Vous êtes sur la page 1sur 18

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

SENYAWA PEMBLOK -ADRENERGIK

DISUSUN OLEH:
1. ABI AUFA E0016001
2. AJENG PURWANINGSIH E0016003
3. GIRLY RISMA FIRSTY E0016016
4. NUR KHOLFATUN FATISA E0016027

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga dapan menyelesaikan tugas
mata kuliah Kimia Medisinal. Kemudian sholawat beserta salam kita sampaikan
kepada nabi kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni
Al-Quran dan sunah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah yang berjudul Senyawa Pemblok -Adrenergik ini merupakan salah satu
tugas mata kuliah Kimia Medisinal. Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Oktariani Pramiastuti, M.Sc., Apt. Selaku dosen
pengampu mata kuliah Kimia Medisinal dan kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Slawi, Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3
2.1 ........................................................................................................................ 3
2.2 ........................................................................................................................ 3
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 18
3.2 Saran .............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kimia medisinal adalah ilmu pengetahuan yang merupakan cabang dari
ilmu kimia dan biologi, yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan
mekanisme kerja obat. Sebagai dasar adalah mencoba menetapkan hubungan
struktur kimia dsan aktivitas biologis obat, serta menghubungkan perilaku
biosinamik melalui sifat-sifaf fisik dan kereaktifan kimia senyawa obat. Kimia
medisinal melibatkan isolasi, karakterisasi dan sintesis senyawa-semyawa yang
digunakan dalam bidang kedokteran, untuk mencegah dan mengobati penyakit
serta memelihara kesehatan (Burger, 1970).
Senyawa adrenergik disebut juga dengan adrenomimetik adalah senyawa
yang dapat menghasilkan efek serupa dengan respon akibat rangsangan pada
sistem saraf adrenergik. Sistem saraf adrenergik adalah cabang sistem
saraf otonom dan mempunyai neurotransmitter yaitu norepinefrin. Obat
adrenergik beraksi pada sel efektor melalui adrenoreseptor yang normalnya
diaktifkan oleh norepinefrin atau beraksi pada neuron yang melepaskan
neurotransmitter (Mendis, 2011).

Obat anti adrenergik atau adrenolitik merupakan golongan obat


yang menghambat respon terhadap perangsangan saraf simpatetik. Senyawa
pemblok -adrenergik disebut juga beta bloker memiliki mekanisme kerja
sebagai antagonis kompetitif terhadap noreepinefrin pada -reseptor bisa juga
disebut sebagai senyawa dapat memblok reseptor beta adrenergik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan senyawa pemblok -Adrenergik ?
2. Bagaimana hubungan struktur dan aktivitas senyawa pemblok Adrenergik ?
3. Bagaimana mekanisme kerja - bloker yang memblok -reseptor ?
4. Bagaimana mekanisme kerja Transmitter Katekolamin Palsu?
5. Bagaimana mekanisme kerja Senyawa Pemblok Saraf Adrenergik?
6. Bagaimana mekanisme kerja Antagonis Dopamin ?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan senyawa pemblok -
Adrenergik
2. Mahasiswa mengetahui hubungan struktur dan aktivitas senyawa pemblok
Adrenergik
3. Mahasiswa mengetahui mekanisme kerja - bloker yang memblok -reseptor
4. Mahasiswa mengetahui mekanisme kerja Transmitter Katekolamin Palsu
5. Mahasiswa mengetahui mekanisme kerja Senyawa Pemblok Saraf
Adrenergik
6. Mahasiswa mengetahui mekanisme kerja Antagonis Dopamin
BAB II
ISI

2.1 Anti Adrenergik


Obat anti adrenergik atau adrenolitik merupakan golongan obat yang
menghambat respon terhadap perangsangan saraf simpatetik. Mekanisme kerja
dari obat ini meliputi :
a. Berinteraksi dengan reseptor khas yaitu obat pemblok -adrenergik yang
memblok efek rangsangan pada -reseptor dan obat pemblok -adrenergik
yang memnlok efek rangsangan pada -reseptor
b. Menghambat enzim yang terlibat pada proses biosintesis norepinefrin.
Misal obat yang menghambat enzim dopa-dekarboksilase dan alfa metil
tirosin yang menghambat enzim tirosin dekarboksilase
c. Pelepasan norepinefrin dari tempat penyimpanan pada ujung saraf
simpatetik. Contoh : obat pemblok saraf adrenergik
d. Mempengaruhi tempat penyimpanan katekolamin. Contoh : reserpin.
(Siswandono, 2008)
2.2 Pemblok -Adrenergik
Senyawa pemblok -adrenergik disebut juga beta bloker memiliki
mekanisme kerja sebagai antagonis kompetitif terhadap noreepinefrin pada -
reseptor bisa juga disebut sebagai senyawa dapat memblok reseptor beta
adrenergik.

Mekanisme Kerja -Bloker :


-Bloker bekerja sebagai antagonis kompetitif terhadap norepinefrin pada
beta reseptor. Menurut Bellau, efek pemblokan beta reseptor terjadi karena
adanya substituen yang besar pada atom nitrogen. Dengan mengikat cincin
adenin dari ATP, substituen tersebut dapat mencegah proses alih proton,
dengan menggantikan cincin adenin dari tempat pengikatan pada permukaan
reseptor. Senyawa -bloker strukturnya analog dengan isoproterenol sehingga
dapat menduduki tempat -reseptor yang sama.
Golongan ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu turunan ariletanolamin dan
ariloksipropanolamin.
1. Turunan Ariletanolamin
Hubungan struktur dan aktivitas ariletanolamin
Struktur umum :

R = cincin lain atau substituen yang dapat meningkatkan sifat hidrofobik


dan interaksi obat dengan tempat reseptor
R = Atom H atau gugus CH3
Modifikasi tertentu telah digunakan menggunakan struktur dasar
isoproterenol, dalam usaha mendapatkan senyawa pemblok beta
adrenergik yang kuat.
Modifikasi tersebut antara lain :
a. Mengganti gugus hidroksi katekol dengan Cl menghasilkan
dikloroisoproterenol yang mempunyai aktivitas beta bloker
b. Mengganti gugus 3,4 dihidroksi katekol yang kaya elektron dengan gugus
yang juga kaya akan elektron menghasilkan senyawa prometalol dengan
aktivitas beta bloker lebih besar dibanding dikloroisopreterenol
c. Senyawa N,N disubstitusi tidak aktif sebagai beta bloker
d. Adanya gugus alfa metil menurunkan aktivitas beta bloker
e. Aktivitas dipertahankan apabila gugus fenetil, hidroksi fenetil atau metoksi
fenetil ditambahkan pada gugu amin
f. Substituen alkil siklik pada gugus amin lebih baik dibandingkan dengan
substituen rantai terbuka
g. Panjang rantai substituen pada amin mungkin diperluas sampai 4 atom C
tanpa ujung fenil
h. Penambahan atom C antara cincin naftil dengan gugus lain akan
menurunkan aktivitas
i. Perubahan dari posisi alfa naftil ke beta naftil akan mempertahankan
aktivitas
j. Reduksi salah satu cincin menghasilkan dua analaog tetralin lain tidak
mempengaruhi aktivitas
k. Mengganti gugus aromatik fenantren dengan gugus antrasen akan
menurunkan aktivitas
(Siswandono, 2008)
Pada penelitian lebih lanjut diketahui bahwa turunan pronetalol dapat
menyebabkan tumor limpoid pada tikus. Oleh karena itu modifikasi struktur
dipusatkan pada turunan yang lain dan terutama terhadap substituen pada posisi
4 cincin aromatik. Prototip dari turunan tersebut adalah sotalol , senyawa
turunan 4-metilsulfonamido. Pergeseran substituen ke posisi meta akan
menurunkan aktivita secara drastis. Bila gugus 4-metilsulfonamido diganti
dengan gugus nitro, aktivitasnya tetap dipertahankan.

2. Turunan Ariloksipropanolamin
Hubungan Struktur dan Aktivitas ariloksipropanolamin
Naftiloksipropanolamin mempunyai aktivitas -bloker 10-20 kali lebih
besar dibanding pronetalol dan tidak menimbulkan efek karsinogenik. Selain
itu juga didapatkan bahwa substituen pada cincin naftil lebih banyak terletak
pada posisi dibanding posisi . Prototip turunan ini adalah propanolol, yang
dikenal sebagai generasi kedua -bloker.
Pada umumnya -bloker mempunyai aktivitas agonis parsial (aktivitas
simpatomimetik intrinsik), yang kadang- kadang diperlukan untuk
menghindari terlalu besarnya tekanan pada otot jantung (menjaga
keseimbangan efek inotropik). Contoh -bloker yang mempunyai aktivitas
agonis parsial adalah asebutolol, oksprenolol, alprenolol, pindolol dan
praktolol.
Beberapa -bloker dapat menimbulkan aktivitas stabilisasi membran, contoh :
asebutolol, alprenolol, alprenolol, dan propranolol.
Kebanyakan derivat seri ini memiliki variasi substitusi cincin fenil
dibandingkan cincin naftil
Substitusi CH3, Cl, OCH3, atau NO2 pada cincin disukai pada posisi 2
dan 3 dan hanya sebagian kecil pada posisi 4
Turunan 3,5-disubstitusi mempunyai aktivitas lebih besar dibandingkan
turunan 2,6-disubstitusi maupun 2,3,6-trisubstitusi. Diduga hal ini
dikarenakan adanya efek halangan ruang terhadap rantai samping
Adanya gugus alkenil atau alkeniloksi pada posisi orto cincin fenil
menunjukkan aktivitas yang cukup baik karena merupakan analog
propranolol dengan cincin terbuka,
Seperti simpatomimetik, gugus bulk alifatik seperti tert-butil dan gugus
isopropyl normal ditemukan pada fungsi amino. Harus amina sekunder
untuk aktivitas optimal.
Contoh : oksprenolol dan alprenolol

(Siswandono, 2008)
Masalah yang besar pada penggunaan klinik propanolol adalah kelarutannya dalam
lemak yang tinggi sehinggga dapat menembus jaringan saraf dan menimbulkan efek
depresi jantung. Untuk menghindari hal tersebut, pada cincin fenil disubstitusikan
gugus yang bersifat polar, seperti gugus metansulfonamida atau gugus asetamida.
Modifikasi ini menghilangkan efek depresi jantung yang tidak diinginkan.
Contoh : praktolol

Senyawa masih menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki , karena selain
memblok -reseptor jantung (1) juga memblok -reseptor bronkus (2), sehingga
perlu dicari senyawa yang lebih selektif. Modifikasi dengan melakukan substitusi
pada posisi orto atau meta yang lain ternyata menghilangkan aktivitas dan
selektivitas senyawa.
Senyawa antagonis- 1 yang selektif mempunyai karakteristik utama yaitu substituen
terletak pada posisi para, yang digambarkan pada turunan fenoksi propanolamin
sebagai berikut:
Senyawa antagonis-2 selektif biasanya mengandung gugus -metil dan gugus
hidroksil aromatik diganti denan substituen lain.

Contoh :

bloker terutama digunakan pada angina pektoris, aritmia tertentu dan hipertensi
sistemik. Selain itu juga digunakan untuk pengobatan kelainan jantung yang lain
seperti fibrilasi atrial, kardimiotropi hipetropi, payah (glaukoma), mencegah migrain,
feokromositoma dan tremor esensial.

Banyak -bloker bersifat tidak selektif, yaitu bekerja pada 1 dan 2- reseptor. Efek
samping yang ditimbulkan -bloker antara lain adalah bronkospasma, gangguan
vaskular perifer, hipotensi, hiperglikemi, bradikardia berat dan fenomena Raynaud.

Berdasarkan keselektifannya obat jantung dibagi dua yaitu :


a. Obat jantung yang selektif (1-bloker), contoh : asebutolol, atenolol, metoprolol,
tartrat dan bisoprolol.
b. Obat jantung yang tidak selektif (1 dan 2-bloker), contoh : alprenolol,
karteolol, propranolol, nadolol, oksprenolol, pindolol dan timolol.

Keuntungan penggunaan obat jantung selektif adalah tidak menimbulkan efek


samping bronkospasme.
-bloker juga digunakan untuk mencegah migrain dan pengobatan glaukoma. Contoh
-blokeryang digunakan untuk mencegah migrain antara lain adalah atenolol,
metoprolol, propanolol, dan timolol.
Contoh -bloker yang digunakan untuk pengobatan glaukoma antara lain adalah
karteolol, pindolol, dan timolol.
Struktur -bloker dapat dilihat pada tabel.
Contoh :
a. Asebutolol (Carbutol, Sectral), bekerja terutama sebagai antagonis 1-
reseptor, selektif pada jantung dan tidak menimbulkan efek bronkospasma
dan bradikardia. Asebutolol digunakan untuk mengontrol hipertensi, angina
pektoris dan takiaritma. Asebutolol dan metabolit aktifnya diasetolol
mempunyai waktu paro plasma antara 7-10 jam.
b. Atenolol (Betablock, Tenormin, Farnormin), merupakan antagonis 1-
reseptor selektif pada jantung, yang digunakan untuk mengontrol hipertensi
dan angina pektoris. Absorpsi obat dalam saluran cerna setelah pemberian
secara oral kurang sempurna ( 40-50%). Kadar plasma tertingi dicapai
dalam 2-4 jam setelah pemberian obat secara oral, waktu paro plasmanya 6
jam dan efektif selama tidak kurang dari 24 jam. Atenolol sedikit diikat oleh
protein plasma ( 3%). Kelarutan obat dalam lemak rendah, sulit menembus
sawar darah otak sehingga kadar dalam jaringan otak rendah.
c. Metoprolol tartrat (Cardiosel, Lopresor, Seloken), merupakan antagonis 1-
reseptor selektif pada jatung yang digunakan untuk mengontrol hipertensi,
angina pektoris dan pencegahan migrain. Absoprsi obat dalam saluran cerna
setelah pemberian secara oral sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai
setelah 1,5-2 jam dan waktu paro eliminasinya 3,5 jam. Metoprolol sedikit
diikat oleh plasma protein ( 10%).
d. Bisoprolol hemifumarat (Concor), merupakan antagonis 1-reseptorselektif
pada jantung yang digunakan untuk mengontrol hipertensi dan angina
pektoris
e. Alprenolol (Alpresol), merupakan antagonis reseptor -adrenergik (1 dan
2) yang digunakan untuk mengontrol hipertensi, angina, angina pektoris dan
takiaritmia supraventrikular.
f. Karteolol (Mikelan), merupakan antagonis reseptor -adrenergik (1 dan 2)
yang digunakan untuk mengontrol hipertensi, angina pektoris antiaritmia, dan
antikoaglaukoma. Absorpsi obat dalam saluran cerna setelah pemberian
secara oral sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai setelah 1 jam dengan
waktu paro plasma 5 jam.
g. Propanolol (Blocard, Inderal), merupakan antagonis reseptor -adrenergik
(1 dan 2), yang digunakan untuk mengontrol hipertensi, angina pektoris,
pencegahan migrain, mengontrol tremor esensial dan disritmia jantung.
Selain itu propranolol juga digunakan untuk profilaksis jangka panjang
sesudah serangan jantung akut. Absorpsi obat dalam saluran cerna setelah
pemberian secara oral sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai setelah 1-2
jam dan waktu paro eliminasinya 3-6 jam. Propranolol diikat oleh protein
plasma cukup tinggi ( 80-95%).
h. Nadolol (Corgard, Farmagard), merupakan antagonis reseptor -adrenergik
(1 dan 2), yang digunakan untuk mengontrol hipertensi, angina pektoris,
pencegahan migrain, dan antiaritmia jantung.
i. Oksprenolol (Trasicor), merupakan antagonis reseptor -adrenergik (1 dan
2), yang digunakan untuk mengontrol hipertensi, angina pektoris dan
gangguan irama jantung. Absorpsi obat dalam saluran cerna setelah
pemberian secara oral sempurna, kadar plasma tertinggi obat dicapai setelah 1
jam dan waktu paro eliminasinya 1-2 jam. Oksprenolol diikat oleh protein
plasma cukup tinggi 80 %.
j. Pindolol (Decreten, Visken), merupakan antagonis reseptor -adrenergik (1
dan 2), yang digunakan untuk mengontrol hipertensi arteri, angina pektoris,
aritmia jantung dan sindrom hiperkinetik jantung. Absorpsi obat dalam
saluran cerna setelah pemberian secara oral hampir sempurna, lebih besar dari
95%. Kadar plasma tertinggi obat dicapai 1 jam setelah pemberian oral dan
waktu paro eliminasinya 3-4 jam. Pindolol diikat oleh protein plasma 40
%.
k. Timolol, merupakan antagonis reseptor -adrenergik (1 dan 2), digunakan
untuk mengontrol hipertensi, dikombinasi dengan diuretika tiazida, angina
pektoris, pencegahan migrain, dan aritmia jantung. Absorpsi obat dalam
saluran cerna setelah pemberian secara oral cepat dan hampir sempurna.
Awal kerja obat terjadi 30 menit setelah pemberian oral, kadar plasma
tertinggi dicapai setelah 1-2 jam, dengan waktu paro 4 jam. Timolol
mempunyai masa kerja panjang 24 jam.
l. Sotalol HCl (Sotacor), merupakan antagonis reseptor -adrenergik (1 dan
2), yang digunakan untuk mengontrol hipertensi, angina pektoris, dan
antiaritmia jantung. Dosis : 80 mg 2-4 dd.
Tabel struktur kimia -bloker :
2.3 Bloker Yang Memblok Reseptor
Beberapa -bloker juga mempunyai aktivitas memblok adrenergik,
meskipun lemah, selain efek vasodilator dan spasmolitik. Obat golongan ini
sangat baik untuk pengobatan penyakit jantung vaskular karena mempunyai
efek antihipertensi sehingga mempercepat penyembuhan. Meskipun
demikian efek samping bloker pada umumnya, seperti bronkospasme,
gangguan vaskular perifer dan bradikardia, tetap ada.
Contoh : adimolol, busimdolol, labetalol dan primidolol.

2.4 Transmitter Katekolamin Palsu


Efek pemblokan adrenergik dapat ditimbulkan tidak hanya oleh obat
pemblok adrenergik tetepi juga oleh senyawa lain, misalnya senyawa yang
dapat menghambat metabolism dan biosintesis katekolamin. Dinamakan
transmitter katekolamin palsu karena senyawa tersebut dimetabolisis
menjadi metabolit yang tidak bersangkutpaut dengan norepinefrin, tetapi
dapat menurunkan aktivitas adrenergik.
Contoh : metildopa dan metiltirosin.
Mekanisme Kerja
Transmiter katekolamin palsu adalah penghambat secara kompetitif enzim
yang terlibat pada proses biosintesis katekolamin. - Metildopa bekerja
dengan cara menghambat enzim L asam amino aromatik dekarboksilase
(DOPA dekarboksilase) sehingga menurunkan kadar katekolamin di otak.

Metildopa, digunakan untuk pengobatan hipertensi yang ringan, sedang


dan berat. Pada umumnya diberikan bersama sama dengan diuretika.
Absorpsi obat dalam saluran cerna setelah pemberian secara oral cukup
besar . kadar plasma tertinggi dan efek maksimalnya dicapai dalam 3 6
jam, dan efeknya berakhir setelah 24 jam. Dosis : 125 mg 3 dd.
Metiltirosin, bekerja dengan menghambat enzim tirosin 3
monooksigenase atau titrosin 3 hidroksilase, digunakan terutama untuk
pengobatan feokromositoma.
2.5 Senyawa Pemblok Saraf Adrenergik
Golongan pemblok saraf adrenergik strukturnya berhubungan dengan amin-
amin simpatomimetik tetapi gugus ujungnya berupa gugus amidin atau
nitrogen kuartener. Pada umumnya senyawa pemblok saraf adrenergik
digunakan sebagai antihipertensi. Efek samping yang ditimbulkan antara
lain hipotensi ortostatik, retensi Na, diare, dan bradikardia.
Contoh : bretilium tosilat, debrisokuin sulfat, guaneidin monosulfat dan
guanfasin HCl.

Mekanisme Kerja :
Senyawa pemblok saraf adrenergik bekerja dengan melepakan norepinefrin
dari tempat penyimpanan perifer. Golongan ini memblok aktivitas
adrenergik yang diperantarai oleh norepinefrin pada adrenoseptor dalam
buluh darah, pada penghubung postsinaptik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Obat anti adrenergik atau adrenolitik merupakan golongan obat yang
menghambat respon terhadap perangsangan saraf simpatetik.
2. Senyawa pemblok -adrenergik disebut juga beta bloker memiliki
mekanisme kerja sebagai antagonis kompetitif terhadap noreepinefrin
pada -reseptor bisa juga disebut sebagai senyawa dapat memblok
reseptor beta adrenergik.
3. Modifikasi tertentu telah digunakan menggunakan struktur dasar
isoproterenol, dalam usaha mendapatkan senyawa pemblok beta
adrenergik yang kuat.
4. -bloker mempunyai aktivitas memblok adrenergik, meskipun
lemah.
5. Golongan pemblok saraf adrenergik strukturnya berhubungan dengan
amin-amin simpatomimetik
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Penulis banyak berharap para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca yang pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bueger A, Ed. 1970. Medicinal Chemistry part I and II, 3rded. New York, London,

Mendis S, Puska P, Norrving B. 2011.Global atlas on cardiovascular disease


prevention and control: World Health Organization.

Siswandono dan Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University


Press. Hal : 309-351 Sydney, Toronto : Wiley Interscience

Vous aimerez peut-être aussi