Vous êtes sur la page 1sur 14

PERSPEKTIF

Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari

ASPEK HUKUM PIDANA TELEMATIKA TERHADAP


KEMAJUAN TEKNOLOGI DI ERA INFORMASI
Besse Sugiswati
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail: kietaw53@yahoo.com

ABSTRAK
Kejahatan di dunia maya adalah persoalan baru dan perbuatan pidana yang berdimensi baru. Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik diharapkan bisa memayungi bidang telematika. Namun,
Undang-Undang tersebut masih memiliki kendala yuridis dan kendala penanganan tersangka. Banyak
ketentuan-ketentuan yang menyangkut perbuatan yang dapat dihukum belum masuk dalam Undang-
Undang tersebut.
Kata Kunci: kejahatan dunia maya, telematika, teknologi informasi

ABSTRACT
Crime in cyberspace is a new problem and new dimensions of criminal acts. Information Act and
Electronic Transaction is expected to be an umbrella for the field of telematics. However, the Act still has
the legal obstacles and constraints handling of suspects. Many of the provisions relating to actions that can
be punished yet in the Act.
Keywords: cyber crime, telematics, information technology
PENDAHULUAN ini telah menggunakan kecepatan dan jangkauan
Masyarakat modern cenderung berkembang transmisi energi elektromagnetik, sehingga
makin kompleks dan rumit. Pesatnya perkembangan sejumlah besar informasi dapat ditransmisikan
telematika mengakibatkan perubahan demi dengan jangkauan, menurut keperluan, sampai
perubahan juga berlangsung secara cepat dan seluruh dunia, bahkan ke seluruh angkasa, serta
menjangkau lapisan yang luas dan mendalam. terlaksana dalam sekejap. Kecepatan transmisi
Istilah telematika merupakan adopsi dari bahasa elektromagnetik adalah (hampir) 300.000 km/
asing. Kata telematika berasal dari kata dalam detik, sehingga langsung dikirim begitu sampai,
bahasa Prancis, yaitu telematique. Istilah ini memungkinkan orang berdialog langsung, atau
pertama kali digunakan pada tahun 1978 oleh komunikasi interaktif.
Simon Nora dan Alain Minc dalam bukunya yang Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka
berjudul Linformatisation de la Societe (http: dapat disarikan pemahaman tentang telematika
//www.beritanet.com/Technology/Communication/ sebagai berikut (Wawan Wardiana, 2002: 239-240):
seluk-beluk telematika.htm, 2001:1). Pertama, Telematika adalah sarana komunikasi
Istilah telematika merujuk pada perkembangan jarak jauh melalui media elektromagnetik; Kedua,
konvergensi antara teknologi telekomunikasi, Kemampuannya adalah mentransmisikan sejumlah
media, dan informatika yang semula masing- besar informasi dalam sekejap, dengan jangkauan
masing berkembang secara terpisah. Konvergensi seluruh dunia, dan dalam berbagai cara, yaitu dengan
telematika kemudian dipahami sebagai sistem perantaan suara (telepon, musik), huruf, gambar
elektronik berbasiskan digital atau the net (http: dan data atau kombinasi-kombinasinya. Teknologi
//www.law.ui.ac.is/lama/telematika/index.htm.) digital memungkinkan hal tersebut terjadi. Ketiga,
Selain itu, mengacu kepada penggunaan di kalangan Jasa telematika ada yang diselenggarakan untuk
masyarakat telematika Indonesia (MASTEL), umum (online, internet), dan ada pula untuk
istilah telematika berarti perpaduan atau pembauran keperluan kelompok tertentu atau dinas khusus
(konvergensi) antara teknologi informasi (teknologi (intranet).
komputer), teknologi telekomunikasi, termasuk Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan
siaran radio maupun televisi dan multimedia bahwa telematika merupakan teknologi komunikasi
(Wawan Wardiana, 2002: 234). jarak jauh, yang menyampaikan informasi satu
Dalam perkembangannya, teknologi telematika arah, maupun timbal balik, dengan sistem digital.

59
Aspek Hukum Pidana Telematika terhadap Kemajuan Teknologi di Era Informasi

Jika dikaitkan dengan peraturan perundang- kedua maka pendekatannya lebih mengarah
undangan yang sudah ada saat ini maka cakupan kepada apa yang telah dikemukakan oleh John
hukum telematika meliputi Undang-undang Pers Austin yang memandang hukum sebagai perintah
(media cetak), Undang-Undang Perfilman (media dari penguasa yang berdaulat. Austin memisahkan
film), dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi hukum dan keadilan, ini adalah kekeliruan besar
Elektronik (media komputer). karena bagaimanapun inti hukum adalah keadilan.
Permasalahan yang paling kompleks saat ini Pemisahan ini tidak didasarkan pada pengertian
mengenai hukum telematika adalah mengenai baik atau buruk akan tetapi didasarkan pada
media komputer atau lebih tepatnya media internet kekuasaan dari sesuatu yang lebih kuat (the power
sebagai dunia maya (cyber space). Masalah- of a superior) (W. Friedmann, 1993: 149)
masalah yang dihadapi pada hukum telematika Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui
khususnya masalah cyber space sangat luas, karena bahwa aliran hukum imperatif dari Austin tidak
tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, dan menghendaki hukum yang tumbuh, hidup dan
dapat diakses kapanpun dimanapun. Salah satu berkembang dalam masyarakatnya sendiri.
contoh yaitu kerugian dapat terjadi baik pada pelaku Hukumnya adalah hukum penguasa yang superior
transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah untuk kepentingan penguasa itu sendiri. Apa
melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu yang dikemukakan mengenai dualisme pendapat
kredit melalui pembelanjaan di internet. Di samping mengenai bagaimana hukum itu berkembang
itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat hanyalah merupakan suatu gambaran adanya dua
penting, mengingat informasi elektronik bukan sisi yang berbeda dalam pandangan mengenai
saja belum terakomodasi dalam sistem hukum hukum yang berangkat dari dua sisi yang berbeda
secara komprehensif, melainkan juga ternyata pula.
sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, Cepatnya proses perkembangan telematika,
dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu maka untuk menjamin agar proses perubahan yang
hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang terjadi dapat dikendalikan secara teratur, sehingga
diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan muncul kebutuhan yang makin meningkat untuk
rumit, sehingga perlu diperhatikan sisi keamanan membuat aturan demi aturan. Akibatnya, aturan
dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi itu tumbuh cepat sekali di semua sektor dan di
informasi, media, dan komunikasi agar dapat semua lapisan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
berkembang secara optimal. dan bernegara dan bahkan dalam hubungan antar
Hukum dari waktu ke waktu mengalami masyarakat, antar bangsa dan antar negara. Dengan
perkembangan. Sejak jaman Yunani dan Romawi demikian, tepat kiranya bahwa dasar pijakan untuk
sampai sekarang hukum mengalami perkembangan mengetahui bagaimana hukum berkembanga adalah
yang luar biasa yang mungkin saja orang Yunani dan ajaran Von Savigny yang menyatakan hukum
Romawi dahulu tidak akan dapat memperkirakan tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat.
hal-hal yang terjadi sekarang dalam bidang hukum. Untuk mengatasi segala kerumitan yang
Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari timbul dalam dinamika masyarakat itu sendiri,
sifat hukum yang selalu berada di tengah-tengah mau tidak mau, masyarakat membutuhkan segala
masyarakat sedangkan masyarakat itu sendiri macam aturan-aturan yang memang dibutuhkan
senantiasa mengalami perkembangan. dengan adanya perkembangan jaman. Makin
Dualisme pendapat mengenai bagaimana cepat perkembangan telematika itu berlangsung,
hukum berkembang memang menjadi perdebatan makin cepat pula berkembangnya tuntutan
yang hangat di kalangan praktisi hukum. Ada kebutuhan untuk mengadakan pembaruan terhadap
yang berpendapat bahwa hukum itu berkembang berbagai produk peraturan yang ada. Semakin
mengikuti perkembangan masyarakat atau sebalik- berkembang telematika, maka makin kompleks
nya masyarakat berkembang karena adanya camput pula perkembangan yang terjadi dalam masyarakat,
tangan hukum. Jika diikuti jalan pikiran yang sehingga memicu banyaknya terjadi persengketaan
pertama maka yang akan dipakai sebagai dasar yang perlu diputuskan oleh hakim. Di samping itu,
pijakan adalah ajaran von Savigny mengenai hukum makin kompleks perubahan terjadi dan makin rumit
tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat permasalahan yang dihadapi, makin berkembang
dan jika yang dipakai adalah jalan pikiran yang pula kebutuhan untuk membuat aturan-aturan

60
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari

guna mengendalikan dinamika perubahan itu. Constitutum lawannya adalah Ius Constituendum
Karena itu, sebagai akibat terjadinya revolusi atau hukum yang dicita-citakan atau hukum yang
teknologi komunikasi, media dan informatika belum membawa akibat hukum. Dalam kaitannya
dan makin cepatnya dinamika perubahan terjadi, di Indonesia, yang ditata itu adalah hukum positif
maka makin meningkat pula kecenderungan untuk yang berlaku di Indonesia. Hukum yang sedang
memproduksi peraturan-peraturan baru, baik dalam berlaku artinya apabila ketentuan-ketentuan
bentuk putusan-putusan hakim maupun dalam hukum itu dilanggar maka bagi si pelanggar akan
bentuk peraturan tertulis (peraturan perundang- dikenakan sanksi yang datangnya dari badan atau
undangan). Bagaimanakah kendala kebijakan lembaga berwenang (http://pojokhukum.blogspot
hukum telematika dalam menghadapi pesatnya .com/2008/03/ilmu hukum sebuahpengantar.html,
perkembangan telematika saat ini? Bagaimanakah diakses tanggal 20 November 2009 tulisan Muliadi,
mengatasi kendala-kendala yuridis yang terdapat Ilmu Hukum)
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Mengenai Ius constituendum, terdapat tiga hal
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (untuk yakni: Pertama, perombakan hukum lama menjadi
selanjutnya ditulis UU ITE) dalam penanganan hukum baru, perubahan-perubahan hukum terhadap
berbagai bentuk kejahatan dunia maya? hukum yang berlaku dan pembentukan hukum.
Mengenai perombakan hukum lama menjadi
KENDALA KEBIJAKAN HUKUM TELE- hukum baru, terjadi ketika hal itu diinginkan oleh
MATIKA DALAM MENGHADAPI PESATNYA seluruh rakyat Indonesia. Misalnya jaman dulu
PERKEMBANGAN TELEMATIKA SAAT INI ketika seluruh rakyat menginginkan perombakan
Teori dari Marc Ancel yang memberikan dari hukum kolonial menjadi hukum nasional;
pengertian bahwa kebijakan hukum merupakan Kedua, perubahan hukum dilakukan dengan selalu
suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk meninjau kembali hukum positif atau peraturan
memungkinkan peraturan hukum positif yang perundangan yang diberlakukan yang diharapkan
dirumuskan secara lebih baik. Peraturan hukum dengan hal ini akan menjadikan hukum lebih
positif di sini diartikan sebagai peraturan dinamis dan tidak berhenti pada satu persoalan
perundang-undangan hukum pidana. Karena itu kehidupan bangsa dan negara. Dan yang terakhir
istilah penal policy menurut Ancel, sama dengan adalah mengenai pembentukan hukum yang akan
istilah kebijakan atau politik hukum pidana terjadi jika para pakar hukum dapat memahami
(Barda Nawawi Arief, 1996: 2). dan mendeskripsikan setepat-tepatnya hukum
Mengenai kebijakan hukum, ada pula teori positifnya sendiri. Melalui suatu penemuan hukum
lainnya dikemukakan oleh Lilik Mulyadi yang (rechtvinding) hakim dapat juga mewujudkan
menyatakan bahwa kebijakan hukum hakikatnya ius contituendum. (Moempoeni Moelatiningsih
merupakan usaha untuk mewujudkan peraturan Maemoenah, 2003: 26).
perundang-undangan agar sesuai dengan keadaan Hukum mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai
pada waktu tertentu saat ini (ius constitutum) dan sarana pengendalian masyarakat (a tool of social
masa mendatang (ius constituendum). Konsekuensi control), sarana pemelihara masyarakat (a tool of
logisnya, kebijakan hukum identik dengan penal social maintenance), sarana untuk menyelesaikan
reform dalam arti sempit. Sebab, sebagai suatu konflik (a tool of dispute settlement), sarana
sistem, hukum terdiri dari budaya (cultural), pembaharuan atau alat merekayasa masyarakat
struktur (structural), dan substansi (substantive) (a tool of social engineering) (Soetandyo Wignjo
hukum (Lilik Mulyadi, 2009: 1). soebroto, 1994;234).
Setiap bangsa di dunia mempunyai kebijakan Dari fungsi-fungsi hukum tersebutlah pemerintah
hukumnya sendiri-sendiri yang bisa berbeda sebagai penjamin kebijakan hukum dapat menjadi
dengan hukum bangsa lain. Kebijakan hukum sarana pemanfaatan teknologi yang modern dan
berarti peraturan dan cara atau tata tertib hukum aman. Sebagai salah satu bukti nyata dibuatnya
di suatu negara, atau lebih dikenal dengan tatanan kebijakan hukum telematika adalah dibuatnya
berupa tata hukum. Tata hukum atau susunan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
hukum adalah hukum yang berlaku pada waktu Transaksi Elektronik.
tertentu dalam suatu wilayah negara tertentu yang Di Indonesia, persoalan kejahatan dalam
disebut hukum positif, dalam bahasa latinnya Ius hukum telematika atau lebih khususnya mengenai

61
Aspek Hukum Pidana Telematika terhadap Kemajuan Teknologi di Era Informasi

cybercrime sebenarnya bukan hal baru, akan tetapi Di dalam Bab Ketentuan Umum tidak secara
aturan untuk mengkriminalisasi pelaku cybercrime jelas digambarkan tentang penjelasan kejahatan-
dengan perangkat aturan khusus berupa cyberlaw kejahatan dengan menggunakan komputer.
(UU ITE) adalah persoalan yang baru, karena baru Kejahatan-kejahatan komputer yang dikenal dalam
pada tahun 2008 Indonesia benar-benar mempunyai dunia maya tidak tergambar secara jelas. Pemerintah
kebijakan hukum khusus dalam persoalan cyber- dalam membentuk Undang-Undang ITE ini masih
crime (Barda Nawawi Arief, 2005: 126 : lihat juga menggunakan pendekatan politis-pragmatis, bukan
dalam Barda Nawawi Arief, 2006: 90; lihat juga menggunakan pendekatan kebijakan publik yang
pengertian kriminalisasi dari Sudarto, 1986: 32 dan melibatkan lebih banyak kalangan, sehingga tidak
151). heran kalau UU ITE ini hanya sepotong-sepotong
Persoalan pemidanaan tersebut timbul karena mengatur pemanfaatan teknologi yang sudah begitu
dihadapan masyarakat terdapat perbuatan yang luas penggunaannya di berbagai aspek kehidupan
berdimensi baru, sehingga di masyarakat banyak manusia. UU ITE ini lebih banyak mencermati
muncul pertanyaan adakah hukumnya untuk transaksi elektronik yang dipakai dalam dunia
perbuatan tersebut (Tb. Ronny R. Nitibaskara, 2000: bisnis, tidak lebih. Padahal siapapun tahu bahwa
2-5). Kesan yang muncul kemudian adalah terjadinya dunia siber (cyberword) lebih luas dari sekedar
kekosongan hukum yang akhirnya mendorong transaksi elektronik.
kriminalisasi terhadap perbuatan tersebut. Hal Banyak ketentuan-ketentuan yang menyangkut
tesebut sesuai dengan apa yang dikemukakan tentang pelaksanaan perbuatan jahat atau perbuatan
oleh von Savigny bahwa hukum tumbuh, hidup yang dapat dihukum belum masuk dalam Undang-
dan berkembang karena menyesuaikan kebutuhan Undang ITE seperti hal-hal yang diatur dalam buku
masyarakat (W. Friedmann, 1993: 150). I KUHP tidak ada dalam Undang-Undang ITE.
Salah satu kunci agar sistem hukum tidak Seperti kelalaian atau khilaf, di mana lalai atau
tertinggal dengan perkembangan telematika khilaf adalah kalimat yang sering dilakukan oleh
yang semakin pesat maka aturan yang dibuat manusia dalam melakukan kegiatannya. Apabila
harus bisa holistik, fleksibel dan antisipatif kelalaian itu dilakukan oleh manusia di dunia nyata
terhadap perubahan zaman. UU ITE mengandung dan menimbulkan kerugian bagi dirinya sendiri
pendekatan futuristic karena pada masa yang akan dan orang lain, diatur secara tersendiri dengan
datang teknologi semakin berkembang sehingga menggunakan pasal-pasal tertentu, bahkan kadang
hukum harus mengatur tentang perubahan yang ada pula si pembuat lalai ini juga akan mendapatkan
di masyarakat termasuk perubahan dalam bidang ancaman hukuman seperti banyak ditemukan
teknologi supaya tercapai kepastian hukum dalam kasus-kasus pelanggaran lalu lintas. Namun di
Undang-Undang ITE tercemin kaidah-kaidah dalam dunia maya (cyberspace) kelalaian adalah
bahwa hukum dapat menjangkau perkembangan tindakan fatal yang bisa menimbulkan kerugian
zaman sehingga Undang-Undang ITE ini bersifat yang tidak sedikit, bahkan bisa menghancurkan
fleksibel sepanjang tidak bertentangan dengan sebuah negara sekalipun. Dalam Undang-Undang
Undang-Undang yang lain (http://www.scribd.com/ ITE tidak menyebutkan sedikitpun tentang
doc/24106593/Smtr-Sejarah-Hukum, tanggal 14 kelalaian yang dibuat oleh pembuat situs sehingga
Desember 2009, tulisan Muslim Heri Kiswanto, hacker bisa masuk dengan leluasa. Kegiatan yang
Cyber crime dan Transaksi Elekronik dalam UU lain yang sama pentingnya dengan kelalaian adalah
No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, h. 15). Akan tetapi percobaan melakukan perbuatan jahat dan turut
walaupun hukum dibuat antisipatif atau preventif serta melakukan. Dalam Undang-Undang ITE ini
dan seholistik mungkin agar dapat memayungi tidak diatur apakah percobaan melakukan dan juga
setiap kegiatan khususnya bidang telematika akan turut serta kejahatan hacking dapat dipidana atau
tetapi Undang-Undang ITE ini tetap memiliki tidak. Kemudian Undang-Undang ITE ini juga tidak
kendala-kendala antara lain: mengatur kapan kadaluwarsa perbuatan pidana
kejahatan hacking. Semua kegiatan kejahatan
KENDALA YURIDIS UNDANG-UNDANG tersebut diatur pada Bab tentang perbuatan
ITE perbuatan apa saja yang dilarang, sehingga terkesan
Undang-Undang ITE tidak mengatur secara seperti pasal keranjang sampah, pokoknya semua
khusus hal-hal yang menyangkut cybercrime. kegiatan yang melanggar aturan telematika di

62
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari

Indonesia itulah yang dilarang. pornography dengan: US Child Online Protection


Dari sekian banyak sisi gelap yang ada dalam Act (COPA), US Child Pornography Protection
cyberspace, yang paling banyak mendapat perhatian Act, US Child Internet Protection Act (CIPA), US
adalah perbuatan yang dilakukan oleh Hacker New Laws and Rulemaking (Romi Satria Wahono,
Hitam (Cracker). Pada umumnya reaksi yang Analisa Undang-Undang ITE, diunduh dari http:
diberikan oleh korban Cracker adalah merasa kaget, //romisatriawahono.net/2008/04/24/analisa-uu-ite/,
kesal dan terakhir mencela ulah Cracker ini. Akibat tanggal 24 Desember 2009).
ulah Cracker ini bukan hanya uang yang seharusnya Lahirnya Undang-Undang ITE ini belum
dapat diinvestasikan untuk keperluan lain menjadi dibarengi oleh peraturan yang mengatur tentang
terhambat, melainkan keuntungan seperti dijanjikan hukum formilnya. Perangkat hukum yang ada di
ketika memasuki cyberspace untuk sementara tidak Indonesia belum memadai untuk menjerat kejahatan
terwujud. Para korban umumnya menganggap dunia maya (cybercrime) pada umumnya dan
serangan Cracker ini sebagai sebuah kecelakaan kejahatan hacking pada khususnya. Indonesia saat
dan mereka tidak mau mempublikasikan atau ini pun baru mempunyai sebuah Undang-Undang
melaporkan apa yang dideritanya kepada polisi baru yang mengatur tentang perilaku kegiatan di
meskipun sebenarnya tahu apa yang dilakukan oleh dunia siber (cyberspace), namun Undang-Undang
Cracker itu merupakan tindak kejahatan. ITE yang ada saat ini masih menggunakan model
Internet sebagai hasil revolusi teknologi umbrella provision sehingga ketentuan cybercrime
memungkinkan transfer data secara cepat dan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan
efisien pada skala global, namun tampaknya sumber tersendiri, sedangkan peraturan perundang-
daya aparatur belum sepenuhnya menyadari betapa undangan yang ada sebelum Undang-Undang ITE
hebatnya teknologi informasi dan komunikasi ini lahir juga ada mengatur tentang kegiatan di
yang menyebabkan perubahan paradigma dalam dunia siber (I) meskipun itu hanya beberapa pasal
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketidak- saja. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
mampuan polisi dalam menangani aktivitas dipunyai Indonesia juga harus dilakukan perubahan
Hacking juga menjadi sorotan dari para korban revolusioner untuk mengatur kegiatan di dunia
Cracker. Ketidakmampuan ini telah mengubah siber (cyberspace) dengan memperluas pengertian-
paradigma teori labeling yang mengasumsikan pengertian yang terkait dengan kegiatan-kegiatan di
tindakan penangkapan merupakan proses awal cyberspace.
dari labeling. Polisi belum dapat menangkap
Cracker yang menghack sebuah situs (termasuk KENDALA PROSES PENANGANAN TER-
ketidakmampuan menangkap Cracker yang men- SANGKA
yerang situs Polri sendiri) sehingga langkah awal Kendala yuridis lain terkait dengan pembe-
dari proses labeling berupa penangkapan tidak rantasan kejahatan dunia maya (Cyber Crime)
ada. Proses awal dari labeling justru terdapat dari adalah masalah penanganan tersangka. Kendala-
laporan-laporan media massa yang secara gencar kendala tersebut antara lain adalah (Petrus
memberitahukan aktivitas Hacking. Reinhard Golose, 2006:tanpa halaman); Pertama,
Indonesia menjadi tampak tertinggal dan Penyelidikan, Tahap penyelidikan merupakan
sedikit terkucilkan di dunia internasional, karena tahap pertama yang dilakukan oleh penyidik dalam
negara lain misalnya Malaysia, Singapura dan melakukan penyelidikan tindak pidana serta tahap
Amerika Serikat sudah sejak 10 tahun yang tersulit dalam proses penyidikan. Hal tersebut
lalu mengembangkan dan menyempurnakan dikarenakan dalam tahap ini penyidik harus dapat
Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya membuktikan tindak pidana yang terjadi serta
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) bagaimana dan sebab-sebab tindak pidana tersebut
1997, Communication and Multimedia Act (Akta untuk dapat menentukan bentuk laporan polisi
Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital yang akan dibuat. Dalam penyelidikan kasus-
Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997. kasus cybercrime yang modusnya seperti kasus
Singapura juga sudah punya The Electronic Act carding. Metode yang digunakan hampir sama
(Akta Elektronik) 1998, Electronic Communication dengan penyelidikan dalam menangani kejahatan
Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) narkotika terutama dalam undercover dan control
1996. Amerika Serikat intens untuk memerangi child delivery. Petugas setelah menerima informasi atau

63
Aspek Hukum Pidana Telematika terhadap Kemajuan Teknologi di Era Informasi

laporan dari Interpol atau merchant yang dirugikan yang dapat dilakukan dimana saja tanpa ada yang
melakukan koordinasi dengan pihak shipping untuk mengetahuinya sehingga tidak ada saksi yang
melakukan pengiriman barang (Petrus Reinhard mengetahui secara langsung.
Golose, 2006: tanpa halaman). Hasil pelacakan paling jauh hanya dapat
Permasalahan yang ada dalam kasus seperti menemukan IP Address dari pelaku dan komputer
ini adalah laporan yang masuk terjadi setelah yang digunakan. Hal itu akan semakin sulit apabila
pembayaran barang ternyata ditolak oleh bank dan menggunakan warnet sebab saat ini masih jarang
barang sudah diterima oleh pelaku, di samping sekali warnet yang melakukan registrasi terhadap
adanya kerjasama antara carder dengan karyawan pengguna jasa mereka sehingga kepolisian tidak
shipping sehingga apabila polisi melakukan koor- dapat mengetahui siapa yang menggunakan komputer
dinasi informasi tersebut akan bocor dan pelaku tersebut pada saat terjadi tindak pidana. Penyitaan
tidak dapat ditangkap sebab identitas yang biasanya barang bukti banyak menemui permasalahan karena
dicantumkan adalah palsu. Untuk kasus hacking biasanya pelapor sangat lambat dalam melakukan
atau memasuki jaringan komputer orang lain pelaporan, hal tersebut membuat data serangan
secara ilegal dan melakukan modifikasi (deface), di log server sudah dihapus biasanya terjadi pada
penyidikannya dihadapkan problematika yang kasus deface, sehingga penyidik menemui kesulitan
rumit, terutama dalam hal pembuktian. Banyak saksi dalam mencari log statistik yang terdapat di dalam
maupun tersangka yang berada di luar yurisdiksi server sebab biasanya secara otomatis server
hukum Indonesia, sehingga untuk melakukan menghapus log yang ada untuk mengurangi beban
pemeriksaan maupun penindakan amatlah sulit, server. Hal ini membuat penyidik tidak menemukan
belum lagi kendala masalah bukti-bukti yang data yang dibutuhkan untuk dijadikan barang bukti
amat rumit terkait dengan teknologi informasi dan sedangkan data log statistik merupakan salah satu
kode-kode digital yang membutuhkan SDM serta bukti vital dalam kasus hacking untuk menentukan
peralatan komputer forensik yang baik. arah datangnya serangan; Ketiga, Pemeriksaan,
Dalam hal kasus-kasus lain seperti situs porno Pemeriksaan terhadap saksi dan korban banyak
maupun perjudian para pelaku melakukan hosting. mengalami hambatan, hal ini disebabkan karena
Pendaftaran di luar negeri yang memiliki yuridiksi pada saat kejahatan berlangsung atau dilakukan
yang berbeda dengan negara Indonesia, sebab tidak ada satupun saksi yang melihat (testimonium
pornografi secara umum dan perjudian bukanlah de auditu). Mereka hanya mengetahui setelah
suatu kejahatan di Amerika dan Eropa walaupun kejadian berlangsung karena menerima dampak
alamat yang digunakan berbahasa Indonesia dari serangan yang dilancarkan tersebut seperti
dan operator website ada di Indonesia sehingga tampilan yang berubah maupun tidak berfungsinya
kepolisian tidak dapat melakukan tindakan apapun program yang ada, hal ini terjadi untuk kasus-kasus
terhadap mereka sebab website tersebut bersifat hacking.
universal dan dapat diakses dimana saja. Banyak Untuk kasus carding, permasalahan yang
rumor beredar yang menginformasikan adanya ada adalah saksi korban kebanyakan berada di
penjebolan bank-bank swasta secara online oleh luar negeri sehingga sangat menyulitkan dalam
hacker tetapi korban menutup-nutupi permasalahan melakukan pelaporan dan pemeriksaan untuk
tersebut. Hal ini berkaitan dengan kredibilitas dimintai keterangan dalam berita acara pemeriksaan
bank bersangkutan yang takut apabila kasus ini saksi korban. Apakah mungkin nantinya hasil berita
tersebar akan merusak kepercayaan terhadap bank acara pemeriksaaan (BAP) dari luar negeri yang
tersebut oleh masyarakat. Dalam hal ini penyidik dibuat oleh kepolisian se tempat dapat dijadikan
tidak dapat bertindak lebih jauh sebab untuk kelengkapan isi berkas perkara atau tidak.
mengetahui arah serangan harus memeriksa server Untuk kasus pornografi, internet sebagai sarana
dari bank yang bersangkutan; Kedua, Penindakan, untuk melakukan penghinaan dan pelecehan
Penindakan kasus cybercrime sering mengalami sangatlah efektif sekali untuk pembunuhan
hambatan terutama dalam penangkapan tersangka karakter. Penyebaran gambar porno atau email
dan penyitaan barang bukti. Dalam penangkapan yang mendiskreditkan seseorang sangatlah sering
tersangka sering kali kepolisian tidak dapat sekali terjadi. Permasalahan yang ada adalah,
menentukan secara pasti siapa pelakunya karena mereka yang menjadi korban jarang sekali mau
mereka melakukannya cukup melalui komputer menjadi saksi karena berbagai alasan. Apabila

64
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari

hanya berupa tulisan atau foto yang tidak terlalu (loopholes), seperti pengertian mengenai: Pertama,
vulgar penyidik tidak dapat bersikap aktif dengan Membobol sistem keamanan. Sehubungan dengan
langsung menangani kasus tersebut melainkan itu, redefinisi pengertian mengenai dengan sengaja
harus menunggu laporan dari mereka yang merasa dan tanpa hak menjebol sistem pengamanan dari
dirugikan karena kasus tersebut merupakan delik sebuah sistem elektronik mutlak diperlukan karena
aduan (pencemaran nama baik dan perbuatan tidak untuk mengetahui sejauh mana sebuah produk
menyenangkan). baru dari sistem elektronik akan dibiarkan produk
Peranan saksi ahli sangatlah besar sekali dalam tersebut dibobol oleh para hacker. Seperti halnya
memberikan keterangan pada kasus cyber crime group microsoft meluncurkan produk elektroniknya
sebab apa yang terjadi didunia maya membutuhkan akan membiarkan produk tersebut dibobol untuk
ketrampilan dan keahlian yang spesifik. Saksi mengetahui sampai sejauhmana sistem keamanan
ahli dalam kasus cyber crime dapat melibatkan dari sistem tersebut. Dengan demikian, apakah
lebih dari satu orang saksi ahli sesuai dengan tindakan para hacker tersebut dapat dikategorikan
permasalahan yang dihadapi, misalnya dalam kasus sebagai pembobol sistem keamanan seperti yang
deface, disamping saksi ahli yang menguasai desain dimaksud dalam pasal tersebut. Apabila jawabannya
grafis juga dibutuhkan saksi ahli yang memahami adalah termasuk kategori pembobolan berarti
masalah jaringan serta saksi ahli yang menguasai Undang-Undang ITE mengabaikan proses yang
program; Keempat, Penyelesaian berkas perkara, berlaku secara tak tertulis di dunia cyber khususnya
Setelah penyidikan lengkap dan dituangkan dalam di kalangan para hacker; Kedua, Melakukan
bentuk berkas perkara maka permasalahan yang tindakan apapun yang berakibat terganggunya
ada adalah masalah barang bukti karena belum sistem elektronik. Sehubungan dengan hal itu juga
samanya persepsi diantara aparat penegak hukum mutlak harus dilakukan redifinisi dari setiap orang
karena penafsiran yang berbeda mengenai isi yang melakukan tindakan apapun yang berakibat
undang-undang, serta barang bukti digital adalah terganggunya sistem elektronik karena banyak
barang bukti dalam kasus cyber crime yang kegiatan-kegiatan di dunia nyata yang secara nyata
perumusanannya dan pengumpulan barang buktinya tidak ada hubungannya dengan cybercrime namun
membutuhkan keahlian khusus sebab digital karena kalimat dari pasal ini kegiatan tersebut dapat
evidence tidak selalu dalam bentuk fisik yang nyata. dikategorikan kejahatan. Seperti halnya seringnya
Misalnya untuk kasus pembunuhan sebuah pisau dilakukan pemadaman listrik di suatu daerah,
merupakan barang bukti utama dalam melakukan maka sedikit banyaknya akan berdampak terhadap
pembunuhan sedangkan dalam kasus cyber crime sebuah sistem elektronik suatu perusahaan; Ketiga,
barang bukti utamanya adalah komputer tetapi Masyarakat dapat mengajukan gugatan. Pasal
komputer tersebut hanya merupakan fisiknya saja 33 Undang-Undang ITE menyebutkan bahwa
sedangkan yang utama adalah data di dalam hard masyarakat dapat mengajukan gugatan secara
disk komputer tersebut yang berbentuk file, yang perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan
apabila dibuat nyata dengan print membutuhkan sistem elektronik. Apakah kalimat ini berlaku juga
banyak kertas untuk menuangkannya, apakah bagi nasabah yang uangnya ada di dalam bank
dapat nantinya barang bukti tersebut dalam bentuk yang menjadi korban hacking? Itu yang menjadi
compact disc saja, hingga saat ini mengenai bentuk permasalahannya dan membutuhkan definisi
dari pada barang bukti digital (digital evidence) penjelasan lebih dalam.
yang masih membutuhkan penafsiran dari ahli Penyempurnaan rumusan delik cybercrime,
untuk menentukan keabsahannya. Rumusan kriminalisasi perbuatan melanggar,
Mengatasi kendala-kendala yang terdapat dalam menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
Undang-Undang ITE dalam penanganan berbagai pengamanan sebuah sistem elektronik masih terlalu
bentuk kejahatan dunia maya. Upaya revisi Undang- banyak unsur yang harus dibuktikan. Dalam Pasal
Undang ITE. Redifinisi pengertian dan peristilahan, 30 ayat (3) Undang-Undang ITE di dalam Undang-
Untuk menghindari beragam penafsiran perlu Undang ITE tidak dijelaskan tentang definisi
dilakukan redefinisi mengenai pengertian atau cybercrime, jadi tidak diketahui sampai sejauhmana
peristilahan dalam peraturan perundang-undangan yang dinyatakan dengan unsur cybercrime, apakah
ITE, sehingga terdapat batasan dan kejelasan akan melakukan atau percobaan melakukan
makna serta tidak menimbulkan celah hukum kejahatan cybercrime dapat dikategorikan kejahatan

65
Aspek Hukum Pidana Telematika terhadap Kemajuan Teknologi di Era Informasi

belum jelas tertulis di dalamnya. Dalam rangka mencari altcrnatif pengganti


Selain itu dalam Undang-Undang ITE tidak pidana penjara (alternative to custodial sentence),
mengatur mengenai pemidanaan bagi pelaku-pelaku seyogyanya didasarkan pada pertimbangan-
yang perbuatan pidananya seharusnya masuk dalam pertimbangan yang realistis dalam masyarakat.
kategori kejahatan siber, antara lain: data leakage Pandangan sebagian ahli hukum yang ingin
and espionage (membocorkan data dan memata- menghapus pidana penjara merupakan ide yang
matai), identity theft and fraud. Oleh karena itu, tidak mungkin terwujud (Muladi, 1995:133)
revisi Undang-Undang ITE diperlukan agar payung Menurut penulis penjatuhan pidana penjara
hukum atas tindak pidana siber (cybercrime) bisa terhadap pelaku cybercrime di Indonesia perlu
lebih komplit dan konkrit dalam menyelesaikan dibatasi. Alasan perlunya pembatasan tersebut
masalah-masalah cybercrime. adalah sebagai berikut: Pertama, Pelaksanaan
Penyempurnaan hukum acara pemeriksaan pidana penjara di Indonesia belum optimal. Pada
cybercrime, Untuk lebih meningkatkan efektifitas tahun 1984, Lamintang menyatakan bahwa dalam
dan keberhasilan penegakkan hukum dunia siber, praktik di Indonesia, gagasan tujuan pidana penjara
maka ketentuan yang mengatur mengenai hukum sebagai upaya pemasyarakatan tidak didukung
acara cybercrime atau pemeriksaan dalam setiap oleh konsepsi yang jelas dan sarana yang memadai
tingkatan perlu lebih diperjelas dan diperkuat. (PAF Lamintang, 1984: 181); Kedua, Meskipun
Kedudukan dan hubungan antara Undang-Undang demikian, sejak tahun 1995 di Indonesia sudah
ITE dan peraturan perundang-undangan terkait mempunyai Undang-Undang Pemasyarakatan yang
lainnya harus jelas dan harmonis agar tidak dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda pidana penjara; Ketiga, Karakteristik pelaku
sehingga menimbulkan keragu-raguan dari aparat cybercrime antara lain berusia relatif muda, terdidik,
penegak hukum dalam mengambil tindakan. orang-orang terhormat, terampil mengoperasikan
Mengacu kepada Undang-Undang Tindak Pidana komputer beserta program aplikasinya, menyukai
Pencucian Uang yang menerapkan prinsip sistem tantangan teknologi, kreatif, dan ulet. Karakteristik
pembuktian terbalik, maka hukum acara cybercrime tersebut berbeda dengan karakteristik pelaku
diharapkan dapat juga menerapkan prinsip yang kejahatan yang bukan tergolong dalam cybercrime.
sama agar dapat lebih menjerat kepada pelaku Karena itu, perlu penanganan tersendiri yang
kejahatan dunia siber. berbeda dengan pelaku tindak pidana lainnya.
Perspektif terhadap alternatif penanganan pelaku Hal ini didasarkan pada konsep individualisasi
kejahatan telematika berupa pidana kerja sosial. pemidanaan, bahwa pidana harus sesuai dengan
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi kondisi terpidana dengan memperhatikan asas
global lewat internet, undang-undang yang keseimbangan monodualistik; Keempat, Fasilitas
diharapkan (ius constituendum) adalah perangkat pendidikan dan pembinaan narapidana di dalam
hukum yang akomodatif terhadap perkembangan Lembaga Pemasyarakatan relatif terbatas. Hasil
serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk penelitian Widodo menyebutkan bahwa di LAPAS
dampak negatif penyalahgunaan internet dengan Anak Blitar, sarana fisik dan peralatan tertentu yang
berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban- mengarah pada upaya individualisasi pembinaan
korban seperti kerugian materi dan non materi. belum tersedia (Widodo, 2001: 163, selanjutnya
RUU KUHP yang merupakan ius constituendum disebut Widodo II). (5) Berdasarkan hasil
diharapkan akan memperkaya aturan yuridis identifikasi kasus kejahatan dan penelitian, ternyata
telematika khususnya dalam hal penanganan cyber tidak semua cybercrime mempunyai dampak yang
crime dan memberikan efek yang signifikan dalam sangat serius bagi korban dan masyarakat, dan
pemberantasan tindak pidana di bidang cyber crime. banyak pelaku yang masih pertama kali melakukan
Saat ini, berdasarkan hasil studi dalam hukum kejahatan (first offenders) (Widodo I: 151).
pidana di 56 negara asing, diperoleh kesimpulan Menurut penulis jenis pidana yang layak
bahwa pidana penjara adalah jenis pidana pokok menggantikan pidana penjara terhadap pelaku
yang paling banyak diancamkan terhadap pelaku cybercrime di Indonesia adalah pidana kerja
cybercrime (Widodo, 2009:147, selanjutnya disebut sosial. Meskipun demikian, bukan berarti setiap
Widodo I). pelaku cybercrime di Indonesia dapat dijatuhi
pidana kerja sosial. Dalam perkara tertentu, pidana

66
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari

penjara masih relevan dijatuhkan. Penentuan jenis vonis, terdakwa akan dijatuhi pidana penjara yang
pidana yang dijatuhkan tergantung dari kondisi lamanya tidak lebih dari 6 (enam) bulan atau pidana
pelaku kejahatan, kerugian yang ditimbulkan, dan denda tidak lebih dari denda Kategori I. Hal ini
perasaan hukum dalam masyarakat. Pidana kerja didasarkan pada ketentuan Pasal 83 ayat (1) dan (2)
sosial adalah jenis pidana baru dalam hukum pidana RUU KUHP. Selain itu, dalam penjatuhan pidana
di Indonesia karena belum diatur dalam Pasal 10 kerja sosial, hakim wajib mempertimbangkan
KUHP atau Undang-Undang di luar KUHP yang hal-hal berikut: Pertama, pengakuan terdakwa
berlaku saat ini. terhadap tindak pidana yang dilakukan; Kedua, usia
Penjelasan mengenai pidana kerja sosial diatur layak kerja dari terdakwa berdasarkan peraturan
dalam Pasal 83 RUU KUHP. Akan tetapi pengertian perundang-undangan yang berlaku; Ketiga, perse-
dari pidana kerja sosial tidak dijelaskan. Menurut tujuan terdakwa terhadap kerja sosial, yaitu sesudah
Widodo pengertian pidana kerja sosial adalah: Jenis dijelaskan mengenai tujuan dan segala yang
pidana berupa pelaksanaan pekerjaan tertentu oleh berhubungan dengan pidana kerja sosial; Keempat,
terpidana di masyarakat tanpa mendapatkan upah, riwayat sosial terdakwa; Kelima, perlindungan
berdasarkan persyaratan yang diatur oleh peraturan keselamatan terdakwa; Keenam, keyakinan agama
perundang-undangan dan Putusan Pengadilan. dan politik terdakwa; Ketujuh, kemampuan ter-
Dalam putusan pengadilan pengadilan tersebut dakwa membayar denda
terkandung suatu perintah (orders) terhadap Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 83
terpidana, yaitu tentang jangka waktu pidana dan ayat (3), (4), (5), (6), dan (7) RUU KUHP, diatur
tempat pelaksaaan pidana (Widodo I: 153). bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh
Pidana kerja sosial dapat digunakan sebagai dikomersialkan.
altematif pengganti penjatuhan pidana jangka Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat diangsur
pendek. Uraian di atas didasarkan pada ketentuan dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
Pasal 83 dan Penjelasan Pasal 83 RUU KUHP dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam
diuraikan sebagai berikut: Pidana kerja sosial menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan
dapat diterapkan sebagai alternatif pidana penjara lain yang bermafaat. Jika terpidana tidak memenuhi
jangka pendek dan denda yang ringan. Salah satu seluruh atau sebagian kewajiban menjalankan
pertimbangan yang harus diperhatikan dalam pidana kerja sosial tanpa alasan yang sah, maka
penjatuhan pidana kerja sosial adalah harus ada terpidana diperintahkan: Pertama, mengulangi
persetujuan terdakwa sesuai dengan ketentuan dalam seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut;
Forced Labour Convention (Geneva Convention Kedua, menjalani seluruh atau sebagian pidana
1930), The Convention for the Protection of penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial
Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty tersebut; atau Ketiga, membayar seluruh atau
of Rorne 1950), the Abolition of Forced Labour sebagian pidana denda yang diganti dengan pidana
Convention (the Geneva Convention. 1957) dan kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai
the International Covenant on Civil and Political peng-ganti denda yang tidak dibayar.
Rights (the Yew York Convention, 1966). Pidana Berdasarkan ketentuan tentang pengertian dan
kerja sosial ini tidak dibayar karena sifatnya pelaksanaan pidana (strafmodus) pidana kerja
sebagai pidana (work as a penalty), oleh karena itu sosial di atas, penulis berpendapat bahwa karena
pelaksanaan pidana ini tidak boleh mengandung tidak ada ketentuan dalam RUU KUHP yang
hal-hal yang bersifat komersial. Riwayat sosial mengatur tentang tindak pidana apa saja yang dapat
terdakwa diperlukan untuk menilai latar belakang dijatuhi pidana kerja sosial, maka putusan untuk
terdakwa serta kesiapan yang bersangkutan baik menjatuhkan pidana kerja sosial mutlak ditentukan
secara fisik maupun mental dalam menjalani pidana oleh hakim berdasarkan pedoman pemidanaan
kerja sosial. Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dalam RUU KUHP. Meskipun demikian, jika
dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, berdasarkan ketentuan Pasal 52 RUU KUHP majelis
panti Lansia, sekolah, atau lembaga sosial lainnya, hakim sepakat untuk menjatuhkan pidana penjara
dengan sebanyak mungkin disesuaikan dengan yang jangka waktunya tidak melebihi 6 bulan
profesi terpidana. terhadap pelaku cybercrime maka pidana kerja
Pidana Kerja Sosial dapat dijatuhkan jika dalam sosial lebih tepat dijatuhkan dari pada menjatuhkan
keputusan musyawarah majelis hakim menjelang pidana penjara.

67
Aspek Hukum Pidana Telematika terhadap Kemajuan Teknologi di Era Informasi

Pidana kerja sosial sudah diterapkan sebagai kelompok kriminal lain yang dapat mengakibatkan
alternatif pengganti pidana penjara jangka pendek narapidana bertambah jahat, mengayomi nara-
di beberapa negara kawasan Eropa, misalnya pidana agar dapat hidup layak di kemudian hari,
Denmark, Jerman, Inggris, Perancia, Belanda, dan mengayomi narapidana dari balas dendam
Norwegia, dan Portugal (Tongat, 2001: 8). Selain masyarakat atau korban kejahatan. Pidana kerja
itu, Swis dan Italia memberlakukan pidana kerja sosial merupakan budaya asli bangsa Indonesia.
sosial (Andi Hamzah, 1993: 24). Sedangkan pidana penjara yang diancamkan
Barda Nawawi Arif menyatakan bahwa pada terhadap pelaku cybercrime sebagaimana diatur
hakikatnya masalah kebijakan hukum pidana dalam RUU KUHP bukan merupakan budaya asli
bukanlah semata-mata pekerjaan teknik perundang- bangsa Indonesia. Menurut Made Sadhi Astuti
undangan yang dapat dilakukan secara yuridis dalam hukum adat Indonesia tidak dikenal pidana
normatif dan sistematik dogmatik. Di samping perampasan kemerdekaan, yaitu pidana penjara dan
pendekatan yuridis faktual juga dapat berupa pidana kurungan. Kesesuaian nilai-nilai yang dianut
pendekatan sosiologis, historis dan komperatif, oleh bangsa Indonesia dengan nilai-nilai pidana
bahkan memerlukan pula pendekatan komprehensip kerja sosial ini merupakan pendorong keberhasilan
dari berbagai disiplin ilmu sosial lainnya dan pelak-sanaan pidana kerja sosial (Made Sahi Astuti,
pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan 1997: 157). Kedua, Dasar Pertimbangan Teoretis,
pembangunan nasional pada umumnya (Andi Pidana Kerja Sosial Sesuai dengan Ajaran Teori
Hamzah, 1993: 24). Gabungan. Teori gabungan, dalam penjatuhan
Oleh karena itu dasar-dasar pertimbangan penulis pidana perlu adanya pemilahan dan pembedaan
menganalisa dan merekomendasikan menge-nai antara tahap-tahap pemidanaan narapidana, dan
kebijakan hukum pidana berupa penjatuhan pidana berat ringannya tindak pidana karena teori ini
berupa kerja sosial terhadap pelaku cybercrime di menggabungkan antara unsur pembalasan dengan
Indonesia adalah sebagai berikut: Pertama, Dasar unsur tujuan (prevensi). Golongan ke tiga dalam
Pertimbangan Filosofis, Pidana kerja sosial selaras teori gabungan, bahwa pidana yang dijatuhkan
dengan sila ke lima Pancasila, yaitu keadilan sosial dapat memenuhi keharusan pembalasan dan
bagi seluruh rakyat Indonesia, yang di dalamnya keharusan melindungi masyarakat, memberikan
terkandung nilai bekerja keras. Dalam menjalankan titik berat yang sama antara pembalasan dengan
pidana kerja sosial, terpidana dituntut bekerja keras perlindungan masyarakat. Tujuan pidana bertalian
dalam menjali pemidanaan (Made Sahi Astuti, erat dengan jenis kejahatan yang dilakukan dan
1997: 157). Kerja keras adalah salah satu sarana nilai-nilai budaya bangsa yang bersangkutan (Made
utama untuk menuju keadilan sosial (keadilan Sahi Astuti, 1997: 136). Berpijak pada konsep teori
masyarakat). Selain itu, menurut penulis, pidana gabungan tersebut, menurut penulis pidana kerja
kerja sosial juga sesuai dengan nilai-nilai sila ke-2, sosial sudah memenuhi konsep 5 unsur dalam teori
yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam gabungan: (i) Pembedaan Pidana Berdasarkan Berat
sila ke-2 tersebut terkandung nilai-nilai pengakuan Ringannya Kejahatan dan Pembinaan Narapidana
terhadap martabat manusia, karena manusia Sebagaimana penulis kemukakan di atas bahwa
Indonesia adalah bagian dari warga masyarakat pidana kerja sosial dapat dijatuhkan terhadap
dunia yang berharkat dan bermartabat sama sebagai pelaku kejahatan yang menjadikan komputer
hamba Tuhan. Manusia dituntut berlaku adil dan sebagai sasaran. Pidana ini merupakan alternatif
menghormati hak asasi manusia lainnya, dan pengganti pidana penjara jangka pendek. Uraian ini
mengandung nilai penghormatan terhadap hak dan menunjukkan tentang perlunya mempertimbangkan
kewajiban asasi manusia. Kesesuaian ini tampak berat ringannya tindak pidana sebelum hakim
pada proses pelaksanaan pidana, yaitu terpidana menjatuhkan pidana kerja sosial. Dalam pidana
ditempatkan di tempat kerja yang sesuai dengan kerja sosial terkandung unsur rehabilitasi,
keterampilan dan bakat narapidana, tidak merampas reedukasi, dan resosialisasi. Se-lama menjalankan
kemerdekaan narapidana, diintegrasikan dengan pidana, narapidana dibina dan dibimbing dan dibina
kelompok nonkriminal, dibimbing ke jalan yang dari sisi pembentukan sikap dan tingkah laku oleh
benar oleh petugas yang kompeten. Dalam pidana Petugas Kemasyarakatan, wali narapidana, pamong
kerja sosial juga terkandung nilai pengayoman, narapidana (dari pegawai tempat pelaksanaan
yaitu mengayomi narapidana dari pergaulan dengan pidana), dari lembaga khusus yang dibentuk

68
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari

pemerintah (misalnya dari sukarelawan). Selama Pidana kerja sosial mempunyai nilai luhur, yaitu
menjalankan pidana, perkembangan pekerjaan melakukan perbuatan yang bernilai sosial karena
dan kepribadian terpidana selalu diawasi dan dilakukan di organisasi kemasyarakatan yang
dipantau oleh petugas kemasyarakatan. Hasil tidak mengutamakan perolehan keuntungan. Ini
pengawasan dan pengamatan tersebut dapat sesuai dengan sila ke dua dan ke lima Pancasila
digunakan sebagai sarana membimbing narapidana yang mengandung nilai kemanusiaan dan keadilan.
agar dapat berperilaku baik dan aktif berpartisipasi Pada jaman dahulu atau mungkin juga sampai
dalam pembangunan. (ii) Mengandung Unsur saat ini di beberapa daerah, meskipun perkara
Pembalasan Berupa Penderitaan. Pidana kerja tersebut tidak diputus oleh pengadilan, para pelaku
sosial dijatuhkan oleh pengadilan melalui putusan kejahatan sudah biasa dijatuhi pidana kerja sosial.
hakim. Pengumuman putusan hakim tersebut Perintah pidana kerja sosial tersebut diberikan oleh
sudah merupakan unsur penderitaan berupa rasa kepala desa atau kepala adat atau tetua adat dalam
malu bagi narapidana, karena masyarakat umum masyarakat tersebut, misalnya membersihkan
mengatahuinya. Proses pembinaan dan pengawasan selokan, memperbaiki jalan. Perbuatan-perbuatan
narapidana di tempat pidana kerja sosial juga yang dapat dijatuhi pidana kerja sosial, misalnya
merupakan penderitaan, karena selalu diawasi orang yang lalai menjaga Pos Sistem Keamanan
dan dinilai. Pembebanan kewajiban narapidana Lingkungan (Kamling). Keputusan tersebut terjadi
untuk memenuhi segala persyaratan sebagaimana karena Kepala Desa pemah mempunyai kedudukan
ditentukan oleh pengadilan, Balai Pemasyarakatan sebagai hakim perdamaian desa.
(BAPAS), penanggung jawab tempat pidana kerja Pidana Kerja Sosial sesuai dengan Aliran Modern
sosial juga dapat merupakan penderitaan. Jika dan Konsep Individualisasi Pemidanaan. Individuali
terpidana tidak memenuhi kewajiban tersebut, akan sasi pemidanaan merupakan konsekuensi logis dari
diperintahkan melakukan perbuatan sebagaimana munculnya aliran modem (positif) dalam hukum
diatur dalam RUU KUHP Pasal 10 ayat (7). pidana, yang mengajarkan bahwa pemidanaan
Melakukan pekerjaan untuk kepentingan pihak terhadap pelaku tindak pidana perlu dilakukan
lain selama berpuluh-puluh jam dengan tidak dengan prinsip medis, dengan memperhatikan
mendapatkan upah juga merupakan penderitaan. narapidana dari sisi biologis, psikologis dan
Bahkan, pada saat terpidana membaur dengan sosiologis. Individualisasi pemidanaan adalah
kelompok nonkriminal di tempat pidana kerja menjatuhkan pidana sesuai dengan kondisi pelaku
sosial juga merupakan penderitaan, karena sebagain tindak pidana dengan mengabaikan prinsip
besar orang yang ada di tempat kerja tersebut keseimbangan monodualistis. Barda Nawawi Arief
mengetahui tentang status dan keberadaan nara berpendapat, bahwa keseimbangan tersebut adalah
pidana; (iii) Perlindungan Masyarakat, Melalui keseimbangan antara kepentingan umum dengan
pidana kerja sosial, terpidana akan berusaha kepentingan individu, antara unsur objektif dengan
tidak mengulangi kejahatan sebagaimana yang unsur subjektif, antara kriteria formal dengan
pernah dilakukan karena jika melakukan tindak materiel, antara kepastian hukum dengan kelenturan
pidana lagi, maka pengadilan kemungkinaii besar dan keadilan (Barda Nawawi Arief, 2005: 14).
akan menjatuhkan pidana penjara dan denda Selain itu, juga harus ada keseimbangan antara
dan tidak Iagi menjatuhkan pidana kerja sosial nilai-nilai nasional dengan nilai-nilai global.
untuk kedua kalinya. Anggota masyarakat lain Konsepsi ini mengandung 3 karakteristik utama,
yang berpotensi melakukan cybercrime juga akin yaitu pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi
menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan, (asas personalitas), pidana hanya akan dijatuhkan
karena mengetahui bahwa pelaku kejahatan dapat terhadap orang yang bersalah (asas kulpabilitas),
dijatuhi pidana. Jika terpidana dijatuhi pidana tidak dan pidana disesuaikan dengan karakteristik dan
mengulangi kejahatan dan anggota masyarakat kondisi si pelaku. Pidana kerja sosial memenuhi
lain takut melakukan kejahatan, maka masyarakat kriteria individualisasi pemidanaan, karena
akaii merasa terlindung karena ada kemungkinan dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana yang
terjadinya penurunan jumlah kejahatan yang bersalah, dan jenis pidana tersebut dapat diubah oleh
berhubungan dengan dunia maya (cybercrime) hakim berdasarkan permohonan pihak terpidana.
sehingga masyarakat tidak akan menjadi korban. Jenis pidana juga sesuai dengan karakteristik
Sesuai dengan Nilai Budaya Bangsa Indonesia pelaku cybercrime di Indonesia, dan karekteristik

69
Aspek Hukum Pidana Telematika terhadap Kemajuan Teknologi di Era Informasi

masyarakat Indonesia. Secara medis, agar peng- pengulangan tindak pidana. Hal ini didasarkan
obatan efisien dan efektif obat yang diberikan pada rasionalitas berikut. Jumlah durasi pidana
oleh dokter harus sesuai dengan kondisi pasien, kerja sosial paling lama 180 jam orang yang belum
bagitu pula kondisi perawat dan perawatan harus berusia 18 tahun, dan 200 jam bagi orang yang
menunjang. Metode pengobatan klinis tersebut berusia di atas 18 tahun. Waktu pelaksanaan kerja
sesuai dengan penjatuhan pidana kerja sosial. Ini sosial relatif lama, yaitu paling lama 2 tahun. Pidana
tampak dalam ilustrasi berikut. Kesesuaian antara kerja sosial yang dilakukan dalam waktu relatif lama
jenis pidana (ibarat obat) dan jenis kondisi penjahat dan dilaksanakan di luar Lembaga Pemasyarakatan
(ibarat pasien) akan memudahkan hakim (ibarat tersebut selalu dikendalikan di bawah binaan dan
dokter) dalam memutuskan langkah penananganan pengawasan pihak-pihak yang kompeten sehingga
untuk penyembuhan, berdasarkan hasil pemantauan memungkinkan terpidana dibimbing ke arah
pegawai BAPAS, wali narapidana, pamong tingkah laku yang baik. Selain itu, narapidana
narapidana, dan sukarelawan (ibarat perawat). yang bergaul dengan orang-orang nonkriminal
Kondisi dan fasilitas yang ada dalam masyarakat akan dapat mendukung upaya perbaikan tingkah
nonkriminal (ibarat suasana rumah sakit) sehingga laku narapidana (aspek pencegahan khusus). Aspek
secara psikologis dan sosiologis dapat menunjang pencegahan umum juga terkandung dalam pidana
percepatan penyembuhan dan penyehatan menta- kerja sosial, yaitu membuat jera orang lain yang
litas penjahat. berpotensi melakukan kejahatan. Jika tingkah
Pidana Kerja Sosial dapat Digunakan sebagai laku terpidana baik, anggota masyarakat tidak me-
Sarana Pencapaian Tujuan Teori Pemidanaan lakukan tindak pidana, maka masayarakat akan
Integratif. Dalam KUHP yang berlaku saat ini tidak terlindung karena tidak akan ada lagi cybercrime;
ditemukan ketentuan tentang tujuan pemidanaan. Kedua, Pemeliharaan Solidaritas Masyarakat.
Untuk mengetahui tujuan pemidanaan, penulis Pemeliharaan solidaritas mengarah pada upaya
menggunakan hasil temuan penelitian Muladi, penegakan adat istiadat atau kebiasaan masyarakat
yaitu teori pemidanaan integratif. Berdasarkan dan pencegahan balas dendam perseorang atau balas
hasil penelitian Muladi, pemidanaan mempunyai dendam tidak resmi (private revenge or unofficial
tujuan intergratif yaitu perlindungan masyarakat, retaliation) terhadap penjahat. Selain itu, solidaritas
pemeliharaan solidaritas masyarakat, pencegahan masyarakat seringkali dikaitkan dengan kompensasi
umum dan khusus, dan pengimbalan atau terhadap korban kejahatan berupa ganti kerugian.
pengimbangan. Teori integratif me-mungkinkan Melalui pidana kerja sosial, masyarakat termasuk
untuk mengadakan artikulasi terhadap teori korban cybercrime akan mengetahui bahwa pelaku
pemidanaan yang mengintegrasikan beberapa tindak pidana sudah dijatuhi pidana berdasarkan
fungsi sekaligus, yang secara terpadu diarahkan hukum yang berlaku, sehingga dapat memperkecil
untuk mengatasi dampak individual dan sosial atau bahkan meniadakan kemungkinan belas
yang ditimbulkan oleh tindak pidana atas dasar dendam masyarakat atau korban terhadap pelaku
kemanusiaan dalam sistem Pancasila. Kombinasi tindak pidana. Melalui penjatuhan pidana, juga
tersebut mencakup seperangkat tujuan pemidanaan ada langkah konkret penegakan hukum pidana,
yang harus dipenuhi oleh setiap penjatuhan sanksi yaitu mengarah pada prinsip bahwa siapa yang
pidana. Ini selaras dengan kondisi filosofis, melakukan tindak pidana secara bersalah akan
sosiologis, dan ideologis masyarakat Indonesia dijatuhi pidana sesuai dengan hukum. Dalam
(Muladi, 1992: 11). pidana kerja sosial juga terkandung solidaritas
Uraian berikut akan menjelaskan relevansi sosial, yaitu peran serta masyarakat dalam rangka
pidana kerja sosial dengan 4 tujuan pemidanaan ikut membina narapidana; Sarana Pencegahan
dalam teori pemidanaan integratif: Pertama, Umum dan Pencegahan Khusus. Pencegahan
Memberikan Perlindungan Masyarakat. Pengertian umum ditujukan kepada masyarakat agar tidak;
perlindungan masyarakat mengarah pada semua melakukan tindak pidana. Sedangkan pencegahan
keadaan yang mendukung agar masyarakat khusus ditujukan agar pelaku tindak pidana yang
terlindung dari bahaya pengulangan tindak pidana. sudah dijatuhi pidana tidak melakukan tindak
Tujuan ini merupakan tujuan setiap pemidanaan. pidana lagi di kemudian hari. Melalui pidana kerja
Melalui penjatuhan pidana kerja sosial pada pelaku sosial, warga masyarakat khususnya para komunitas
cybercrime, masyarakat dapat terlindung dari underground akan mengetahui bahwa siapapun yang

70
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari

melakukan tindak pidana akan dipidana. Ini untuk Pengimbalan atau Pengimbangan. Pengertian
menunjukkan kepada masyarakat bahwa anggapan pengimbalan atau pengimbangan adalah perlunya
yang menyatakan bahwa aktivitas dan cybercrime keseimbangan antara perbuatan pidana dengan
tidak dapat diatur dengan hukum sebagaimana pidana yang dijatuhkan. Hal ini perlu diperhatikan
didoktrinkan melalui Manifesto Hacker. Buktinya, dalam setiap tahap pembinaan. Pidana kerja sosial
semua aktivitas tersebut dapat diatur, bahkan pidana dapat mengarah pada upaya membual keseimbangan
dapat dijatuhkan berdasarkan hukum pidana. Pidana antara tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan.
tersebut dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan Hal ini didasarkan pada alasan bahwa orang-orang
sehingga dapat meyebabkan rasa malu kepada yang mempunyai karakter terdidik, terhormat tidak
terpidana karena diketahui oleh banyak orang. sesuai jika dijatuhi pidana penjara, karena fasilitas
Rasa malu tersebut diharapkan menjadi salah satu dan proses pembinaan di LAPAS Indonesia selama
sarana pencegahan agar terpidana tidak melakukan ini belum mendukung upaya rehabilitasi pelaku
tindak pidana. Selain itu, melalui pidana kerja cybercrime.
sosial narapidana dapat memperoleh kepercayaan Pidana Kerja Sosial dapat digunakan sebagai
diri dan pembinaan mental agar tidak mengulangi sarana pencapaian tujuan pemidanaan sebagaimana
kejahatannya. Muladi menyebutkan, bahwa dalam Diatur dalam RUU KUHP. Dalam Bagian Ke Satu
pencegahan khusus mencakup 3 faktor, Pertama, Paragraf 1 Pasal 51 ditentukan tentang tujuan
yaitu tipologi kejahatan, karakter pelaku, kepastian pemidanaan, yaitu mencegah dilakukannya tindak
dan kecepatan pidana. Berdasarkan hasil penelitian pidana dengan menegakkan norma hukum demi
ini, tipologi kejahatan cybercrime adalah kejahatan pengayoman masyarakat atau memasyarakatkan
lintas negara (trans-nationalcrimes), cybercrime terpidana dengan mengadakan pembinaan
bukan hanya menggunakan komputer konvensional, sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;
cybercrime tergolong white collar crime dan bukan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh
white collar crime, cybercrime bukan merupakan tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan
kejahatan terorganisasi, dan cybercrime merupakan mendatangan rasa damai dalam masyarakat; dan
kejahatan korporasi dan bukan kejahatan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
korporasi. Karakter pelaku cybercrime adalah Selain itu Pemidanaan tidak dimaksudkan
mempunyai keterampilan sangat memadai dalam untuk menderitakan dan merendahkan martabat
mengoperasikan komputer, internet beserta program manusia. Pidana kerja sosial dapat mencegah tindak
aplikasinya; berpendidikan relatif tinggi (termasuk pidana, karena dalam pelaksanaan tersebut tercakup
mahasiswa); tinggal di kota-kota besar, yaitu aspek pembinaan, pendidikan, pengawasan, dan
ibukota kabupaten, provinsi, dan ibukota negara; evaluasi narapidana dan hasil pekerjaannya. Pidana
menyukai tantangan di bidang teknologi informasi kerja sosial mempunyai beberapa keunggulan
yang berbasis komputer; mayoritas berjenis dibandingkan dengan pidana penjara, sehingga akan
kelamin laki-laki; mempunyai kreativitas yang lebih efektif dalam mencapai tujuan. Dalam pidana
tinggi dan ulet; pandai memanfaatkan peluang yang kerja sosial terkandung juga aspek perlindungan
ada untuk dalam melakukan kejahatan; mayoritas baik bagi masyarakat maupun narapidana sehingga
tergabung dalam komunitas underground. Selama terpidana dapat menjadi lebih baik, dan masyarakat
ini, proses penjatuhan sanksi pidana di Indonesia merasa aman dari terulangnya tindak pidana. Pidana
relatif cepat. Diketahuinya ketiga tipologi tersebut kerja sosial dilaksanakan di masyarakat sehingga
secara empiris dapat menopang pencapaian tujuan masyarakat mengetahui bahwa pelaku kejahatan
pemidanaan, karena dapat digunakan sebagai dasar sudah dijatuhi pidana dan dibina. Melalui pidana
penentuan langkah-langkah pencegahan kejahatan. kerja sosial, terpidana dapat merasakan penderitaan
Berdasarkan hasil tipologi tersebut, pidana kerja dan sekaligus pembinaan oleh masyarakat dan
sosial lebih relevan dijatuhkan terhadap pelaku petugas khusus. Berdasarkan uraian penulis tentang
cybercrime daripada penjatuhan pidana penjara, tahap-tahap pelaksanaarr dana pelaksanan pidana
karena kejahatan dilakukan oleh orang-orang yang kerja sosial di Indonesia, tampak bahwa pidana
berpendidikan, termasuk orang-orang terhormat. kerja sosial tidak mendatangkan pennderitaan
Jika terdakwa dijatuhi pidana penjara, justru yang berlebihan dan tidak merendahkan martabat
dikhawatirkan terjadi prisonisasi dan stigmatisasi manusia.
sehingga tujuan pemidanaan tidak berhasil; Ketiga,

71
Aspek Hukum Pidana Telematika terhadap Kemajuan Teknologi di Era Informasi

PENUTUP mengalami hambatan terutama dalam penangkapan


Di Indonesia, persoalan kejahatan dalam tersangka dan penyitaan barang bukti.
hukum telematika atau lebih khususnya mengenai Untuk kendala-kendala yuridis yang ada
cybercrime sebenarnya bukan hal baru, akan tetapi maka untuk mengatasinya perlu dilakukan revisi
aturan untuk mengkriminalisasi pelaku cybercrime atas undang undang tersebut seperti melakukan
dengan perangkat aturan khusus berupa cyberlaw redefinisi mengenai pengertian atau peristilahan
(Undang-Undang ITE) adalah persoalan yang dalam peraturan perundang-undangan ITE sehingga
baru, karena baru pada tahun 2008 Indonesia terdapat batasan dan kejelasan makna serta tidak
benar-benar mempunyai kebijakan hukum khusus menimbulkan celah hukum (loopholes). Selain
dalam persoalan cybercrime. Persoalan pemidanaan itu Berkaitan dengan kebijakan hukum pidana
tersebut timbul karena di hadapan masyarakat yang tidak hanya memikirkan ke-butuhan hukum
terdapat perbuatan yang berdimensi baru, sehingga saat ini tetapi juga yang akan datang, maka untuk
di masyarakat banyak muncul pertanyaan adakah memberikan alternatif pemidanaan bagi pelaku
hukumnya untuk perbuatan tersebut. Kesan yang cybercrime, rumusan dalam RUU KUHP mengenai
muncul kemudian adalah terjadinya kekosongan pidana kerja sosial bisa memberikan alternatif
hukum yang akhirnya mendorong kriminalisasi penjeraan bagi pelaku pidana. Perlunya alternatif
terhadap perbuatan tersebut. Hal tesebut sesuai pidana kerja sosial seperti yang diatur dalam RUU
dengan apa yang dikemukakan oleh von Savigny KUHP dikarenakan hal tersebut sesuai dengan dasar
bahwa hukum tumbuh, hidup dan berkembang filosofis dan teoritis hukum yang berlaku
karena menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Salah
satu kunci agar sistem hukum tidak tertinggal DAFTAR PUSTAKA
dengan perkembangan telematika yang semakin Anonim, 2001, Seluk Beluk Telematika, (http://www.
pesat maka aturan yang dibuat harus bisa holistik, beritanet.com/Technology/Communication/
fleksibel dan antisipatif terhadap perubahan zaman. seluk-beluk-telematika.htm)
Undang-Undang ITE mengandung pendekatan Arief, Barda Nawawi, 1996, Bunga Rampai
futuristic karena pada masa yang akan datang Kebijakan Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya
teknologi semakin berkembang sehingga hukum Bakti.
harus mengatur tentang perubahan yang ada di ____, 2005, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam
masyarakat termasuk perubahan dalam bidang Perspektif Kajian Perbandingan, Bandung:
teknologi supaya tercapai kepastian hukum dalam Citra Aditya.
Undang-Undang ITE tercemin kaidah-kaidah Friedmann, W., 1993, Teori dan Filsafat Hukum
bahwa hukum dapat menjangkau perkembangan (Susunan I), Jakarta: Raja Grafindo Persada.
zaman sehingga Undang-Undang ITE ini bersifat Golose, Petrus Reinhard, 2006, Perkembangan
fleksibel sepanjang tidak ber-tentangan dengan Cybercrime dan Upaya Penanganannya di
Undang-Undang yang lain. Akan tetapi walaupun Indonesia oleh Polri, Makalah disampaikan
hukum dibuat antisipatif atau preventif dan dalam Seminar Nasional Mengenai
seholistik mungkin agar dapat memayungi setiap Penanganan Cybercrime di Indonesia ke arah
kegiatan khususnya bidang telematika akan tetapi Pengembangan Kebijakan yang Menyeluruh dan
Undang-Undang ITE ini tetap memiliki kendala- Terpadu, diselenggarakan di Menara Sjafruddin
kendala antara lain kendala yuridis dan kendala Prawiranegara Kompleks Perkantoran Bank
dalam penanganan tersangka. Banyak ketentuan- Indonesia Jakarta
ketentuan yang menyangkut tentang pelaksanaan Hamzah, Andi, 1993, Sistem Pidana dan
perbuatan jahat atau perbuatan yang dapat dihukum Pemidanaan di Indonesia, Jakarta: Pradnja
belum masuk dalam Undang-Undang Informasi Paramita.
dan Transaksi Elektronik seperti hal-hal yang di Kiswanto, Muslim Heri, 2009, Cyber crime
atur dalam buku I KUHP tidak ada dalam Undang- dan Transaksi Elekronik dalam UU No. 11
Undang ITE. Seperti Kelalaian atau khilaf, lalai atau Tahun 2008 tentang ITE, Diunduh dari http://
khilaf adalah kalimat yang sering dilakukan oleh www.scribd. com/doc/24106593/Smtr-Sejarah-
manusia dalam melakukan kegiatannya. Selain itu Hukum.
kendala lain terkait proses penanganan tersangka, Lamintang, PAF, 1984, Hukum Penitensier
di mana Penindakan kasus cybercrime sering Indonesia, Bandung: Amico.\

72

Vous aimerez peut-être aussi