Vous êtes sur la page 1sur 19

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

CEDERA KEPALA
I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik
dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau
pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan
inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp.
RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities
dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
B. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang
dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur
tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia
antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi
contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain
untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.
Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.
C. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/
serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak
dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat
disebabkan oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan.
D. Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif
pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik
pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik
pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS :
Membuka mata : Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik : Dengan Perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal : Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respons 1

E. Anatomi Kepala
1. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini
sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak.
Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.
2. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak
adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat
berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi.
Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri
dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding
dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan
prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam
ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada
bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi
durameter :
1. Melindungi otak
2. Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa
jaringan vaskuler ).
3. Membentuk periosteum tabula interna.
Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara
durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan
sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan
tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyasedikit jaringan penyokong
sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur
penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan
mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada
kedalam system vena.
4. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma
kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2. Efek-efek lanjutan dari sel- sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium
terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan
keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan ruangan
yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga
tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal
dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau
berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan
pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro
Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya
peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral
tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.

F. Jenis-Jenis Cedera Kepala


1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga benturan
kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur
ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat
berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang frontal
atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen
dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah
terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel
mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan
keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Gegar otak ini merupakan sinfrom yang
melibatkan bentuk cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat
pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing
ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya
meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik
sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau
disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya
daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post
truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak
dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri
meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak
daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat
menyebabkan penekanan pada otak.
6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan oleh truma
tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan aneusrisma. Hemorogi
subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil
yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau
lasersi
Hemotoma subdural subakut adalah suatu kontusio sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang
gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala.
Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor terjadi pada lansia.
7. Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan diameter.
Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat
kronik.
8. Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada parenkim
otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi
yang tiba-tiba.

G. MANIFESTASI KLINIS.
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat dibawah
konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral
keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan.
H. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder.
Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang
relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun
kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan
permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30
tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama
kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal
yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat
dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala.
Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan
serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat
dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia
dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi
otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan
otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran
darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan
radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala
neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru
akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan
sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan
di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di
regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya
hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah
kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan
sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga
disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi
atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena
penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah
nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber,
lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku
terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf
kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak
teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil.
Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan
mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
1. CT scan (dengan / tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi
edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar-X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema),
fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
8. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intracranial.
10. Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah / cairan.
13. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)
AGD adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang
dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis
(disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia
serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun
pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi
disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi
usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan
PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakin dengan intubasi
endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis. Intubasi dilakukan
sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO 2 yang meninggi.
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total.
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan
Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%, atau
gliserol 10%.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-
apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
5. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran dan
cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu
banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam
ketiga, pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric
tube (2500-300 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.

K. KOMPLIKASI
a. Perdarahan ulang
b. Kebocoran cairan otak
c. Infeksi pada luka atau sepsis
d. Timbulnya edema serebri
e. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
f. Nyeri kepala setelah penderita sadar
g. Konvulsi

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera
dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidak tegap, masalah dlm
keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus otot.
b. Sirkulasi
a :Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yg
diselingi bradikardia disritmia)
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi.

d. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
a :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,tinitus,kehilangan
pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain
lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
a : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan pupil, Kehilangan
penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi
sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
a : Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri, nyeri yang hebat,merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengi.
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
a : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan, Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle
disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan
rentang gerak, Demam.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan dengan desak ruang sekunder
dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan di
otak, kelemahan oto-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
3. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan sputum,
peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan
napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
4. Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder.
5. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi,
nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
6. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan
kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.

C. RENCANA KEPERAWATAN
DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural
hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan mengkaji status neurologis/tanda-tanda kegagalan
individu/penyebab koma/penurunan perfusi untuk menentukan perawatan kegawatan atau
jaringan dan kemungkinan penyebab tindakan pembedahan.
peningkatan TIK.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral
terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai
dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari
autoregulator kebanyakan merupakan tanda
penurunan difusi local vaskularisasi darah
serebral. Dengan peningkatan tekanan darah
(diastolic) maka dibarengi dengan peningkatan
tekanan darah intrakrinial. Adanya peningkatan
tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea
merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, dan Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola
reaksi terhadap cahaya. mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi
pupil diatur oleh saraf III cranial (okulomotorik)
yang menunjukkan keseimbangan antara
parasimpatis dan simpatis. Respon terhadap
cahaya merupakan kombinasi fungsi dari saraf
cranial II dan III.
Monitor temperatur dan pengaturan suhu Panas merupakan refleks dari hipotalamus.
lingkungan. Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2 akan
menunjang peningkatan TIK/ICP (Intracranial
Pressure).
Pertahankan kepala/leher pada posisi yang Perubahan kepala pada satu sisi dapat
netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
penggunaan bantal yang tinggi pada kepala. menghambat aliran darah otak (menghambat
drainase pada vena serebral), untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intracranial.
Berikan periode istirahat antara tindakan Tindakan yang terus-menerus dapat
perawatan dan batasi lamanya prosedur. meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana yang tenang (colming
nyaman seperti masase punggung, lingkungan effect) dapat mengurangi respons psikologis dan
yang tenang. Sentuhan yang ramah, dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK
suasana / pembicaraan yang tidak gaduh. yang rendah.
Cegah/hindarkan terjadinya valsava maneuver. Mengurangi tekanan intratorakal dan
intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan
intrathorakal/tekanan dalam thoraks dan tekanan
dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan tekanan TIK.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkat laku. Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi
peningkatan TIK atau memberikan refleks nyeri
dimana klien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, Dapat meningkatkan repons otomatis yang
pertahankan drainase urine secara paten jika di potensial menaikkan TIK.
gunakan dan juga monitor terdapatnya
konstipasi.
Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan Meningkatkan kerja sama dalam meningakatkan
keluarga tentang sebab-sebab TIK meningkat. perawatan klien dan mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS. Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan
TIK dan berguna menentukan lokasi dan
perkembangan penyakit.
Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi. Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebral, volume
darah, dan menaikkan TIK.
Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah
darah dari dalam intracranial. dilakukan bila kemungkinan terdapat tanda-tanda
deficit neurologis yang menandakan peningkatan
ntrakranial.
Berikan cairan intravena sesuai indikasi. Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk
mengurangi edema serebral, peningkatan
minimum pada pembuluh darah, tekanan darah
dan TIK.
Berikan obat osmosis diuretic contohnya : Diuretic mungkin digunakan pada fase akut untuk
manitol, furoscide. mengalirkan air dari sel otak dan mengurangi
edema serebral dan TIK.
Berikan steroid contohnya : dexamethason, Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan
methyl prenidsolon. mengurangi edema jaringan.
Berikan analgesic narkotik contoh : kodein. Mungkin di indikasikan untuk mengurangi nyeri
dan obat ini berefek negatif pada TIK tetapi dapat
digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan
menurunkan sensasi nyeri.
Berikan antipiretik contohnya : asetaminofen. Mengurangi/mengontrol hari dan pada
metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan Membantu memberikan informasi tentang
indikasi seperti prothrombin, LED. efektifitas pemberian obat.

DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat pernapasan,


kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan
perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali
efektif.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan
pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Rasionalisasi
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sakit.
sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
perubahan tanda-tanda vital. vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi
dan nyeri atau dapat menunujukkan terjadinya
syok sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
dilakukan untuk menjamin keamanan. mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/factor Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu klien untuk Membantu klien mengalami efek fisiologi
control diri dengan menggunakan pernapasan hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
lebih lambat dan dalam. ketakutan/ansietas.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum Ventilator yang memiliki alarm yang bias dilihat
difungsikan. Jangan mematikan alarm. dan didengar misalnya alarm kadar oksigen,
tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
Tarulah kantung resusitasi disamping tempat Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat
tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu- berguna untuk mempertahankan fungsi
waktu dapat digunakan. pernapasan jika terjadi gangguan pada alat
ventilator secara mendadak.
Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan Melatih klien untuk mengatur napas seperti napas
jika ventilator tiba-tiba berhenti. dalam, napas pelan, napas perut, pengaturan
posisi, dan teknik relaksasi dapat membantu
memaksimalkan fungsi dan system pernapasan.
Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara Memerhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai
rutin. kesiapan perawat dalam memberikan tindakan
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa pada penyakit primer setelah menilai hasil
tekanan oksigen dalam tabung, monitor diagnostik dan menyediakan sebagai cadangan.
manometer untuk menganalisis batas/kadar
oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). periksa
fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi. mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
Pemberian antibiotik. pengembangan parunya.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan
pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa cairan mucus, perdarahan,
bronkhospasme, dan/atau posisi dari
endotracheal/tracheostomy tube yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara Pergerakan dada yang simetris dengan suara
napas pada kedua paru (bilateral). napas yang keluar dari paru-paru menandakan
jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian
bawah tersumbat dapat terjadi pada
pneumonia/atelektasis akan menimbulkan
perubahan suara napas seperti ronkhi atau
wheezing.
Monitor letak/posisi endotracheal tube. Beri Endotracheal tube dapat saja masuk ke dalam
tanda batas bibir. bronchus kanan, menyebabkan obstruksi jalan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan
memakai perekat khusus. klien mengalami pneumothoraks.
Mohon bantuan perawat lain ketika memasang
dan mengatur posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, Selama intubasiklien mengalami refleks batuk
suara alarm dari ventilator karena tekanan yang yang tidak efektif, atau klien akan mengalami
tinggi, pengeluaran sekret melalui kelemahan otot-otot pernapasan
endotracheal/tracheostomy tube, bertambahnya (neuromuscular/neurosensorik), keterlambatan
bunyi ronkhi. untuk batuk. Semua klien tergantung dari
alternatif yang dilakukan seperti mengisap lender
dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lender jika diperlukan, Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukan
batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau terus-menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi
lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, untuk mencegah bahaya hipoksia.
cairan fisiologis steril. Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari
Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan 50% diameter endotracheal/tracheostomy tube
pengisapan dengan ambu bag (hiperventilasi). untuk mencegah hipoksia.
Dengan membuat hiperventilasi melalui
pemberian oksigen 100% dapat mencegah
terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya
hipoksia.
Anjurkan klien mengenai tekhik batuk selama Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret
pengisapan seperti waktu bernapas panjang, dari saluran napas.
batuk kuat, bersin jika ada indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
2jam). segmen paru-paru, mengurangi risiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan Membantu pengenceran sekret, mempermudah
memungkinkan. pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
efektif dan mengapa terdapat penumpukan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
sekret di saluran pernapasan. rencana terapeutik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat untuk Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan
pengontrolan batuk. dan tidak efektif, dapat menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma. Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi
napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
Tahap napas selama 3-5 detik kemudian secara Meningkatkan volume udara dalam paru,
perlahan-lahan, dikeluarkan sebanyak mungkin mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
melalui mulut.
Lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan dari Pengkajian ini membantu mengevaluasi
dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan keefektifan upaya batuk klien.
kuat.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan dapat
batuk. menyebabkan sumbatan mucus, yang mengarah
pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau
viskositas sekresi. : mempertahankan hidrasi mosa pada saluran napas pada bagian atas.
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000-1500 cc/hari bila tidak ada
kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang Higine mulut yang baik meningkatkan rasa
baik setelah batuk. kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan Ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan
fisioterapi. lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien
Pemberian ekspektoran. atas pengembangan parunya.
Pemberian antibiotic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
postural drainage, perkusi/penepukan. pengeluaran sekret.
Berikan obat-obat bronchodilator sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena
indikasi seperti aminophilin, meta-proterenol relaksasi muscle/bronchospasme.
sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride
(bronkosol).

DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif. nonfarmakologi lainnya telah menunujukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan Akan melansarkan peredaran darah sehingga
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi dan
nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. akan mengurangi nyerinya.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bala terasa Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
nyeri dan berikan posisi yang nyaman misalnya sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
ketika tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengkajian yang optimal akan memberikan
nyeri dan respons motorik klien, 30 menit perawat data yang objektif untuk mencegah
setelah pemberian obat analgesic untuk kemungkinan komplikasi dan melakukan
mengkaji efektivitasnya serta setiap 1-2 jam intervensi yang tepat.
setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri
analgetik. akan berkurang.

DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi,


nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapat d
minimalkan /distabilkan.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan
motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-tanda peningktan
TIK,
Intervensi Rasional
Kaji ulang tanda-tanda vital Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
klien dan status relirologis klien kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan
dan perkembangankerusakan ssp.
Monitor tekanan darah, catat adanya hipertensi Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti
sistolik secara teratur dan tekanan nadi yang penurunan tekanan darah distolik (nadi yang
makin berat, obs, ht, pada klien yang membesar) merupakan tanda terjadinya
mengalami trauma multiple. peningkatan TIK, juga diikuti ( yang
berhubungan
dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang
berhubungan dengan trauma multiples) dapat
mengakibatkan kerusakan / iskemik serebral.
Monitor Heart Rate, catat adanya bradikardi, Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia)
takikardi atau bentuk disritmia lainya. dan disritmia dapat timbul yang encerminkan
adanya depresi / trauma pada batang otak pada
pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung
sebelumnya.
Monitor pernafasan meliputi pola dan ritme, Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
seperti periode apnea setelah hiperventilasi gangguan
(pernafasan cheyne stokes). serebral/ peningkatan TIK dan memerlukan
intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan
dukungan nafas buatan.
Kaji perubahan pada penglihatan ( penglihatan Gangguan penglihatan dapat diakibatkan oleh
kabur, ganda, lap. Pandang menyempit kerusakan mikroskopik pada otak,
dan kedalaman persepsi. merupakan konsekuensi terhadap keamanan dan
juga akan mempngaruhi pilihan intervensi
Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan
pada posisi netral. Sokong dengan handuk vena jugularis dan menghambat aliran darah lain
kecil / yang selanjutnya akan
bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar meningkat TIK.
pada kepala

Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15 Meningkatkan aliran balik vena dari kepala,
45o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi. sehingga mengurangi kongesti dan edema
/ resiko terjadinya peningkatan TIK.
Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai Menurunkan hipoksemia yang mana dapat
indikasi menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan
- Diuretik edema otak
- Steroid TIK.
- Analgetik sedang Menurunkan inflasi, yang
- Sedatif selanjutnya menurunkan edema
jaringan.
Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat pada
TIK tetapi harus digunakan dengan hasil untuk
mencegah gangguan
pernafasan.
Untuk mengendalikan
kegelisahan agitas

DX 6 : gangguan nutrisi : kurang dari kbutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan


kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat
badan sesuai dengan pemeriksaan laboratorium.
Intervensi Rasional
Mandiri Klien dengan tracheostomy tube mungkin sulit
Evaluasi kemampuan makan klien untuk makan, tetapi klien dengan endotracheal
tube dapat menggunakan mag slang atau
memberi makanan parenteral.
Observasi/timbang berat badan jika Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan
memungkinkan. kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya
masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam
otot, dan kepekaan terhadap pemasangan
ventilator.
Catat pemasukan peroral jika diindikasikan. Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi
anjurkan klien untuk makan yang masuk pun berkurang. menganjurkan klien
memilih makanan yang di senangi dapat dimakan
( bila sesuai anjuran).
Berikan makanan kecil dan lunak Mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan
masuknya makanan, dan mencegah gangguan
pada lambung.
Kolaborasi Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat
Aturlah diet yang diberikan sesuaii keadaan diperlukan selama pemasangan ventilator untuk
klien mempertahankan fungsi otot-otot respirasi.
karbohidrat dapat berperan dan penggunaan
lemak meningkat untuk mencegah terjadinya
produksi co2 dan pengaturan sisa respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang Memberikan informasi yang tepat tentang
diindikasikan seperti serum, keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.
transverin,BUN/kreatinin dan glukosa.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-kepala.html

Vous aimerez peut-être aussi