Vous êtes sur la page 1sur 35

LAPORAN KASUS RADIOLOGI

EFUSI PLEURA MASIF e.c SUSPECT TUMOR


PARU + SINDROM VENA CAVA SUPERIOR +
BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh:
Ni Wayan Dwi Novita
17360065

Pembimbing:
dr. Vanda Yogapuspita, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2017
BAB I

1
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan


melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis
dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura
hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,
tumor paru, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru,
serta gagal jantung kongestif. Di Negara-negara barat, efusi pleura terutama
disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan
pneumonia bakteri, sementara di Negara-negara yang sedang berkembang,
seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberculosis.1

Efusi pleura ganas merupakan salah satu komplikasi yang biasa


ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru
dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat
dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan paru primer atau metastatik.
Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi
pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami
efusi pleura.2,3 Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri
bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri
tumpul. Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta
pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan,
biopsy dan analisa cairan pleura.1 Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan
dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD),
dan pleurodesis.1

BAB II
STATUS PASIEN

2
A. IDENTITAS PASIEN
Inisial Nama : Tn. N
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :Jl. Seblay Gang Melati VI dusun II Hajimena Natar
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Buruh
No. Rekam Medis : 09-26-84

B. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesa dan Alloanamnesa
MRS : 16 November 2017
Keluhan Utama :
Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
Sembab pada leher dan wajah
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 minggu yang lalu os merasa leher dan wajah tampak
sembab, os sudah berobat dan sembab tampak membaik. 2 hari setelah itu
sembab kembali kambuh namun os tidak membawa kedokter. Os
sebelumnya tidak pernah mengalami hal sama. Selain itu os juga kadang
merasa sesak nafas tetapi hilang timbul. Sesak tanpa faktor pemicu dan
tidak disertai suara ngik-ngik. Os mengatakan bahwa os merupakan
perokok aktif dan merokok sejak usia remaja. Dalam sehari os dapat
merokok 1 bungkus/hari.
2 minggu yang lalu os sempat mengalami batuk darah, namun
hanya sekali. Darah yang keluar berwarna merah segar kira-kira sebanyak
1/2 gelas anggur. Os juga mengatakan mengalami nyeri dada yang

3
menjalar sampai ke perut kanan atas, demam, pusing, tetapi batuk lama,
berat badan menurun dan keringat malam disangkal.
Sejak 1 minggu yang lalu sesak mulai dirasakan lagi. Sesak timbul
tanpa faktor pemicu dan tidak hilang saat istirahat. Sesak juga dirasakan
terus menerus saat duduk, berdiri maupun posisi terlentang dengan
intensitas semakin memberat sampai 1 hari SMRS. Riwayat darah tinggi,
kencing manis, dan nyeri sendi disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit dahulu yang bermakna.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang bermakna
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi obat

C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
RR : 32x/menit
Suhu : 38.5C
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Indeks Massa Tubuh : 18.75
Kulit

Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Normal Pembuluh darah : Normal

4
Suhu raba : Normal Lembab/kering : Kering

Keringat, umum : Normal Turgor : Normal

Kepala

Ekspresi wajah : Normal Simetris muka : Simetris (Sembab)

Rambut : Normal

Mata

Eksolftalmus : Tidak ada Enoftalmus : Tidak ada

Kelopak : Sembab Lensa : Normal

Konjungtiva : Normal Visus : Normal

Sklera : Normal Gerakan mata : Normal

Lap.penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal

Deviatio konjungtiva : Tidak ada Nistagmus : Tidak ada

Telinga

Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran : Normal

Lubang : Normal Penyumbatan : Tidak ada

Serumen : Tidak ada Perdarahan : Tidak ada

Hidung

Trauma : Tidak ada

Nyeri : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

Mulut

Bibir : Tidak sianonis Tonsil : Normal

Langit-langit : Normal Bau nafas : Tidak berbau

5
Trismus : Normal Lidah : Normal

Faring : Tidak hiperemis

Leher

Tampak Sembab

Tekanan vena jugularis : Tidak dapat di nilai

Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar getah bening

Submandibula : Tidak teraba Leher : Tidak teraba

Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak : Tidak teraba

Lipat paha : Tidak teraba

Thorax

Bentuk : Simetris

Sela iga : Normal

Paru Depan Belakang

Depan Belakang

Inspeksi Kanan

Kiri Asimetris (paru kanan tertinggal saat inspirasi)

Palpasi Kanan

6
Kiri Vocal fremitus menurun di kanan

Perkusi Kanan Redup Redup

Kiri Sonor Sonor

Auskultasi Kanan Vesikuler Menurun

Kiri Rh (-/+)

Wh(-/-)

Jantung

- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

- Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra

- Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, Heart Rate 96 x/menit,

reguler. Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk Normal, venektasi (-), caput medusa (-), ikterik (-)

Palpasi : Nyeri tekan regio Epigastrium (+), Hati dan Limpa

tidak teraba, Nyeri ketok CVA tidak ada, Ballotement

ginjal (-)

Perkusi : Normal

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

7
Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Oedem (-) Deformitas (-)

Bengkak (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-) Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: pitting oedem (-) Ptekie (-)

Deformitas (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-) Bengkak (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah
HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 11,5
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 8,300 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 0 1-3%

Batang 2 2-6 %

Segmen 50-70 %
85
Limposit 10
20-40 %

Monosit 4 2-8 %

Lk: 4.6- 6.2 ul


Eritrosit 4,6
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 34%
Wn: 38-47 %
Trombosit 351.000 159-400 u\l
MCV 75 80-96
MCH 25 27-31 pg
MCHC 32 32-36 g/dl

Kimia Darah
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

8
Urea 18 10-50
Lk: 0,6-1,1
Creatinin 0,5
Wn: 0,5-0,9

Hasil Pungsi Pleura (15 Juni 2015)


TEST HASIL NORMAL
Warna Kuning keruh Kuning
bercampur darah
Kejernihan Keruh Jernih
Hitung Sel 901 sel/uL -
PMN 50% -
MN 50%
Rasio Protein 0,72 -
Rasio glukosa 1,34 -

E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

9
* X-ray toraks PA tgl 18 November 2017*

Hasil bacaan X-ray tgl 18 November 2017: Pemeriksaan toraks


AP
o Tampak opasitas homogen di hemitorak kanan masif
o Jantung : tidak batas kanan jantung sulit dinilai, superposisi dengan
opasitas homogen
o Trakea di tengah
o Aorta baik
o Pulmo : corakan bronkovaskuler lapang paru kiri meningkat. Tampak
bercak di lobus atas paru kiri dan parakardial kiri
o Sinus kostofrenikus kanan sulit dinilai, kiri lancip
o Hemidiafrgama kiri setinggi kosta 9-10 posterior

Kesan:
o Gambaran efusi pleura masif kanan
o Konfigurasi dan bentuk jantung tidak dapat dinilai

10
o Suspek Gambaran bronkopneumonia

F. RESUME

Pria, 45 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas selama 1


minggu yang lalu memburuk 1 hari SMRS. Sesak timbul tanpa faktor
pemicu dan tidak hilang saat istirahat. Sesak juga dirasakan terus menerus
saat duduk, berdiri maupun posisi terlentang Sejak 3 minggu yang lalu os
merasa leher dan wajah tampak sembab. Os mengatakan bahwa os
merupakan perokok aktif dan merokok sejak usia remaja. Dalam sehari os
dapat merokok 1 bungkus/hari. 2 minggu yang lalu os sempat mengalami
batuk darah, namun hanya sekali. Darah yang keluar berwarna merah
segar kira-kira sebanyak 1/2 gelas anggur. Os juga mengatakan
mengalami nyeri dada yang menjalar sampai ke perut kanan atas, demam,
pusing, tetapi batuk lama, berat badan menurun dan keringat malam
disangkal. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan nyeri sendi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan: bunyi vesikuler menurun pada
paru dextra ronki di paru sinistra dan redup pada perkusi seluruh lapang
paru dextra. Pemeriksaan penunjang menunjukkan penurunan Hb,
Limfosit, Ht, MCV dan MCH, serta peningkatan Leukosit Segmen. Pada
analisa pungsi pleura ditemukan bahwa cairan efusi tersebut berwarna
kuning keruh bercampur darah seperti teh. Pada pemeriksaan radiologi (X-
ray toraks) ditemukan gambaran efusi pleura masih kanan dan gambaran
suspect bronkopenumonia.

G. DIAGNOSIS
Efusi Pleura Masif Kanan susp. e.c. Tumor (cenderung keganasan) Paru
Sindrom Vena Cava Superior
Bronkopneumonia.

11
H. DIAGNOSIS BANDING
Efusi Pleura Masif Kanan susp. e.c. Tumor Jinak Paru
Efusi Pleura Masif Kanan susp. e.c. TB Paru
Sindrom Nefrotik

I. TATALAKSANA
Pungsi pleura tgl 20 November 2017
Pengobatan selama dirawat (16-21 November 2017):
a. Nebu Combivent /12 jam
b. O2 3 L/menit
c. Omeprazole 1x1 vial/IV
d. Paracetamol 3x500 mg/PO
e. Ambroxol syr 3x1 C
f. Ceftriaxone 2x1 gr/IV

J. TINJAUAN PUSTAKA

EFUSI PLEURA

12
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat.Cairan pada efusi pleura dapat
bebas yg generalized atau setempat (circumscribed) dan encapsulated
(terbungkus kapsul).

Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-
20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

B. Fisiologi Cairan Pleura


Volume cairan pleura selalu konstan, akibat dari:
- P. hidrostatik : 9 mmHg, produksi oleh pleura parietalis
- P. koloid osmotik : 10 mmHg, absorbsi oleh pleura viseralis

C. Etiologi
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak
keadaan yang berasal dari :
- Kelaian paru : infeksi, baik oleh bakteri maupun virus aau jamur, tumor
paru, tumor mediastinum, metastase.
- Kelainan sistemik : penyakit-penyakit yang mengakibatkan hambatan
aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan
kegagalan jantung.
- Trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.
- Ideopatik.
Cairan pada efusi pleura dapat berupa :
- Cairan transudat
Terdiri atas cairan yang bening, biasanya ditemukan pada kegagalan
jantung, kegagalan ginjal akut atau kronik, keadaan hipoproteinemia pada
kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infuse yang berlebihan, dan
fibroma ovarii (meigs syndrome).

13
- Cairan eksudat
Berisi cairan kekeruhan, paling sering ditemukan pada infeksi tuberculosa,
atau nanah (empiema) dan penyakit-penyakit kolagen (SLE, RA)
- Cairan darah
Dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru dan karsinoma
paru
- Cairan getah bening
Meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh sumbatan aliran
getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis pada
kelenjar getah bening dari suatu keganasan.

D. Manifestasi Klinis
Gejala Utama
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru
terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh
dalam dada atau dispneu . Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa
nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Pada efusi unilateral, biasanya
penderita mengeluh lebih nyaman tidur miring kearah bagian paru yang
mengalami efusi. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan

E. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : pengembangan paru menurun, gerakan dada sisi sakit
tertinggal, tampak lebih cembung
Palpasi : penurunan fremitus vocal atau taktil, gerak dada sisi sakit
tertinggal
Perkusi : perkusi pada sisi yang sakit redup pada bagian bawah garis Ellis
Damoiseu

14
Auskultasi : penurunan bunyi napas Jika terjadi inflamasi, maka dapat
terjadi friction rub.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi
a. Rontgen thorak
Jumlah cairan minimal yang terdapat pada thoraks tegak adalah 250-
300ml. bila cairan kurang dari 250ml (100-200ml), dapat ditemukan
pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral
tegak. Cairan yang kurang dari 100ml (50-100ml), dapat diperlihatkan
dengan posisi lateral dekubitus dan arah sinar horizontal dimana caran
akan berkumpul disisi samping bawah.

- Posisi tegak posteroanterior (PA)


Pada pemeriksaan foto thorak rutin tegak, cairan pleura tampak
berupa perselubungan homogeny menutupi struktur paru bawah yang
biasanya relative radioopak dengan permukaan atas cekung berjalan
dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang
hemithorak sehingga jaringan paru akan terdorong kea rah sentral /
hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum kearah
kontralateral.

15
Gambar 1. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena
efusi pleura

Gambar 2. Efusi pleura dextra

Gambar 3. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong


kontralateral

16
Gambar 4. Efusi pleura bilateral

Gambar 5. Loculated pleural effusion. Tampak berbatascukup tegas dan biconvex.


Sering disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura

- Posisi lateral
Bila cairan kurang dari 250ml (100-200ml), dapat ditemukan
pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak
lateral tegak. Pada penelitian mengenai model roentgen patologi
Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25ml dari cairan pleura (
cairan saline yang disuntikkan ) pada radiogram dada lateral tegak
lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di
posterior sulcus costophrenic, tetapi hanya dengan adanya
pneumoperitoneum yang terjadi sebelumnya.

17
Gambar 6. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral

- Posisi Lateral Decubitus


Radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun
untuk mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Cairan yang kurang dari
100ml (50-100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus
dan arah sinar horizontal dimana caran akan berkumpul disisi samping
bawah.

Gambar 7. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus (penumpukan


cairan yang ditunjukkan dengan panah biru).

18
Gambar 8. Efusi pleura pada posisi left lateral decubitus

b. Computed Tomography Scan


CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan
sebagai daerah berbentuk bulan sabit di bagian yang tergantung dari
hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura memiliki gambaran
cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena kebanyakan
CT pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang, cairan mulai
menumpuk di posterior sulkus kostofrenikus. Pada efusi pleuran yang
banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan anterior dada dan kadang-
kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral, cairan
bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura. Pergeseran ini
menegaskan sifat bebas dari efusi tersebut.

19
Gambar 9. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)

Gambar 10. CT Scan thorak pada seorang pria 50-tahun dengan limfoma
non-Hodgkin dan efusi pleura yang ditunjukan tanda panah

Gambar 11.CT Scan thorax pada pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin
menunjukkan daerah tergantung dengan redaman yang sama dengan air dan
margin atas lengkung (E). Temuan khas dari efusi pleura. Perhatikan pergeseran
lokasi cairan pada gambar ini dibandingkan dengan radiografi dada

20
posteroanterior dan lateral. Limfadenopati mediastinum dapat dilihat di
mediastinum tengah dan posterior (panah)

c. Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara
pleura visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan
respirasi dan posisi. Para peneliti memperkenalkan metode pemeriksaan
USG dengan apa yang disebut sebagai elbow position. Pemeriksaan ini
dimulai dengan pasien diletakkan pada posisi lateral decubitus selama 5
menit ( serupa dengan radiografi dada posisi lateral decubitus) kemudian
pemeriksaan USG dilakukan dengan pasien bertumpu pada siku (gambar
12). Maneuver ini memungkinkan kita untuk mendeteksi efusi
subpulmonal yang sedikit, karena cairan cenderung akan terakumulasi
dalam pleura diaphragmatic pada posisi tegak lurus.

Gambar 12. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser


selama pemeriksaan untuk melihat keadaan rongga pleura kanan.

Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan


ronggapleura. Pada dekade terakhir ultrasonografi (USG) dari rongga
pleura menjadi metode utama untuk mendemonstrasikan adanya efusi
pleura yang sedikit. Kriteria USG untuk menentukan efusi pleura adalah :
setidaknya zona anechogenic memiliki ketebalan 3mm diantara pleura
parietal dan visceral dan atau perubahan ketebalan lapisan cairan antara

21
ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan letak posisi pasien. Karena
USG adalah metode utama maka sangatlah penting untuk melakukan
pengukuran sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus terhadap dinding
dada.

Gambar 13.. Sonogram pada pasien dengan kanker paru lobus kanan atas. Gambar
menunjukkan adanya akumulasi cairan selama inspirasi (setebal 6 mm; berbentuk
kurva,-gambar kiri) dimana gambar tersebut lebih jelas dibanding selamaekspirasi
( setebal 11 mm ; berbentuk kurva-gambar kanan).

Gambar 14. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada pasien laki-
laki dengan penyebaran lymphangitic dari adenokarsinoma. Ini studi sagital
dan pemeriksaan dilakukan dengan pasien duduk. Cairan Echogenic (E)
dapat dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung
Echogenic (panah). The pleura cairan positif untuk sel-sel ganas (efusi
pleura ganas)

22
Gambar 15. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada wanita 47
tahun dengan efusi pleura metastasis. Ini studi sagital dan pemeriksaan
dilakukan dengan pasien duduk. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada
hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah)

Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat. Dalam sebuah


penelitian terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat memberikan
gambaran anechoic, sedangkan efusi anechoic dapat transudat atau
eksudat. Adanya penebalan pleura dan lesi parenkim di paru-paru
menunjukkan adanya eksudat. Cairan pleura yang memberikan gambaran
echoic dapat dilihat pada efusi hemoragik atau empiema.

Doppler berwarna ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan


efusi kecil dari penebalan pleura dengan menunjukkan tanda-warna cairan
(yaitu, adanya sinyal warna dalam pengumpulan cairan).

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura.
Nodularity dan / atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura
melingkar, keterlibatan pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada
dan / atau diafragma sugestif penyebab ganas kedua pada CT scan dan
MRI.

23
Gambar 16. Seorang neonatus 2-bulan-tua disajikan di gawat darurat
dalam kesulitan jantung dan respiratory distress. Resusitasi tidak berhasil.
Coronal T2-W MRI menunjukkan hematopericard (panah terbuka),
hematothorax (panah) dan efusi pleura (kepala panah) (ketebalan irisan: 1
mm, TR: 4000, TE: 80, FA: 90 ). Ada vena paru abberant mengalir ke
ventrikel kiri (buka panah). Perut menunjukkan asites (tanda bintang)

Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.

G. Penatalaksanaan
Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi
juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media
di bawah batas suara sonor dan redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga

24
mengenai diahfrahma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan
paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan
subkutis atau pleura parietalis tebal.

Gambar 16. Metode torakosentesis

4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada


setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan
dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa
batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.

Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat
dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai
rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps

25
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

Gambar 17. Pemasangan jarum WSD

WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks. Selang torak dapat dicabut jika
produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah mengembang. Selang
dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang
digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard,
5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg)

26
diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan
WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang
menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali
cairan dalam rongga tersebut.

Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus
dipasang dan paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan dalam 3050 ml larutan garram faal, kemudian dimasukkan ke
dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan
garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml
lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini.
Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga
berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6
jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata
di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam - 48 jam
cairan tidak keluar, selang toreaks dapat dicabut.

27
K. ANALISA KASUS

Sesak nafas adalah gejala klinis yang disebabkan oleh kurangnya O2 yang
mencapai jaringan. Ini dapat disebabkan oleh beberapa hal; mulai dari
terganggunya jalan nafas (sumbatan karena trauma, aspirasi, penyempitan karena
asma atau bronkitis), terisinya tempat pertukaran gas oleh sesuatu (eksudat pada
pneumonia, darah pada kontusio paru, transudate pada edema paru, sel pada
keganasan,dlsb) ataupun terganggunya transportasi maupun utilisasi O2 yang
sudah masuk kedalam darah (kekurangan Hb, hipotensi, hipovolemi, keracunan
sianida/CO, dlsb).
Pada pasien ini, sesak nafas yang ia alami telah berlangsung selama 1

minggu, disertai dengan batuk disertai darah hanya sekali pada 2 minggu

sebelumnya. Dari keterangan ini, 2 kemungkinan diagnosa dengan probabilitas

tersering pada demografi Indonesia adalah TB ataupun keganasan. Melalui

riwayat perjalanan pasien, didapatkan bahwa pasien tidak mengalami batuk

lama, tidak mengalami berkeringat malam, pasien mengalami demem yang

menggigil, dan tidak sedang menjalani pengobatan TB paru. Perburukan sesak

nafas yang diderita pasien sejak 1 hari terakhir kemungkinan besar akibat

terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan

kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu, m akin banyak

timbunan cairan maka sesak makin terasa berat. Sesak disertai bunyi tambahan

28
yang menandakan bronkus mengalami infeksi (bronkopeneumonia)yang

ditandai adanya suara ronki dan demam di atas 38,0 C.

Pada pasien pemeriksaan fisik paru saat inspeksi ditemukan asimetris

dimana dada kanan tertinggal saat bernafas, pada palpasi ditemukan vokal

fremitus pada dada kanan menurun sedangkan pada dada kiri normal, pada

perkusi ditemukan redup pada dada kanan dan sonor pada dada kiri, pada

auskultasi ditemukan suara vesikuler yang menurun pada dada kanan sedangkan

pada kiri terdengar ronki pada basal paru. Semua abnormalitas yang ditemukan

pada paru kanan pasien disebabkan karena timbunan cairan pada rongga pleura

kanan dan ronki pada paru kiri disebabkan karena bronkopneumonia .

pemeriksaan fisik ditemukan sembab pada leher dan wajah serta kelopak mata

yang menandakan sindrom vena kava superior.

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya sel yang

meningkat yaitu neutrophil segmen, hal ini menunjukkan terjadi proses infeksi

yang mungkin disebabkan oleh bakteri. Kadar hemoglobin pada pasien ini

(Hb 11,50 gr/dL) sedikit menurun, namun menurut kriteria klinis belum dapat

digolongkan sebagai anemia. Salah satu pemeriksaan penunjang yang paling

mudah untuk menilai tampilan paru adalah Chest X-ray. Berdasarkan hasil X-

ray, didapatkan efusi pleura masif kanan, disertai gambaran peningkatan

corakan bronkovaskuler kiri, dan tampak bercak di lobus atas paru kiri dan

parakardial kiri.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat

terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung

kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia

oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis,

29
obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks,

dan pneumotoraks. Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses

peradangan yang menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura

meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan

terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis

eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal

sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia,

parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus,

mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis

lupus (karena Systemic Lupus Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis,

radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat

radiasi1

Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui

torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah

jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah

pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik

maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada

penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di

sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14

atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 1500 cc

pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang

dari pada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock

30
1,4,7,8
(hipotensi) atau edema paru Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan

pemeriksaan :

a. Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-

ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark

paru, keganasan. Dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning

kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah

coklat, ini menunjukkan adanya abses karena amuba.

b. Biokimia

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat

Tabel 3. Analisis Biokimia cairan


pleura 4

TRANSUDAT EKSUDAT

Kadar protein dalam efusi (g/dL) <3 >3

Kadar protein dalam efusi < 0,5 >0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam efusi (LU) < 200 >200

Kadar LDH dalam efusi < 0,6 >0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan efusi < 1, 016 >1,016

Rivalta Negatif Positif

c. Sitologi

31
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik

penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel

tertentu. Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan adanya infeksi akut,

sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa

atau limfoma malignum, sel mesotel menunjukkan adanya infark paru, biasanya

juga ditemukan banyak sel eritrosit, bila sel mesotel maligna biasanya pada

mesotelioma, sel-sel besar dengan banyak inti pada arthritis rheumatoid dan sel

L.E pada lupus eritematosus sistemik 1, 4

Pada kasus ini pasien telah aspirasi cairan pleura dan dilakukan analisis

cairan pleura. Hal ini menunjukkan efusinya dalam bentuk eksudat. Pada

analisis juga ditemukan warna cairan kuning kemerahan keruh dengan eritrosit

penuh, dengan jumlah sel 901 mm3 yang tediri dari sel polimorfonuklear 50%

dan mononuclear 50%. Warna cairan pleura yang kemerah-merahan ini dapat

terjadi pada trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta.

Pada pasien ini dicurgai kearah keganasan.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

maka pasien ini didiagnosis dengan Efusi pleura dekstra masif et causa suspek

malignancy + Sindrom Vena Kava Superior + Bronkopneumonia. Diagnosis efusi

pleura dekstra masif karena pada anamnesis pasien ditemukan keluhan sesak

yang berat, timbul mendadak dan terus menerus serta tidak membaik dengan

istirahat. Pada pemeriksaam fisik ditemukan asimetris dimana dada kanan

tertinggal, vocal fremitus serta suara vesikuler menurun pada sisi kanan, dan

saat diperkusi ditemukan redup pada sisi kanan, serta pada pemeriksaan foto

thorak ditemukan adanya efusi pleura kanan massif.

32
Kausa suspek malignancy dipilih karena pada pasien ini setelah

dilakukan analisis cairan pleura ditemukan jenis cairan pleuranya berupa

eksudat dengan warna merah keruh serta jumlah sel yang banyak.

Disamping itu pada pasien juga diberikan terapi penunjang lainnya

berupa pemberian oksigen nasal kanul 3 liter/ menit untuk mengatasi keluhan

sesaknya dan keadaan hypoxemia. Pasien juga diberikan ambroxol syr 3X1

untuk mengurangi batuknya, diet tinggi kalori tinggi protein untuk pemenuhan

nutrisi pasien, pemberian paracetamol untuk mengobati demamnya. Pada pasien

diberikan antibiotik karena dicurigai menderita HCAP. Antibiotik yang

diberikan adalah Ceftriaxon 2 x 1 gram IV yang merupakan antibiotik

broad spectrum golongan chepalosporin generasi ketiga yang efektif

terhadap bakteri gram negatif dan sangat efektif untuk mengatasi resistensi.1

Pada kasus ini pasien telah direncanakan pemeriksaan trans thorakal

biopsi serta CT-scan thorak dalam menelurusi dan memastikan etiologi dari

efusi pleura serta membantu menegakkan diagnosis suatu keganasan pada paru

pasien.

33
KESIMPULAN

Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan

yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan

pleura ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi

normal. Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan gangguan

jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viscerail tidak mampu

diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura visceral atau

sebaliknya yaitu produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan. Akumulasi

cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara

lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru. Diagnosis efusi

pleura didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Pada kasus pasien didiagnosis dengan efusi pleura dekstra massif suspek

malignancy karena sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada pasien, sehingga

penatalaksanaan utama pada pasien ini adalah berupa terapi thorakosintesis,

pemasangan WSD, pleurodesis, dan pengobatan kausal. Disamping itu pada

pasien ini juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang disesuaikan

dengan manifestasi klinis yang muncul.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60.

2. American Thoracic Society. Management of malignant pleural


effusions. Am J Respir Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001.

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru (kanker paru karsino


bukan sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.;2001.

4. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach.


American Journal of Critical Care 2011; 20: 119-128.

5. Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis &


Treatment in Pulmonary Medicine. 1st edition. McGraw-Hill
Companies.USA:2003. E-book

6. Fauci, Longo, Kasper: Harrisons Priciples of internal medicine 17th


Edition

7. Light R. Pleural Effusion. NEJM 2002; 346: 1971-77.

8. Medford A, Maskell N. Pleural Effusion. Postgrad Med Journal 2005;


81: 702-710

35

Vous aimerez peut-être aussi