Vous êtes sur la page 1sur 14

Untuk mencapai otot tubuh, pusat perintah motorik di sistem saraf pusat harus

melewati upper motor neuron dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Upper Motor Neuron (UMN) merupakan sistem descending yang menyalurkan impuls dari
korteks motorik serebri ke kornu anterior dari medulla spinalis. UMN terdiri atas sistem
piramidal dan ekstrapiramidal. Lower Motor Neuron (LMN) menyalurkan impuls dari kornu
anterior medulla spinalis atau sel motor nervi kranialis ke motor end plate. LMN terdiri dari
saraf-saraf kranial dan saraf-saraf spinal.
Traktus piramidalis merupakan kelompok serabut yang membawa pesan untuk pergerakan
motor volunter ke lower motor neuron di batang otak dan korda spinalis.
Impuls dalam sel piramida korteks motorik, berjalan dalam dua jaras :

Traktus kortikonuklear atau kortikobulbar berakhir pada nuklei saraf kranialis motorik
dalam pusat otak.
Traktus kortikospinalis yang jauh lebih tebal berakhir pada kornu anterior medulla
spinalis (motorneuron)

Traktus piramidalis berasal dari korteks sensorimotor di sekitar sulcus sentralis. Sekitar 55%
berasal dari lobus frontalis yaitu pada girus presentralis pada area sitoarsitektonik Broadmann
4 yang memanjang sepanjang fisura sentralis dari lateral atau fisura sylvii ke arah dorsomedial
ke tepi dorsal hemisfer lalu ke bagian anterior lobulus parasentralis pada sisi medial hemisfer
dan berjalan tepat di depan korteks sensorik girus postsentralis, dan area 6, sekitar 35%
berasal dari area 3,1 dan 2 pada girus postsentralis dari lobus parietalis. Sekitar 10% serat-
serat yang berasal dari area lain selain frontal dan parietal. Akson-akson yang berasal dari
sel piramida raksasa dari Betz (area 4) dengan selubung myelin tebal hanya mewakili 3,4 -
4% dari semua serat yang membuat traktus piramidalis. Kebanyakan serat traktus piramidalis
berasal dari sel piramida kecil atau sel fusiformis dalam area motorik 4 dan 6. Serat yang
berasal dari area 4 mewakili sekitar 40% dari serat traktus, sisanya berasal dari daerah region
sensorimotor lainnya.

Serabut-serabut traktus kortikobulbar bersama-sama dengan traktus kortikospinalis


meninggalkan kortek motorik lalu bergabung melewati korona radiata substansia alba
serebrum ke arah ekstremitas posterior kapsula interna. Kemudian memasuki bagian tengah
pedunkulus mesensefalon. Pada mesensefalon ini serabut-serabut traktus kortikobulbar
meninggalkan traktus piramidalis dan berada di pertengahan pedunkulus serebri. Jaras
kortikobulbar terletak pada bagian medial. Kemudian di pons, serabut ini berputar sehingga
jaras kortikobulbar berada di dorsal. Serabut ini berakhir di nuklei motor nervi kranial setinggi
medula oblongata.

Traktus kortikobulbar berakhir di inti saraf kranial secara :


1. Bilateral, nuclei oculomotorius (III), Nuclei Troklearis (IV), nuclei trigeminus (V), nuclei
Abdusen (VI), pars kaudal nucleus fascialis (VII), Nuclei Ambigus (X)
2. Menyilang kontralateral, pars rostralis nucleus fascialis (VII) dan nucleus hipoglossus
(XII)
3. Tidak menyilang, nuclei Accesorius (N XI)
Gangguan pada traktus kortikobulbar :

1. Korteks Serebri (Tumor, infark, hematom)


Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan kelumpuhan UMN pada
belahan tubuh sisi kontralateral (hemiparalisis atau hemiplegi), sindrom sensorik Dejerine
atau afasia. Kerusakan yang menyeluruh tapi belum meruntuhkan semua neuron korteks
piramidalis sesisi, menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral
(hemiparesis).

Pada hemiparesis karena lesi kortikal sesisi, otot-otot wajah diatas fisura palpebrae masih
dapat digerakkan secara wajar, lidah menunjukkan kelumpuhan pada sisi kontralateral,
kesukaran menelan (karena kelumpuhan sesisi pada otot-otot yang dipersarafi oleh N.X dan
N.IX).

Jika terdapat tumor di sekitar falks serebri maka akan menekan kedua sisi korteks
piramidalis sehingga kedua daerah somatotopik kedua tungkai dapat mengalami gangguan
sehingga terjadi kelumpuhan UMN pada kedua tungkai (paraplegia).

Bila lesinya kecil maka dapat timbul suatu monoplegia di sisi kontralateral (atau mis:
paralysis pada kaki kanan dan paresis pada lengan kanan)

Iritasi pada korteks serebri dapat menimbulkan suatu bangkitan kejang tonik-klonik.

Gejala lain : Hipestesia (gyrus presentralis) dan gangguan berbahasa (temporal), deviasi
konjugae (area 8), hipertonia, forced crying atau forced laughing (korteks motorik primer)

2. Kapsula Interna
Gejala : Kelumpuhan otot kontralateral.

Karena berdekatan dengan sistem ekstrapiramidalis maka dapat terjadi hipertonia


(spastisitas) dan dapat terjadi hemiplegi spastis kontralateral. Hemiplegi akibat lesi kapsular
(nucleus kaudatus dan putamen) juga memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN yang
dapat disertai oleh rigiditas, atetosa, distonia dan tremor. Jika mengenai radiatio optik maka
akan terjadi hemianopia. Lidah juga ikut terkena hemiparesis sehingga artikulasi kata-kata
terganggu (disartria)

Bila lesinya kecil (misalnya infark lakunar) dapat timbul pure motor hemiplegia. Bila lesinya
cukup besar maka dapat timbul hemiplegi dan hemianestesia. Pada lesi yang luas dapat
dijumpai trias kapsula interna yaitu hemiplegia, hemianestesia, dan hemianopia.

Medula Oblongata

Sindrom Medular medial (Sindrom Hemiplegic Alternans Nervus Hipoglossus) Lesi unilateral
kawasan piramis sesisi yang dilintasi oleh radiks N.XII, dengan gejala:
Kelumpuhan UMN anggota gerak atas dan bawah kontralateral dibawah tingkat leher
Kelumpuhan LMN N.XII (paralisis flaksid) ipsilateral
Penyebab Kelumpuhan
Kelumpuhan dapat terjadi karena faktor bawaan lahir atau kondisi medis tertentu.
Cedera juga dapat menjadi salah satu alasan seseorang menjadi lumpuh, misalnya
karena kecelakaan atau tindakan operasi.
Salah satu kelainan yang dapat menyebabkan kelumpuhan adalah celebral palsy.
Celebral palsy adalah kelainan pada otak, bisa karena gangguan dalam proses
perkembangannya saat dalam kandungan, atau karena terjadi cedera pada otak
saat proses kelahiran atau setelahnya. Kelainan ini menyebabkan gangguan dalam
pergerakan dan sistem koordinasi anak. Cerebral palsy dapat disebabkan oleh
beberapa hal, seperti infeksi saat kehamilan, kelainan pada pertumbuhan otak janin,
perdarahan otak, kelahiran prematur, atau proses melahirkan yang sulit.
Kondisi medis lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan di antaranya adalah:
Stroke. Pada stroke terdapat gangguan aliran darah pada otak. Bagian otak yang
aliran darahnya terganggu akan kekurangan oksigen dan nutrisi yang diperlukan
untuk bekerja, sehingga terjadi kerusakan sel-sel di area tersebut, yang kemudian
menyebabkan kelumpuhan.
Multiple sclerosis. Kerusakan saraf akibat reaksi abnormal pada sistem kekebalan
tubuh yang menyerang selaput pelindung saraf (mielin). Kondisi ini dapat
mengganggu aliran sinyal yang dikirim dari dan menuju otak.
Cedera otak. Cedera yang disebabkan oleh benturan keras pada tengkorak dapat
merusak pembuluh darah, otot, dan saraf pada otak. Umumnya, seseorang akan
mengalami kelumpuhan pada bagian kiri tubuh jika kerusakan terjadi pada bagian
kanan otak, dan kelumpuhan bagian kanan saat otak kiri yang rusak.
Cedera saraf tulang belakang. Saraf tulang belakang adalah bagian dari sistem
saraf utama tubuh, dan menjadi saraf utama yang mengalirkan sinyal dari dan
menuju otak serta tubuh secara keseluruhan. Tingkat keparahan kelumpuhan yang
terjadi akan tergantung dari lokasi cedera atau kerusakan yang dialami. Semakin
dekat dengan leher, maka semakin parah juga kondisinya. Dalam kondisi patah
tulang leher, penderita mungkin akan mengalami kelumpuhan yang dapat
mengakibatkan fungsi paru dan otot-otot pernapasan terganggu.
Selain itu, ada juga beberapa kelainan genetik dan penyakit lain yang jarang terjadi
namun dapat menyebabkan kelumpuhan, seperti:
Kanker, meliputi kanker otak atau kanker yang tersebar dari organ tubuh lainnya
hingga menyerang otak atau saraf tulang belakang.
Sindrom pasca polio, terjadi saat virus polio merusak sel saraf motorik (motor
neurons), yang berfungsi untuk pergerakan.
Neurofibromatosis, kelainan genetik yang mengakibatkan pertumbuhan tumor
pada saraf, mulai dari saraf otak hingga saraf tulang belakang.
Penyakit Motor Neuron, suatu penyakit di mana sel saraf pada otak dan tulang
punggung mengalami degenerasi dan kehilangan fungsinya.
Spina bifida, kelainan bawaan lahir yang mempengaruhi perkembangan tulang
belakang dan sistem saraf.
Penyakit Lyme, disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan oleh kutu. Pada
saat menghisap darah, kutu tersebut memasukkan bakteri ke dalam darah yang
dapat menyebabkan kerusakan saraf dan kelumpuhan sementara pada otot wajah.
Sindrom Guillain-Barre, terjadi reaksi abnormal dari sistem kekebalan tubuh yang
menyerang saraf tepi dan menimbulkan peradangan.
Ataksia Friedreich, ketidakmampuan tubuh memproduksi protein frataxin, protein
yang bertugas mengatur aliran zat besi dalam sel saraf, yang disebabkan karena
terjadinya mutasi pada gen GAA. Pada kelainan ini terjadi penumpukan zat besi di
dalam sel saraf yang kemudian menyebabkan kerusakan sel.
Jenis-jenis Kelumpuhan
Terdapat berbagai jenis kelumpuhan yang dapat menyerang penderitanya, di
antaranya adalah:
Kejang fokal dan generalisata. Kejang fokal adalah kelumpuhan yang dialami pada
bagian tertentu, seperti salah satu sisi wajah, tangan, hingga jaringan dan otot pita
suara. Sedangkan, kejang generalisata adalah kelumpuhan yang dialami pada
bagian tubuh secara utuh. Kejang generalisata bisa dibagi lagi menjadi:
- Monoplegia. Salah satu anggota gerak (lengan atau tungkai) mengalami
kelumpuhan.
- Hemiplegia. Terjadi kelumpuhan anggota gerak (lengan dan tungkai) pada
satu sisi tubuh lumpuh.
- Paraplegia. Kedua tungkai penderita, termasuk area panggul atau separuh
tubuh bagian bawah mengalami kelumpuhan.
- Tetraplegia. Kelumpuhan pada keempat anggota gerak. Kelumpuhan ini
juga disebut dengan quadriplegia.
Kelumpuhan sementara dan permanen. Kelumpuhan sementara adalah lumpuh
yang dapat membaik dengan atau tanpa pengobatan, setelah jangka waktu tertentu.
Beberapa diantaranya meliputi stroke dan kelumpuhan pada salah satu sisi wajah
(Bells palsy). Sedangkan kelumpuhan permanen adalah kondisi yang umumnya
disebabkan oleh cedera parah, seperti patah tulang pada leher atau cedera saraf
tulang belakang. Sesuai namanya, kondisi ini akan mengakibatkan penderitanya
mengalami kelumpuhan yang menetap.
Kelumpuhan parsial dan total. Kelumpuhan parsial adalah kondisi dimana hanya
sebagian fungsi otot dan saraf yang terganggu atau menurun. Sedangkan pada
kelumpuhan total, fungsi otot dan saraf hilang secara keseluruhan, otot tidak dapat
digerakkan sama sekali dan penderita tidak dapat merasakan apapun di bagian
yang lumpuh.
Kelumpuhan spastik dan flasid. Kelumpuhan spastik adalah kondisi dimana otot
anggota gerak kaku atau berkontraksi di luar kontrol. Sedangkan pada kelumpuhan
flasid, otot anggota gerak lemas tanpa kontraksi dan lemah. Seseorang dapat
mengalami kedua kelumpuhan ini secara bertahap, dimulai dengan spastik atau
sebaliknya. Hal ini biasanya terjadi pada penderita cerebral palsy dan penyakit motor
neuron.
Gejala Kelumpuhan
Pada umumnya, penderita kelumpuhan akan mengalami gejala seperti kesulitan
bergerak dan mengontrol pergerakan otot, serta merasakan sensasi tertentu. Jika
kondisi memburuk, penderita mungkin akan merasakan sensasi kesemutan atau
mati rasa sebelum mengalami kelumpuhan total. Keparahan gejala akan sesuai
dengan jenis kelumpuhan dan cedera yang dialami.
Dalam Neurologi kekuatan otot dibagi menjadi 6 kategori yang disimbolkan dengan
angka dari 5 sampai 0. Dengan penjelasan masing-masing angka sebagai berikut:
5 : Normal. Tangan bisa digunakan dalam keadaan normal, menahan, melawan
gravitasi, mengangkat, dan lain sebagainya

4 : Lemah, otot hanya bisa menghasilkan sedikit gerakan. Bisa melawan gravitasi,
artinya tangan masih bisa bergerak bebas ke atas-bawah, bisa menahan tekanan
hanya saja pada kondisi ini otot tangan seseorang tidak bisa nenahan tekanan yang
kuat. Pada kondisi ini juga seseorang masih bisa mengangkat barang hanya saja tidak
bisa mengangkat barang yang terlalu berat.

3 : Lemah, tidak bisa menahan tekanan. Pada kondisi ini seseorang bisa melawan
gravitasi hanya saja tidak bisa menahan tekanan yang diberikan.

2 : Lemah, tidak bisa menahan juga melawan gravitasi. Pada kondisi ini seseorang
hanya mampu menggerakan tangan atau kakinya bergeser ketika dia berbaring. Tidak
bisa mengangkat tangan atau kaki ke atas.

1 : Sangat lemah. Pada kondisi ini tangan atau kaki hanya bisa sedikit melakukan
pergeseran, dapat dikatakan pada kondisi ini seseorang hapir lumpuh.

0 : Lumpuh, pada kondisi ini tangan atau kaki seseorang sama sekali tidak bisa
melakukan gerakan. Pada kondisi ini otot sama sekali tidak punya kekuatan (plegia).

Lemahnya otot tubuh pada manusia disebut dengan parese atau Paresis. Paresis ini
dibagi menjadi 4 yaitu

1. Monoparesis : Lemah salah satu anggota gerak. Bisa tangan kanan saja, tangan
kiri saja, kaki kanan saja atau hanya lemah kaki kiri saja.

2. Paraparesis : Lemah sepasang anggota gerak. Bisa kedua tangan lemah atau
hanya kedua kaki saja yang lemah.

3. Tetraparesis : Lemah semua anggota gerak. Semua anggota gerak sepasang kaki
dan juga sepasang tangan lemah.

4. Hemiparesis : Lemah satu sisi anggota gerak. Bisa tangan dan kaki kanan saja.
Bisa tangan dan kaki kiri saja.

Tingkat lemahnya anggota gerak seseorang bisa dilihat secara kasat mata ataupun
melalui cek secara medis.

Gejala dan Jenis Paraplegia


Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Mati rasa
serta kesulitan untuk menggerakkan otot-otot panggul, kedua kaki, dan beberapa
bagian tubuh bawah menjadi gejala utama dari paraplegia.
Berdasarkan tingkat keparahannya, paraplegia terdiri dari dua jenis yaitu:
Paraplegia parsial: Penderita masih bisa mengontrol beberapa otot dan merasakan
sensasi seperti panas atau dingin.
Paraplegia menyeluruh: Penderita benar-benar kehilangan fungsi otot dan tidak
bisa merasakan sensasi apa pun.
Sedangkan jika dilihat dari jenis kelumpuhan dan efeknya pada otot, paraplegia
terbagi menjadi:
Paraplegia spastik: otot-otot tubuh pada bagian yang lumpuh dalam kondisi kaku,
mengalami kejang-kejang, dan pergerakannya tidak bisa dikontrol.
Paraplegia flaksid: otot-otot tubuh pada bagian yang lumpuh dalam kondisi lemas
dan terkulai. Otot lumpuh yang mengalami kondisi ini bisa mengkerut.

PENYEBAB HEMIPARESIS
Hemiparesis disebabkan oleh cerebral palsy (kerusakan otak). Cerebral palsy bisa
terjadi akibat struk, kecelakaan ataupun disebabkan oleh kelahiran bayi prematur.

Hemiparesis terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:

Hemiparesis kanan. Hemiparesis kanan terjadi jika kerusakan otak terdapat pada sisi
kiri. Sisi kiri otak adalah bagian yang mengontrol perihal berbicara dan bahasa. Orang
yang memiliki hemiparesis jenis ini mengalami kesulitan untuk berbicara dan
memahami apa yang orang lain katakan.

Hemiparesis kiri; Hemiparesis kiri terjadi jika kerusakan otak terdapat di sebelah
kanan. Sisi kanan otak adalah bagian yang mengontrol proses belajar, beberapa jenis
perilaku juga komunikasi non verbal. Kerusakan otak pada sisi kiri menyebabkan
seseorang berbicara secara berlebihan (cerewet), kurangnya perhatian juga memilki
ingatan yang pendek.

Ataxia; Ataxia adalah hemiparesis yang disebabkan cedera otak belakang. Cedera ini
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengkoordinasikan gerakan, hal
ini dapat menyebabkan kesulitan berjalan dan mengalami gangguan keseimbangan
tubuh.

Hemiparesis murni; Hemiparesis ini adalah hemiparesis yang sering terjadi. Orang
yang mengalami hemiparesis jenis ini mengalami kelemahan pada kaki, lengan juga
otot wajah.

Hemiparesis bersifat menetap. Artinya tidak bisa disembuhkan secara total. Adapun
upaya-upaya untuk membantu si penderita adalah dengan cara fisioterapi. Dengan
demikian, si penderita dapat dilatih untuk memaksimalkan kemampuan otot anggota
geraknya yang terkena hemiparesis.

Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek klinis
yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada
hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar
kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L.
Kelemahan otot berat atau paralisis, kelemahan otot biasanya tidak timbul pada
kadar kalium di atas 2,5 mEq/L apabila hipokalemia terjadi perlahan. Namun,
kelemahan yang signifikan dapat terjadi dengan penurunan tiba-tiba, seperti pada
paralisis hipokalemik periodik, meskipun penyebab kelemahan pada keadaan ini
mungkin lebih kompleks.Pola kelemahan kurang lebih mirip dengan yang diamati
pada hiperkalemia, biasanya dimulai dengan ekstremitas bawa, meningkat sampai
ke batang tubuh dan ekstremitas atas serta dapat memburuk sampai pada titik
paralisis. Hipokalemia juga dapat menyebabkan hal berikut ini: kelemahan otot
pernapasan yang dapat begitu berat sampai menyebabkan kegagalan pernapasan
dan kematian. Keterlibatan otot-otot pencernaan, menyebabkan ileus dan gejala-
gejala yang diakibatkannya seperti distensi, anoreksia, nausea dan vomitus. Kram,
parestesia, tetani, nyeri otot dan atrofi.
Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal
sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal.
Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba
yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisa ini dapat terjadi
pada suatu keadaan hiperkalemia atau hypokalemia.

Reflek motorik merupakan kontraksi yang tidak disadari dari respon otot atau
kelompok otot yang meregang tiba-tiba dekat daerah otot yang di ransang. Tendon
terpengaruh langsung dengan palu reflek atau secara tidak langsung melalui benturan
pada ibu jari penguji yang ditempatkan rekat pada tendon. Uji reflek ini memungkinkan
orang yang menguji dapat mengkaji lengkung reflek yang tidak disadari, yang
bergantung pada adanya reseptor bagian aferen, sinap spinal, serabut eferen motorik
dan adanya beberapa pengaruh perubahan yang bervariasi pada tingkat yang lebih
tinggi. Biasanya reflek yang dapat diuji mencakup reflek bideps, brakhioradialis
triseps, patela, dan pergelangan kaki (atau Achiles).
C. Derajat reflek
Hilangnya reflek adalah sangat lah berarti, walaupun sentakan pergelangan
kaki (reflek Achilles) yang tidak ada, terutama pada lansia. Respon reflek sering
dikelaskan antara 0 sampai 4.

4+-hiperaktif dengan klonus terus-menerus


3+-hiperaktif
2+-normal
1+-hipoaktif
0+-tidak ada reflek

D. Jenis-jenis reflek
1. Reflek biseps
Reflek biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku pada
keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan satu tangan
sambil menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu reflek. Respon normal
dalam fleksi pada siku dan kontraksi binseps.
2. Reflek triseps
Untuk menimbulkan reflek triseps, lengan pasien difleksikan pada siku dan
diposisikan depan dada. Pemeriksaan menyokong lengan pasien dan
mengindetifikasi tendon triseps dengan mempalpasi 2,5 sampai 5 cm diatas siku.
Pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps dari
ekstensi siku.
3. Reflek patella (KPR / Knee Press Reflex)
Reflek patella ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di bawah
patella. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur telentang. Jika pasien telentang,
pengkaji menyokong kaki untuk memudahkan refleksasi otot. Kontraksi quadriseps
dan ekstensi lutut adalah respon normal.
4. Reflek ankle (APR / Achilles Press Reflex)
Buat pergelangan kaki dalam keadaan reflek, kaki dalam keadaan dorsi fleksi pada
pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon Achilles. Reflek normal yang
muncul adalah fleksi pada bagian plantar. Jika penguji tidak dapat menimbulkan reflek
pergelangan kaki dan kemungkinan tidak dapat rileks, pasien diinstruksikan untuk
berlutut pada sebuah kursi atau tingginya sama dengan penguji. Tempatkan
pergelangan kaki dengan posisi dorsi fleksi dan kurangi tegangan otot
gastroknemeus. Tendon Achilles digores menurun dan terjadi fleksi plantar.
6. Klonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini di sebut klonus. Jika
kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau tiga kali
gerakan sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit SSP
terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana tendon menjadi longgar
tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang. Tidak terus-menerus klonus dihubungkan
dengan keadaan normal tetapi reflek hiperaktif tidak dipertimbangkan sebagai
keadaan patologis. Klonus yang teru-menerus indikasi adanya penyakit SSP dan
membutuhkan evaluasi dokter.
7. Reflek kontraksi abdominal
Reflek superfisial yang ada ditimbulkan oleh goresan pada kulit dinding abdomen
atau pada sisi paha untuk pria. Hasil yang didapat adalah kontraksi yang tidak di sadari
oleh otot abdomen dan selanjutnya menyebabkan skrotum tertarik.
8. Respons babinsky
Reflek yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit SSP yang
mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respon babinski. Bila bagian lateral
telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores, maka terjadi kontraksi jari kaki dan
menarik bersama-sama. Pada pasien yang mengalami penyakit SSP pada sistem
motorik, jari-jari kaki menyebar dan menjauh. Keadaan ini normal pada bayi tetapi bila
ada pada orang dewasa keadaan ini abnormal. Beberapa variasi refleks-refleks lain
memberi informasi. Dan yang lainnya juga perlu diperhatian tetapi tidak memberi
informasi yang teliti.

Guillain-Barre syndrome (GBS) adalah sebuah gangguan sistem kekebalan tubuh


yang menyerang saraf. Lemah dan kesemutan pada kaki, biasanya menjadi gejala
yang paling awal.

Sensasi ini dapat dengan cepat menyebar, yang akhirnya dapat melumpuhkan
seluruh tubuh orang tersebut. Dalam bentuk yang paling parah, sindrom ini adalah
darurat medis yang membutuhkan perawatan secara inap.

Gejala

Sindrom Guillain-Barre sering diawali dengan kesemutan dan lemah pada kaki, yang
lalu menyebar ke tubuh bagian atas dan lengannya. Pada beberapa orang, gejala
dimulai pada lengan atau bahkan wajah.

Pada saat gangguan itu berlangsung, seseorang akan mengalami kelemahan pada
otot yang dapat berkembang menjadi kelumpuhan.

Tanda dan gejala dari sindrom Guillain-Barre seperti dilansir mayoclinic, Jumat
(21/6/2013) adalah:

Merasakan ada yang menusuk, seperti kesemutan, di jari kaki atau jari
tangan.
Kelemahan atau kesemutan di kaki yang menyebar ke tubuh bagian atas.
Pada saat berjalan, akan mengalami kegoyahan dan terkadang tidak mampu
sama sekali untuk berjalan.
Sulit untuk menggerakkan mata, wajah, berbicara, mengunyah bahkan
menelan
Sakit di punggung bagian bawah
Kesulitan mengontrol kandung kemih atau fungsi usus
Jantung akan berdenyut dengan cepat
Tekanan darah rendah dan tinggi
Kesulitan bernapas

Dalam beberapa kasus, tanda dan gejala dapat berkembang dengan sangat cepat,
dengan kelumpuhan pada kaki, lengan dan otot pernapasan selama beberapa jam.

Penyebab

Untuk penyebabnya sendiri, sindrom Guillain-Barre tidak diketahui secara pasti.


Tapi, biasanya didahulukan dengan penyakit menular seperti infeksi pernapasan
atau flu perut (stomach flu). Untungnya, sindrom ini sangatlah jarang, hanya
memengaruhi 1 atau 2 orang per 100.000

Tidak ada obat untuk sindrom Guillain-Barre, tapi beberapa perawatan dapat
meringankan dan mengurangi rasa sakit yang ada. Kebanyakan orang sembuh dari
sindrom ini, meskipun beberapa lainnya mungkin mengalami efek yang tersisa,
seperti lemah, mati rasa atau kelelahan.

Faktor risiko

Guillain-Barre syndrome dapat memengaruhi semua kelompok usia, tetapi akan


berisiko sangat besar jika:

Berusia dewasa muda


Berusia dewasa tua

Pemicu

Guillain-Barre syndrome umumnya dipicu oleh:

Infeksi campylobacter, sejenis bakteri yang sering ditemukan dalam makanan


matang, terutama unggas.
Mycoplasma pneumonia
Virus Epstein-Barr
Virus influenza
Penyakit Hodgkin
Mononucleosis
HIV
Rabies

Waktu yang tepat untuk ke dokter

Jika mengalami kesemutan ringan pada jari-jari kaki atau jari tangan, segeralah
hubungi dokter agar tidak menyebar ke daerah lainnya.

Carilah bantuan medis jika memiliki tanda-tanda atau gejala yang parah, sebagai
berikut:

Kesemutan yang dimulai pada kaki atau jari kaki

Kesemutan yang menyebar dengan sangat cepat


Kesemutan yang melibatkan kedua tangan dan kaki
Kesulitan untuk mengatur napas
Sering tersedak air liur.

Guillain-Barre syndrome adalah penyakit yang sangat serius, yang memerlukan


perawatan inap segera, karena keadaan akan cepat memburuk.

Semakin cepat dan tepat dalam menanganinya, maka akan ada kesempatan baik
yang akan dihasilkan.

Perawatan dan obat-obatan :


Setelah gejala pertama, kondisi cenderung semakin memburuk selama dua minggu

Pemulihan dimulai, biasanya, berlangsung selama enam sampai 12 bulan,


meskipun sebagian orang bisa memakan waktu selama tiga tahun.

Tidak ada obat untuk sindrom ini. Tapi, dua jenis perawatan dapat mempercepat
pemulihan dan mengurangi keparahan atas sindrom tersebut.

1. Plasmapheresis

Perawatan ini dikenal sebagai pertukaran plasma. Ini adalah jenis pembersih darah.
Plasmapheresis terdiri dari menghapus bagian cairan darah (plasma) dan
memisahkannya dari sel-sel darah yang sebenarnya.

Sel-sel darah kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh, yang memproduksi


lebih plasma untuk menebus apa yang telah dihapus,

Tidak jelas mengapa pengobatan ini bekerja, namun para ilmuwan percaya bahwa
plasmapheresis rids plasma tertentu yang berkontribusi terhadap serangan sistem
kekebalan pada saraf perifer.

2. Imunoglobulin intravena

Mengandung antibodi sehat dari donor darah. Dosis tinggi dapat memblokir antibodi
yang merusak sindrom tersebut.

Apa itu MT?


Mielitis Transversa (Transverse Myelitis) adalah kelainan neurologi yang disebabkan
oleh peradangan sepanjang medulla spinalis (sumsum tulang belakang) baik
melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis
menunjukkan inflamasi (peradangan/infeksi) pada medulla spinalis, transversa
menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis . Serangan
inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau menghancurkan mielin yang
merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut
pada sistem saraf yang menganggu hubungan antara saraf pada medulla
spinalis dan tubuh.

Apa dan bagaimana gejala MT?


Penyakit ini ditandai oleh gejala-gejala disfungsi sistim saraf motorik dan sensorik
pada kedua sisi tulang belakang. Berikut gejala-gejala klasik menurut ilmu medis
dan bagaimana pengalamanku.

- Kelumpuhan pada lengan atau tungkai.


Ketika diserang MT, kedua kaki saya lumpuh total sedangkan kedua tangan "hanya"
nyaris lumpuh, masih bisa digerakkan. Tangan kanan masih cukup kuat sedangkan
kiri sangat lemah.

- Nyeri dan rasa tidak nyaman.


Awal diserang penyakit ini, saya merasakan keram yang sangat kuat di kedua kaki
hingga akhirnya tidak dapat berjalan. Lalu disusul kesulitan bernapas, menelan
bahkan untuk membuka matapun sangat berat.

- Disfungsi kantong kemih dan/atau permasalahan pada usus.


Ini gejala paling awal yang saya rasakan, sulit BAB & BAK. Sempat berpikir diserang
penyakit ginjal dan usus sehingga sulit BAB dan BAK.

- Kehilangan rasa (mati rasa).


Ini termasuk gejala awal yang dulu saya alami dan hingga saat inipun bagian bawah
tubuh sampai dengan dada (ruas T7-T6) masih mati rasa.

- Gejala-gejala ini bisa berpengaruh secara simetris atau mungkin tidak simetris,
hanya mempengaruhi lengan, tungkai atau keduanya.
Seperti yang saya sebutkan di atas, kedua kaki lumpuh total, tangan kiri mendapat
pengaruh yang cukup berat sedangkan tangan kanan lebih ringan. Gejala ini juga
mirip yang dialami penderita Gullian Barre Syndrome (GBS).

MT dapat terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam hingga beberapa hari)
maupun sub-akut (1-2 minggu). Dari sharing bersama penderita MT lain, umumnya
terjadi secara akut. Ada yang tanpa gejala sama sekali, kondisinya sehat tapi
seketika rubuh dan tidak sadarkan diri. Saya sendiri menjadi lumpuh hingga kritis
dan masuk ke ICU hanya dalam tempo 5 hari sejak mulai merasakan gejala awal.

Pemindaian dengan alat MRI (Magnitude Resonance Imaging) sangat diperlukan


untuk membantu dokter mendiagnosa penyakit ini. Sayangnya sampai dengan saat
ini tidak ada satupun RS pemerintah maupun swasta di tempat tinggal saya
(Kupang-NTT) yang memiliki alat ini. Pengalaman saya harus pergi ke Surabaya
untuk melakukan MRI dan memastikan bahwa saya menderita penyakit ini.
Apa penyebab MT?
MT pertama kali diidentifikasi tahun 1882 tetapi sampai saat ini 60% penyebabnya
masih belum diketahui dengan pasti walaupun terdapat mekanisme peradangan
(infeksi). Sedangkan 40% lagi berhubungan dengan penyakit autoimun
seperti multiple schlerosis, neuromyelitis optica, systemic lupus erythematous,
Sjogrens syndrome and sarcoidosis. Di masa lalu istilah idiopathic (artinya
penyebab tidak diketahui) sering digunakan dalam situasi dimana penyebab tidak
dapat ditentukan.

Masih belum diketahui dan sulitnya menentukan penyebab penyakit ini sering
menimbulkan banyak spekulasi oleh masyarakat umum yang bisa sangat
mempengaruhi psikologi pasien dan keluarga untuk mengambil langkah pengobatan
yang tepat. Spekulasi-spekulasi berupa pendapat yang membias seperti pandangan
bahwa ini bukan penyakit medis tapi penyakit akibat kuasa gelap, guna-guna
maupun akibat dosa dan kutukan. Apa lagi masih sangat minim ditemukan informasi
tentang penyakit ini sebagai bahan rujukan.

Siapa yang bisa diserang?


MT bisa menyerang siapa saja dari usia 6 bulan - 88 tahun, kendati demikian
statistik menunjukkan ada 2 kelompok umur dengan jumlah penderita tertinggi yaitu
10-19 dan 30-39 tahun. Saya sendiri mengalaminya di usia 29 tahun. Pada pasien
yang muda, MT dapat menjadi indikasi awal penyakit seperti multiple
schlerosis atau neuromyelitis optica . MT menyerang tanpa memandang latar
belakang keluarga, jenis kelamin ataupun ras. Umumnya (75-90%) kasus MT hanya
terjadi sekali, jarang ditemukan kasus berulang (kambuh). Biasanya kalau terjadi
lagi, itu merupakan serangan baru bukan karena serangan sebelumnya. Sebagai
tambahan, hampir 25% kasus terjadi pada anak-anak.

Bagaimana pengobatannya?
Bagian ini tidak bisa saya jelaskan walaupun sering mendapat pertanyaan tentang
itu. Sebaiknya ditanyakan langsung pada dokter ahli saraf atau mereka yang
berkompeten. Yang pasti bahwa biaya pengobatan untuk penyakit ini sangat mahal
seperti pemberian obat imuno globulin atau terapi plasma exchange.

Bagaimana harapan untuk pulih?


Secara medis, perbaikan dari MT biasanya dimulai antara 2 - 12 minggu sejak
serangan awal dan mungkin berlangsung sampai 2 tahun. Bila tidak ada perbaikan
dalam 3 - 6 bulan pertama, maka tidak dijumpai penyembuhan yang signifikan.
Sekitar sepertiga penderita bisa sembuh dengan sempurna, sepertiganya sembuh
dengan meninggalkan defisit neurologi seperti gaya berjalan yang kaku, disfungsi
sensorik dan sering kencing (inkontinensia urin). Sepertiga lainnya tetap tidak
mengalami perbaikan sama sekali, mereka tetap di kursi roda atau berbaring
ditempat tidur dengan tergantung pada orang lain.

Vous aimerez peut-être aussi