Vous êtes sur la page 1sur 8

A.

PENDAHULUAN

Fenomena olahraga sangat beragam, banyak memiliki wajah, dan dilihat dalam

multidimensi, oleh karena itulah maka ilmu yang menguraikan masalah ini, yakni Ilmu

Keolahragaan, juga memperlihatkan karakter yang amat kompleks. Disiplin ilmiah

menunjukkan satu cabang dalam bidang luas dunia ilmu. Pengembangan historis ilmu

secara umum dapat dikarakteristikkan sebagai proses diferensiasi dan spesifikasi

konstan. Jadi, banyak disiplin ilmiah yang eksis sekarang ini yang kelak akan lebih

banyak lagi, karena proses diferensiasi menjadi suatu proses yang kontinu (Haag, 1994:

13). Sesuatu yang sangat penting dan vital bagi Ilmu Keolahragaan - seperti halnya

ilmu-ilmu lain seperti ilmu politik, kedokteran, sastra dan lain-lain - adalah bahwa Ilmu

keolahragaan menyajikan sistem penelitian ilmiah, pengajaran, latihan, dan integrasi

konstruktif ilmu-ilmu lain di dalamnya. Tentu saja, dasar-dasar teoritis-filsafati harus

sudah kokoh terbangun sebagai syarat untuk dapat disebut sebagai ilmu mandiri.

Filsafat, dalam hal ini dianggap memiliki tanggung jawab penting dalam

mempersatukan berbagai kajian ilmu untuk dirumuskan secara padu dan mengakar

menuju Ilmu Keolahragaan dalam tiga dimensi ilmiahnya (ontologi, epistemologi dan

aksiologi) yang kokoh dan sejajar dengan ilmu lain. Relevansi filsafati ini pada

gilirannya mensyaratkan pula komunikasi lintas, inter, dan multidisipliner ilmu-ilmu

terkait dalam upaya menjawab persoalan dan tantangan yang muncul dari fenomena

keolahragaan. Dengan kata lain, proses timbal balik yang sinergis antara khasanah

keilmuan dan wilayah praksis muncul, dan menjadi tanggung jawab filsafat untuk

mengkritisi, memetakan dan memadukan hal tersebut. Filsafat Ilmu Keolahragaan,

dengan titik tekan utama pada tiga dimensi keilmuan ini ontologi, epistemologi,

aksiologi mengeksplorasi Ilmu Keolahragaan ini secara mengakar.

0
Ilmu Keolahragaan adalah ilmu yang relatif baru dan memiliki sejarah lebih pendek

daripada bidang-bidang ilmu lain seperti filsafat, hukum, fisika, biologi dan lain-lain.

Oleh karena itu, pendasaran teoritis-filsafati masih terus diupayakan, salah satunya

melalui integrasi cabang-cabang Ilmu Keolahragaan (seperti psikologi olahraga,

biomekanika olahraga) dan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi tema kajian seperti

nutrisi, sex, meditasi dan sebagainya.

Analisis pada penelitian ini berupaya memberikan sumbangan ke arah

pemahaman yang lebih komprehensif dan intensif dalam membangun dasar-dasar

teoritis Ilmu Keolahragaan sebagai suatu disiplin ilmiah. Pembahasan aspek ontologis

Ilmu Keolahragaan merupakan satu dari tiga pilar utama selain aspek epistemologi dan

aksiologi. Ketiga pilar ini secara integratif harus dipahami oleh akademisi Ilmu

Keolahragaan dalam rangka pengakuan yang lebih luas dan mendalam terhadap Ilmu

Keolahragaan dari masyarakat ilmiah, dan juga sebagai landasan strategis

pengembangan dan interaksi lintas, inter, dan multidisipliner Ilmu Keolahragaan.

B. PEMBAHASAN
1. Epistemologi

Berasal dari kata Yunani, Episteme dan Logos. Episteme artinya adalah

pengetahuan. Logos artinya teori. Epistemologi adalah sebuah kajian yang mempelajari

asal mula, atau sumber, struktur dan metode pengetahuan. Epistemologi membahas

secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh

pengetahuan. Ini berkaitan dengan metode keilmuan dan sistematika isi ilmu. Metode

keilmuan merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola

kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau

mengembangkan yang telah ada. Sistematisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan dengan

1
batang tubuh ilmu, dimana peta dasar dan pengembangan ilmu pokok dan ilmu cabang

dibahas disini.

Fokus olahraga pada "gerak insani", menjadikan epistemologi olahraga lebih

bertendensi ke empirisme terbuka, artinya sistem yang memiliki implikasi epistemik

selalu terus menerus berubah karena pengaruh eksterrral; sehingga terbuka untuk

pendekatan inter, antar, dan lintas disiplin. Demikian juga pada aspek aksioiogi, karena

sifat keterbukaan atas pengaruh aspek kehidupan yang lain, maka dalam aktivitas

olahraga akan muncul nilai-nilai olahraga yang variatif. Nilai-nilai itu pada akhimya

akan kernbali dan dinikmati oleh rnasyarakat pelaku olahraga. Nilai-nilai yang

terungkap dalam olahraga, selanjutnya akan menggambarkan fungsi olahraga dalam

masyarakat. Masyarakat sehat merupakan suatu benruk fenomena kehidupan dari insan

manusia yang memiliki derajat kesehatan yang baik, mencakup kesehatan jasmani dan

rohani. Pada konteks kehidupan masyarakat, eksistensi olahu'aga dalarn perspektif

filosofis rremberikan kontribusi pada upaya mewujudkan masyarakat yang sehat.

2. Ontologi

Ontologi adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, yaitu hal-

hal atau benda-benda empiris. Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau

dengan kata lain merupakan pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologi dari

ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu, ciri-ciri essensial

objek itu yang berlaku umum. Ontologi berperan dalam perbincangan mengenai

pengembangan ilmu, asumsi dasar ilmu dan konsekuensinya pada penerapan ilmu.

Ontologi merupakan sarana ilmiah untuk menemukan penanganan jalan masalah secara

ilmiah.

2
Pada hakikatnya Filsafat Olahraga merupakan fenomena khas dalam

kehidupan manusia dan berdimensi luas. Sebagai sistem pengetahuan, Olahraga

memiliki pohon keilmuan (body of knowledge). Bangunan keilmuan olahraga secara

kefilsafatan menunjukkan karakter yang unik dan komprenhensif. Hal tersebut tercermin

dalam landasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi olahraga. Asumsi dasar ontologi

olahraga adalah gerak insani (human movement) sebagai potensi untuk dikembangkan

menuju arah kesempurnaan. Gerak insani menjadi prinsip pertama dalam ontologi

olahraga. Fokus olahraga pada gerak insani menjadikan epistemologi olahraga lebih

bertendensi ke empirisme terbuka. Artinya sistem yang memiliki implikasi epistemik

selalu terus menerus berubah karena pengaruh eksternal; sehingga terbuka untuk

pendekatan inter, antar, dan lintas disiplin. Perubahan itu juga terjadi pada aspek

aksiologinya. Sifat keterbukaan atas pengaruh aspek kehidupan yang lain itu, akan

melahirkan nilai-nilai olahraga yang variatif.

Secara sederhana, Olahraga dapat dijadikan alat untuk meningkatkan

kebugaran tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga secara rohani.

Apabila dikaji menurut Filsafat Olahraga (Pramono, 2005:138), hal ini lebih

ditekankan pada masalah sikap, perilaku, nilai, moral, dan atau fairplay manusia

dengan permasalahannya yang sering muncul di dalam praktik berolahraga. Dengan

demikian, Filsafat Olahraga menerangkan bagaimana sikap, perilaku, nilai, moral, dan

atau fairplay dalam kegiatan olahraga. Pemahaman terhadap nilai-nilai olahraga penting

di praktikan dalam dunia olahraga, karena banyak praktik berolahraga yang

menyimpang dari nilai-nilai luhur olahraga, seperti perkelahian antar suporter sepak

bola, bahkan antar pemain masing-masing tim. Ini bukti bahwa sikap, perilaku, nilai,

3
moral, dan fairplay yang terdapat pada filsafat olahraga belum tertanam dalam setiap tim

atau bahkan individu masing-masing.

Dengan memahami Filsafat Olahraga, maka akan dipahami juga nilai-nilai yang

terkandung dalam aktivitas olahraga tersebut. Oleh karena itu ketika masyarakat

beraktivitas olahraga diharapkan sekaligus masyarakat tersebut akan mendapatkan nilai-

nilai olahraga yang terkandung didalamnya. Satu diantara nilai-nilai yang ada adalah

diperolehnya kesehatan bagi masyarakat yang melakukan aktivitas olahraga.

3. Aksiologi

Aksiologi, ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari

pengetahuan yang didapatnya. Bila persoalan value free and value bound ilmu

mendominasi fokus perhatian aksiologi pada umumnya, maka dalam hal

pengembangan ilmu baru seperti olahraga ini, dimensi aksiologi diperluas lagi

sehingga secara inheren mencakup dimensi nilai kehidupan manusia seperti etika,

estetika, religius (sisi dalam aksiologis), dan juga interrelasi ilmu dengan aspek-aspek

kehidupan manusia dengan sosialitasnya (sisi luar aksiologis). Keduanya merupakan

aspek transfer dari permasalahan transfer pengetahuan. Istilah olahraga mencakup

pengertian yang luas, bukan hanya olahraga kompetitif, tetapi juga aktivitas pada waktu

senggang sebagai pelepas lelah dan kegiatan pembinaan jasmani. Meskipun amat

beragam mengenai bentuk dan jenis olahraga, namun masih dapat diidentifikasi

persamaan umum yang menunjukkan ciri yang khas yang disebut inner horizon

suatu objek, esensi dan inti yang paling dalam dari olahraga dibentuk oleh sebuah

kriteria yakni makna bermain dan permainan. Kriteria yang paling otentik adalah bahwa

kegiatan tersebut didasarkan pada faktor kebebasan dan kesengajaan atas dasar

kesadaran pelakunya untuk berbuat; inilah yang membedakan ciri bermain yang sejati.

4
Tindakan sejati dalam olahraga tidak dipandang sebagai sesuatu yang tidak

menyenangkan tetapi merupakan sumber dari keceriaan (joy) dan kebahagiaan

(happiness) (Lutan dan Sumardianto, 2000: 9).

Pertama, gaya hidup yang berorientasi mengejar kesenangan dan kenyamanan

fisik berpengaruh nyata terhadap perubahan kultur gerak. Banyak karyawan atau pekerja

kantoran menghindari naik turun tangga. Mereka lebih suka menggunakan lift. Pada

masa usia dini, "kenyamanan" pun secara tidak sadar ditanamkan. Alih-alih harus

berjalan kaki, anak-anak berangkat ke sekolah dengan menggunakan kendaraan antar

jemput.

Kedua, pergeseran gaya hidup pun memengaruhi masyarakat dalam

memandang olahraga. Berolah raga kini tidak selalu dikaitkan dengan kompetisi dan

prestasi, tetapi juga karena tujuan lain, terutama sebagai gaya hidup. Itulah sebabnya,

klub-klub senam kebugaran, pengobatan, dan kemolekan tubuh marak di mana-mana

dan lebih populer dibandingkan senam ritmik dan cabang prestatif lainnya.

Ketiga, pilihan jenis dan tujuan olah raga pun bergeser. Orientasi olah raga

yang langsung atau tidak langsung bersifat ekonomi tumbuh semakin tajam. Orientasi

ekonomi langsung, terlihat pada "perkawinan" antara olah raga dengan ekonomi. Olah

raga pun kini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan dalam

dua dekade terakhir, ekonomi olah raga tumbuh dengan eskalasi makin besar. Kontribusi

olah raga bagi pertumbuhan ekonomi tampak dalam pengembangan industri olah raga.

Di negara maju olah raga sudah terindustrialisasi secara masif. Perubahan struktur ini

juga diikuti dengan penanaman nilai-nilai profesionalisme secara ketat. Semakin besar

nilai, kontrak, misalnya, semakin berat beban profesionalisme sang atlet. Ternyata,

industrialisasi olah raga pun mengalami globalisasi. Seperti juga di bidang lain di luar

5
olah raga, globalisasi industri olah raga pun membuat bangsa kita tergagap. Kita tidak

siap bersaing dan hanya menerima luberan pengaruh kultur olah raga pada skala global.

Nilai profesionalisme pun mulai ditanamkan di kalangan atlet nasional, meski tidak utuh

seperti yang berlaku pada masyarakat yang industri olah raganya sudah maju. Namun

gejala umum berlaku dalam dunia olah raga kita adalah bahwa ternyata perubahan

stuktur (seperti aturan transfer) tidak selalu diikuti kultur profesional. Itulah sebabnya,

tawuran kerap terjadi pada ajang yang mengusung bendera profesionalisme.

Pengaruh olah raga terhadap ekonomi juga bisa bersifat tidak langsung. Olah

raga telah mengurangi beban pengeluaran masyarakat dalam aspek kesehatan. Derajat

kebugaran jasmani dan kesehatan yang baik akan menurunkan biaya perawatan

kesehatan, dan malah meningkatkan produktivitas kerja. Dalam konteks pembangunan

Jawa Barat, pembinaan olah raga diharapkan memberikan daya ungkit (leverage) bagi

pencapaian target pembangunan masyarakat. Meski tidak langsung, daya ungkit olah

raga bagi pencapaian Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Guna

Mendukung diyakini akan signifikan. Pencapaian visi dan misi pemerintah daerah

membutuhkan dukungan semua pihak.

C. KESIMPULAN

Dalam kehidupan modern saat ini banyak orang yang melupakan pentingnya

olahraga untuk tubuh. Padahal olahraga merupakan cara untuk sehat yang paling murah

dengan hasil yang mengagumkan untuk kebugaran badan. Selain itu olahraga dapat

dilaksanakan kapanpun dan dimanapun kita suka melakukannya baik siang maupun

malam sesuai keinginan. Filsafat olahraga lebih ditekankan kepada masalah sikap,

perilaku, nilai, moral, dan atau fairplay manusia dengan permasalahannya yang sering

6
muncul di dalam praktik-praktik kegiatan olahraga. Secara sederhana Olahraga adalah

aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga secara

rohani. Tumbuhnya kesadaran tentang rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri

sendiri memberikan kemajuan yang besar terhadap kajian tentang kesehatan dan

olahraga.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Ateng. 2003. Olahraga di Sekolah. dalam Harsuki dan Soewatini (ed.).
Perkembangan Olahraga Terkini: Kajian Para Pakar. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Haag, H. 1994. Theoretical Foundation of Sport Science as a Scientific Discipline:
Contribution to a Philosophy (Meta-Theory) of Sport Science. Schourdorf:
Verlaag Karl Hoffmann.
Huizinga, Johan. 1950. Homo Ludens. London: Routledge & Kegan Paul.
Hyland, D.A. 1990. Philosophy of Sport. New York: Paragon House.
Jujun S. Suriasumantri. 2002. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan.
Jujun S. Suriasuantrim Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta 1998

Vous aimerez peut-être aussi