasil membuatku jatuh cinta


hingga ke dasar. Tak pernah bosan aku ada didekatnya.

Bertahun kumenunggu, kurasa ini waktu yang tepat untuk


mengutarakan perasaan ini.

Nad? Will you?

Ah, aku jadi malu.

*****************************************

Taman kota tampak ramai, orang-orang berlalu lalang dengan tujuan


nya, namun disana terdapat si gadis sedang duduk dengan lelaki
berkemeja kotak-kotak. Si gadis tampak sibuk dengan laptop nya dan
lelaki itu sibuk memperhatikan si gadis.

Nad? panggil lelaki itu.

Iya dik? gadis itu menoleh.

aku mau ngomong sama kamu?

Gadis bernama Nadine itu mengenyit keheranan.

Jijik lu ngomong nya aku-kamu hehe mau apa? Ngomong aja.

Radik mengambil nafas dalam-dalam, lalu membuang nya perlahan.


Tangannya gemetar.

Nad, aku sayang kamu , kamu mau ga jad..

Nadine? seseorang yang lain memanggilnya dari belakang. Nadine


menoleh lalu terkesiap, jantungnya hampir meloncat keluar.

Waktu? Nadine semakin berseru. Air matanya tak terbendung lagi.


Radika semakin salah tingkah.

Seseorang itu bernama waktu, ia datang tiba-tiba menenteng sebucket


bunga.

Waktu melirik licik pada radika, lalu merebut genggaman nya.

Nad. Maaf aku udah bohong ke kamu, aku lakuin ini karena
kemarin aku sibuk urusin persiapan wisuda aku, dan ini waktu
menunjukkan kotak yang berisi cincin berlian.

Aku minta bantuan ke Karina, karena dia sahabat baikkami. Tolong


jangan berfikir yang tidaak-tidak. Aku sayang kamu nad

Waktu bersimpuh, matanya momohon penuh harap.

Radika kalut, kali ini ia merasa kalah.

Nadine melongo tak percaya, ia merasa mimpi. Berkali-kali ia mencubit


lengan nya sendiri.

Nad, will u marry..

(suara handphone)

Hallo? Iya di taman oh oke, bye.

Waktu dan dika saling bertatapan. Penasaran siapa yang menelpo


Nadine tadi.

Nadine memejamkan matanya. Lalu tersenyum.

Radika, Waktu, aku ga nyangka kalo akhirnya bakal begini. Kalian


datang bersamaan untuk mengutarakan perasaan. Tapi ya, mungkin
ini terlambat. Kalian baik, terimakasih.
Dika, makasih selalu ada.aku sayang kamu tapi aku menganggap
kamu kakak, tak lebih. Meskipun begitu, kamu tetap boleh main e
rumah kapan aja. Thanks dik.

Dan waktu, makasih, sudah merencanakan sejauh ini, senadainya


kamu nggak bohong dan menjelaskan 6 bulan yang lalu, mungkin
ngga akan kayak gini. Aku sudah terlanjur jatuh dan hancur.

Tapi, posisi kamu sebagai sahabat nggak akan pernah ada yang bisa
gantiin. Soal karina, aku udah tau dan its ok, aku dan dia udah baikan.

Lusa, seseorang datang ke rumahku, menemui mama dan


membicarakan hal yang serius.

Seseorang telah melamarku.

Dika menggenggam tangan nya sendiri, lalu membuat tatapan kosong.


Dia sudah benar-benar hancur.

Waktu menutup lagi kotak cincin nya, dan menatap Nadine tak
percaya.

Bima! Nadine melambaikan tangan nya pada sosok di seberang,


lelaki yang bernama Bima berlari ke arah nya.

Hallo sayang. Maaf telat. Bima melemparkan senyum pada Nadine.

Waktu, Dika kenalin ini bima, dokter yang magang di klinik dekat
rumah. Sekalian aku mau ngundang kalian ke acara pertunangan kami
3 hari lagi.

Waktu dan dika tak menjawab. Masih mematung.

Hallo Bima menyodorkan tangan nya untuk bersalaman, namun tak


ada yang menerima.
Enghh.. kita berangkat sekarang yuk? Waktu, dika, kita duluan ya.
Nadine dan bima pergi meninggalkan dua pemuda yang patah hati.

Langit mendung.

Awan berarak saling berkejaran, matahari enggan menampakkan


sinarnya.

Hari ini gerimis deras.

Kedua pemuda itu saling meninggalkan berlainan arah.

Hatinya hujan dan abu-abu.

THE END

Vous aimerez peut-être aussi