Vous êtes sur la page 1sur 21

tentang akidah akhlak

Aqidah Akhlak
30 10 2009

1. A. Pengertian Aqidah Akhlak

1. Pengertian Aqidah

Secara etimologis (lughat), aqidah berakar kata dari kata aqada-yaqidu-aqdan-

aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi

aqidah berarti keyakinan,[1] dapat pula diartikan ( ) berarti mengingat, menyimpulkan,

menggabungkan.[2]

Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam Islam adalah aqidah atau keyakinan

secara etimologik, aqidah berarti credo, keyakinan hidup, dan secara khusus aqidah berarti

kepercayaan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan

perbuatan.[3]Menurut Arifin Zainal Dzamaris, aqidah istilah suatu yang dianut oleh manusia

dan diyakini apakah berwujud agama atau lainnya.[4]

1. 2. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah

Obyek materi pembahasan mengenai aqidah pada umumnya adalahArkan Al-Iman, yaitu:

1. Iman kepada Allah swt.

2. Uman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya

seperti Jin, iblis dan syaitan).

3. Iman kepada kitab-kitab Allah

4. Iman kepada Rasul Allah

5. Iman kepada hari akhir

6. Iman kepada taqdir Allah.[5]

Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah.

Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam zat,

sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.[6]

Aqidah pokok yang perlu dipercayai oleh tiap-tiap muslimin, yang termasuk unsur pertama

dari unsur-unsur keimanan ialah mempercayai:


1. Wujud (ada) Allah dan wahdaniyat (keesaannya) sendiri dalam menciptakan,

mengatur dan mengurus segala sesuatu. Tidak bersekutu dengan siapapun tentang

kekuasaan dan kemuliaan. Tiada menyerupainya tentang zat dan sifatnya. Hanya Dia

saja yang berhak disembah, dipuja dan dimuliakan secara istimewa. Kepadanya saja

boleh menghadapkan permintaan dan menundukkan diri tidak ada pencipta dan

pengatur selain darinya.

Firman Allah dalam QS. Al-Ikhlas (112): 1-4.

. . .

.

Terjemahnya:

Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya

segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun

yang setara dengan Dia.[7]

1. Bahwa Tuhan memilih di antara hamba-Nya, yang dipandang layak untuk memikul

risalah-Nya (putusan-Nya) kepada rasul-rasul itu disampaikan wahyu dengan

perantara malaikat. Mereka berkewajiban menyeru kepada keimanan dan mengajak

mengerjakan amal saleh (perbuatan baik). Karena itu wajiblah beriman kepada

segenap rasul yang disebut dalam Al-Quran

2. Adanya malaikat yang membawa wahyu dari Allah kepada rasul-rasul-Nya juga

mempunyai kitab-kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu Ilahi dan isi risalah

Tuhan.

3. Mempercayai apa yang terkandung dalam risalah itu. Di antaranya Iman kepada hari

kebangkitan dan pembalasan. Juga iman kepada pokok-pokok syariat dan peraturan-

peraturan yang telah dipilih Tuhan sesuai dengan keperluan hidup manusia dan

selaras dengan kesanggupan mereka, sehingga tergambarlah dengan nyata keadilan,

rahmat, kebesaran dan hikmat kebijaksanaan Ilahi.[8]

Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan aqidah yang termasuk dalam Arkanul Iman,

yaitu:

1. Iman kepada Allah swt.

Pengertian iman kepada Allah ialah:


1) Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah

2) Membenarkan dengan yakin keesan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam,

makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluknya.[9]

3) Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari

sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk).

Allah zat yang maha mutlak itu, menurut ajaran Islam, adalah Tuhan yang Maha Esa. Segala

sesuatu yang mengenai Tuhan disebut ketuhanan.[10]

Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 163.

Terjemahnya:

Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)

melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.[11]

Al-Quran telah memberikan petunjuk, cara bagaimana memperoleh keimanan terhadap

aqidah pokok. Selanjutnya Al-Quran memberikan pula petunjuk sekitar ketuhanan dengan

menerangkan nama. Nama dan sifat-sifat Tuhan, yang menggambarkan zat Allah,

kekuasaan-Nya, kebijaksanaan-Nya, sifat-sifat kesempurnaan dan layak baginya wajib kita

iman.

Dalam mengimani Allah swt. bukan berarti Al-Quran memperkenalkan Allah swt. sebagai

sesuatu yang bersifat ide atau material, yang tidak dapat diberi sifat atau digambaran dalam

kenyataan atau dalam keadaan yang dijangkau oleh akal manusia.

Karena itu Al-Quran menempuh cara pertengahan dalam memperkenalkan Tuhan, Dia,

menurut Al-Quran antara lain Maha Mendengar, maha melihat, hidup, berkehendak,

menghidupkan dan mematikan, Ar-Rahman.[12]

Firman Allah QS. Al-Araf (7): 80.

Terjemahnya:
Ayat di atas mengajak manusia untuk berdoa/menyerunya dengan sifat-sifat-Nya, nama-

nama yang terbaik itu dalam arti mengajak untuk menyesuaikan kandungan permohonan

dengan sifat yang disandang Allah, sehingga jika seorang memohon rezeki ia menyeru Allah

dengan sifat ar-Razak (pemberi rezeki).[13]

Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala perbuatan

dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala

larangannya, mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya di

muka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah swt.[14]

1. Iman Kepada malaikat-malaikat-Nya

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata malaikat diartikan makhluk Allah yang taat,

diciptakan dari cahaya yang mempunyai tugas khusus dari Allah.[15]

Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang dinamai

malaikat yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan tugasnya

dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah

beritikad adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang

membawa wahyu kepada rasul-rasul-Nya.[16]

Di dalam Al-Quran banyak ayat yang menyeru kita mengimankan sejenis makhluk yang

gaib, yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasa oleh panca indera, itulah makhluk

yang dinamai malaikat.

Firman Allah swt. QS. Fushshilat (41): 30.

Terjemahnya:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah kemudian mereka

meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan

mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan

bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah

kepadamu.[17]

Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-Nya,

serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt.
Firman Allah swt. QS. Al-Anbiya (21): 27

Terjemahnya:

Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-

perintahNya.[18]

Mengenai nama-nama dan tugas para malaikat tidak bisa diperkirakan sesama mereka juga

ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan, baik dalam kejadian maupun dalam tugas, pangkat

dan kedudukannya baik yang berada dan tugas di alam ruh maupun ada yang bertugas di

dunia.

Di antara nama-nama dan tugas malaikat adalah:

1) Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nabi-nabi dan rasul

2) Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam seperti

melepaskan angin, menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.

3) Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari kebangkitan nanti.

4) Malaikat Maut (Malaikal maut) bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup

lainnya.

5) Malaikat Raqib dan Atid, bertugas mencatat amal perbuatan manusia

6) Malaikat ridwan bertugas menjaga surga dan memimpin para pelayan surga

7) Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka dan pemimpin para malaikat menyiksa penghuni

neraka

8) Malaikat yang bertugas memikul Arasy

9) Malaikat yang menggerakkan hati manusia bentuk berbuat kebaikan dan kebenaran

10)Malaikat yang bertugas mendoaka orang-orang yang beriman supaya diampuni oleh Allah

segala dosa-dosanya diberi ganjaran surga dan dijaga dari segala keburukan dan doa-doa

lain.[19]
Dengan beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, maka kita akan lebih mengenal kebesaran

dan kekuasaan Allah swt. lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan berusaha selalu

berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena malaikat selalu mengawasi dan

mencatat amal perbuatan manusia.

1. Iman kepada kitab-kitab Allah swt.

Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu

memuat wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kitab Tuhan ialah beritikad bahwa Allah ada

menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang

berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. baik

untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik secara individu maupun masyarakat.[20]

Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang

diterangkan oleh Al-Quran dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang

diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih

ada sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Quran. Sedangkan yang masih ada

namanya saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa dan

Zabur kepada Daud. [21]

Firman Allah swt. QS. Al-Furqan (25): 35

Terjemahnya:

Dan sesungguhnya Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah

menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wazir (pembantu).[22]

Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum kitab suci Al-Quran tidak bersifat universal seperti

Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Dan tidak berlaku sepanjang masa.

Oleh karena itu, tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab

tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberikan jaminan terhadap Al-

Quran.

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang memuat wahyu Allah yang disampaikan oleh

Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad selama masa kerasulannya.[23] Al-Quran merupakan
kitab suci yang mempunyai kesempurnaan di atas kitab-kitab sebelumnya atau menjadi

penyempurna, kelebihan Al-Quran tidak dapat diragukan lagi.

Firman Allah swt. dalam QS. Al-Isra (17): 88

Terjemahnya:

Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al

Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun

sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.[24]

Al-Quran al-karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu

diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin Allah, dan ia

selalu dipelihara.[25]

Firman Allah QS. Al-Hijr (15): 9.

Terjemahnya:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar

memeliharanya.[26]

Dari berbagai penjelasan dan ayat-ayat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

1. Al-Quran adalah kitab hidayah yang memberi petunjuk kepada manusia dari berbagai

persoalan-persoalan aqidah, syariah, ibadah, tasyri, akhlak demi kebahagiaan hidup.

2. Tiada pertentangan antara Al-Quran dengan ilmu pengetahuan

3. Membenarkan atau menjalankan teori-teori ilmiah berdasarkan Al-Quran

bertentangan dengan tujuan pokok atau sifat Al-Quran dan bertentangan pula

dengan ciri khas ilmu pengetahuan.

4. Memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan penemuan-penemuan baru adalah

ijtihad yang baik.[27]

Al-Quran menyangkut segala hal. Banyak ayat secara terperinci membahas tentang

kehidupan dunia ini dan sesudahnya yang dijelaskan dengan cara yang amat masuk
akal.[28] Kesederhanaan Al-Quran membuatnya dipahami oleh semua orang sehingga

mereka yang tidak bertakwa atau bahkan membenci Allah, memandang Al-Quran dengan

prasangka buruk akan dapat mengambil kebaikan dari ajaran yang agung.[29]

1. Iman kepada Nabi dan Rasul

Yakin pada para Nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Perbedaan antara Nabi dan

Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi

tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul

adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat

manusia.[30]

Di Al-Quran disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga sebagai rasul

ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima

kepada manusia dan menunjukkannya cara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana manusia biasa lainnya Nabi dan Rasul pun hidup seperti kebanyakan manusia

yaitu makan, minum, tidur, berjalan-jalan, mati dan sifat-sifat manusia lainnya. Nabi

Muhammad saw. sebagai Nabi sekaligus Rasul terakhir tidak ada lagi rangkaian Nabi dan

Rasul sesudahnya.

Firman Allah QS. Al-Ahzab (33): 40.

Terjemahnya:

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia

adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala

sesuatu.[31]

Sebagai Nabi yang terakhir beliau telah menyempurnakan bangunan dinullah yang dimulai

dikerjakan secara bertahap oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya. Yang wajib kita imani,

sebagai Nabi yang diutus untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman sampai akhir

kiamat.

Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang telah diutus oleh

Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan namanya. Seorang
muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan, keistimewaan satu

sama lain, tugas dan mukjizatnya masing-masing seperti yang diperintahkan oleh Allah.

1. Iman kepada hari Akhir

Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat penting

dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat sama

halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak

diragukan lagi.

Firman Allah SWT. QS. An-Nisa (4): 87.

Terjemahnya:

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan

mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah

orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah.[32]

Hari akhirat ialah hari pembalasan yang pada hari itu Allah menghitung (hisab) amal

perbuatan setiap orang yang suda dibebani tanggung jawab dan memberikan putusan

ganjaran sesuai dengan hasil hitungan itu.[33]

Pembahasan tentang hari akhir dimulai dari pembahasan tentang alam kubur karena

peristiwa kematian sebenarnya sudah merupakan kiamat kecil dan juga karena orang-orang

yang sudah meninggal dunia telah memasuki bagian dari proses transisi dari kehidupan di

dunia menuju kehidupan di akhirat.

Menurut sebagian ahli tauhid, hari akhirat ialah hari manusia dibangkitkan dari kubur untuk

digiring kepada masyar, tempat mereka dikumpulkan sementara dan belum lagi ditentukan

tempat mereka, surga atau neraka.[34] Dikatakan akhirat, karena hari itu adalah hari

penghabisan yang dinantikan oleh makhluk hidup dan tidak ada lagi yang hidup dan

ditunggu-tunggu sesudah hari kiamat terjadi.

Keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir. Hal ini

disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan

baru sempurna dengan keyakinan tentang adanya hari akhirat. Demi tegaknya keadilan,
harus ada suatu kehidupan baru dimana semua pihak akan memperoleh secara adil dan

sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing.[35]

Firman Allah SWT. QS. Thaha (20): 15.

Terjemahnya:

Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-

tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.[36]

Hari akhir ini ada baiknya kembali kita ingat bahwa seorang mukmin wajib beriman dengan

hari akhir dengan segala proses, peristiwa dan keadaan yang terjadi pada hari itu sesuai

dengan apa-apa yang telah diberikan dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. tanpa

mengurangi dan menambahnya. Keyakinan kepada hari akhirat juga menolong manusia

memperkembangkan kepribadiannya.[37]

1. Iman kepada qada dan qadar

Dalam menciptakan sesuatu, Tuhan selalu berbuat menurut Sunnahnya, yaitu hukum sebab

akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-hal khusus yang

sangat jarang terjadi. Sunnah Tuhan ini mencakup dalam ciptaannya, baik yang jasmani

maupun yang bersifat rohani.

Makna qadar dan takdir ialah aturan umum berlakunya huykum sebab akibat, yang

ditetapkan olehnya sendiri.[38] Definisi segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan

hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah SWT, untuk segala yang ada.[39]

Pengertian di atas sejalan dengan penggunaan qadar di dalam Al-Quran berbagai macam

bentuknya yang pada umumnya mengandung pengertian kekuasaan Allah SWT, yang

termasuk hukum sebab akibat yang berlaku bagi segala makhluk hidup maupun yang mati.

Firman Allah QS. Al-Hijr (15): 21.

Terjemahnya
Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak

menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.[40]

Untuk memahami takdir, manusia harus hidup dengan ikhtiar, dalam kehidupan sehari-

harinya takdir Ilahi berkaitan erat dengan usaha manusia dan diiringi dengan doa dan

tawakkal.[41] Seorang muslim wajib beriman dengan qada dan qadar kesalahan dalam

memahaminya akan melahirkan dan sikap yang salah pula dalam menempuh di kehidupan di

dunia ini.

Ada beberapa hikma yang dapat dipetik dari keimanan kepada qada danqadar, ini antara

lain:

1. Melahirkan kesadaran bagi umat manusia bahwa segala sesuatu di dalam semesta ini

berjalan sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan pasti oleh Allah SWT.

2. Mendorong manusia untuk terus beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai

kehidupan baik di dunia maupun di akhirat, mengikuti hukum sebab akibat dari Allah

SWT.

3. Mendorong manusia untuk semakin dekat dengan Allah SWT.

4. Menanamkan sikap tawakkal dalam diri manusia, karena manusia hanya bisa

berusaha dan berdoa, sedangkan nasibnya diserahkan kepada Allah SWT.

5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena menyakini apapun

yang terjadi adalah atas kehendak dan qadar Allah SWT.

2. Akhlak

1. Pengertian akhlak

Secara etimologis (lughat) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khulaq yang

berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.[42] Prof. KH. Farid Maruf

mendefinisikan akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan

mudah karena kebiasaan tanpa meimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu[43].

Di samping istilah akhlak juga dikenal etika dan moral ketiga istilah ini sama-sama

menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia. perbedaannya terletak pada

standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Quran dan assunah, bagi etika

standarnya adalah akal pikiran; dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang

umum berlaku di masyarakat.[44]


Definisi-definisi akhlak dapat dilihat pada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak,

yaitu:

1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang,

sehingga telah menjadi kepribadiannya

2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran

3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang mengerjakannya,

tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar

4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-

main atau karena bersandiwara.

5) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan ikhlas semata karena Allah swt, bukan

karena ingin mendapat pujian.[45]

Dalam pembinaan akhlak mulia merupakan ajaran dasar dalam Islam dan pernah diamalkan

seseorang, nilai-nilai yang harus dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia

kecil.[46] Ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah

dalam Al-Quran dikaitkan dengan taqwa, dan taqwa berarti pelaksanaan perintah Tuhan dan

menjauhi larangannya. Larangan Tuhan berhubungan perbuatan tidak baik, orang bertaqwa

adalah orang yang menggunakan akalnya dan pembinaan akhlak adalah ajaran paling dasar

dalam Islam.[47]

Dalam persepktif pendidikan Islam, pendidikan akhlak al-karimah adalah faktor penting

dalam pembinaan umat oleh karena itu, pembentukan akhlak al-karimah dijadikan sebagai

bagian dari tujuan pendidikan. Pendapat Atiyah al-Abrasyi, bahwa pendidikan budi pekerti

adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan mencapai kesempurnaan akhlak merupakan tujuan

pendidikan Islam.[48]

Firman Allah swt. dalam QS. (29): 45

Terjemahnya:

dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji

dan mungkar.[49]
Firman Allah swt. dalam QS. (3): 159

Terjemahnya:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.

Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari

sekelilingmu.[50]

Dari dua ayat di atas sangat jelas menekankan kita untuk menjadikan akhlak sebagai

landasan segala tingkah laku yang berasal dari Al-Quran. Sebetulnya seluruh ajaran Al-

Quran adalah akhlak.[51]

1. Ruang Lingkup Akhlak

Secara rinci akhlak dalam Islam dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1) Akhlak manusia terhadap al-khaliq

2) Akhlak manusia terhadap dirinya sendiri

3) Akhlak manusia terhadap sesamanya

4) Akhlak manusia terhadap alam lingkungannya.[52]

Yunahar Ilyas membagi pembahasan akhlak dengan enam bagian, yaitu:

1) Akhlak terhadap Allah swt.

2) Akhlak terhadap Rasulullah saw.

3) Akhlak pribadi

4) Akhlak dalam keluarga

5) Akhlak bermasyarakat

6) Akhlak bernegara.[53]
Prinsip akhlak dalam Islam yang paling menonjol adalah bahwa manusia dalam melakukan

tindakan-tindakannya, ia mempunyai kehendak-kehendak dan tidka melakukan sesuatu. Ia

harus bertanggung jawab atas semua dilakukannya dan harus menjaga perintah dan

larangan akhlak. Tanggung jawab itu merupakan tanggung jawab pribadi muslim, begitupun

dalam kehidupan sehari-hari harus selalu menampakkan sikap perbuatan berakhlak. Akan

tetapi akhlak bukalah semata-mata hanya perbuatan akan tetapi lebih kepada gambaran jiwa

yang tersembunyi.

1. B. Garis-garis Besar Progaram Pengajaran (GBPP) Bidang Akhlak Aqidah

Akhlak.

1. 1. Pengertian Bidang Sutudi Aqidah Akhlak

Mata pelajaran aqidah akhlak adalah sub mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang

membahas ajaran agama Islam dalam segi aqidah dan akhlak. Mata pelajaran aqidah akhlak

juga merupakan bagian dari mata pelajaran pendidikan agama Islam yang memberikan

bimbingan kepada siswa agar memahami, menghayati, meyakini kebenaran ajaran Islam

serta bersedia mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[54]

1. 2. Fungsi Bidang Studi Aqidah Akhlak

Bidang sutudi aqidah akhlak berfungsi

1. Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan didunia dan

akhirat.

2. Pengembangan keimanan dan ketakawaan kepada Allah swt., serta akhlak mulia

peserta didik seoptimal mungkin yang mulai ditanamkan dilingkungan keluarga.

3. Penyesuaian mental dan peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui

aqidah akhlak.

4. Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam

keyakinan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

5. Mencegah peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing

yang akan dihadapinya sehari-sehari.

6. Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak

7. Penyaluran peserta didik untuk mendalami aqidah akhlak pada jenjang pendidikan

yang lebih penting.[55]

1. 3. Tujuan Bidang Sutudi Aqidah Akhlak


Bidang situdi aqidah akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan

peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan

pemupukkan pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang aqidah dan

akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan

kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta berakhak mulia dalam kehidupan

pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjutkan pada

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[56]

1. 4. Ruang Lingkup Bidang Studi Aqidah Akhlak

Secara garis besar, mata pengajaran aqidah akhlak berisi materi pokok sebagai berikut:

1. Hubungan manusia dengan akhlak

Hubungan vatikal antara manusia khaliqnya mencakup dari segi aqidah yang meliputi, iman

kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikatnya, iman kepada kitab-kitabnya, iman kepada

rasul-rasulnya, dan kepada qada dan qadarnya.

1. Hubungan manusia dengan hamba

Materi yang dipelajari meliputi akhlak dalam pergaulan hidup sesama manusia, kewajiban

membiasakan diri sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak yang buruk.

1. Hubungan manusia dengan lingkungannya

Materi yang pelajari meliputi akhlak menusia terhadap lingkungannya, baik lingkungan dalam

arti yang luas, maupun akhlak hidup selain manusia, yaitu binatang dan tumbuh-

tumbuhan.[57]

1. C. Pengertian Kepribadian Siswa.

Kepribadian berasal dari kata pribadi yang berarti keadaan manusia orang perorang atau

keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak perorangan. Anton M. Meovono mengatakan

kepribadian adalah:

Sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan

dirinya dari orang atau bangsa lainnya.[58]

Menurut Hortmann kepribadian adalah:


Susunan yang teriutegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang individu sebaigaimana yang

dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperlihatkannya kepada orang lain.[59]

Dari kedua defenisi diatas, Witherington menyimpulkan bahawa kepribadian mempunyai ciri-

ciri sebagai berikut:

1. Manusia karena keturunannya mula-mula hanya merupakan individu dan berubah

menjadi suatu pribadi setelah mendapat pengaruh lingkungan sosial hanya dengan

cara belajar.

2. Kepribadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara

terintegrasikan dan bukan hanya beberapa aspek saja.

3. Kepribadian untuk menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada pikiran orang

lain dan pikiran tersebut ditentukan oleh nilai perangsang sosial seseorang.

4. Kepribadian tidak menytakan sesuatu yang bersifat statis seperti bentuk atau ras

tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang.

5. Kepribadian tidak berkembang secara fasif saja, tetapi setiap orang mempergunakan

kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lngkungan sosial.

Cermin dari ciri-ciri kepribadian tersebut, pada dasarnya merupakan unsur yang terkandung

dalam diri anak, yang akan dikembangkan melalui pendidikan, sehingga kepribadian anak

menampilkan ciri-ciri khas seorang muslim.

Adapun istilah digunkan untuk menggambarkan tentang kepribadian anak menurut Jalaluddin

adalah sebagai berikut:

1. Mentality, yaitu situasi mental yang berhubungan dengan kegiatan mental atau

intelektual.

2. Personality, yaitu ciri seorang yang dengan adanya ciri tersebut menyebabkan ia

dapat dibedakan dari orang lain, berdasarkan seluruh sikap yang ditampilkan.

3. Individuality, yaitu sikap khas seseorang yang menyebabkan seseorang mempunyai

sikap yang berbeda dari orang lain.

4. Identity, yaitu sikap kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat mempertahankan

dirinya terhada sesuatu dari luar.[60]

Dari penjelasan istilah diatas, nampaknya bahwa kepribadian itu adalah hasil dari suatu

proses kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena itu, proses yang dialami tiap orang itu

berbeda beda, maka kepribadian tiap-tiap individu pun berbeda.


Namun demikian, karena hidup ini mempunyai tujuan tertentu dan kepribadian sendiri-

sendiri ternyata dapat dibentuk dalam hidup. Usaha yang sistematis dan berencana, manusia

dapat mengupayakan terbentuknya kepribadian yang diharapkan sebagaimana dalam tap

MPR No. II tahun 1983, mengatakan bahwa:

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembagunan manusia seutuhnya dan

pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.[61]

Analisis secara filosifis mengatakan bahwa hakekat kodrat martabat manusia memiliki

potensi esensial sebagai berikut:

1. Manusia sebagai mahluk pribadi (Individual being)

2. Manusia sebagai mahluk sosial (Sosial being)

3. Manusia sebagai mahluk susila (Moral being)

4. Manusia sebagai mahluk bertuhan.[62]

Perkembangan atau aktualisasi dari potensi esensial manusia secara kesatuan integral akan

menentukan kualitas kepribadian seseorang.

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka kepribadian dapat dirumuskan sebagai penampilan

ciri khas manusia didalam sikap lahiriah dan sikap mental yang dimiliki. Manusia berupaya

untuk mempertahankan keberadaan pribadinya masing- masing sebagai jati diri setiap

individu. Upaya tersebut akan lebih efektif apabila dilakukan melalui bimbingan dan

pengarahan. Pembentukan kepribadian melalui proses yang cukup panjang, yaitu sepanjang

kehidupan manusia itu sendiri.

Dari beberapa defenisi atau penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa kepribadian

adalah unsur kejiwaan atau psikis serta moral yang tampil dalam bentuk tingkah laku yang

dapat diamati secara lahiriah dalam pergaulan bersama. Pribadi bersifat unik ; artinya

kepribadian seseorang sifatnya khas dan mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan

individu yang satu dengan yang lainnya.

D. Aspek- aspek kepribadian siswa.

Pembentukan kepribadian itu bukan suatu hal yang sekali jadi, melainkan berlangsung secara

berangsur-angsur dan mangalami proses perkembangan secara sistematis. Oleh karena itu,

pembentukan kepribadian merupakan suatu proses, dan akhir dari perkembangan itu

berlangsung secara baik pula atau dengan kata lain kepribadian yang harmonis.
Kepribadian itu disebut harmonis kalau segala aspek-aspek kejiwaan seimbang dengan

tenaga yang bekerja seimbang pula sesuai dengan kebutuhan. Sebagaimana firman Allah

swt, QS. Al-Baqarah (2):143.

Terjemahnya:

Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan

pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad)

menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.[63]

Adapun aspek-aspek kepribadian yang di maksud oleh Ahmad D. Marimba adalah:

1. Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan

ketahuan dari luar, misalnya cara berbuat dan berbicara.

2. Begitu pula aspek kejiwaan yang meliputi aspek-aspek yang tidak mudah nampak dan

ketahuan dari luar, misalanya caa-acara berpikir, sikap dan minat.

3. Disisi lain aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek kejiwaan yang lebih abstrak,

seperti filsafat hidup dan kepercayaan. Ini meliputi sistem nilai yang telah meresap di

dalam kepribadian itu, yang menjadikan bagian pribadi yang mendarah daging dalam

kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu

seseorang. Bagi orang-orang yang beragama, aspek tersebut yang menuntutnya

kearah kebahagian, bukan saja didunia tetapi juga di akhirat. Dan aspek-aspek inilah

yang memberi kualitas kepribadian manusia secara keseluruhannya.[64]

Ketiga aspek kepribadian tersebut yang akan dibentuk melalui pendidikan. Sasaran yang

dituju dalam pembentukan kepribadian adalah keutuhan jiwa dan mental yang memili akhlak

mulia.

Menurut Abdullah al-Darraz, yang di kutip oleh Jalaluddin, mengemukakan bahwa:

Pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai pengisi nilai-

nilai keIslaman. Dengan adanya cerminan nilai-nilai yang dimaksud dalam sikap dan perilaku

seseorang maka tampillah kepribadian sebagai muslim.[65]

Dalam ajaran Islam tentang wujud pribadi muslim, serta aspek-aspek yang harus

dikembangkan adalah identik dengan aspek pribadi manusia seutuhnya, seperti cermin dalam
rumusan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, usaha untuk membentuk kepribadian

muslim searah dengan usaha-usaha pembentukan pribadi manusia Indonesia seutuhnya

melalui jalur pendidikan yang diproses secara Formal lewat pendidikan maupun non Formal.

Adapun aspek-aspek pokok yang memberi corak khusus bagi seorang muslim menurut ajaran

Islam yaitu:

1. Adanya wahyu Tuhan yang membebani kewajiban pokok setiap individu yang harus

dilakukan seorang muslim. Kewajiban tersebut mencakup seluruh aspek hidupnya,

baik yang menyangkut kewajiban terhadap Tuhan maupun terhadap manusia lain

terlebih pada masyarakat.

2. Praktek ibadah yang harus dilakukan dengan aturan-aturan yang pasti dan teliti.

3. Konsepsi Al-Quran tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia secara

harmonis dan seimbang dibawah perlindungan Tuhan.[66]

Dalam psikologi pendidikan di jelaskan bahawa aspek-aspek kepribadian adalah sebagai

berikut:

1. Intelegensi, yaitu termasuk didalamnya kewaspadaan, kemampuan belajar,

kecakapan berpikir dan kemampuan mengambil kesimpulan.

2. Kesehatan, yaitu kesehatan jasmani dan rohani.

3. Keterampilan, yaitu merupakan cara orang bereaksi terhadap situasi tertentu.

4. Nilai-nilai, yaitu pandangan dan keyakinan kita terhadap adat istiadat, etika,

kepercayaan.

5. Peranan, yaitu kedudukan atau posisi seseorang didalam masyarakat di mana ia

hidup termasuk tempat dan jabatan.[67]

Dari aspek-aspek di atas yang akan dibentuk melalui jalur pendidikan baik secara formal

maupun non formal. Semua aspek-aspek tersebut turut menentukan kepribadian seseorang.

1. E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian Siswa.

Untuk mengembangkan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia dilengkapi potensi yang

perlu dikembangkan. Potensi tersebut berfungsi secara maksimal bila dikembangkan melalui

intuisi, sosial, sosial yang ada. Usaha untuk mengembangkan potensi fitriyah tersebut dapat

dilakukan melalui dua jalur, jalur pendidikan formal dan jalur nonformal, semuanya dapat

berperan dalam proses pembentukan selanjutnya.


Dalam psikologi dinyakatan bahwa pada faktor yang mempunyai terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan pada seorang anak yaitu:

1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak yakni; keturunan dan

pembawaan.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak yakni; pengalaman dan

lingkungannya.[68]

Hal tersebut dikemukakan oleh aliran konvergensi bahwa: dalam perkembangan anak

menjadi manusia menjadi dewasa sama sekali ditentukan oleh faktor bawaan dan faktor

lingkungan kedua fakror inilah yang membentuk kepribadian anak.[69]

Senada dengan di atas F.G. Robbius mengemukakan bahwa kepribadian itu banyak

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Faktor dasar

2. Faktor lingkungan

3. Perbedaan individual

4. Lingkungan dan

5. Motivasi[70]

Menurut Sertain Lingkungan itu dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut:

1. Lingkungan alam, yaitu segala sesuatu yang ada di alam dunia ini yang bukan

manusia, seperti rumah, air, iklan, hewan dan tumbuh-tumbuhan/

2. Lingkungan dalam, yaitu segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar. Akan tetapi

makanan yang sudah didalam perut itu sudah (sedang) dalam percernaan.

3. Lingkungan sosial, yaitu semua orang yang mempengaruhi kita.[71]

Pengaruh lingkungan sosial yang ada kita terima secara langsung dan ada yang tidak secara

langsung, pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain,

dengan keluarga dan tekanan. Yang tidak langsung seperti melaui surat radio, televisi, buku

majalah dan surat kabar.

Ki Hajar Dewantara pengemukakan bahwa lingkungan sosial meliputi tiga bagian yaitu:

1. Lingkungan kelurga

2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat[72]

Dengan demikian, ketiga unsur tersebut bertanggung jawab dalam pembentukan kepribadian

anak dalam upaya pengembangannya. Pada kematangan kemampuan intelektualnya, sikap

mental, keterampilan, dn pertumbuhan jasmani dan rohaninya. Untuk mendapatkan suatu

bentuk yang ideal dalam pelaksanaan masing-masing tanggung jawabnya, ketiga unsur ini

harus terjalin kerja sama yang baik intergralistik sehingga dapat membawa dan menjadikan

anak didik sebagai seorang yang dapat diharapkan di tengah-tengah kelurga, sekolah dan

masyarakat.

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa dalam

pembentukan kepribadian anak, sehingga dapat dinyakan bahwa sikap dan sifat serta watak

anak yang beriteraksi antara pembawaan dan lingkungan.

Vous aimerez peut-être aussi