Vous êtes sur la page 1sur 72

Infeksi Bakteri

Sistem Integumen
by
ARIF MUTTAQIN
Pendahuluan
Walaupun mempunyai fungsi utama sebagai protektor terhadap
organ di bawahnya, kulit sangat mudah untuk mengalami invasi
kuman dari bakteri. Kondisi adanya riwayat kontak dengan
penderita infeksi bakteri, kondisi hiegienis yang yang rendah,
status sosial ekonomi yang rendah dalam melakukan
pengobatan menjadi predisposisi utama klien dalam mengalami
invasi kuman bakteri ke kulit..
Pada BAB ini akan di bahas beberapa kondisi klinik yang lazim
terjadi akibat infeksi bakteri pada kulit, meliputi:
Proses keperawatan klien Impetigo
Proses keperawatan klien Folikulits, Furunkulitis & Karbunkel
Proses keperawatan klien Selulitis
Proses keperawatan klien Morbus Hansen
Impetigo

Impetigo adalah penyakit infeksi piogenik pada


kulit yang bersifat superfisial, bersifat mudah
menular yang disebabkan oleh Stapilokokus
dan/atau streptokokus.
Patofisiologi
Daerah-daerah tubuh, wajah, tangan, leher dan
ekstremitas yang terbuka merupakan bagian
yang paling sering terkena.
Impetigo merupakan penyakit menular dan dapat
menyebar ke bagian kulit pasien yang lain atau
ke anggota keluarga yang menyentuh pasien
atau memakai handuk atau sisir yang tercemar
oleh eksudat lesi.
Meskipun impetigo dijumpai pada segala usia,
namun penyakit ini terutama ditemukan di antara
anak-anak yang hidup dalam kondisi higiene
yang buruk.
Patofisiologi
Kerapkali impetigo terjadi sekunder akibat
pediculosis capitis (tuma kepala), skabies
(penyakit kudis), herpes simpleks, gigitan
serangga, getah tanaman yang beracun (poison
ivy) atau ekzema.
Kesehatan yang buruk, higiene yang jelek dan
malnutrisi dapat menjadi predisposisi untuk
terjadinya impetigo pada orang dewasa.
Predisposisi adanya kontak dengan Invasi bakteri
penderita impetigo, Kesehatan yang piogenik
buruk, higiene yang jelek dan
malnutrisi
Makula yang ruptur
menjadi krusta

Respon inflamasi Respon inflamasi Respon


lokal sistemik psikologis

Peningkatan suhu Kondisi


Keruskan Kerusakan
tubuh kerusakan
saraf perifer integritas
jaringan jaringan kulit

Nyeri Gangguan
Hipertermi gambaran diri
Pengkajian
Lesi dimulai dari makula yang kecil dan berwarna
merah, yang dengan cepat menjadil vesikel yang
diskrit, berdinding tipis dan segera mengalami
ruptur serta tertutup oleh krusta yang melekat
secara longgar dan berwarna kuning keemasan
seperti warna madu.
Krusta ini mudah terlepas dan memperlihatkan
permukaan yang licin, merah serta basah, dan
pada permukaan ini segera tumbuh krustaang
baru.
Jika yang terkena kulit kepala, rambut menjadi
kusut dan gejala ini membedakannya dengan
tinea kapitis.
Impetigo vesiko-bolusa dengan bula dan vesikel di punggung
Impetigo vesiko-bolusa dengan bula dan vesikel
Impetigo krustosa
dengan krusta
kekuning-kuningan
Pengkajian
Penatalaksanaan Medik
Pengobatan topikal
Krem antibiotik
Drainage: bula dan pustule dengan ditusuk jarum steril
untuk mencegah penyebaran lokal.
kompres larutan Sodium kloride 0.9%.2.
Pengobatan sistemik
Diberikan pada kasus-kasus berat, lama pengobatan
paling sedikit 7-10 hari.
Pengkajian
Penatalaksanaan Medik
Penisilin dan semisintetiknya (Pilih salah satu):
Kloksasilin (Untuk Staphylococci yang kebal Penisilin) dosis: 250-
500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c. anak-anak: 10-25 mg/kg/dosis 4
kali/hari a.c. .
Dikloksasilin (Untuk Staphylococci yang kebal Penisilin) dosis: 125-
250 mg/dosis, 3-4 kali/hari a.c. anak-anak: 5-15 mg/kg/dosis, 3-4
kali /hari a.c.c.
Fenoksimetil penisilin (penisilin V) dosis: 250-500 mg, 4 kali/hari
a.c.anak-anak: 7,5-12,5 mgg/dosis, 4 kali/hari a.c.d.
Eritromisindosis: 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari p.c. anak-anak:
12,5-50 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c. e.
Klindamisin dosis: 1 50-300mg/dosis,3-4kali/harianak-anak lebih 1
bulan: 8-20 mg/kg/hari, 3-4 kali/hari 3.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. Respon inflamasi lokal sekunder dari
kerusakan saraf perifer kulit.
2. Hipertermi b.d. Respon inflamasi sistemik sekunder
dari proses supurasi lokal.
3. Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d. Perubahan
struktur kulit, perubahan peran keluarga.
4. Gangguan pemenuhan isirahat dan tidur b.d. Respon
nyeri, prognosis penyakit dan ketidaktahuan
5. Kebutuhan Pemenuhan informasi b.d. Tidak adekuat
sumber informasi, risiko penularan, ketidaktahuan
program perawatan dan pengobatan.
Rencana Intervensi
1. Istirahat
2. Manajemen nyeri keperawatan
3. Kolaborasi:
Antipiretik
Analgetik
Antimikroba
4. Penyuluhan/pemenuhan informasi
Hygienis
Program perawatan/pengobatan
Rencana Intervensi
Pasien dan keluarga harus diberitahu untuk
mandi sekali sehari dengan sabun bakterisidal.
Kebersihan dan praktik-praktik higiene yang baik
membantu mencegah penyebaran lesi dari
daerah kulit yang satu ke daerah lainnya dan dari
orang yang satu ke orang lainnya.
Setiap orang harus memiliki handuk dan lap
muka sendiri. Karena impetigo merupakan
penyakit yang menular, anak yang terinfeksi
penyakit ini harus dijauhkan dari anak lain
sampai lesinya benar-benar sembuh
FOLIKULITIS/FURUNKEL/KARBUNKEL
Folikulitis adalah infeksi akut dari satu folikel
rambut, bila jaringan sekitarnya juga terkena
disebut furunkel, bila yang terinfeksi beberapa
folikel rambut disebut karbunkel, disebabkan
oleh Staphylococcus aureus
FOLIKULITIS
Folikulitis merupakan infeksi stafilokokus yang
timbul dalam folikel rambut.
Lesi bisa bersifat superficial atau dalam.
Papula atau pustula yang tunggal atau multipel
muncul di dekat folikel rambut.
Folikulitis sering terlihat di daerah dagu pada laki-
laki yang mencukur janggutnya dan pada tungkai
wanita.
Daerah lainnya adalah aksila, batang tubuh dan
bokong.
Papula atau
pustula yang
tunggal atau
multipel muncul
di dekat folikel
rambut
Papula yang
mengalami
peradangan
pada aksila
FURUNKEL
Furunkel (bisul) merupakan inflamasi akut yang
timbul dalam pada satu atau lebih folikel rambut
dan menyebar ke lapisan dermis di sekitarnya.
Kelainan ini lebih dalam daripada folikulitis.
Furunkulosis mengacu kepada lesi yang
multipel atau rekuren.
Furunkel dapat terjadi pada setiap bagian tubuh
kendati lebih prevalen pada daerah-daerah yang
mengalami iritasi, tekanan, gesekan dan
perspirasi yang berlebihan, seperti bagian
posterior leher, aksila atau pantat (gluteus).
FURUNKEL
Furunkel dapat berawal sebagai "jerawat" yang kecil,
merah, menonjol dan terasa sakit. Kerapkali infeksi ini
berlanjut dan melibatkan jaringan kulit serta lemak
subkutan dengan menimbulkan nyeri tekan, rasa sakit
dan selulitis di daerah sekitarnya.
Daerah kemerahan dan indurasi menggambarkan upaya
tubuh untuk menjaga agar infeksi tetap terlokalisasi.
Bakteri (biasanya stafilokokus) menimbulkan nekrosis
pada jaringan tubuh yang diserangnya.
Terbentuknya bagian tengah bisul yang khas terjadi
beberapa hari kemudian. Kalau hal ini terjadi, bagian
tengah tersebut menjadi berwarna kuning atau hitam,
dan bisul semacam ini dikatakan oleh orang awam
sebagai bisul "yang sudah matang."
Furunkulosis.
nodus erimatosus
berbentuk kerucut
dengan pustul
pada puncaknya
disekitar mata dan
hidung
KARBUNKEL
Karbunkel merupakan abses pada kulit dan
jaringan subkutan yang menggambarkan
peluasan sebuah furunkel yang telah menginvasi
beberapa buah folikel rambut; karbunkel
berukuran besar dan memiliki letak yang dalam.
Biasanya keadaan ini disebabkan oleh infeksi
stafilokokus.
Karbunkel paling sering ditemukan di daerah
yang kulitnya tebal dan tidak elastis.
Bagian posterior leher dan bokong merupakan
lokasi yang sering.
KARBUNKEL
Pada karbunkel, inflamasi yang luas sering tidak
diikuti dengan pengisolasian total infeksi tersebut
sehingga terjadi absorpsi yang mengakibatkan
panas tinggi, rasa nyeri, leukositosis dan bahkan
penyebaran infeksi ke dalam darah.
Furunkel dan karbunkel lebih cenderung terjadi
pada penderita dengan penyakit sistemik yang
melandasinya, seperti diabetes atau kelainan
malignitas hematologi, dan pada pasien yang
mendapat terapi imunosupresi untuk penyakit
lainnya. Kedua hal ini lebih prevalen pada udara
yang panas, khususnya pada kulit di balik
pakaian yang tertutup rapat .
Abses multipel kelenjar keringat.
Banyak abses erimatosus berbentuk kubah
Pengkajian
Penatalaksanaan Medik
Dalam penanganan infeksi stafilokokus, dinding-protektif
indurasi yang melokalisasi infeksi tidak boleh ruptur.
Karena itu, bisul atau jerawat tidak boleh sekali-kali dipijit.
Kelainan folikuler (folikulitis, furunkel, karbunkel)
biasanya disebabkan oleh stafilokokus kendati jika
terdapat gangguan pada sistem kekebalan,
mikroorganisme penyebabnya bisa berupa baksil gram
negatif.
Terapi antibiotik sistemik, yang dipilih berdasarkan
pemeriksaan sensitivitas. Preparat oral kloksasilin,
dikloksasilin dan fluksasilin merupakan obat pilihan
pertama. Sefalosporin dan eritromisin juga efektif.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. Respon inflamasi lokal sekunder dari
kerusakan saraf perifer kulit.
2. Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d. Perubahan
struktur kulit, perubahan peran keluarga.
3. Gangguan pemenuhan isirahat dan tidur b.d. Respon
nyeri, prognosis penyakit dan ketidaktahuan
4. Kebutuhan Pemenuhan informasi b.d. Tidak adekuat
sumber informasi, ketidaktahuan program perawatan
dan pengobatan.
Rencana Intervensi
Pemberian cairan infus, kompres untuk demam
dan tindakan Suportif lainnya diperlukan pada
pasien-pasien yang sakitnya berat atau yang
menderita toksisitas.
Kompres basah dan hangat akan meningkatkan
vaskularisasi serta mempercepat kesembuhan
furunkel atau karbunkel.
Kulit di sekeliling lesi dapat dibersihkan secara
hati-hati dengan sabun antibakteri dan kemudian
diolesi dengan salep antibiotik
Rencana Intervensi
Ekstraksi.
Kalau pus sudah terlokalisasi dan bersifat
fluktuan (bergerk dengan gelombang yang
dapat diraba), tindakan insisi kecil dengan
skalpel akan mempercepat kesembuhan
karena tegangan akan berkurang dan evakuasi
pus serta jaringan nekrotik yang lepas terjadi
secara langsung.
Kepada pasien diberitahukan agar menjaga
drainase lesi yang ditutupi dengan kasa
Rencana Intervensi
Tindakan Anti-Infeksi.
Kasa yang sudah kotor harus ditangani dengan
tindakan penjagaan yang universal.
Petugas keperawatan harus mematuhi tindakan
isolasi dengan seksama agar tidak menjadi karier
stafilokokus.
Sarung tangan disposabel harus dikenakan ketika
merawat pasien-pasien ini.
Tindakan penjagaan yang khusus harus dilaksanakan
dalam perawatan bisul di daerah wajah karena kulit di
daerah tersebut mengalirkan darahnya langsung ke
dalam sinus-sinus venosus kranialis. Trombosis sinus
Rencana Intervensi
Tindakan Anti-Infeksi.
Trombosis sinus dengan piemia yang fatal diketahui
pernah terjadi setelah dilakukan manipulasi bisul di
tempat ini.
Tirah baring dianjurkan bagi pasien yang
menderita bisul di daerah perineum atau anus,
dan terapi antibiotik sistemik diperlukan untuk
mengendalikan penyebaran infeksi.
Rencana Intervensi
Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di
Rumah.
Untuk mencegah dan mengendalikan infeksi kulit oleh
stafilokokus (bisul, karbunkel), mikroorganisme ini harus
dihilangkan dari kulit serta lingkungan sekitarnya.
Berbagai upaya harus dilakukan untuk meningkatkan ketahanan
tubuh pasien dan menciptakan lingkungan yang higienis.
Jika lesi didrainase secara aktif, kasur serta bantal harus
ditutupi dengan lembaran plastik dan dibersihkan dengan
larutan disinfektan setiap hari; seprei, handuk serta pakaian
harus segera dicuci sesudah setiap kali digunakan, dan pasien
dimandikan dengan shower serta dikeramas memakai sabun
dap sampo antibakteri untuk jangka waktu yang tidak terbatas,
yaitu umumnya selama beberapa bulan.
Rencana Intervensi
Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di
Rumah.
Pencegahan timbulnya kembali infeksi dapat dilakukan melalui
pemberian antibiotik yang diresepkan, seperti pemberian
klindamisin oral setiap hari yang dilakukan terus-menerus
selama sekitar 3 bulan.
Pasien harus meminumnya dengan dosis penuh selama waktu
yang ditetapkan oleh dokter.
Eksudat yang purulen (pus) merupakan sumber infeksi-ulang
atau penularan infeksi kepada orang yang merawat pasien.
Kalau pasien memiliki riwayat infeksi yang rekuren, maka dapat
terjadi status karier yang harus diselidiki dap diobati dengan
krim antibiotik seperti mupirocin.
Selulitis

Selulitis adalah inflamasi jaringan subkutan


dimana proses inflamasi, yang umumnya
dianggap sebagai penyebab adalah bakteri
Staphylococcus aureus dan atau Streptococcus .
Pengkajian
Malaise, demam, menggigil
Lesi kulit berupa eritema lokal yang nyeri,
dengan cepat menjadi makin merah, meluas
namun batasnya tak jelas (difus) dan tepi tidak
meninggi.
Kadang kala bagian tengahnya menjadi nodular
dan diatasnya terdapat vesikula yang pecah
mengeluarkan pus (nanah) serta jaringan
nekrotik.
Selulitis dengan makula erimatosa dengan batas tidak jelas, nyeri
dan hangat pada perabaan
Tanda peradangan akut pada selulitis
Pengkajian
Penatalaksanaan Medik
Sebaiknya tirah baring
Obat pilihan adalah penisilin:
Benzyl penicillin 600-1200 mg, iv tiap 6 jam minimal
10 hari
Penisilin G kristal: 1,2 juta IU, im/iv 6 kali/24jam, 10
hari
Penisilin G prokain: 0,6-1,2 juta IU, im, 2kali/24jam, 10
hari
Aminopenisilin:
Amoksisilin 3 dd 500mg
Ampisilin 4 dd 250-500mg, 7-10 hari
Amoksisilin dengan Klavulanik asid 20mg/KgBB/hari,
10hari
Rencana Intervensi
1. Istirahat
2. Bagian tubuh yang terkena diimobilisasi
Manajemen nyeri keperawatan
1. Kolaborasi:
Antipiretik
Analgetik
Antimikroba
2. Penyuluhan/pemenuhan informasi
Hygienis
Program perawatan/pengobatan
Morbus Hansen
(Kusta, lepra)
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta
berasal dari bahasa India kushta, dikenal sejak
1400 tahun sebelum Masehi. Kata lepra ada
disebut-sebut dalam Kitab Injil, terjemahan dari
bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnya
mencakup beberapa penyakit kulit lainnya.
Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai
penyakit ini sangat kabur, apalagi jika
dibandingkan dengan kusta sebagaimana yang
kita kenal sekarang ini.
PROSES KEPERAWATAN KLIEN
ERISIPELAS
Erisipelas adalah infeksi bakteria, akut pada
dermis dan jaringan subkutan bagian atas
yang disebabkan oleh Streptococcus beta
hemolyticus group A (Streptococcus
pyogenes), dan dapat Streptococcus group
B, C, dan G
Pengkajian
Biasanya didahului gejala prodromal malaise, bisa
disertai reaksi konstitusional yang hebat berupa
panas tinggi, sakit kepala, menggigil, muntah, nyeri
sendi.
Lesi kulit berupa kemerahan atau eritema lokal
berbatas jelas (Gambar 2-22) dengan tepi meninggi,
teraba panas, terasa nyeri. Di atasnya dapat ada
vesikula atau bula yang mengandung cairan
seropurulen. Lokasi tersering di wajah dan tungkai
bawah, sedang pada bayi sering di perut. Pada
pemeriksaan darah sering di dapatkan peningkatan
kadar lekosit >20.000/mm3.
Diagnosa keperawatan
Nyeri b.d. Respon inflamasi lokal jaringan
subkutan.
Hipertermi b.d. Respon inflamasi sistemik
Rencana Intervensi
Manajemen nyeri keperawatan.
Istirahat. Klien dilakukan tirah baring sampai kondisi
inflamasi menurun.
Immobilisasi. Bagian tubuh yang mengalami inflamasi
lokal dilakukan immobilisasi untuk menurunkan respon
peradangan dan meningkatkan kesembuhan.
Kompres. Pemberian kompres area inflamasi
dengan cairan NaCl 0,9% untuk meningkatkan
integritas jaringan dan menurunkan respon nyeri.
Kolaborasi
Pemberian analgetik oral
Pemberian antibiotik golongan penisilin
PROSES KEPERAWATAN KLIEN
MORBUS HANSEN
Morbus Hansen (Kusta, lepra) adalah penyakit
infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae yang menyerang syaraf tepi
(primer), kulit dan jaringan tubuh lainnya, kecuali
susunan syaraf pusat (FK Unair, 2007).
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae
yang ditemukan oleh G.A. HANSEN pada tahun
1874 di Norwegia. M. leprae berbentuk hasil dengan
ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol
Patofisiologi
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena
deformitas atau cacat tubuh. Kelainan kulit yang tanpa
komplikasi pada penyakit kusta dapat hanya berbentuk makula
saja, infiltrat saja, atau keduanya. Haruslah berhati-hati dan
buatlah diagnosis banding dengan banyak penyakit kulit lainnya
yang hampir-hampir menyerupainya, sebab penyakit kusta ini
mendapat julukan the greatest immitator pada Ilmu Penyakit
Kulit
Kalau secara inspeksi mirip penyakit lain, ada tidaknya anestesia
lokal sangat banyak membantu penentuan diagnosis, meskipun
tidak selalu jelas. Hal ini dilakukan dengan menggunakan jarum
suntik terhadap anestesia nyeri, kapas terhadap rasa. Cara
menggoresnya mulai dart tengah lesi ke arah kulit normal.
Patofisiologi
Respon pada saraf perifer akan terjadi pembesaran dan nyeri
pada N. ulnaris, N. aurikularis magnus, N. poplitea lateralis, N.
tibialis posterior, N. medianus, N. radialis, dan N. fasialis.
Respon kerusakan saraf ulnaris memberikan manifestasi
anestesia pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari
manis, clawing kelingking dan jari manis, atrofi,.hipotenar dan
otot interoseus dorsalis pertama.
Respon kerusakan saraf medianus memberikan manifestasi
anestesia pada ujung jari bagian anterior, ibu jari, telunjuk, dan
jari tengah, tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk,
dan jari tengah, ibu jari kontraktur.
Respon kerusakan saraf radialis memberikan manifestasi
anestesia dorsum manus tangan gantung (wrist drop), tak
mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
Pengkajian
Pada pengkajian, data yang paling penting
adalah mengkaji adanya kelainan syaraf tepi.
Kerusakan syaraf tepi bisa bersifat sensorik,
motorik dan autonomik.
Sensorik biasanya berupa hipoestesi ataupun
anastesi pada lesi kulit yang terserang.
Motorik berupa kelemahan otot, biasanya di
daerah ekstremtas atas, bawah, muka dan
otot mata.
Pengkajian
Gejala lain adalah adanya pembesaran syaraf tepi
terutama yang dekat dengan permukaan kulit antara
lain: n.ulnaris, n.aurikularis magnus, n.peroneus
komunis, n.tibialis posterior dan beberapa syaraf tepi
lain.
Pada pengkajian kelainan kulit dan organ lain biasanya
didapatkan adanya hipopigmentasi ataupun eritematus
dengan adanya gangguan estesi yang jelas. Bila gejala
lanjut dapat timbul gejala-gejala akibat banyaknya
kuman yaitu adanya Facies leonina (gejala infiltrasi
yang difus di muka), penebalan cuping telinga,
Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral) dan
adanya anestesi simetris pada kedua tangan-kaki
MH tipe BL,
banyak lesi, tidak
simetris
Pengkajian
Penatalaksanaan Medik
Kortikosteroid, antara lain prednison. Dosis 15-30
mg sehari
Analgetik-antipiretik dan sedativa
Rifampisin 600 mg/bulan minum didepan petugas
DDS 100 mg/hr
Rehabiitasi
Operatif amputasi
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d. Perubahan
struktur kulit, perubahan peran keluarga.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d. Amputasi artifisial,
deformitas muskuloskeletal
3. Gangguan pemenuhan isirahat dan tidur b.d. Respon
prognosis penyakit dan ketidaktahuan
4. Kebutuhan Pemenuhan informasi b.d. Tidak adekuat
sumber informasi, risiko penularan, ketidaktahuan
program perawatan dan pengobatan.
Rencana Intervensi
1. Support system
2. Kolaboratif rehabilitasi
3. Penyuluhan/pemenuhan informasi
Hygienis
Program perawatan/pengobatan

Vous aimerez peut-être aussi