Vous êtes sur la page 1sur 8
_InfoDATin PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI BAAS Oktober “Bulan Eliminasi Kaki calen (BeLKAGA) FILARIASIS Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria (microfilaria) yang dapat menular dengan perantaraan nyamuk sebagai vektor. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak ‘mendapat pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidup berupa pembesaran kaki lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun lak-laki yang menimbulkan dampak psikologis bagi penderita dan keluarganya. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada rang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat, dan negara i Indonesia sampai saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 14.932 penderita kasus kronis yang terseber di 418 kabupaten/kota di34 provinsi Hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia tahun 1998, menunjukkan bahwa kerugian ekonomi penderita kronis filariasis per tahun sekitar 17,8% dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3% dari biaya makan keluarga, Penyakit Kaki Gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wucheria bancroftl, Brugia malayi, dan Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 703% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuuk dari genus Anopheles, Culex, ‘Mansonia, dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor filariasis. Tetapi vektor utamanya adalah ‘Anopheles farauti dan Anopheles punctulatus. Hasil penelitian menyebutkan bahwa beberapa spesies dari genus Anopheles disamping berperan sebagai vektor malaria juga dapat berperan sebagai vektor filariasis. Larva infektif yang disebut mikrofilaria memiliki panjang sekitar 200-250 um serta lebar 5-7 um yang bersarung. Bedanya diantara Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, hanya Brugia timori yang sarungnya tidak menyerap pewarna sehingga tidak kelihatan bersarung di mikroskop. Juga yang membedakan ketiga spesies ini, pada spesies Brugia, terdapat inti tambahan terutama di ujung ekor serta karakteristk lain seperti jarak mulut, panjang tubuh. Perkembangan dari larva muda hingga menjadi larva infektif di dalam tubuh nyamuk berlangsung selama 1-2 pekan sedangkan dari mulal masuknya larva dari nyamuk ke tubuh manusia hingaa menjadi cacing dewasa berlangsung selama 3-36 bulan. Meski terkesan gampang sekali tertular oleh nyamuk, namun pada kenyataannya diperiukan ratusan hingga ribuan gigitan nyamuk hingga bisa menyebabkan penyakit filarial. acing jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe, bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina mengelvarkan mikrofilaria yang bersarung. Mikrofilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu tertentu saja yang mempunyai periodisitas. Pada umumnya, Microfilaria Wucheria bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler dalam paru, jantung, ginjal dan sebagainya, Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasatus. Di pedesaan vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan belum diketahui secara pasti tetapi diduga kurang lebih 7 bulan. Microfilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Awalnya parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium |. Dalam waktu Kurang lebih seminggy, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang disebut larva stadium Il, Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus disebut larva stadium Ill. Gerakan larva stadium Ill sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk, Bila nyamuk sedang aktif mencari darah akan terbang berkeliling sampai adanya rangsangan hospes yang cocok diterima oleh alat penerima rangsangannya, Rangsangan ini akan memberi petunjuk pada nyamuk untuk mengetahui dimana adanya hospes kemudian baru menggigit. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium I!| bersifat infektif dan mengigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengelami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium |V, lalustadium V dan cacing dewasa. rfiara ‘pang fe L1 alam Penyakit filariasis mempunyai gejala dan tanda klinis akut serta kronis,Filariasis akut ditandai dengan gejala demam berulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat. Pembengkakan kelanjar getah bening {tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan. Absesfilarial terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjargetah ening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah. Pembesaran tungkai, lengen, buah dada, kantong buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas |limfedema dini). Filariasis kronis memiliki gejala dan tanda klinis yang meliputi pembesaran yang menetap pada tungkai,lengan, buah dada, atau buah zakar. Gejala klinis filariasis imfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yanghidup maupun yang mati. Microfilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menyebabkan limfadenitis dan limfagitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan obstruktif menahun, Cara diagnosis penyakit filariasis di antaranya adalah pemeriksaan Klinis, pemeriksaan langsung darah segar ujung jari, pemeriksaan darah jari/vena dengan pewarnaan, Dari data yang dilaporkan oleh dinas kesehatan provinsi dan hasil survei di Indonesia kasus filariasis kronis 10 (sepuluh) tahun terakhir cenderung meningkat. Pada tahun 2005 ada 8.243 kasus filariasis meningkat menjadi 14.932 orang dari 418 kabupaten/kota di 34 provinsi seperti tampak pada grafik dibawah ini. Kasus klinis filariasis yang dilaporkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun disebabkan banyaknya kasus yang baru ditemukan seiring dengan kabupaten/kota yang melaksanakan pendataaan sasaran sebelum Pemberian Obat Pencegahian Massal POPM) Filariasis. Gambar 1. \Kasus Filariasis Klinis per Tahun di Indonesia Tahun 2002 - 2014 116000 114000 12000 110000 ‘8000 ‘6000 4000 2000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 ‘Sumber:Subdit Fila sis dan Kecacingan, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL Daritahun 2002-2024 kumulatif kasus filariasis kronis yang cacat yang paling tertinggi di Nusa Tenggara Timur yaitu 3.175 kasus di 20 kabupaten/kota, Aceh sebesar 2.375 kasus di 21 kabupaten/kota, Papua Barat dengan 1.765 kasus di12 kabupaten/kota seperti tampak pada gambar dibawahini. Gambar 2. Kumulatif Kasus Filariasis Kronis Yang Cacat Per Provinsi di Indonesia Tahun 2002 - 2014 ‘Sumber:Subdit Filariasis dan Kecacingan, Direktorat PP8B, Ditjen PP dan PL Pada tahun 2007, World Health Assembly menetapkan resolusi “Elimination Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem” yang kemudian dipertegas oleh World Health Organization (WHO) dengan deklarasi “The Global Goa! of Elimination of lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020”. Di dunia terdapat 11,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penvyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara, sementara dari seluruh kasus yang ada di dunia 60% kasus berada di Asia Tenggara. Indonesia menetapkan Eliminasi Filariasis sebagai salah satu prioritas nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009. Program pemberantasan filariasis sendiri telah dilaksanakan sejak tahun 1975, terutama di daerah-daerah endemis tinggi. Menteri Kesehatan pada tangeal 8 ‘April 2002, di Desa Mainan, Kecamatan Banyuasin Il, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan telah mencanangkan dimulainya eliminasi filariasis global di Indonesia, dan menerbitkan surat edaran kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia tentang Pelaksanaan Pemetaan Endemisitas Filariasis, Pengobatan Massal Daerah Endemis Filariasis, dan Tatalaksana Penderita Filariasis di Semua Daerah (Menteri Kesehatan Nomor 612/MENKES/VI/2004). Disamping itu, Program Penatalaksanaan Kasus Filariasis yang merupakan salah satu program eliminasi filariasis, ditetapkan menjadi salah satu kewenangan wajib pemerintah daerah, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Pedoman pengendalian filariasis tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik indonesia Nomor: 1582/MENKES/SK/X|/2005 Tanggal 18Nopember 2005. Indonesia sepakat untuk memberantas filariasis sebagai bagian dari eliminasi filariasis global melalui dua pilar kegiatan yaitu: 1. Memutuskan mata rantai penularan filariasis dengan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis di daerah endemis sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Obat yang dipakai yaitu DEC (Diethylcarbamazine Citrate) 6 mg/kg BB dikombinasikan dengan Albendazole 400mg. 2. Mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis mandir. Sampai tahun 2014 berdasarkan survei darah jari, dari 511 kabupaten/kota di Indonesia ada 241 kabupaten/kota sebagai daerah endemis (microfilaria >1%). Dari 241 kabupaten/kota, sebanyak 46 kabupaten/kota yang telah melaksanakan POPM Filariasis minimal 5 tahun berturut-turut dengan cakupan pengobatan di atas 65% berhasil menurunkan microfilaria pada masyarakat menjadi < 1%. Untuk 195 kabupaten/kota lainnya akan melaksanakan POPM filariasis tahun 2015-2019. Daerah endemis kabupaten/kota di Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 3 Daerah Endemis per Kabupaten/Kota di Indonesia Sumber:Subdit Filariasis dan Kecacingan, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL Untuk pelaksanaan POPM filariasis ini dibutuhkan biaya yang meliputi biaya pengadaan obat yang menjadi tanggung jawab pusat dan biaya operasional yang terdir dari biaya advokasi sosialisasi, penyuluhan, pelatihan kader, pendataan sasaran, distribusi obat, rujukan serta biaya monitoring evaluasi menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Rata rata prevalensi microfilaria di Indonesia tahun 2014 adalah 4,7%. Bila dilihat berdasarkan penduduk kabupaten/kota daerah endemis jumlah penduduk berisiko adalah 102,279,736 orang. Jumlah penduduk terinfeksi filariasis (berisiko menjadi penderita kronis adalah 4.807.148 orang. Sehingga kerugian yang ditimbulkan bila tidak dilakukan POPM Filariasis adalah: 4.807.148 x Rp. 2.755.440 (asumsi kerugian ekonomi penderita filariasis per tahun, berdasarkan biaya hidup (UMR)=Rp. 13.245.807.890.000/tahun). Gambar di bawah ini menunjukan adanya peningkatan cakupan POPM filariasis dari tahun 2010-2014. Pada tahun 2010 cakupan POPM Filariasis sebesar 39,4% meningkat menjadi 73,9% pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat akan pentingnya minum obat pencegahan filariasis yang diberikan setahun sekali pada daerah endemis. Gambar 4 Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis Tahun 2010-2014 ‘Sumber:Subdit Filariasis dan Kecacingan, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL Kegiatan tatalaksana kasus filariasis klinis harus dilaksanakan pada semua penderita. Tatalaksana ini bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kecacatan penderita dan agar penderita menjadi mandiri dalam merawat dirinya. Setiap penderita dibuatkan status rekam medis yang disimpan di puskesmas, dan mendapatkan kunjungan daripetugas kesehatan minimal 7 (tujuh) kali dalam setahun. Gambar di bawah menunjukan kasus filariasis klinis yang ditatalaksana dari tahun 2005-2014 masih dibawah 50%. Hal ini memperlihatkan kegiatan penatalaksanaan kasus Klinis kurang berjalan dengan baik yang kemungkinan disebabkan masih adanya stigma pada masyarakat sehingga penderita filariasis malu untuk berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Gambar 5 asus Filariasis Klinis yang Ditatalaksana Tahun 2005-2014 0 ‘Sumber:Subdit Filariasis dan Kecacingan, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL Untuk mempercepat terwujudnya Indonesia Bebas Kaki Gajah diadakan Bulan Eliminasi Kaki setiap bulan Oktober selamaS tahun (2015-2020) yaitu: 1, Bulan dimanassetiap penduduk kabupaten/kota endemis Kaki Gajah serentak minum obat pencegahan. 2. Dilaksanakan setiap bulan Oktober selama S tahun berturut-turut (2015-2020) 3. Dicanangkan tanggal 1 Oktober 2015 di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada saat yang bersamaan di provinsi endemiklainnya dilakukan pencanangan oleh Gubernur maupun Bupati/Walikota, 4, BELKAGA menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Pelaksanaannya ‘memerlukan dukungan kementerian dan lembaga terkait jah (BELKAGA) ‘Agar BELKAGA dapat terwujud diperlukan: 1. Koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring BELKAGA sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pemberian dukungan kebijakan dari Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan BELKAGA Sosialisasidan advokasi BELKAGA. Mobilisasisumber daya, anggaran dan logistik pelaksanaan BELKAGA. Penggerakan masyarakat untukrninum obat di kabupaten/kota endemis. Kegiatan lain yang mendukung suksesnya pelaksanaan BELKAGA dalam koridor peraturan perundangan yang berlaku, Mari Cegah Penyakit Kaki Gajah (Filatiasis)! Ikuti BELKAGA Bulan Eliminasi Kaki Gajah ; ' ' / |

Vous aimerez peut-être aussi