Vous êtes sur la page 1sur 33

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Evaporasi

2.1.1 Pengertian

Evaporasi adalah salah satu komponen siklus hidrologi, yaitu peristiwa menguapnya air
dari permukaan air, tanah,dan bentuk permukaan bukan dari vegetasi lainnya.Evaporasi
merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari
bahan padat yang mengandung air (Lakitan, 1994). Sedangkan menurut Manan dan
Suhardianto (1999), evaporasi (penguapan) adalah perubahan air menjadi uap air. Air
yang ada di bumi bila terjadi proses evaporasi akan hilang ke atmosfer menjadi uap air.
Evaporasi dapat terjadi dari permukaan air bebas seperti bejana berisi air, kolam,
waduk, sungai ataupun laut. Proses evaporasi dapat terjadi pada benda yang
mengandung air, lahan yang gundul atau pasir yang basah. Pada lahan yang basah,
evaporasi mengakibatkan tanah menjadi kering dan dapat memengaruhi tanaman yang
berada di tanah itu. Mengetahui banyaknya air yang dievaporasi dari tanah adalah
penting dalam usaha mencegah tanaman mengalami kekeringan dengan mengembalikan
sejumlah air yang hilang karena evaporasi.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Evaporasi

Faktor meteorologi yang memengaruhi evaporasi adalah radiasi matahari, suhu udara,
kelembaban udara dan angin. Tempat-tempat dengan radiasi matahari tinggi
mengakibatkan evaporasi tinggi karena evaporasi memerlukan energi. Umumnya radiasi
matahari tinggi diikuti suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah. Kedua hal ini
dapat memacu terjadinya evaporasi. Angin yang kencang membuat kelembaban udara
rendah, hal inipun memacu evaporasi (Manan dan Suhardianto, 1999). Laju evaporasi
sangat tergantung pada masukan energi yang diterima. Semakin besar jumlah energi
yang diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diuapkan. Sumber energi
utama untuk evaporasi adalah radiasi matahari. Oleh sebab itu, laju evaporasi yang
tinggi tercapai pada waktu sekitar tengah hari (solar noon). Selain masukan energi, laju
evaporasi juga dipengaruhi oleh kelembaban udara di atasnya. Laju evaporasi akan
semakin terpacu jika udara diatasnya kering (kelembaban rendah), sebaliknya akan
terhambat jika kelembaban udaranya tinggi (Lakitan, 1994). Evaporasi sangat
bergantung kepada karakteristik lokasi sehingga faktor-faktor meteorologi yang
berperan dalam proses evaporasi dapat berbeda dari tempat ke tempat lainnya.

Faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap evaporasi adalah (Ward, 1967) :


1. Faktor-faktor meteorologi
a. Radiasi Matahari
b. Temperatur udara dan permukaan
c. Kelembaban
d. Angin
e. Tekanan Barometer
2. Faktor-faktor Geografi
a. Kualitas air (warna, salinitas dan lain-lain)
b. Jeluk tubuh air
c. Ukuran dan bentuk permukaan air
3. Faktor-faktor lainnya
a. Kandungan lengas tanah
b. Karakteristik kapiler tanah
c. Jeluk muka air tanah
d. Warna tanah
e. Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi
f. Ketersediaan air (hujan, irigasi dan lain-lain
Penelitian ini membahas faktor-faktor meteorologi yang memengaruhi evaporasi, yaitu:
radiasi matahari, suhu udara, tekanan udara, kelembaban dan kecepatan angin.
2.1.2.1 Radiasi matahari (%)

Pada setiap perubahan bentuk zat; dari es menjadi air (pencairan), dari zat cair menjadi
gas (penguapan) dan dari es lengsung menjadi uap air (penyubliman) diperlukan panas
laten (laten heat). Panas laten untuk penguapan berasal dari radiasi matahari dan tanah.
Radiasi matahari merupakan sumber utama panas dan memengaruhi jumlah evaporasi di
atas permukaan bumi, yang tergantung letak pada garis lintang dan musim.

Radiasi matahari di suatu lokasi bervariasi sepanjang tahun, yang tergantung


pada letak lokasi (garis lintang) dan deklinasi matahari. Pada bulan Desember
kedudukan matahari berada paling jauh di selatan, sementara pada bulan Juni
kedudukan matahari berada palng jauh di utara. daerah yang berada di belahan bumi
selatan menerima radiasi maksimum matahari pada bulan Desember, sementara radiasi
terkecil pada bulan Juni, begitu pula sebaliknya. Radiasi matahari yang sampai ke
permukaan bumi juga dipengaruhi oleh penutupan awan. Penutupan oleh awan
dinyatakan dalam persentase dari lama penyinaran matahari nyata terhadap lama
penyinaran matahari yang mungkin terjadi.

2.1.2.2 Temperatur udara (C)

Temperatur (suhu) udara pada permukaan evaporasi sangat berpengaruh terhadap


evaporasi. Semakin tinggi suhu semakin besar kemampuan udara untuk menyerap uap
air. Selain itu semakin tinggi suhu, energi kinetik molekul air meningkat sehingga
molekul air semakin banyak yang berpindah ke lapis udara di atasnya dalam bentuk uap
air. Oleh karena itu di daerah beriklim tropis jumlah evaporasi lebih tinggi, di banding
dengan daerah di kutub (daerah beriklim dingin). Untuk variasi harian dan bulanan suhu
udara di Indonesia relatif kecil.

2.1.2.3 Tekanan udara (mb)


Tekanan udara adalah tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam
setiap satuan luas tertentu. Diukur dengan menggunakan barometer. Satuan tekanan
udara adalah milibar (mb).

Tekanan udara akan berbanding terbalik dengan ketinggian suatu tempat


sehingga semakin tinggi tempat dari permukaan laut semakin rendah tekanan
udarannya. Kondisi ini disebabkansemakin tinggi tempat akan semakin berkurang udara
yang menekannya.

2.1.2.4 Kelembaban udara (%)

Pada saat terjadi penguapan, tekanan udara pada lapisan udara tepat di atas permukaan
air lebih rendah di banding tekanan pada permukaan air. Perbedaan tekanan tersebut
menyebabkan terjadinya penguapan. Pada waktu penguapan terjadi, uap air bergabung
dengan udara di atas permukaan air, sehingga udara mengandung uap air.

Udara lembab merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Apabila
jumlah uap air yang masuk ke udara semakin banyak, tekanan uapnya juga semakin
tinggi. Akibatnya perbedaan tekanan uap semakin kecil, yang menyebabkan
berkurangnya laju penguapan. Apabila udara di atas permukaan air sudah jenuh uap air
tekanan udara telah mencapai tekanan uap jenuh, di mana pada saat itu penguapan
terhenti. Kelembaban udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH).

Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan perairan laut cukup luas
mempunyai kelembaban udara tinggi. Kelembaban udara tergantung pada musim, di
mana nilainya tinggi pada musim penghujan dan berkurang pada musim kemarau. Di
daerah pesisir kelembaban udara akan lebih tinggi daripada di daerah pedalaman.

2.1.2.5 Kecepatan angin (m/s)


Penguapan yang terjadi menyebabkan udara di atas permukaan evaporasi menjadi lebih
lembab, sampai akhirnya udara menjadi jenuh terhadap uap air dan proses evaporasi
terhenti. Agar proses penguapan dapat berjalan terus lapisan udara yang telah jenuh
tersebut harus diganti dengan udara kering. Penggantian tersebut dapat terjadi apabila
ada angin. Oleh karena itu kecepatan angin merupakan faktor penting dalam evaporasi.
Di daerah terbuka dan banyak angin, penguapan akan lebih besar daripada di daerah
yang terlindung dan udara diam.

Di Indonesia, kecepatan angin relatif rendah. Pada musim penghujan angin


dominan berasal dari barat laut yang membawa banyak uap air, sementara pada musim
kemarau angin berasal dari tenggara yang kering.

2.2 Aljabar Matriks

2.2.1 Definisi

Matriks
Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen
yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi
panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom dan baris
serta dibatasi tanda [ ] atau ( ).

Suatu matriks dinotasikan dengan symbol huruf besar seperti A, X, atau Z dan
sebagainya. Sebuah matriks A yang berukuran m baris dan n kolom dapat ditulis sebagai
berikut:
11 12 1
22 2
= 21

1 2

Atau dapat juga ditulis:


= ; = 1, 2, , ; = 1, 2, ,

Skalar
Skalar adalah besaran yang hanya memiliki nilai, tetapi tidak memiliki arah.

Vektor Baris
Suatu matriks yang terdiri dari satu baris dan n kolom disebut vektor baris.
= disebut vektor baris m = 1

Vektor Kolom
Suatu matriks yang hanya terdiri dari m baris dan satu kolom disebut vektor kolom.
= disebut vektor kolom n = 1

Kombinasi Linier
Vektor w merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor 1 , 2 , , jika terdapat
skalar 1 , 2 , , sehingga berlaku:
= 1 1 + 2 2 + + (2.1)

Jika vektor w = 0, maka disebut persamaan homogen dan 1 , 2 , , disebut


vektor yang bebas linier, yang mengakibatkan 1 = 2 = = = 0, tetapi jika ada
bilangan 1 , 2 , , yang tidak semuanya sama dengan nol, maka 1 , 2 , , disebut
vektor yang bergantung linier.

2.2.2 Jenis-jenis Matriks

Matriks Kuadrat
Matriks kuadrat adalah matriks yang memiliki baris dan kolom yang sama banyak.
Dalam suatu matriks kuadrat, elemen-elemen 11 , 22 , , disebut elemen diagonal
utama.
11 12 1
22 2
= 21

1 2

Matriks Diagonal
Matriks kuadrat = ; , = 1, 2, , disebut matrik simetris jika semua elemen
di luar diagonal utama adalah nol, = 0 untuk i j dan paling tidak satu elemen pada
diagonal pokok 0 untuk i = j. Jumlah elemen-elemen diagonal utama suatu
matriks kuadrat A disebut trace A ditulis tr(A).

() = , ( = )
=1
11 12 1
22 2
= 21

1 2
() = 11 + 22 + +

Matriks Simetris
Suatu matriks kuadrat = ; , = 1, 2, , disebut matriks simetris jika elemen
di bawah diagonal utama merupakan cermin dari elemendi atas diagonal utama. Matriks
= artinya =
Contoh:
2 3 1 3
3 0 6 2
=
1 6 4 8
3 2 8 5

Matriks Identitas
Matriks A disebut matriks identitas dan biasa diberi simbol I.
= = 1 = 1, 2, , <=> = dan untuk
= 1 =
= 1

Matriks Nol
Matriks nol suatu matriks dengan semua elemennya mempunyai nilai nol. Biasanya
diberi simbol 0, dibaca nol.

Matriks Elementer
Suatu matriks nxn dikatakan matriks elementer jika matriks tersebut dapat diperoleh
dari matriks identitas nxn yakni Indengan melakukan operasi baris elementer tunggal.

Matriks Segitiga
Matriks = suatu matriks bujur sangkar dikatakan segitiga bawah (lower
triangular) jika = 0 untuk i < j dan matriks = suatu matriks bujur sangkar
dikatakan segitiga atas (upper triangular) jika = 0 untuk i > j.
Contoh:
5 00 0 1 23 5
Segitiga bawah = 1 20 0, segitia atas = 0 12 3
2 53 0 0 02 6
3 54 1 0 00 3

Matriks Singular
Matriks kuadrat = dikatakan singular jika semua elemen pada salah satu baris
atau kolom adalah nol atau jika semua kofaktor dari elemen suatu baris atau kolom
sama dengan nol. Untuk melihat kesigularan suatu matriks adalah dengan menghitung
determinan matriks tersebut. Apabila determinannya sama dengan nol, maka matriks
tersebut singular.

Matriks Ortogonal
Matriks kuadrat = dikatakan dapat didiagonalisasi secara ortogonal jika
terdapat matriks ortogonal P sehingga berlaku 1 = 1 AP. Matriks ortogonal
didefinisikan sebagai matriks kuadrat yang inversnya sama dengan transposenya,
sehingga:
1 =
maka P adalah matriks ortogonal.
2.2.3 Operasi Matriks

Perkalian Matriks dengan Skalar


Jika = adalah matriks mxn dan k adalah suatu skalar, maka hasil kali A dengan
k adalah = matiks mxn dengan = (1 , 1 ).

Perkalian Matriks dengan Matriks


Jika = adalah matriks mxp dan = adalah matriks pxn maka hasil kali
dari matriks A dan matriks B yang ditulis dengan AB adalah C matriks mxn. Secara
matematik dapat ditulis sebagai berikut:
= 1 1 + 2 2 + +

= =1 (1 , 1 ) (2.2)

Penjumlahan Matriks
Jika = adalah matriks mxn dan = adalah matriks mxn maka
penjumlahan matriks dari matriks A dan matriks B yang ditulis dengan =
dengan: = + ( = 1, 2, , ; = 1, 2, , ).

Pengurangan Matriks
Jika = adalah matriks mxn dan = adalah matriks mxn maka
pengurangan matriks dari matriks A dan matriks B yang ditulis dengan =
dengan: = ( = 1, 2, , ; = 1, 2, , ).

Transpose Suatu Matriks


Jika = adalah matriks mxn maka matriks nxm dengan = dan =
(1 , 1 ) disebut dengan transpose dari matriks A.
Matriks secara umum dapat ditulis:
11 12 1
22 2
= 21 ( )
= dimana = 1, 2, , ; = 1, 2, ,
1 2
11 12 1
22 2
maka = = 21

1 2

Determinan Matriks
Misalkan = adalah matriks nxn. Fungsi determinan dari A ditulis dengan det(A)
atau || . Secara matematis ditulis:
Det(A) = || = () 1 1 2 2 dengan 1 , 2 , , merupakan himpunan S=
{1, 2, ..., n}.

Invers Matriks
Misalkan A matiks nxn disebut matriks non singular (invertible) jika terdapat matriks B
sehinga menyebabkan: = = , maka matriks B disebut invers matriks A. Jika
tidak terdapat matriks B yang menyebabkan kejadian tersebut, maka matriks A disebut
matriks singular (non-invertible).
Secara umum invers matriks A adalah:
1
1 = ()
det()

Adjoint matriks A adalah suatu matriks yang elemen-elemmennya terdiri dari


semua elemen-elemen kofaktor matriks A, dengan adalah kofaktor elemen-elemen
, , = 1, 2, , . Sehingga dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:
11 12 1
22 2
() = 21

1 2
dengan:
= (1)+ det
Sifat-sifat Invers:
a. Jika A adalah matriks non singular, maka (A-1)-1adalah non singuar dan
(A-1)-1 = A
b. Jika A dan B adalah matriks non singular, maka AB adalah non singular dan
(AB)-1 = B-1A-1
c. Jika A adalah matriks singular, maka
(AT)-1 = (A-1)

2.3 Nilai Eigen dan Vaktor Eigen

Jika A adalah matriks nxn, maka vektor tak nol X di dalam Rn dinamakan vektor eigen
(eigen vector) dari A jika AX adalah kelipatan skalar dari X, yakni:
AX = X (2.3)
untuk suatu skalar . Skalar ini dinamakan nilai eigen (eigen value) dari A dan X
dinamakan vektor eigen yang bersesuaian dengan .

Untuk mencari nilai eigen matriks A yang berukuran nxn, dari persamaan (2.3)
dapat ditulis kembali sebagai suatu persamaan homogen:
(A I) X = 0 (2.4)
Dengan I adalah matriks identitas yang berordo sama dengan matriks A, dalam catatan
mariks:
11 12 1 1 0 0 1
21 22 2 2
= = 0 1 0 , =
,
1 2 0 0 1

AX = X, X 0
AX = IX
AX - IX = 0
(A - I)X = 0
X 0 | A - I| = 0 (2.5)
Untuk memperoleh nilai ,
| A - I| = 0 2.5
() = 0 + 1 1 + + 1 + = 0 maka didapatlah n buah akar
1 , 2 , , n .
Jika nilai eigen disubstitusi pada persamaan (A - I)X = 0, maka solusi dari vektor
eigen adalah (A - n I)Xn = 0. (2.6)
Jadi apabila matriks mempunyai akar karakteristik 1 , 2 , , n dan ada
kemungkinan bahwa diantaranya mempunyai nilai yang sama, bersesuaian dengan akar-
akar karakteristik ini adalah himpunan vektor-vektor karakteristik yang ortogonal
(artinya masing-masing nilai akar karakteristik akan memerikan vektor karakteristik)
X1 , X2 , , Xn sedemikian sehingga:
= 0; , = 1, 2, ,

Tanpa menghilangkan sifat umum, vektor-vektor tersebut dapat dibuat normal


(standard) sedemikian rupa sehingga = untuk semua i, suatu himpunan vektor-
vektor ortogonal yang telah dibuat normal (standard) disebut ortogonal set.

Apabila X merupakan matriks nxn, dimana kolom-kolomnya terdiri dari vektor-


vektor dan kemudian bisa ditulis dengan dua syarat berikut:
1. = 0, jika
= 1, jika =
2. = sehingga = 1
Matriks yang mempunyai sifat demikian dinamakan matriks ortogonal.

Definisi:
Misalkan = matriks nxn.
21 1
Determinan () = det( ) =
1
dikatakan karakterisitik polinom dari A.

Persamaan () = det( ) = 0 dikatakan persamaan karakterstik dari A.

2.4 Matriks Korelasi


Matriks korelasi adalah matriks yang di dalamnya terdapat korelasi-korelasi Andaikan X
adalah matriks data, adalah matriks rata-rata dan adalah matriks ragam pragam.
Dengan:
1 + 2 + +
= =


1
1 11 12 1 1

2 1 21 22 2 1
= 2 = =

x1 2 1
3

1
= 1 (2.7)

1
dihitung dari matriks yang dikalikan dengan vektor 1 dan kostanta .

Selanjutnya persamaan (2.7) dikalikan dengan vektor 1, sehingga dihasilkan


matriks 1.
1 1 1
1 2 2
1 = 11 = 2 (2.8)
n

Kurangkan matriks X dengan persamaan matriks (2.8) yang menghasilkan matriks baku
pxn yang dinotasikan dengan V.
11 1 12 1 1 1
22 2 2 2
= 11 = 21 2
1
(2.9)

1 2

Matriks ( 1) adalah perkalian silang antara matriks (2.9) dengan matriks


transposenya.
( 1) =
11 1 12 1 1 1 11 1 12 1 1 1
22 2 2 2 22 2 2 2
21 2 21 2

1 2 1 2
1 1 1
= ( 11 )( 11 ) = 1 11

Karena

1 1 1 1 1 1
1 11 1 11 = 1 11 1 11 + 1 2 11 = 1 11

Sehinga didapat
1 1
= 1 11 (2.10)
1

Persamaan (2.10) menunjukkan dengan jelas hubungan operasi perkalian


1
matriks data dengan 1 11 dan transpose matriks data. Jika S telah diketahui dari

persamaan (2.10), maka S dapat dihubungkan ke matriks korelasi dengan cara:


1. menghitung matriks

1
= ( )( )
1
=1

11 = (1 1 )(1 1 ) = (1 1 )2
12 = (1 1 )(2 2 )
1 = (1 1 )( )
2 = (2 2 )( )
= ( )( )=( )2

(1 1 )2 (1 1 )(2 2 ) (1 1 )( )
=
(1 1 )( ) (2 2 )( ) ( ) 2

11 12 1
=
1 2

2. menghitung matriks baku yang isinya adalah simpangan baku, dengan asumsi
k dihasilkan (, ) = 0 sehingga dapat ditulis ke dalam bentuk matriks
sebagai berikut:

11 0 0
12 11 0
( ) = 0

0 0 11

3. menghitung invers dari matriks deviasi dengan cara ( 12 )1


1
0 0
11
1
12 0 0
(( ) )1 = 22

1
0 0

maka dapat dihasilkan matriks korelasi dengan rumus = ( 12 )1 ( 12 )1 =


1 1
11 0
0 11 0 0
1 11 12 1 1
0 22
0
0 22
0
=
1 2
1 1
0 0 0 0
11 12 1
11 11 11 22 11 1 12 1
=
1 2
1 2 1
11 22

dengan:
1
= =1 (2.11)
1

Untuk i = k menghasilkan r =1
1 1 1 1 (1 1 )(1 1 )
11 = = =1
11 11 11 11
( )( )
= = =1

Dan untuk i k
1 1 2 2 (1 1 )(2 2 )
12 = =
11 22 11 22
1 1 (1 1 )( )
1 = =
11 11
2 2 (1 1 )( )
2 = =
22 22
2.5 Analisis Regresi Linier Berganda

Dalam perkembangannya, terdapat dua jenis regresi yang sangat terkenal, yaitu regresi
linier sederhana dan regresi linier berganda. Regresi linier sederhana digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara suatu variabel bebas (X) dengan satu variabel tak
bebas (Y) dalam bentuk persamaan linier sederhana.
0 + 1 1 i = 1,2, , n (2.12)

Regresi linier berganda merupakan perluasan dari regresi linier sederhana. Perluasannya
terlihat dari banyaknya variabel bebas pada model regresi tersebut. Bentuk umum
persamaan regresi linier berganda dapat dinyatakan secara statistik sebagai berikut:
= 0 + 1 1 + 2 2 + + + (2.13)

dengan:
= variabel tak bebas
= variabel bebas
0 , , = parameter regresi
= variabel gangguan

2.5.1 Asumsi Regresi Linier Berganda

Dalam model regresi linier berganda ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, asumsi
tersebut adalah:
1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu nol, yaitu E( ) = 0,
untuk i= 1, 2, , n
2. Varian ( ) = E(2 ) = 2 , sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi
heterokedastisitas)
3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian ( , ) =
0,
4. Variabel bebas 1 , 2 , , , konstan dalam sampling yang terulang dan bebas
terhadap kesalahan pengganggu .
5. Tidak ada multikolinieritas dalam variabel bebas X.
6. ~ (0; 2 , artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal
dengan rata-rata 0 dan varian 2 .

2.5.2 Metode Kuadrat Terkecil (MKT)

Metode kuadrat terkecil merupakan suatu metode yang paling banyak digunakan untuk
menduga parameter-parameter regresi. Pada model regresi linier berganda juga
digunakan metode kuadrat terkecil untuk menduga parameter. Biasanya metode kuadrat
terkecil ini diperoleh dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat. Misalkan model
yang akan diestimasi adalah parameter dari persamaan dengan n pengamatan, maka
diperoleh:
= 0 + 1 1 + 2 2 + + +
= 0 + 1 1 + 2 2 + + +

= 0 + 1 1 + 2 2 + + +

Persamaan-persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks:


= + (2.14)
dengan:
1 1 11 11 11 0 1
2 1 11 11 11 1
= 3 = = 0 = 1
0
4 1 11 11 11 0 1

Untuk mendapatkan penaksir-penaksir MKT bagi , maka dengan asumsi klasik


ditentukan dua vektor ( dan ) sebagai:
1 1
1
= 1 = 1
1
1 1

Persamaan hasil estimasi dari persamaan (2.14) dapat ditulis sebagai:


= +
atau
= (2.15)

Karena tujuan MKT adalah meminimumkan jumlah kuadrat dari kesalahan,


yaitu =1 2 = minimum, maka:

2 = 2 + 2 + + 2
=1
1
= [1 1 1 ] 1 = (2.16)
1
1
jadi,

2 =
=1

= ( )( )
= +

Oleh karena adalah skalar, maka matriks transposenya adalah:



=
jadi,
= 2 + (2.17)

Untuk menakar parameter ,maka harus diminimumkan terhadap , maka:



2 = 2 +
=1

2 = 2 + = 0
=1

atau:
=
= ()1 dengan ketentuan det () 0 (2.18)

2.5.3 Sifat Penduga Kuadrat Terkecil

Menurut Sembiring (2003), metode kuadrat terkecil memiliki beberapa sifat yang baik.
Untuk menyelidiki sifatnya, pandang kembali model umum regresi linier pada persamaa
(2.14). Dalam hal ini, dianggap bahwa bebas satu sama lain dan E() = 0, var = 2 .
Dengan demikian, maka () = dan () = 2 .
Jadi sifat penduga kuadrat terkecil adalah:
1. Tak bias
Jika = maka adalah penduga tak bias dari . Dari persamaan (2.15)
diketahui:
= ()1
= ( )1 ( + )
= ( )1 + ( )1
= + ( )1 (2.19)
dengan ( )1 = 1
= [( )1 ]
= ( )1 ()
= ( )1 ()
= ( )1
=
=
2. Varian minimum
Jika () = 2 maka matriks kovarian untuk diberikan oleh 2 =
( )1 . Jika () = dan () = 2 , maka penduga kuadrat terkecil
mempunyai varian minimum diantara semua variabel penduga tak bias linier.
Bukti:

=

= [( + ( )1 )( + ( )1 ( ) ) ]
= [(( )1 )(( )1 ) ]
= [( )1 ()1 ]
= ( )1 ( )1 ( )
= ( )1 2
= ( )1 2 (2.20)

2.6 Uji Regresi Linier

Pengujian nyata regresi adalah sebuah pengujian untuk menentukan apakah ada
hubungan linier antara varaiabel tak bebas Y dan variabel bebas 1 , 2 , , .
Uji yang digunakan adalah uji mengggunakan statistik F berbentuk:


= (2.21)
(1)

dengan:
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi
JKS = Jumlah Kuadrat Sisa
k = Derajat kebebasan JKR
(n k- 1) = Derajat kebebasan JKS

Dalam uji hipotesis, digunakan daerah kritis:


0 ditolak jika >
dengan:
= ,(1),
Selanjutnya, jika model regresi layak digunakan akan dilakukan lagi uji terhadap
koefisien-koefisien regresi secara terpisah untuk mengetahui apakah koefisien tersebut
layak dipakai dalam persamaan atau tidak.
Rumusan hipotesis untuk menguji parameter regresi secara parsial adalah
sebagai berikut:
0 = 0 artinya koefisien regresi ke- tidak signifikan atau variabel bebas ke- tidak
berpengaruh nyata terhadap .
1 0 artinya koefisien regresi ke- signifikan atau variabel bebas ke-
berpengaruh nyata terhadap .

Statistik uji yang digunakan untuk menguji parameter regresi secara parsial
adalah:


= (2.23)

Jika > (1); /2 , maka 0 ditolak yang artinya variabel bebas ke-
berpengaruh nyata terhadap .

2.7 Analisis Klaster

2.7.1 Konsep Dasar

Analisis klaster merupakan suatu kelas teknik, dipergunakan untuk mengklasisfikasi


objek atau kasus (responden) ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut
klaster (cluster). Objek/ kasus/ variabel dalam satu klaster cenderung mirip satu sama
lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan objek dari klaster lainnya. Analisis klaster
disebut juga analisis klasifikasi atau taksonomi numerik (numerical taxonomy). Setiap
objek hanya masuk ke dalam 1 klaster saja, tidak terjadi tumpang tindih (overlapping)
(Supranto, 2010).

Gambar 2.1: Pengklasteran Ideal


(X2)

(X1)

Gambar 2.1 menunjukkan hasil pengklasteran yang ideal, di mana setiap objek/
variabel/ kasus hanya masuk atau menjadi anggota dari salah satu klaster (tidak
mungkin menjadi anggota dari dua klaster atau lebih). Gambar 2.1 menunjukkan situasi
di mana klaster dipisahkan secara berbeda (distincly separated) pada dua variabel.
Perhatikan bahwa setiap objek/ kasus/ variabel hanya masuk ke dalam1 klaster dan tidak
terjadi tumpang tindih, kalster saling meniadakan (mutually exclusive).

Sebaliknya pada gambar 2.2 menunjukkan hasil pengklasteran yang sering


terjadi dalam praktik, yaitu terjadi tumpang tindih, artinya objek/ variabel yang
seharusnya menjadi anggota klaster 1, menjadi anggota klaster 2, dan sebaliknya.

Gambar 2.2: Pengklasteran dalam praktik


(X2)

(X1)
2.7.2 Melakukan Analisis Klaster

Adapaun langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan analisis klaster adalah:


1. Merumuskan Masalah
Hal yang paling penting dalam perumusan masalah analisis klaster ialah pemilihan
variabel-variabel yang akan digunakan untuk pengklasteran Memasukkan satu atau
dua varaiebel yang tidak relevan akan mendistorsi hasil pengklasteran yang
kemungkinan besar sangat bermanfaat.
Pada dasarnya set variabel yang dipilih harus menguraikan kemiripan (similarity),
yang memang benar-benar relevan dengan permasalahn yang akan dibahas.
2. Memilih Ukuran Jarak
Oleh karena tujuan analisis klaster adalah untuk mengelompokkan objek/ variabel
yang mirip dalam klaster yang sama, maka beberapa ukuran diperlukan untuk
mengakses seberapa mirip atau berbeda objek/ objek atau varaiabel/ varaiabel
tersebut.Pendekatan yang paling biasa ialah mengukur kemiripan dinyatakan dalam
jarak (distance) antara pasangan objek.
Ukuran kemiripan yang yang paling biasa dipakai ialah jarak euclidean (euclidean
distance) atau nilai kuadratnya yang merupakan akar dari jumlah kuadrat perbedaan/
deviasi di dalam nilai untuk setiap variabel. Rumusnya adalah sebagai berikut:
(, ) = ( )2 (2.25)
3. Memilih Suatu Prosedur Pengklasteran

Gambar 2.3: Klasifikasi Prosedur Pengklasteran

Clustering Procedure

Non- Hierarchical
Hierarchical

Agglomerative Devisive Sequential Paralle Optimizing


Linkage Variance Centroid

Wards Method

Single Linkage Complete Linkage Average Linkage

Prosedur pengklasteran bisa hierarki dan bisa juga non hierarki. Pengklasteran
hierarki ditandai dengan pengembangan suatu hierarki atau struktur mirip pohon
(tree like structure). Metode hierarki bisa aglomeratif atau devisif (agglomerative
or divisive).

Pengklasteran agglomeratif dimulai dengan setiap objek dalam suatu


klaster yang terpisah. Klaster dibentuk dengan mengelompokkan objek/ variabel ke
dalam klaster yang semakin membesar., yaitu semakin banyak elemen atau objek
yang menjadi anggotanya. Proses ini dilanjutkan sampai semua objek menjadi
anggota dari suatu klaster tunggal. Sebaliknya pengklasteran devisif dimulai dari
semua objek dikelompokkan menjadi klaster tunggal. Kemudian klaster dibagi atau
dipisah, sampai setiap objek berada di dalam klaster yang terpisah.

Hasil dari kedua metode agglomeratif dan devisif bisa disajikan dalam
bentuk dendogram, sebagai suatu diagram dua dimensi. Di sini akan dibahas
prosedur agglomerasi hierarkis, khususnya metode pertalian (linkage method), yaitu
single linkage method (metode pertalian tunggal), complete linkage method (metode
pertalian lengkap), average linkage method (metode pertalian rata-rata).

Berikut adalah langkah-langkah di dalam pengklasteran agglomeratif


hierarkis untuk mengelompokkan N objek (responden/ kasus/ variabel).
a. Mulai dengan N kelompok (klaster), masing-masing kelompok suatu objek
tunggal dan matriks simetris N x N berjarak D = {dik}.
b. Selidiki jarak matriks untuk pasangan kelompok yang paling mirip atau
paling dekat. Misalkan jarak yang paling mirip yaitu U dan V = duv.
c. Gabungkan kelompok atau klaster U dan V.
Klaster ini disebut klaster (UV). Perbaharui entry di dalam matriks jarak
dengan:
i. Menghapus/ menghilangkan baris dan kolom, sesuai dengan klaster
U dan V.
ii. Tambah satu baris dan kolom memberikan jarak antara klaster (UV)
dan sisa klaster.
d. Ulangi langkah (2 dan 3) sebanyak (N-1) kali.
Seluruh objek akan berada dalam 1 klaster/ kelompok setelah algoritma
selesai. Catat identitas klaster yang digabung dan tingkatan (distance or
similarities) pada saat mana penggabungan terjadi.

Jenis prosedur pengklasteran yang kedua yaitu metode nonhierarki atau


yang sering disebut K-means clustering sangat berbeda dengan metode hierarki.
Dalam metode ini, kita terlebih dahulu menentukan jumlah klaster dan pusat klaster
sembarang, sehingga hasil klaster bergantung pada bagaimana pusat (center) dipilih.
4. Menentukan Banyaknya Klaster
Isu utama dalam analisis klaster ialah menetukan berapa banyaknya klaster. Dalam
kenyataannya, tidaka ada aturan baku untuk menentukan berapa sebetulnya
banyaknya klaster, namun demikian ada beberapa petunjuk yang bisa dipergunakan,
yaitu:
a. Pertimbanngan teoritis, konseptual, praktis, mungkin bisa diusulkan/ disarankan
untuk menetukan berapa banyaknya klaster yang sebenarnya.
b. Di dalam pengklasteran hierarki, jarak dimana klaster digabung bisa
dipergunakan sebagai kriteria. Hal paling mudah adalah dengan melihat
dendogram.
c. Di dalam pengklasteran nonhierarki, rasio jumlah varian dalam klaster dengan
jumlah varian antarklaster dapat diplotkan melawan banyaknya klaster, di luar
titik ini biasanya tidak perlu.
d. Besarnya relatif klaster harus berguna .
5. Menginterpretasi dan Memprofil Klaster

2.8 Analisis Komponen utama

Analisis komponen utama merupakan teknik statsistik yang dapat digunakan untuk
mereduksi sejumlah variabel bebas menjadi beberapa variabel baru yang bersifat
orthogonal dan tetap mempertahankan total keragaman dari variabel asalnya.

Analisis komponen utama bertujuan untuk mengubah dari sebagian besar


variabel asli yang digunakan yang saling berkorelasi menjadi satu set variabel baru yang
lebih kecil saling bebas dan merupakan kombinasi linier dari variabel asalnya.
Selanjutnya variabel baru ini dinamakan komponen utama (principal component).
Secara umum tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data
sehingga lebih mudah untuk menginterpretasikan data tersebut.

2.8.1 Menentukan Komponen Utama

Komponen utama ditentukan melalui matriks kovarian () dan matriks korelasi () dari
1 , 2 , , . Matriks kovarian digunakan untuk membentuk komponen utama apabila
semua variabel yang diamati mempunyai satuan pengukuran yang sama. Sedangkan
matriks korelasi digunakan apabila variabel yang diamati tidak mempunyai satuan
pengukuran yang sama. Variabel tersebut perlu dibakukan, sehingga komponen utama
berdasarkan matriks korelasi ditentukan dari variabel baku.

2.8.1.1 Komponen Utama Berdasarkan Matriks Kovarian ()

Dipunyai matriks kovariandari buah variabel, 1 , 2 , , . Total varian dari


variabel-variabel tersebut didefinisikan sebagai () = () yaitu penjumlahan
dari unsur diagonal matriks . Melalui matriks kovarian bisa diturunkan akar ciri-akar
cirinya, yaitu: 1 2 0 dan vektor ciri-vektor cirinya 1 , 2 , , .

Komponen utama dari vektor berukuran 1, = 1 , 2 , , adalah kombinasi
linier terbobot dari variabel asal yang dapat menerangkan keragaman terbesar.

Komponen utama pertama dapat dituliskan sebagai:


1 = 11 1 + 12 2 + + 1
1 = 1 (2.29)

dengan:

1 = 11 , 12 , , 1 dan 1 1 = 1

Varian dari komponen utama pertama adalah:



2 1 = 1 1
=1 =1

= 1 1 (2.30)

Vektor pembobot adalah vektor normal, koefisisen 1 adalah unsur-unsur


dari vektor ciri yang berhubungan dengan akar ciri terbesar 1 yang diturunkan dari
matriks kovarian dipilih sedemikian sehingga 2 1 mencapai maksimum dengan
kendala 1 1 = 1. Menggunakan teknik pemaksimuman berkendala Lagrange
diperoleh persamaan:

(1 , 1 ) = 2 1 1 (1 1 1) = 1 1 1 (1 1 1)

Fungsi ini mencapai maksimum jika turunan parsial pertama (1 , 1 ) terhadap


1 sama dengan nol.
( 1 , 1 )
1
= 2 1 21 1 = 0 atau 1 = 1 1 (2.31)

Persamaan (2.31) dipenuhi oleh 1 dan 1 yang merupakan pasangan akar ciri
dan vektor ciri matriks . Akibatnya, 1 1 = 1 1 1 =1 1 1 = 1 . Oleh karena itu,
varian 1 = 2 1 = 1 1 = 1 harus maksimum, maka 1 adalah akar ciri yang
terbesar dari matriks dan1 adalah vektor ciri yang bersesuaian dengan 1 .

Komponen utama kedua adalah kombinasi linier terbobot variabel asal yang
tidak berkorelasi dengan komponen utama pertama, serta memaksimumkan sisa
kovarian data setelah diterangkan oleh komponen utama pertama. Komponen utama
kedua dapat dituliskan sebagai:
2 = 21 1 + 22 2 + + 2
2 = 2 (2.32)

dengan:

2 = 21 , 22 , , 2 dan 2 2 = 1

Vektor pembobot adalah vektor normal yang dipilih sehingga keragaman


komponen utama kedua maksimum, serta orthogonal terhadap vektor pembobot 1 dari
komponen utama pertama. Agar varian dari komponen utama kedua maksimum, serta
antara komponen utama kedua tidak berkorelasi dengan komponen utama pertama,
maka vektor pembobot 2 dipilih sedemikan sehingga 2 = 2 tidak berkorelasi
dengan 1 = 1 . Varian komponen utama kedua (2 ) adalah:

2 2 = 2 2
=1 =1

= 2 2 (2.33)

Varian tersebut akan dimaksimumkan dengan kendala 2 2 = 1 dan


(1 , 2 ) = (1 , 2 ) = 1 2 = 0. Karena 1 adalah vektor ciri dari dan
adalah matriks simetris, maka: 1 = (1 ) = (1 ) = 1 .

Kendala 1 2 = 1 2 = 0 dapat dituliskan sebagai 1 2 = 0. Jadi fungsi


Lagrange yang dimaksimumkan adalah:
(2 , 2 , ) = (2 2 ) 2 (2 2 1) (1 2 0) (2.34)
Fungsi ini mencapai maksimum jika turunan parsial pertama (2 , 2 , )
terhadap 2 sama dengan nol, sehingga diperoleh:
( 1 , 1 ,)
2
= 2 2 22 2 1 = 0 (2.35)

Jika persamaan (2.35) dikalikan dengan 1 maka diperoleh:


21 2 22 1 2 1 1 = 0 (karena 1 = 1 1 )

21 2 22 1 2 1 1 1 = 0

21 2 0 1 = 0

Oleh karena 21 2 = 0 maka = 0. Dengan demikian persamaan (2.35) setelah


diturunkan terhadap 2 menjadi
(1 , 1 , )
= 2 2 22 2 = 0
2
2 2 2 = 0 (2.36)

Jadi 2 dan 2 merupakan pasangan akar ciri dan vektor ciri dari matriks varian
kovarian . Seperti halnya penurunan pada pencarian 1 , akan diperoleh bahwa 1
adalah vektor yang bersesuaian dengan akar ciri terbesar kedua dari matriks.

Secara umum komponen utama ke-j dapat dituliskan sebagai berikut:


= 1 1 + 2 2 + +
= (2.37)
dengan:

= 1 , 2 , , dan = 1

vektor pembobot diperoleh dengan memaksimumkan keragaman komponen utama


ke-j, yaitu:
2 = (2.38)
dengan kendala:
= 1 serta = 0 untuk i j
Dengan kendala ini, maka akar ciri dapat diinterpretasikan sebagai ragam komponen
utama ke-j sesama komponen utama tidak berkorelasi.

Vektor pembobot yang merupakan koefisien pembobot variabel asal bagi


komponen utama ke- j diperoleh dari matriks peragam yang diduga dengan matriks S
berikut:
1
= =1( )( ) (2.39)
1

2.8.1.2 Komponen Utama Berdasarkan Matriks Korelasi ()

Jika variabel yang diamati tidak mempunyai satuan pengukuran yang sama, maka
varaiabel tersebut perlu dibakukan sehingga komponen utama ditentukan dari variabel
baku (Vincent Gasperz, 1991). Variabel asal perlu ditransformasi ke dalam variabel
baku Z, dalam catatan matriks adalah:

= (2.40)

dengan:
Z = variabel baku
X = variabel asal
= rata-rata variabel asal
= standard deviasi

Komponen utama dari Z dapat ditentukan dari vektor ciri yang diperoleh melalui
matriks korelasi yang diduga dengan matriks , dimana vektor pembobot diperoleh
dengan memaksimumkan keragaman komponen utama ke- j dengan kendala: = 1,
serta = 0, untuk .

Semua formula yang telah diturunkan berdasarkan variabel-variabel 1 , 2 , ,


dengan matriks akan berlaku untuk peubah-peubah 1 , 2 , , dengan nilai matriks
.
Sehingga diperoleh komponen utama ke- jdengan menggunakan variabel baku
yaitu:
=
dengan:
= komponen utama ke- j
= vektor ciri ke- j
= variabel baku

2.8.2 Kriteria Pemilihan Komponen Utama

Salah satu tujuan dari analisis komponen utama adalah mereduksi dimensi data asal
yang semula terdapat p variabel bebas menjadi k komponen utama (dimana < ).
Kriteria pemilihan k didasarkan pada akar ciri yang lebih besar dari satu, dengan kata
lain hanya komponen utama yang memiliki akar ciri lebih besar dari satu yang
dilibatkan dalam analisis.

2.9 Analisis Regresi Komponen Utama

Aroef, M. A. (1991) mengatakan bahwa analisis komponen utama bertujuan untuk


menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan dimensinya. Hal ini
dilakukan dengan menghilangkan korelasi variabel melalui transformasi variabel asal ke
variabel baru yang tidak berkorelasi. Variabel baru (y) disebut komponen utama yang
merupakan hasil transformasi dari variabel asal x yang modelnya dalam catatan matriks
adalah:

y= Ax

dimana A adalah matriks yang melakukan transformasi terhadap variabel asal x,


sehingga diperoleh vektor komponen y. Secara umum komponen utama ke-j dapat
dituliskan sebagai berikut:
= 1 1 + 2 2 +

Regresi komponen utama adalah teknik yang digunakan untuk meregresikan


komponen utama dengan variabel tak bebas melalui metode kuadrat terkecil. Tahap
pertama pada prosedur regresi komponen utama yaitu menentukan komponen utama
yang merupakan kombinasi linier dari beberapa variabel X, dan tahap kedua adalah
variabel tak bebas diregresikan pada komponen utama dalam sebuah model regresi
linier.

Persamaan regresi komponen utama berdasarkan matriks kovarian pada


dasarnya hampir sama dengan persamaan regresi komponen utama berdasarkan matriks
korelasi yaitu variabel X1, X2, , Xp diganti dengan variabel baku Z1, Z2, , Zp. Kedua
persamaan tersebut digunakan sesuai dengan pengukuran variabel-variabel yang
diamati.

Apabila diberikan notasi W1, W2, , Wksebagai banyaknya komponen utama


yang dilibatkan dalam analisis regresi komponen utama, dimana k lebih kecil daripada
banyaknya variabel penjelas asli X, yaitu sejumlah p(k<p). Maka bentuk umum
persamaan regresi komponen utama adalah:

= 0 + 1 1 + 2 2 + + (2.41)
dengan:
Y = variabel tak bebas
Wi = variabel komponen utama
i = parameter model regresi komponen utama

Komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel Z:

1 = 11 1 + 21 2 + + 1
2 = 12 1 + 22 2 + + 2
. . . .
. . . .
. . . .
= 1 1 + 2 2 + +

dengan:
Wi = komponen utama
ij =koefisien komponen utama
Zi = variabel baku
Komponen utama W1, W2, , Wkdalam persamaan di atas disubstitusikan ke dalam
persamaan bentuk umum regresi komponen utama, kemudian diselesaikan secara
aljabar, maka diperoleh:

= 0 + 1 1 + 2 2 + + (2.42)
dengan:
0 = 0 =
1 = 111 + 212 + + k1k
. . . .
. . . .
. . . .
p = 1p1 + 2p2 + + kpk

Vous aimerez peut-être aussi