Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Dalam rangka pengharmonisasian standar akuntansi, Indonesia perlu mengadopsi
standar akuntansi international untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual
saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian untuk mengadopsi standar
international itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi
dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi
standar akuntansi international tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini
dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan
hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika terjadi jual beli saham di Indonesia
atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang
dipergunakan dalam penyusunan laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya
atau harmonisasi. Harmonisasi adalah kita yang menentukan mana saja yang harus
diadopsi sesuai dengan kebutuhan. Bapepam telah memberikan sinyal kepada semua
perusahaan go public tentang kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak
melakukan harmonisasi. Dalam pernyataannya Bapepam menjelaskan bahwa kerugian
yang berkaitan dengan pasar modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan
Indonesia yang listing di bursa efek di negara lain. Perusahaan asing akan kesulitan untuk
menterjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standar nasional kita, sebaliknya
perusahaan Indonesia yang listing di negara lain juga cukup kesulitan untuk
membandingkan laporan keuangan sesuai standar di negara tersebut. Hal ini akan
menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak
mengglobal. Adanya harmonisasi ini dibutuhkan konvergensi IFRS, hal ini akan
menyebabkan implikasi PSAK terbaru terhadap pelaporan pajak di Indonesia. IFRS
menjadi fenomena yang global saat ini karena adanya pengaruh seperti pengakuan
pendapatan atau beban yang berbeda, dasar penilaian aset dan kewajiban berbeda hingga
potensi menambah atau mengurangi jumlah penghasilan kena pajak.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu
Bagaimana Pengaruh Konvergensi IFRS Terhadap Perpajakan?

I.3. Ruang lingkup pembahasan


Agar penulisan ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada
maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan hanya pada dampak konvergensi IFRS
bagi perpajakan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Pengertian IFRS


Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial
Reporting Standards atau IFRS) adalah standar dasar, pengertian dan kerangka
kerja yang diadaptasi oleh Badan Standar Akuntansi Internasional (International
Accounting Standards Board (IASB)). Sejumlah standar yang dibentuk sebagai
bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting
Standards(IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite
Standar Akuntansi Internasional (Internasional Accounting Standards
Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih
tanggung jawab guna menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC.

2.1.2 Struktur IFRS


Standar laporan keuangan internasional (international financial reporting
standards / IFRS) dikeluarkan setelah tahun 2001.
Standar akuntansi internasional (international accounting standard / IAS)
dikeluarkan sebelum tahun 2001.
Standing interpretation committee (SIC) dikeluarkan sebelum tahun 2001
Kerangka kerja untuk persiapan dan presentasi laporan keuangan (1989)
(framework for the preparation and precentation of financial statements
(1989)).

2.1.3 Kerangka kerja IFRS


Guna persiapan dan presentasi laporan keuangan untuk menyampaikan
prinsip-prinsip dasar IFRS.
Proyek kerangka konseptual gabungan (the joint conceptual framework
project).
Untuk menciptakan dasar guna standar akuntansi dimasa mendatang yang
berbasis prinsip, konsisten secara internal dan diterima secara internasional.

2.1.4 Pengertian Konvergensi


Konvergensi merupakan penggabungan dua hal atau lebih, untuk bertemu
dan bersatu dalam satu titik. Konvergensi standar akuntansi internasional (IFRS)
berarti penggabungan atau pengintegrasian standar akuntansi yang ada di setiap
negara untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu titik tujuan yaitu IFRS
(internasional financial reports standards).

2.1.5 Pengertian Konvergensi IFRS


Merupakan awal untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK
harus diatur dalam standar akuntansi keuangan.

2.1.6 Pengertian Pajak


Menurut undang-undang pajak nomor 28 tahun 2007 Pasal 1 ayat 1, Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan
Konvergensi IFRS tidak hanya berpengaruh terhadap dunia bisnis saja, tetapi juga
dalam dunia perpajakan. Perbedaan IFRS dengan perpajakan antara lain:

1. Aset tetap (PSAK No. 16). Berdasarkan PSAK No. 16 (Revisi 2007) perusahaan
diperbolehkan memilih metode biaya atau metode revaluasi, sedangkan Peraturan
Perpajakan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK.03/2008, metode
penyustan aset tetap menggunakan biaya perolehan sesuai Pasal 10 ayat (1) UU PPh
Menteri Keuangan. Masalah kewajiban perpajakan yang timbul atas revaluasi aset
tetap adalah sebagai berikut:
1. Nilai hasil revaluasi akan lebih tinggi dari nilai perolehan awal.
Hal ini disebabkan penilaian aset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar/nilai
wajar tersebut yang ditetapkan oleh jasa penilai/appraisal independen yang
disahkan oleh Menkeu. Sehingga atas hasil revaluasi ini akan muncul selisih
revaluasi aset tetap dari perolehan yang lama.
2. Hasil revaluasi dikenakan PPh bersifat final sebesar 10% sesuai dengan
ketentuan dimaksud pada pasal 5 PMK 79/PMK.03/2008 tentang penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
3. Pada PSAK No. 13, properti yang digunakan pada operating lease
diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi, hanya jika sesuai
dengan definisi dari properti investasi dan lessee menggunakan fair value
model. Sedangkan pada perpajakan Tidak membedakan properti investasi dari
aktiva tetap, Pengalihan tanah dan/bangunan dikenakan pajak penghasilan
final.
4. Aset Tak berwujud, contoh item yang tidak diatur dalam peraturan pajak dan
oleh karena itu menggunakan SAK sebagai dasar adalah aset tak berwujud.
Dalam peraturan perpajakan, aset tak berwujud mengacu ke SAK (dalam hal
batasan dan pengakuan) sesuai dengan Pasal 28 UU KUP. Padahal,
pengaturan aset takberwujud untuk SAK ETAP dan SAK Umum berbeda.
Untuk SAK Umum, aset tak berwujud dapat dihasilkan secara internal (dari
proses pengembangan/development) maupun eksternal (membeli lisensi, hak
cipta, dll). Untuk SAK ETAP, aset takberwujud hanya yang dihasilkan secara
eksternal saja. Perlakuan untuk amortisasi aset takberwujud berdasar UU KUP
adalah 20 tahun atau mengikuti klasifikasi UU No.11 mengenai aset,
sedangkan berdasar SAK Umum dapat berumur terbatas atau takterbatas, dan
berdasarkan SAK ETAP umurnya terbatas.
5. Fair Value Accounting, seringkali yang ditakutkan dari dampak konvergensi
IFRS terhadap peraturan perpajakan adalah mengenai diterapkannya Fair
Value Accounting (FVA). Namun, patut dicermati bahwa penerapan FVA atau
penggunaan model revaluasi merupakan sebuah pilihan. Entitas boleh memilih
akan menggunakan model biaya (historical cost model) atau model revaluasi
(menggunakan FVA). Penggunaan FVA yang wajib hanya di kategori
instrumen fair value through profit or loss (FVTPL). Selain itu, jika tidak
ada marketnya, maka menggunakan valuation technique.

Contoh lainnya yang menjadi perhatian bagi pihak otoritas pajak, konvergensi IFRS yang
berimplikasi dengan perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Pada PSAK No. 1, Pos pos dalam laporan laba rugi komprehensif, yaitu: beban
keuangan, keuntungan atau kerugian dari operasi yang dihentikan diakui secara
keseluruhan sedangkan pada perpajakan dilakukan koreksi fiskal atas perbedaan antara
akuntansi dan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Pada PSAK No. 7, Pengungkapan pihak pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah
pihak istimewa yang terkait dengan pihak dalam transaksi yang wajar, pengakuan beban
selama periode berjalan, klasifikasi pengungkapan atas pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa. Pada nama entitas induk, jika berbeda dengan entitas anak dan pihak
yang mengendalikan. Jika entitas induk maupun pihak pengendali utama menghasilkan
laporan keuangan yang tersedia untuk keperluan umum, nama entitas induk berikutnya
yang paling pertama melakukannya juga harus diungkapkan. Dari sisi perpajakan semua
pihak istimewa harus diungkapkan dengan pengisian lampiran 3A atau 3B pada SPT PPh
badan dan membuat TP Documentation sesuai Per 43/PJ/2010.
3. Pada PSAK No. 10, pengaruh perubahan nilai tukar valuta asing. Pada laporan keuangan
mata uang yang digunakan adalah mata uang fungsional digunakan sebagai mata uang
pengukuran dan penyajian bisa berlainan dengan mata uang fungsional. Sedangkan pada
perpajakan harus menggunakan Rupiah atau US Dollar.

Konvergensi IFRS rupanya membuat panik berbagai pihak. Salah satunya adalah pihak-
pihak yang berkepentingan dengan regulasi perpajakan, terutama adalah para mahasiswa. Dalam
tulisan kali ini, saya akan memaparkan beberapa poin (tidak semua, namun yang cukup penting)
terkait dampak konvergensi IFRS terhadap regulasi perpajakan (kata kunci: dampak konvergensi
IFRS pajak).

SAK Pasca Dicanangkan Konvergensi IFRS

Setelah dicanangkannya konvergensi IFRS, Indonesia saat ini memiliki 3 SAK yaitu,
SAK Umum (berbasis IFRS), SAK ETAP, dan SAK Syariah (bernafaskan prinsip-prinsip
syariah di Indonesia). Dampak terdapatnya 3 SAK bagi peraturan perpajakan adalah, dalam
peraturan perpajakan, dinyatakan bahwa pembukuan (untuk tujuan pajak) menggunakan Standar
Akuntansi Keuangan, kecuali Peraturan Perpajakan menyatakan lain. Hal ini berarti, untuk
tujuan pajak, digunakan perlakuan akuntansi sesuai dengan peraturan pajak, kecuali jika tidak
diatur dalam peraturan perpajakan, maka pengaturan akuntansinya menggunakan SAK (KUP
28/2007).
Dalam kondisi terdapatnya 3 SAK, yang mana 2 SAK mengatur entitas (SAK Umum dan SAK
ETAP) dan 1 SAK mengatur transaksi (SAK Syariah), maka hal ini perlu dicermati oleh
regulator perpajakan. Para petugas pajak harus memiliki pemahaman atas SAK ETAP dan SAK
Umum.

Jika wajib pajak merupakan entitas berakuntabilitas publik, maka wajib pajak tersebut
akan menggunakan SAK Umum. Oleh karena itu, pemeriksa pajak harus memahami SAK
Umum untuk pelakuan akuntansi atas hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan pajak. Namun,
jika wajib pajak merupakan entitas tanpa akuntabilitas publik, maka wajib pajak tersebut akan
menggunakan SAK ETAP (kecuali jika regulator menyatakan lain). Oleh karena itu, pemeriksa
pajak harus memahami SAK ETAP untuk perlakuan akuntansi atas hal-hal yang tidak diatur
dalam peraturan pajak.

Oleh karena adanya kemungkinan terjadi perbedaan pengaturan antara SAK ETAP
SAK Umum Peraturan Perpajakan, maka regulator pajak perlu mengatasi perbedaan penafsiran
yang sangat mungkin terjadi di lapangan. Sehingga, pemeriksa pajak yang satu dan yang lain
tidak akan memiliki penafsiran yang berbeda cukup signifikan atas suatu hal/item (item bisa
digunakan dalam standar untuk menggantikan pos, unsur, atau hal-hal lain terkait
transaksi/laporan keuangan) tertentu.

Aset Takberwujud
Contoh item yang tidak diatur dalam peraturan pajak dan oleh karena itu menggunakan
SAK sebagai dasar adalah aset takberwujud. Dalam peraturan perpajakan, aset takberwujud
mengacu ke SAK (dalam hal batasan dan pengakuan) sesuai dengan Pasal 28 UU KUP. Padahal,
pengaturan aset takberwujud untuk SAK ETAP dan SAK Umum berbeda. Untuk SAK Umum,
aset takberwujud dapat dihasilkan secara internal (dari proses pengembangan/development)
maupun eksternal (membeli lisensi, hak cipta, dll). Untuk SAK ETAP, aset takberwujud hanya
yang dihasilkan secara eksternal saja. Perlakuan untuk amortisasi aset takberwujud berdasar UU
KUP adalah 20 tahun atau mengikuti klasifikasi UU No.11 mengenai aset, sedangkan berdasar
SAK Umum dapat berumur terbatas atau takterbatas, dan berdasarkan SAK ETAP umurnya
terbatas.

Mata Uang Pembukan dan Mata Uang Pelaporan


Terdapat perbedaan pengaturan dalam hal penggunaan mata uang pelaporan. Berdasarkan
peraturan pajak dan SAK ETAP, mata uang pelaporan dan pembukuan dalam rupiah. Sedangkan
dalam SAK Umum menggunakan mata uang fungsional sebagai mata uang pembukuan dan mata
uang pelaporan rupiah.

Fair Value Accounting


Seringkali yang ditakutkan dari dampak konvergensi IFRS terhadap peraturan perpajakan
adalah mengenai diterapkannya Fair Value Accounting (FVA). Namun, patut dicermati bahwa
penerapan FVA atau penggunaan model revaluasi merupakan sebuah pilihan. Entitas boleh
memilih akan menggunakan model biaya (historical cost model) atau model revaluasi
(menggunakan FVA). Penggunaan FVA yang wajib hanya di kategori instrumen fair value
through profit or loss (FVTPL). Selain itu, jika tidak ada marketnya, maka
menggunakan valuation technique.
Permasalahan FVA di Indonesia tidak sebesar kelihatannya. Selain itu, secara rasional bisnis
akan cenderung bertahan di historical cost.

Revaluasi
Berdasarkan SAK Umum, revaluasi merupakan pilihan dan tidak perlu seizin regulator.
Berdasarkan peraturan perpajakan, PMK No.79/PMK.03/2008, revaluasi tidak dapat dilakukan
setiap saat. Sedangkan berdasarkan SAK ETAP revaluasi harus seizin regulator.

Goodwill
Berdasarkan peraturan perpajakan, goodwill diamortisasi. Berdasarkan SAK Umum,
goodwill tidak diamortisasi namun diuji penurunan nilainya. Untuk kombinasi bisnis, SAK
Umum sudah tidak mengizinkan pooling of interest method sesuai perlakuan dalam IFRS
(kecuali untuk perlakuan transaksi entitas sepengendali).

Masa Transisi
Dalam masa transisi dari penggunaan SAK lama ke SAK baru yang berbasis IFRS,
banyak entitas yang tiba-tiba memiliki aset dalam jumlah besar, atau melakukan revaluasi
sehingga nilai asetnya naik. Dalam kondisi sekarang ini, yang mana peraturan pajak dan petugas
pajak masih saklek, rule based, dan jadul, entitas cukup dirugikan. Hal ini dikarenakan
peningkatan aset atau laba tersebut terjadi bukan secara nyata, namun hanya karena pengaruh
perubahan kebijakan akuntansi baru (berbasis IFRS) yang cukup ekstrim. Padahal, dasar
pengenaan pajak adalah atas peningkatan penghasilan. Oleh karena itu, regulator perpajakan
perlu menyikapi secara cepat untuk hal-hal terkait dengan transisi regulasi ini, sehingga entitas-
entitas dapat melakukan transisi ke SAK Umum yang berbasis IFRS dengan tenang. Pada
kenyataannya, cukup banyak entitas yang mengeluh untuk menerapkan SAK Umum atau untuk
mengadopsi IFRS (sebagai contoh akan diadopsinya IAS 41: Agriculture), bukan karena
rumitnya standar tersebut, namun lebih karena permasalahan pajak dalam masa transisi ini.

Satu hal yang perlu diingat, konvergensi IFRS merupakan kesepakatan pemerintah dalam
forum G-20. Konvergensi ini bukan merupakan pekerjaan DSAK-IAI saja. Regulator-regulator
seperti Bank Indonesia, Bapepam, dan asosiasi-asosiasi industri telah menyelaraskan regulasi
mereka dengan SAK Umum, sebagai bukti dukungan mereka terhadap komitmen pemerintah.
Sayangnya, regulator perpajakan merupakan regulator yang dinilai paling lambat dalam
menyikapi konvergensi IFRS ini.

Perbedaan Akuntansi dan Pajak, Selamanya

Di belahan dunia manapun, hingga saat ini, pengaturan akuntansi selalu berbeda dengan
peraturan perpajakan. Hampir tidak ada peraturan akuntansi yang sama dengan peraturan
perpajakan. Hal ini dikarenakan tujuan dari akuntansi dan tujuan perpajakan berbeda. Selain itu,
prinsip-prinsip dari standar akuntansi dan peraturan perpajakan juga berbeda. Pengaturan dalam
standar akuntansi berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan digunakan untuk pelaporan
keuangan bertujuan umum (general purpose financial statement), sedangkan pengaturan dalam
peraturan perpajakan berdasarkan aturan (rule based) dan bertujuan khusus (untuk penarikan
pajak kepentingan si penarik pajak/pemerintah). Oleh karena itu, konvergensi IFRS tidak harus
membuat peraturan perpajakan juga ikut konvergen (apalagi peraturan perpajakan induknya
adalah undang-undang, yang mana jika ingin mengubah undang-undang proses birokrasinya
sangat lama dan berbelit di DPR).

Namun, walaupun perbedaan antara SAK dan Peraturan Perpajakan tidak akan pernah
bisa dihilangkan, sebaiknya regulator perpajakan tetap melakukan tindakan untuk meminimalkan
bentang perbedaan antara SAK yang ada saat ini (SAK Umum & ETAP) dengan Peraturan
Perpajakan. Hal ini dikarenakan SAK sudah berkembang sangat pesat, sedangkan Peraturan
Perpajakan sangat tertinggal jauh dalam hal penggunaan dasar akuntansinya.

Perbedaan antara SAK Umum dengan SAK ETAP, dan SAK (Umum dan ETAP) dengan
Peraturan Perpajakan, harus mulai disikapi oleh para petugas pajak, atau calon-calon petugas
pajak yang saat ini sedang kuliah. Pemahaman atas SAK Umum dan SAK ETAP merupakan hal
yang cukup penting. Secara umum, entitas yang menggunakan SAK ETAP jumlahnya lebih
banyak daripada entitas yang menggunakan SAK Umum. Namun dari segi pemasukan pajak,
entitas yang menggunakan SAK Umum lebih besar jumlahnya daripada SAK ETAP.

3.2 STUDI KASUS

Perusahan A membeli barang persediaan pada :


- Januari sebanyak 100 unit dengan harga $110
- Februari sebanyak 100 unit dengan harga 127
- Maret sebanyak 100 unit dengan harga $138
Pada akhir bulan terjual 200 unit dengan total penjualan $300

Perhitungan laba dengan :

1. Metode FIFO (First in First 2. Metode LIFO (Last i First Out)


Out)
Sales $300
Sales $300
HPP = $138 + $127 = $265
HPP = $110 + $127 = $237
Laba = $300 - $265 = $35
Laba = $300 - $237 = $63

3. Metode Average

Sales $300

HPP = 200 x (375 : 300) = $250

Laba = $300 - $250 = $50


Pembahasan

Dengan ikhtisar perbandingan ketiga metode tersebut dapat disimpulkan bahwa


dengan metode Lifo, perusahaan dapat meminimalkan laba kotor sehingga dapat
mengurangi biaya pajak perusahaan. Sedangkan pada SAK 14 revisi 2009 melarang
penggunaan metode LIFO, hal ini disebabkan karena sejak tahun 2009, PSAK kita mulai
sedikit demi sedikit mengadopsi IFRS. Serta dalam UU PPh (UU No. 36 2008 tentang
pajak penghasilan), memang metode Lifo tidak di perbolehkan, sehingga hanya metode
FIFO dan Average yang di perbolehkan (Pasal 10 ayat 6) Metode LIFO memiliki
kelebihan dibandingkan metode FIFO, yaitu menghasilkan laporan laba rugi yang lebih
baik karena pendapatan penjualan yang dinilai berdasarkan harga jual kini ditandingkan
dengan biaya produk terjual (COGS) yang mempresentasikan nilai invetory kini (karena
dalam metode LIFO, inventory yang dibeli terakhir di jual lebih dulu sehingga yang
masuk COGS adalah inventory yang di beli terakhir).
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN

4.1. Kesimpulan

Terdapat perbedaan antara perpajakan dan IFRS, diantaranya adalah dalam


metode perhitungan aset tetap, adanya beberapa pos-pos yang tidak diakui oleh pajak
dalam laporan laba rugi komprehensif, pengungkapan pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa, pengaruh perubahan nilai tukar valuta asing, operating lease, dan
lain sebagainya.
Selalu ada perbedaan antara standar akuntansi dan peraturan perpajakan. Hal ini
dikarenakan tujuan dari akuntansi dan tujuan perpajakan berbeda. Selain itu, prinsip-
prinsip dari standar akuntansi dan peraturan perpajakan juga berbeda. Namun walaupun
perbedaan antara SAK dan Peraturan Perpajakan tidak akan pernah bisa dihilangkan,
sebaiknya regulator perpajakan tetap melakukan tindakan untuk meminimalkan bentang
perbedaan antara SAK yang ada saat ini (SAK Umum & ETAP) dengan Peraturan
Perpajakan.
Konvergensi IFRS tidak memberikan pengaruh terhadap pelaporan pajak, karena
laporan keuangan fiskal mengacu pada aturan pajak (Undang-Undang, Peraturan Menteri
Keuangan, Peraturan Direktorat Jenderal, dll) yang berbeda dengan PSAK/IFRS/US
GAAP dan sebagainya (kecuali yang tidak diatur dalam perpajakan).

5.2. SARAN

Dengan adanya konvergensi IFRS, semua pihak terkait bisa menyesuaikan


perkembangan standar akuntansi dan peraturan perpajakan, yang masing-masing berjalan
dengan arahnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

https://rogonyowosukmo.wordpress.com
http://www.pajak.go.id
https://pajakpasuruan.wordpress.com
http://prezi.com
http://www.academia.edu
https://ugm.ac.id

Vous aimerez peut-être aussi

  • WQ
    WQ
    Document13 pages
    WQ
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • CH 17
    CH 17
    Document8 pages
    CH 17
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • CH 26
    CH 26
    Document4 pages
    CH 26
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • SKM
    SKM
    Document1 page
    SKM
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • WQ
    WQ
    Document13 pages
    WQ
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Tugas Kelompok Audit Siklus Penjualan Dan Penagihan
    Tugas Kelompok Audit Siklus Penjualan Dan Penagihan
    Document14 pages
    Tugas Kelompok Audit Siklus Penjualan Dan Penagihan
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Leed Meet
    Leed Meet
    Document4 pages
    Leed Meet
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • VG Musik
    VG Musik
    Document3 pages
    VG Musik
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Pajak Final
    Pajak Final
    Document5 pages
    Pajak Final
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Connect - Sol
    Connect - Sol
    Document2 pages
    Connect - Sol
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • SKM
    SKM
    Document1 page
    SKM
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • RANGKUMAN INTERNAL CONTROL FRAMEWORK: The COSO Standard (INTERNAL AUDIT)
    RANGKUMAN INTERNAL CONTROL FRAMEWORK: The COSO Standard (INTERNAL AUDIT)
    Document17 pages
    RANGKUMAN INTERNAL CONTROL FRAMEWORK: The COSO Standard (INTERNAL AUDIT)
    Damar Sasi Elsza Puspita
    100% (1)
  • CONNECT
    CONNECT
    Document3 pages
    CONNECT
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Cover
    Cover
    Document2 pages
    Cover
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Connect
    Connect
    Document3 pages
    Connect
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document3 pages
    Daftar Isi
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Contoh Laporan Laba Rugi
    Contoh Laporan Laba Rugi
    Document2 pages
    Contoh Laporan Laba Rugi
    Cheryl Febriani
    100% (1)
  • BAB I-Tpai
    BAB I-Tpai
    Document29 pages
    BAB I-Tpai
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Ai CH2
    Ai CH2
    Document3 pages
    Ai CH2
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 3 Dan 4
    Bab 3 Dan 4
    Document11 pages
    Bab 3 Dan 4
    Cheryl Febriani
    Pas encore d'évaluation