Vous êtes sur la page 1sur 16

TUGAS PEMBACAAN JURNAL

Insidensi dan Prediktor dari Tromboembolisme Vena


setelah Bedah Debulking untuk Kanker Ovarian Epitelial

Presentan:
dr. Anggita VH

Counterpart:
dr. Oktoria Indrapraja

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RUMAH SAKIT DR. KARIADI
SEMARANG
2017
Insidensi dan Prediktor dari Tromboembolisme Vena
setelah Bedah Debulking untuk Kanker Ovarian Epitelial

Abstrak
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui insidensi dan faktor
risiko tromboemboli vena (VTE) dalam 30 hari setelah operasi primer untuk kanker
ovarium epitel (EOC).
Metode Dalam sebuah penelitian kohort historis, kami menentukan estimasi
insidensi kumulatif VTE 30-hari pasca operasi pada pasien Mayo Clinic yang
secara berturut-turut menjalani sitoreduksi primer untuk EOC antara 2 Januari
2003, dan 29 Desember 2008. Kami menguji karakteristik perioperatif pasien dan
variabel proses perawatan (yang ditetapkan oleh the National Surgical Quality
Improvement Program, yang berisi >130 variabel) sebagai prediktor potensial VTE
pasca operasi dengan menggunakan pemodelan bahaya proporsional Cox (Cox
proportional hazards).
Hasil Diantara 569 kasus sitoreduksi primer dan / atau EOC dan tanpa VTE baru-
baru saja, 35 mengembangkan VTE simtomatik dalam waktu 30 hari setelah operasi
(insidensi kumulatif = 6,5%; 95% confidence interval, 4,4% -8,6%). Dalam kohort,
95 (16,7%) memakai graduated compression stockings (GCSs), 367 (64,5%)
memakai perangkat kompresi berurutan + GCSs, dan 69 (12,1%) memakai
perangkat kompresi berurutan + GCSs + heparin pasca operasi, dengan angka VTE
masing-masing adalah 1,1 %, 7,4%, dan 5,8% (P = 0,07, uji 2). Sebanyak 38 (6,7%)
kasus lain, menerima berbagai rejimen profilaksis kimia dan mekanis lainnya.
Dalam analisis multivariat, merokok tembakau saat ini atau masa lalu, lama rawat
di rumah sakit yang lebih lama, dan riwayat VTE di masa lalu, meningkatkan risiko
VTE pasca operasi secara signifikan.
Kesimpulan Tromboemboli vena adalah komplikasi pasca operasi yang substansial
pada wanita dengan EOC, dan angka kumulatif VTE yang tinggi dalam 30 hari
setelah operasi primer, menunjukkan bahwa strategi yang lebih agresif diperlukan
untuk pencegahan VTE. Selain itu, karena rawat rumah sakit yang lebih lama secara
independen dikaitkan dengan risiko VTE yang lebih tinggi, diperlukan metode
untuk mengurangi lama rawat dan meminimalkan faktor yang berkontribusi
terhadap rawat inap yang berkepanjangan.
Kata kunci
Tromboemboli vena; Trombosis vena dalam; Kanker ovarium; Operasi

Tromboemboli Vena (venous thromboembolism, VTE) yang terkait dengan


keganasan adalah peristiwa serius yang mengancam jiwa serta dikaitkan dengan
keluaran yang lebih buruk.1 Trombosis vena dalam (deep venous thrombosis, DVT)
dengan atau tanpa emboli paru adalah komplikasi umum dari keganasan, termasuk
kanker ovarium epitel (epithelial ovarian cancer, EOC),2,3 dan merupakan
penyebab kematian paling umum kedua pada pasien kanker.4 Pada kenyataannya,
pasien dengan keganasan aktif mengalami PE lebih sering daripada populasi
umum.5 Meskipun peningkatan angka VTE teramati pada kanker payudara, kanker
paru-paru, pankreas, dan hepatobilier stadium lanjut, penyakit stadium lanjut juga
meningkatkan risiko PE di EOC.5 Di antara kanker metastatic, secara umum angka
VTE pada EOC adalah serupa dengan yang diamati pada keganasan gaster, paru,
pankreas, dan hematologi, dengan VTE terjadi pada 29% kasus.4 Faktor risiko
trombosis yang dilaporkan terkait dengan kanker ginekologi meliputi operasi
panggul, usia, ras, edema kaki sebelumnya, adanya varises vena, riwayat VTE, lama
durasi operasi, diterimanya kemoterapi atau terapi radiasi, dan imobilitas.6,7
Sekitar sepertiga VTE pasca operasi pada pasien kanker, terjadi setelah dikeluarkan
dari rumah sakit.8 Telah dikemukakan bahwa ini karena profilaksis VTE diberikan
pada kebanyakan kanker. pasien selama rawat di rumah sakit, namun dihentikan
setelah keluar dari rumah sakit.9 Pada pasien kanker ginekologi, hingga 75%
insidensi VTE didiagnosis setelah minggu pertama pasca operasi.2 Sebagai
tambahan, diagnosis EOC; memiliki riwayat VTE pribadi; usia lebih tua dari 60
tahun; durasi operasi lebih dari 2 jam; bed rest lebih dari 4 hari; lama rawat di rumah
sakit yang panjang; dan komplikasi pasca operasi seperti sepsis, infeksi saluran
kemih, transfusi, infark miokard, dan pneumonia, berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk didiagnosa VTE.2,10 Langkah profilaksis10,11 perioperatif dan
profilaksis jangka panjang dengan low-molecular-weight-heparin (LMWH) selama
4 minggu setelah operasi untuk keganasan panggul atau perut12 telah terbukti
menurunkan VTE. Namun, penggantian finansial untuk profilaksis jangka panjang
bisa menjadi masalah. Dalam studi ini, kami bertujuan untuk memperkirakan
insidensi VTE dalam waktu 30 hari setelah debulking bedah untuk EOC primer dan
untuk menentukan faktor risiko VTE setelah operasi EOC.

Metode
Populasi, Setting, dan Desain Penelitian
Semua wanita yang menjalani sitoreduksi primer untuk EOC, karsinoma peritoneal
primer, atau karsinoma tuba falopi (secara kolektif disebut sebagai EOC untuk
penelitian ini) di Mayo Clinic (Rochester, MN) antara 2 Januari 2003, dan 29
Desember 2008, diidentifikasi secara retrospektif. Kasus diidentifikasi dengan
menggunakan International Classification of Diseases, Revisi Kesembilan, kode
untuk EOC, karsinoma peritoneal primer, dan karsinoma tuba falopii (183.0, 183.2,
183.8, 158.8, dan 158.9) dan prosedur staging dan debulking bedah (68.3, 68.4,
68.5, 68.6, 68.7, 68.8, 68.9, 65.61, 65.63, 40.29, 40.3, 40.59, dan 54.4). Pasien
dikeluarkan jika mereka telah menerima terapi neoadjuvant, sedang dirawat karena
rekurensi penyakit, telah menjalani operasi sebelumnya untuk kanker mereka,
memiliki keganasan nonepithelial atau nonovarian, tidak menyetujui penggunaan
catatan medis mereka untuk tujuan penelitian, atau memiliki peristiwa VTE dalam
30 hari sebelum operasi EOC mereka. Sebagai suatu penelitian kohort historis,
semua wanita yang memenuhi syarat diikuti ke depan pada waktunya sejak tanggal
operasi (tanggal indeks) hingga peristiwa DVT dan / atau PE simtomatik pertama,
kematian, atau follow up terakhir atau 30 hari dari tanggal indeks, mana yang lebih
dulu. Penelitian ini disetujui oleh dewan peninjau kelembagaan Mayo Clinic.

Pengukuran
Variabel perioperatif yang ditentukan oleh American College of Surgeons National
Surgical Quality Improvement Program diabstraksi oleh perawat terdaftar yang
terlatih dan berdedikasi dengan menggunakan instrumen pengumpulan data
eksplisit. Variabel tersebut meliputi umur pasien dan indeks massa tubuh (IMT)
pada saat pembedahan; Skor American Society of Anesthesiologists (ASA); riwayat
pribadi kanker nonovarian; riwayat merokok (saat ini / masa lalu vs tidak pernah);
asites; waktu operasi; histologi; stadium Federasi Internasional Ginekologi dan
Obstetri (FIGO); kompleksitas operasi (Tabel 1)13; penyakit residual (RD); estimasi
kehilangan darah; tipe profilaksis VTE perioperatif; lama rawat di rumah sakit
(LOS); komplikasi pasca operasi; dan komorbiditas pra operasi termasuk, namun
tidak terbatas pada, VTE sebelumnya. Komplikasi non-VTE pasca operasi selama
rawat inap awal yang terjadi sebelum VTE dianggap sebagai faktor risiko potensial
dalam analisis. Tromboemboli vena didefinisikan sebagai DVT atau PE yang
terdiagnosis secara klinis. Tromboemboli vena yang didiagnosis dalam sistem
Mayo diverifikasi oleh pencitraan atau otopsi; Selain itu, resume medis digunakan
untuk mengkonfirmasi VTE yang didiagnosis di fasilitas non-Mayo. Skrining untuk
VTE subklinis tidak dilakukan. Tromboemboli vena dikelola dengan antikoagulan
terapeutik sesuai pedoman klinis yang ada pada saat diagnosis VTE.
Profilaksis tromboemboli vena diberikan sesuai dengan preferensi dokter bedah.
Secara retrospektif, rejimen profilaksis dikelompokkan menjadi 3 kelompok: (1)
graduated compression stockings (GCSs) saja, (2) perangkat kompresi sekuensial
(SCDs) + GCS, dan (3) SCDs + GCSs + heparin tidak terfraksinasi atau LMWH
posoperatif saja. GCSs dan SCDs dipasang sebelum operasi dan dilanjutkan
sepanjang masa rawat di rumah sakit.

Analisis Statistik
Keluaran yang diteliti adalah pengembangan VTE pasca operasi dalam waktu 30
hari setelah sitoreduksi bedah primer untuk EOC. Pasien dengan diagnosis VTE
dalam 30 hari sebelum operasi EOC dikeluarkan. Data diringkas menggunakan
statistik deskriptif standar. Lama follow up dihitung sejak tanggal operasi EOC
sampai tanggal VTE pertama dalam 30 hari; Jika tidak, untuk pasien tanpa VTE
dalam 30 hari, follow up pasien disensor pada tanggal follow up klinis terakhir yang
relevan jika dalam 30 hari atau pada hari ke 31 jika pasien memiliki lebih dari 30
hari follow up. Metode Kaplan-Meier digunakan untuk memperkirakan insidensi
kumulatif VTE dalam 30 hari. Karakteristik pasien dasar dievaluasi untuk
hubungan dengan VTE dalam 30 hari setelah operasi, dengan menyesuaikan model
Cox proportional hazard regression terpisah, sehingga turut memperhitungkan
waktu VTE dan durasi follow up yang bervariasi dalam 30 hari pertama. Lama rawat
di rumah sakit awal dievaluasi sebagai kovariat biner tergantung waktu yang
melambangkan apakah pasien masih di rumah sakit sebagai bagian dari rawat inap
awal. Faktor dengan nilai P kurang dari 0,20 berdasarkan model regresi logistik
univariat dimasukkan dalam model multivariat. Model pelacak diidentifikasi
dengan menggunakan seleksi variabel stepwise dan backward. Asosiasi dirangkum
dengan menggunakan hazard ratio (HR) dan confidence interval 95% yang sesuai.
Analisis dilakukan dengan menggunakan paket perangkat lunak SAS versi 9.2
(SAS Institute, Inc, Cary, NC).

Hasil
Insidensi dan Waktu VTE dalam 30 Hari Setelah Operasi EOC Primer
Antara 2 Januari 2003, dan 29 Desember 2008, total 587 wanita menjalani bedah
sitoreduksi dan / atau staging untuk EOC primer. Demografi perioperatif dari
kelompok ini sebelumnya telah dipublikasikan.14 Di antara wanita tersebut, 18
(3,1%) didiagnosis dengan VTE dalam waktu 30 hari sebelum operasi sitoreduktif
mereka dan dikeluarkan dari analisis lebih lanjut. Pada 569 wanita yang lain, dalam
30 hari pertama setelah operasi, 40 wanita didiagnosis menderita VTE. Tujuh VTE
adalah DVT ekstremitas atas, 3 dikaitkan dengan jalur kateter sentral dari perifer
yang ditempatkan pada periode pasca operasi, dan 2 terkait dengan penempatan
portal akses vena sentral pada saat operasi sitoreduksi. Di antara 569 perempuan,
hanya 3 yang memiliki portal akses vena sentral yang ditempatkan pada saat
prosedur debulking mereka. Dengan demikian, 2 dari 3 portal yang ditempatkan
bersamaan menghasilkan formasi DVT ekstremitas atas.
Dua DVT ekstremitas atas lain tidak dikaitkan dengan kateter akses vena dan
dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Dengan demikian, 35 wanita didiagnosis
dengan VTE yang tidak terkait dengan kateter akses vena, sehingga insidensi
kumulatif adalah 6,5% (95% CI, 4,4%-8,6%) dalam 30 hari. Di antara 534 wanita
lain, 13 meninggal dalam 30 hari pertama dan 59 memiliki follow up klinis kurang
dari 30 hari. Insidensi kumulatif VTE dalam waktu 30 hari setelah operasi
ditunjukkan pada Gambar 1. Distribusi dari 35 peristiwa VTE pasca operasi yang
dimasukkan dalam analisis, sesuai jenis peristiwa ditunjukkan pada Tabel 2. Di
antara 35 peristiwa VTE pasca operasi ini, 20 (57,1%) didiagnosis sebelum dan 15
(42,9%) didiagnosis setelah pemulangan rawat inap operasi indeks mereka. Waktu
rata-rata hingga VTE pasca operasi adalah 10 hari (rentang interkuartil [IQR], 6-17
hari). Di antara 35 kasus VTE, 4 meninggal dalam 30 hari setelah operasi dan 6
lainnya meninggal dalam waktu 6 bulan.
Di antara 569 pasien, 95 (16,7%) menerima GCSs, 367 (64,5%) menerima SCDs +
GCSs, dan 69 (12,1%) menerima SCDs + GCSs + heparin pasca operasi, dengan
angka VTE masing-masing adalah sebesar 1,1%, 7,4%, dan 5,8% (P = 0,07, 2).
Tak satu pun dari pasien tersebut yang menerima heparin pra operasi. Sebanyak 38
(6,7%) pasien lain mendapat pendekatan profilaksis yang tidak sesuai dengan salah
satu dari jenis profilaksis di atas. Di antaranya, 13 (2,3% dari keseluruhan
kelompok) menerima dosis profilaksis heparin tak terfraksinasi atau LMWH
sebelum insisi bedah, dan profilaksis ganda (SCDs + heparin) dilanjutkan pada 6
(1,1% dari keseluruhan kelompok) dari 13 pasien tersebut. setelah operasi.
Sebanyak 25 pasien lain, mendapat berbagai kombinasi profilaksis mekanik dan
kimia lainnya dalam pengaturan perioperatif. Tidak ada pasien yang dikeluarkan
dari rumah sakit bersama peresepan dosis heparin profilaksis.

Faktor yang Berhubungan dengan Pengembangan VTE Dalam 30 Hari Pasca


Bedah EOC
Dalam analisis regresi Cox univariat, merokok tembakau saat ini atau masa lalu
(HR, 2,41 [95% CI, 1,23-4,74]; P = 0,01, vs tidak pernah merokok) dan asites (2,25
[1,05-4.80], P = 0,04, vs tidak asites) adalah prediktor terhadap VTE pasca operasi.
Ada kecenderungan ke arah hubungan yang signifikan antara adanya sejarah VTE
jauh di masa lalu (> 30 hari sebelum operasi; 2,76 [0,97- 7,81], P = 0,06, vs tidak
ada riwayat VTE), skor ASA lebih besar dari 2 (1,86 [0,94 -3,65], P = 0,07, vs skor
ASA 2), waktu operasi (1,18 [0,97-1,43], P = 0,09, per kenaikan 60 menit), adanya
RD (1,96 [0,92-4,17] untuk ukuran 1 cm; 2,39 [0,99-5,77] untuk terukur> 1 cm,
vs RD mikroskopis), dan histologi serosa (2,21 [0,86-5,70], P = 0,10, vs histologi
nonserosa) dan pengembangan VTE pasca operasi (Tabel 3). Usia pasien, BMI,
stadium FIGO, esimasi kehilangan darah saat operasi, kompleksitas operasi, dan
komorbiditas medis masa lalu lainnya (Tabel 3) tidak secara univariat terkait
dengan VTE pasca operasi.
Rerata lama rawat inap (IQR) adalah 8 (6-11) hari bagi mereka yang tidak
mengalami VTE. Di antara 35 wanita dengan VTE, median (IQR) lama rawat inap
sebelum mengembangkan VTE adalah 8 (6-11) hari dan total median (IQR) lama
rawat inap awal adalah 14 (8-18) hari. Lama rawat inap awal dievaluasi sebagai
kovariat bergantung waktu biner untuk menunjukkan apakah pasien masih berada
di rumah sakit sebagai bagian dari rawat inap awal. Wanita yang masih berada di
rumah sakit, berisiko mengalami peningkatan VTE 4 kali lipat dibandingkan
dengan mereka yang tidak lagi berada di rumah sakit (HR, 4,48 [95% CI, 1,86-
10,77]; P <0,001).
Dalam analisis univariat komplikasi pasca operasi selama rawat inap awal sebagai
faktor risiko potensial VTE pasca operasi, baik untuk pengembangan komplikasi
mayor (kebocoran usus, kembali ke ruang operasi; HR 1,34 [95% CI, 0,41-4,38]; P
= 0,63) ataupun pengembangan komplikasi pasca operasi lainnya (ileus, obstruksi
usus, infeksi di tempat operasi, abses intra-abdomen, infeksi saluran pernapasan
bagian atas, infeksi saluran kemih, peristiwa jantung, atau peristiwa sistem saraf
pusat; HR 1,24 [95% CI, 0,63 -2,47]; P = 0,53) dikaitkan secara signifikan dengan
peningkatan risiko VTE.
Dalam analisis multivariat, merokok tembakau saat ini atau di masa lalu (2,46
[1,25-4,87]; P = 0,01), memiliki riwayat VTE (3,14 [1,10-8,97]; P = 0,03), dan lama
rawat di rumah sakit (4,29 [ 1,80-10,23]; P = 0,001) secara independen terkait
dengan pengembangan VTE dalam 30 hari setelah operasi (Tabel 4).

Pembahasan
Pasien dengan keganasan memiliki risiko lebih tinggi untuk kematian terkait VTE
dan risiko yang lebih tinggi untuk VTE dibandingkan dengan pasien tanpa
kanker.1,5 Diperkirakan, 1 dari 7 kematian pada pasien rawat inap dengan keganasan
terjadi karena PE.1 Selain itu, intervensi bedah meningkatkan risiko VTE.15 Di
antara faktor-faktor independen yang terkait dengan VTE dalam studi berbasis
populasi oleh Heit dkk,16 sebagian besar faktor, termasuk keganasan, LOS yang
lama, kemoterapi, dan penggunaan kateter vena sentral, teramati pada wanita yang
menjalani pengobatan EOC. Selain itu, 1 dari 12 pasien yang mengalami VTE yang
terkait dengan operasi kanker, meninggal dalam 30 hari setelah operasi mereka.8
Jadi, mengoptimalkan pendekatan pencegahan trombosis sangat penting dalam
perawatan bedah untuk wanita dengan EOC.
Insidensi keseluruhan DVT dengan dan tanpa PE telah dilaporkan berkisar dari 10%
sampai 15% pada pasien dengan kanker7,17 dan telah dilaporkan terjadi hingga pada
29% dari pasien EOC dengan penyakit metastasis.5 Diagnosis EOC tampaknya
turut membawa serta risiko VTE yang lebih besar daripada diagnosis keganasan
ginekologi lainnya, seperti kanker endometrium atau serviks.2 Dalam sebuah studi
kohort terhadap lebih dari 4000 keganasan ginekologi, lebih dari 75% VTE pada
pasien kanker ginekologi terjadi pada lebih dari 1 minggu sejak operasi.2 Dalam
studi kasus-kontrol dari kelompok ini, Peedicayil dkk.2 menunjukkan bahwa
riwayat pribadi VTE dan LOS yang lebih dari 5 hari, adalah faktor yang terkait
dengan pengembangan VTE dalam waktu 90 hari setelah operasi kanker
ginekologi. Selanjutnya, kombinasi karsinoma ovarium, peritoneum, atau tuba
fallopi dan LOS rumah sakit lebih dari 5 hari dikaitkan dengan VTE yang lebih
tinggi dalam waktu 8 sampai 28 hari setelah operasi. Selain itu, dalam penelitian
terpisah terhadap pasien onkologi di bedah umum, hingga 40% VTE didiagnosis
pada lebih dari 21 hari pasca operasi.18 Temuan-temuan tersebut mendukung
anggapan bahwa risiko VTE tetap ada bahkan setelah pasien baralih ke fase rawat
jalan dan dikeluarkan dari RS.
Selain faktor risiko perioperatif akibat stasis vena dan luka endotel,19 jaringan ganas
tampaknya melepaskan faktor-faktor yang dapat larut ke dalam rongga peritoneum
karena penetrasi mesothelium yang mudah oleh kemokin dan sitokin. Faktor-faktor
tersebut dapat menyebabkan perubahan transkripsi di peritoneum dan stroma yg
terletak di bawah di EOC dan berpotensi meningkatkan koagulabilitas.20 Efek hilir
peningkatan koagulasi ini dapat dicegah dengan heparin karena heparin menaikkan
aksi antitrombin pada trombin dan faktor Xa,21 sehingga mencegah satu langkah
penting terakhir dalam pembentukan gumpalan / clot.
Dalam penelitian kami, tidak mengherankan jika kami menemukan bahwa LOS
yang lebih lama, riwayat merokok, dan riwayat VTE terkait secara independen
dengan peningkatan risiko VTE. Rawat inap yang lebih lama kemungkinan
memiliki etiologi multifaktorial. Pasien yang membutuhkan LOS lebih lama
mungkin kurang bergerak setelah operasi dan memiliki durasi stasis vena yang lebih
lama. Selain itu, walaupun perkembangan komplikasi pasca operasi tidak terkait
secara signifikan dengan perkembangan VTE pada akhirnya, pasien yang
mengalami komplikasi pascaoperasi selama rawat inap awal dapat dirawat di rumah
sakit lebih lama untuk penanganan komplikasi. Hal lain yang sangat berpengaruh
pada LOS adalah harapan pasien dan penyedia. Pendekatan untuk meningkatkan
pemulihan pasca operasi telah ditunjukkan mampu mengurangi komplikasi dan
LOS setelah operasi abdominopelvik ekstensif untuk keganasan.22-24 Dengan
demikian, LOS dapat menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada VTE.
Pasien dengan riwayat merokok tampaknya memiliki insidensi VTE awal yang
lebih tinggi. Peristiwa trombotik terkait merokok, tampaknya terjadi akibat
peningkatan thrombopoietin, yang memprovokasi aktivasi trombosit25,26 dan
fenomena fibrin lengket.27 Karena faktor-faktor ini meningkatkan koagulasi, efek
heparin secara teoritis akan menumpulkan efek peningkatan thrombopoietin
terhadap pembekuan darah. Temuan bahwa riwayat VTE secara independen
dikaitkan dengan perkembangan VTE pasca operasi, adalah hal yang konsisten
dengan temuan sebelumnya dalam literatur onkologi ginekologi.2 Kebanyakan dari
mereka dengan riwayat VTE dalam penelitian kami, memiliki riwayat yang jauh
sebelum diagnosis EOC mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pasien ini memiliki
kecenderungan dasar untuk pengembangan VTE, dan pengujian untuk kondisi
hiperkoagulasi dapat diindikasikan dalam pengelolaan klinis jangka panjang dan
perioperatif pada pasien tersebut.
Namun, faktor independen yang terkait dalam penelitian kami berbeda dari yang
diidentifikasi dalam salah satu penelitian terbesar pada bahasan insidensi VTE
selama pengobatan EOC primer. Fotopoulou dkk28 melaporkan insidensi VTE
selama pemberian kemoterapi ajuvan setelah debulking primer EOC, dan faktor-
faktor risiko independen yang diidentifikasi selama periode jangka panjang tersebut
meliputi IMT yang lebih besar dari 30 kg / m2 dan usia lebih tua. Mengingat durasi
observasi yang lebih lama dan variabel tambahan berupa pemberian kemoterapi,
follow up lanjutan terhadap kohort kami diperlukan untuk menentukan apakah
variabel yang terkait dengan VTE dipengaruhi oleh transisi ke kemoterapi ajuvan.
Dalam kohort pasien kami, insidensi kumulatif VTE dalam 30 hari setelah operasi
adalah 6,5%, dan angka 30 hari ini berkisar dari 1,1% pada mereka yang menerima
GCSs saja hingga 7,4% pada mereka yang menerima profilaksis dengan SCDs +
GCSs. Angka keseluruhan 6,5% sama dengan angka yang dilaporkan Einstein dkk
dalam layanan onkologi ginekologi mereka sebelum memulai profilaksis
perioperatif ganda. Dalam proyek peningkatan kualitas yang mereka jalanai,
mereka memulai perubahan praktik pada pasien yang mendapat dosis heparin
subkutan 1 sampai 2 jam sebelum operasi dan memasang SCDs sebelum induksi
anestesi. Pada fase pasca operasi, heparin subkutan 3 kali sehari dan SCDs berlanjut
sampai pemulangan. Angka ini turun menjadi 1,9% setelah beralih ke profilaksis
ganda perioperatif. Selain itu, Clark-Pearson dkk17 telah menunjukkan bahwa
profilaksis dengan heparin 3 kali sehari yang dimulai sebelum insisi bedah pada
pasien kanker ginekologi lebih superior dari pada profilaksis heparin dua kali sehari
atau tanpa profilaksis. Selain itu, penerimaan heparin dalam jadwal pemberian dosis
ini, tidak meningkatkan komplikasi perdarahan pasca operasi. Dalam penelitian
kami, berbagai langkah profilaksis digunakan berdasarkan preferensi dokter bedah,
dan hanya 1,1% kohort yang menerima profilaksis heparin perioperatif dalam
metodologi yang dijelaskan oleh Einstein dkk29 dan Clark-Pearson dkk.17 Di antara
pasien dalam penelitian kami yang menerima SCDs + GCSs + heparin pasca operasi
(hanya 12,1% kohort), angka VTE dalam 30 hari adalah 5,8%, lebih dari 3 kali lebih
tinggi dari pada angka 1,9% yang diamati oleh Einstein dkk29 setelah memulai
profilaksis ganda dengan SCDs dan heparin 3 kali sehari yang dimulai sebelum
insisi bedah. Ini menunjukkan bahwa memulai profilaksis heparin setelah operasi
tidak seefektif inisiasi sebelum insisi. Memang, data prospektif mendukung inisiasi
profilaksis ganda sebelum operasi,17,29 dan pedoman yang jelas untuk penggunaan
LMWH untuk profilaksis perioperatif dan durasi jangka panjang (4 minggu setelah
operasi), kini telah ada pada pasien berisiko tinggi yang menjalani operasi panggul
untuk keganasan.10
Sebagai tambahan, penempatan kateter akses vena sentral secara jangka panjang
pada saat debulking primer tampaknya membawa risiko tinggi untuk memprovokasi
DVT ekstremitas atas. Di antara 7 DVT lengan, lebih dari 70% dikaitkan dengan
akses kateter vena sentral yang ditempatkan baik selama anestesi yang sama dengan
prosedur debulking atau dalam periode rawat di rumah sakit yang sama dengan
operasi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan akses kateter sentral yang
dipasang dari perifer pasca operasi dan implan kateter akses vena dengan
pemasangan yang ditunda, diwajibkan pada populasi pasien berisiko tinggi ini.
Keterbatasan yang jelas untuk penelitian ini adalah bahwa hampir 87% dari
kelompok penelitian tidak menerima profilaksis intra rumah sakit menurut
pedoman saat ini.10 Dengan demikian, temuan kami tampaknya menggambarkan
perjalanan alamiah pembentukan VTE setelah operasi debulking primer untuk
EOC. Namun, sejak masa penelitian, profilaksis ganda dan profilaksis LMWH
durasi panjang selama 4 minggu telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang
diterbitkan,10 dan analisis dampaknya terhadap insidensi tentu VTE diperlukan.
Keterbatasan lain dari penelitian ini meliputi sifatnya yang retrospektif dan fakta
bahwa ada 10% dari pasien yang hilang dari follow up selama 30 hari pertama.
Namun, follow up 30 hari memungkinkan pengawasan ketat pasien pada periode
pasca operasi, dan penggunaan rekam medis elektronik komprehensif
memungkinkan abstraksi data yang akurat sehingga meminimalkan potensi bias
akibat data yang hilang.
Singkatnya, insidensi kumulatif keseluruhan VTE yang sebesar 6,5% dalam 30 hari
pasca operasi adalah tinggi dan tidak dapat diterima. Karena data prospektif telah
menunjukkan penurunan yang signifikan pada insidensi VTE dalam operasi
ginekologi ketika heparin subkutan diberikan sebelum insisi bedah,17,29 kami telah
turut menerapkan pendekatan ini dalam profilaksis untuk pasien yang menjalani
operasi karena EOC. Selain itu, profilaksis heparin selama 4 minggu setelah operasi
juga telah terbukti dapat menurunkan VTE pasca operasi secara progresif setelah
operasi kanker panggul,12 dan, mengikuti pedoman saat ini,10 hal ini juga telah
dimulai di institusi kami. Penentuan dampak kualitas pemberian rejimen profilaksis
standar pada pasien pascaoperasi dengan EOC yang baru didiagnosis juga
diperlukan. Selain itu, karena risiko untuk pengembangan VTE setelah sitoreduksi
EOC dan staging EOC tetap berlanjut setelah pemulangan dari RS dan hingga
periode terapi ajuvan,28 penelitian lebih lanjut terhadap durasi risiko VTE dan
durasi profilaksis pasca operasi adalah hal yang dibenarkan. Pertanyaan semacam
itu akan dieksplorasi dalam kelompok EOC yang lebih besar, dengan follow up
perioperatif yang meluas hingga usainya pemberian kemoterapi ajuvan.

Gambar 1. Insidensi kumulatif 30 hari untuk VTE pasca operasi pada wanita yang
menjalani operasi primer untuk EOC di Mayo Clinic, 2 Januari 2003 hingga 29
Desember 2008. Angka dalam tanda kurung menunjukkan jumlah pasien yang
masih berisiko pada setiap titik waktu.

Tabel 1. Skoring kompleksitas bedah


Prosedur Poin
Histerektomi Total + bilateral salpingo-ooforektomi 1
Omentektomi 1
Limfadenektomi Pelvis 1
Limfadenektomi limfadenektomi 1
Stripping peritoneum pelvis 1
Stripping peritoneum abdominal 1
Rektosigmoidektomi, anastomosis T-T 3
Reseksi usus besar 2
Stripping dan reseksi diafragma Splenektomi 2
Reseksi hati 2
Reseksi usus kecil 1
Kelompok Skor Kompleksitas Poin
1 Rendah <3
2 Sedang 4-7
3 Tinggi >8

Tabel 2. Distribusi VTE pasca operasi menurut tipe peristiwa klinis yang terlihat
Lokasi DVT N %
DVT kaki saja 5 14,3
DVT lengan saja 2 5,7
PE 25 71,4
PE dan DVT kaki 3 8,6
Peristiwa klinis akibat kateter vena tidak dimasukkan
Tabel 3. Analisis univariat terhadap karakteristik demografi dan karakteristik dasar
sebagai prediktor potensial kejadian DVT dan / atau PE di kalangan wanita yang
menjalani operasi primer untuk EOC di Mayo Clinic, 2 Januari 2003, sampai 29
Desember 2008
Karakteristik Dengan HR (95% CI)* P*
VTE
Pasca
Operasi
Usia, tahun
Kuartil pertama (<55.33, n=142) 6 (4.2) Rujukan 0.24+
Kuartil kedua (55.33-63.93, n=142) 9 (6.3) 1.49 (0.54-4.19)
Kuartil ketiga (63.94-72.15. n=142) 9 (6.3) 1.51 (0.54-4.25)
Kuartil keempat (>72.16, n=143) 11 (7.7) 2.02 (0.75-5.46)
IMT, kg/m2
<25 (n=208) 14 (6.7) Rujukan 0.17+
25-29,9 (n=174) 4(2.3) 0.33 (0.11-1.00)
> 30 (n=185) 17(9.2) 1.37 (0.68-2.78)
Skor ASA 0.07
<2 (n=308) 14 (4.5) Rujukan
>2 (n=261) 21(8.0) 1.86 (0.94-3.65)
Riwayat medis/komorbiditas
Peristiwa jantung 0.70
Ya (n=58) 4(6.9) 1.23 (0.43-3.47)
Tidak (n=511) 31(6.1) Rujukan
Penyakit Paru 0.82
Ya (n=158) 10(6.3) 1.09(0.52-2.27)
Tidak (n=444) 25(6.1) Rujukan
Diabetes mellitus 0.85
Ya (n=56) 3(5.4) 0.89 (0.27-190)
Tidak (n=513) 32(6.2) Rujukan
Hipertensi 0.28
Ya (n=263) 13 (4.9) 0.68 (0.35-1.36)
Tidak (n=306) 22 (7.2) Rujukan
Anemia 0.79
Ya (n=125) 7 (5.6) 0.90 (0.39-2.05)
Tidak (a=444) 28(6.3) Rujukan
Stroke 0.56
Ya (n=30) 1 (3.3) 0.55 (0.08-4.01)
Tidak (n=539) 34 (6.3) Rujukan
DVT/PE (>30 hari pra operasi) 0.06
Ya (n=27) 4(14.8) 2.76 (0.97-7.81)
Tidak (n=542) 31 (5.7) Rujukan
Riwayat kanker non-ovarium 0.16
Ya (n=78) 2 (2.6) 0.36 (0.09-1.50)
Tidak (n= 491) 33 (6.7) Rujukan
Riwayat merokok (saat ini/masa 0.01
lalu)
Ya (n = 223) 21 (9.4) 2.41 (1.23-4.74)
Tidak (n = 346) 14 (4.0) Rujukan
Stadium FIGO 0.76
>IIIA (n = 443) 28 (63) 1.14 (0.50-2.61)
I atau II (n = 126) 7 (5.6) Rujukan
Ascites 0.04
Ya (n = 326) 26 (8.0) 2.25 (1.05-4.80)
Tidak (n = 243) 9 (3.7) Rujukan
Kompleksitas operasi 0.47
Rendah (n = 101) 4 (4.0) Rujukan
Sedang (n = 335) 20 (6.0) 1.48 (0.50-4.32)
Tinggi (n = 133) 11 (83) 1.99 (0.63-624)
Waktu operasi, menit 0.09+
Kuartil pertama (<184, n = 144) 10 (6.9) Rujukan
Kuartil kedua (184-238, n = 141) 6 (4.3) 0.59 (0.22-1.63)
Kuartil ketiga (239-313, n = 142) 1(0.7) 0.10 (0.01-0.76)
Kuartil keempat (>314, n = 142) 18 (12.7) 1.78 (0.82-3.86)
Estimasi kehilangan darah, mL 0.15+
Kuartil pertam (<500, n = 131) 4 (3.1) Rujukan
Kuartil kedua (500-749, n = 138) 8 (5.8) 1.94 (0.59-6.45)
Kuartil ketiga (750-1199, n = 141) 11(7.8) 2.62 (0.83-823)
Kuartil keemnpat (>1200, n = 158) 12 (7.6) 2.51 (0.81-7.79)
RD 0.09
Tidak (n = 307) 13 (42) Rujukan
Ya, terukur <1 cm (n = 178) 14 (7.9) 1.96 (0.92-4.17)
Ya, >1 cm (n = 84) 8(9.5) 2.39 (0.99-5.77)
Histologi 0.10
Nonserosa (n = 149) 5 (3.4) Rujukan
Serosa (n = 420) 30 (7.1) 2.21 (0.86-5.70)
Lama rawat RS - 4.48 (1.86-10.77) <0.001

*
Hasil didasarkan pada fitting model regresi Cox proportional hazards univariat
+
Untuk variable skala kontinyu, nilai P didasarkan pada evaluasi variabel skala
kontinyu aktual bukan klasifikasi IMT atau kuartil IMT pada model Cox

Lama rawat inap awal dievaluasi dalam model regresi Cox univariat sebagai
kovariat bergantung waktu biner yang menunjukkan apakah pasien masih berada di
rumah sakit sebagai bagian dari rawat inap awal. HR 4,48 menunjukkan bahwa
pasien yang masih berada di rumah sakit memiliki risiko peningkatan VTE 4 kali
lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak lagi berada di rumah sakit.

Tabel 4. Analisis multivariat karakteristik demografi dan karakteristik dasar sebagai


prediktor potensial kejadian DVT dan / atau PE pada wanita yang menjalani operasi
primer untuk EOC di Mayo Clinic, 2 Januari 2003, sampai 29 Desember 2008
Karakteristik HR Multivariat (95% CI) P
Riwayat DVT/PE (>30 hari pra operasi) 0.03
Ya 3.14 (1.108.97)
Tidak Rujukan
Riwayat merokok (saat ini/dahulu) 0.01
Ya 2.46 (1.254.87)
Tidak Rujuka
Lama Rawat RS 4.29 (1.8010.23) 0.001

Lama rawat inap awal dievaluasi dalam model regresi Cox univariat sebagai
kovariat bergantung waktu biner yang menunjukkan apakah pasien masih berada di
rumah sakit sebagai bagian dari rawat inap awal.

Vous aimerez peut-être aussi