Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Di susun oleh :
1. Pengertian
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus.
Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-
sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker.
Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan
perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam jaringan paru
yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap rokok (Ilmu Penyakit Dalam,
2001). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel sel yang mengalami proliferasidalam paru
(Underwood, Patologi, 2000).
Karsinoma bronkogenik adalah Kanker ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan Di
dalam kepustakaan selalu dilaporkan adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif, yang
bukan hanya sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan diagnosis yang lebih
baik, namun Kanker paru memang lebih sering terjadi (Alsagaff & Mukty, 2002).
2. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum diketahui, namun
diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan bahan karsiogenik merupakan faktor utama,
tanpa mengesampingkan kemungkinan perana predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau
ras serta status imunologis.
Sedangan faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya kanker paru, antara lain :
a. Merokok
Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus
(Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi
dapat menyebabkan kanker. (Stoppler,2010)/.
Merokok merupakan penyebab utama Ca paru. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah
ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma
bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada
perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan
kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada
kulit hewan, menimbulkan tumor.
b. Perokok pasif
Perokok pasif mempunyai efek yang lebih buruk dari pada perokok aktif, karena perorok pasif
menghirup asap dua kali lipat lebih banyak dari perokok aktif. Semakin banyak orang yang
berhubungan dekat antara perokok aktif dan pasif, maka risiko terjadinya kanker paru akan semakin
meningkat. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok,
tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson,
2005). Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada
perokok pasif (Stoppler,2010).
c. Polusi udara
Pulosi udara terutama di daerah kota-kota besar akan sangat mempunyai dampak yang sangat
tinggi terhadap kejadian kanker paru, namun polusi udara mempunyai pengaruh kecil bila
dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Karena banyak didaerah perkotaan sangat
kurang lahan hijau untuk dapat menyaring polusi-polusi udara akibat banyaknya kendaraan
bermotor. Kurangnya lahan hijau di daerah perkotaan dapat disebabkan karena pembangunan yang
sangat besar dan tidak diimbangi dengan lahan hijau sebagai keseimbangan lingkungan.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang
tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di
kota. Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan/ pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah
Patologi,1997).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik
hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di
antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium,
dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Pengaruh dari faktor genetik berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan
genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi gen-gen penekan tumor memiliki arti penting
dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik dapat menjadi risiko
terjadinya kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai
enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).
a. Gejala Awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus
b. Gejala umum.
Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai
batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum
yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
Nafas sesak (pendek)
Sakit kepala , nyeri dada, bahu dan bagian punggung .
Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan infeksi saluran
pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan
foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan
yang sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior
syndroma).
4. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan
deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka
menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia,
hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan
supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam,
dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat
badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
5. Pathway
Bronhus (Percabangan Segmen Atau Subsegmen)
Cell Kanker
Manifenstasi Klinis
Proksimal Distal
7. Gambaran Klinis
8. Pemeriksaan Diagnostik
1) Radiologi.
a) Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2) Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3) Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya
karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2cm,
sensitivitasnya mencapai 90 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d) Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam prosedur
non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4) Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MR
9. Penatalaksanaan
10. Komplikasi
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama klien, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, dan alamat klien.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau purulen, atau batuh darah
b) Malaise
c) Anorexia
d) Badan makin kurus
e) Sesak nafas pada penyakit yang lanjut dengn kerusakan paru yang makin luas
f) Nyeri dada dapat bersifat okal atau pleuritik
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Terpapar asap rokok
b) Industri asbes, uranium, kromat, arsen (insektisda), besi dan oksida besi
c) Konsumsi bahan pengawet
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Riwayat keluarga penderita kanker
e. Data psikologis
kegelisahan, pertanyaan yang diulang-ulang, perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang
labil, marah, sedih.
f. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan non invasif
a. Sinar X (PA dan lateral), tomografi dada : menggambarkan bentuk, ukuran dan
lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, efusi pleural,
atelektasis, erosi tulang rusuk atau vertebrata.
b. Pemeriksaan sitologi (sputum, pleura, atau nodus limfe) ; dilakukan untuk mengkaji
adanya tahap karsinoma
c. Mediastinoskopi : digunakan untuk per tahapan karsinoma
d. Scan radioisotope : dapat dilakukan pada paru, hati, otak, tulang dan organ lain
untuk bukt metastasis
e. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA : dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan ventilasi pasca operasi
2) Pemeriksaan invasif
a. Bronkoskopi dan biopsi dan penyikatan mukosa bronkus serta pengambilan bilasan
bronkus yang kemudian diperiksa secara patologianatomik. Bronkoskopi serat optik:
memungkinkan visualisasi, pencucian bagian dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya kasrinoma bronkogenik dapat dilihat)
b. Biopsi transtorakal dengan bimbingan USG atau CT Scan
c. Biopsi dapat dilakukan pada nodus skalen, odus limfe hilus, atau pleura untuk
membuat diagnose
d. Tes kulit, jumlah absolute limfosit: dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi
imun (umum pada kanker paru)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah / viskositas sekret,
sekresi darah
c. Nyeri akut berhubungan dengan invasi sel kanker
d. Ketakutan / ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap perubahan status kesehatan,
ancaman kematian
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukkan perbaikan pertukaran
gas. Kriteria hasil :
1) Klien akan menunjukkan hasil GDA dalam rentang batas normal
2) Kulit akan bebas dari gejala distress pernapasan
3) Klien akan memperhatikan perbaikan status mental
Intervensi dan rasioanal :
1) Catat frekuensi kedalaman pernapasan, kesukaran bernapas. Observasi penggunaan otot
bantu pernapasan, napas bibir, perubahan kulit / membrane mukosa, misalnya pucat,
sianosis.
Rasional : pernapasn meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensi
awal terhadap kerusakan jaringan paru.
2) Auskultasi paru
Rasional : konsolidasi dan berkurangnyaaliran udara pada sisi menunjukkan area paru yang
terlibat
3) Selidiki perubahan status mental / tingkat kesadaran
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi seperti pergeseran
mediastinal bila disertai dengan takipnea, takikardia, deviasi trakea
4) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat bantu
pernapasan
Rasional : obstruksi jalan napas mempengaruhi ventilasi dan mengganggu pertukaran gas
5) Ubah posisi dengan sering, tempatkan pasien dalam posisi duduk, dan atau berbaring
Rasional : memaksimalkan ekspansi paru dan drainase secret
6) Dorong / bantu latihan napas dalam
Rasional : meningkatkan ventilasi dan oksigenasi maksimal dan mencegah atelektasis
7) Kaji rspon klien terhadap aktivitas, dorong periode istirahat atau batsi aktivitas sesuai
toleransi klien
Rasional : peningkatan konsumsi kebutuhan oksigen dan stress mengakibatkan peningkatan
dispnea dan perubahan tanda vital
8) Berikan oksigen tambahan dengan humidifikasi sesuai indikasi
Rasional : memaksimalkan sediaan oksigen
9) Pantau AGD, oksimetri nadi. Catat kadar Hb
Rasional : penurunanPO2 tau peningkatan PCO2 daat menunjukkan kebutuhan untuk
dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan
penurunan kapasitas pembawa oksigen
b. Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah/viskositas sekret,
sekresi darah
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukkan kepatenan jalan napas.
Kriteria hasil :
1) Klien akan menunjukkan bunyi napas bersih, bebas kering / bunyi tambahan
2) Klien akan melaporkan secret mudah dikeluarkan
Intervensi dan rasional :
1) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi napas dan adanya secret
Rasional : pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan tertahannya sekret atau
obstruksi jalan napas
2) Bantu klien dan intruksikan untuk napas dalam dan batuk efektif dedngan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi
Rasional : posisi duduk memkungkinkan eksansi paru maksimal dan penekanan upaya
batuk membantu untuk memobilisasi / membuang sekret
3) Observasi jumlah dan karakter sputum
Rasional : adanya sputum yang kental, berdarah, purulen memerlukan pengobatan lebih
lanjut
4) Lakukan penghisapan bila batuk lemah atau ronki tidak hilang dengan upaya batuk.
Hindari penghisapan ETT dan OTT yang dalam pada klien pneunomektomi bila mungkin
Rasional : penghisapan meningkatkan resiko hipoksia dan kerusakan mukosa. Penghisapan
trakeal secara umum kontraindikasi pada klien pneunomektomiuntuk
memnurunkan resiko rupture jahitan bronchial
5) Dorong masukan cairan peroral (sedikitnya 2500ml/hari) dalam toleransi jantung
Rasional : hidrasi adekuat untuk meningkatkan pengeluaran secret
6) Kaji nyeri / ketidaknyamanan dan lakukan latihan pernapasan
Rasional : mendorrong klien untuk bergerak, batuk lebih efektif, dan napas dalam untuk
mencegah kegagalan pernafasan
7) Gunakan oksigen humidifikasi / nebulixer ultrasonic. Berikan cairan tambahan secara IV
sesuai indikasi
Rasional : memberikan hidrasi maksimal membantu pengenceran sekret.
8) Berikan bronkodilator, ekspektoran, atau analgesic sesuai indikasi
Rasional : menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, meningkatkan
upaya pengeluarn secret melalui pengenceran dan penurunan viskositas serta
penghilangan ketidaknyamanan.
Amin, Z., 2006. Kanker Paru. Dalam: Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati,
S. Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 1015-21.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian
perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG.
Saferi Wijaya, Andra. 2013. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH keperawatan dewasa teori dan contoh
konsep askep. Yogyakarta:Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3:
Jakarta:EGC.