Vous êtes sur la page 1sur 39

ANGGARAN BIAYA

DARI USAHATANI MELON

Oleh :

AL IMAMMUL HAFIZH.A.SY
15.822.0068

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis sehingga


berpotensi dalam pengembangan pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor
ekonomi yang penting kedudukannya di Indonesia. Oleh karena itu, pertanian
Indonesia dengan segala sumberdaya yang dimiliki merupakan potensi yang
sudah selayaknya dikembangkan. Pengembangan sektor pertanian lebih
diarahkan kepada pembangunan pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan,
taraf hidup petani, penyedia lapangan kerja baik sebagai petani maupun
memperluas pasar dan pelaku pasar. Sektor pertanian yang dapat dikembangkan
salah satunya adalah hortikultura, upaya peningkatan kontribusi hortikultura
tersebut salah satunya adalah usaha peningkatan produksi dan peningkatan
teknologi pascapanen tanaman hortikultura khususnya buah-buahan.
Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang sangat potensial
untuk memasuki perdagangan baik perdagangan dipasar domestik maupun
internasional. Indonesia memiliki potensi pasar yang luas sehingga kegiatan ekspor
buah dapat dilakukan terus menerus tetapi dengan volume ekspor yang fluktuatif.
Buah-buahan tropis Indonesia sangat banyak ragamnya seperti alpukat, pisang,
jambu biji, mangga, manggis, jeruk, pepaya, markisa, nenas, melon dan
belimbing. Indonesia memiliki keunggulan sumberdaya alam seperti tanah yang
subur dengan wilayah daratan yang luas.
Tabel 1 Ekspor buah-buahan di Indonesia tahun 2008-2011
Volume Ekspor (ton)
Komoditas
2008 2009 2010 2011
Nanas 269 664 179 310 159 009 189 223
Manggis 9 466 11 319 11 388 12 603
Pisang 1 970 701 14 1 735
Mangga 1 908 1 616 999 1 485
Jeruk 1 402 1 108 1 339 1 005
Anggur 103 97 148 555
Rambutan 725 666 533 496
Melon 39 148 229 256
Semangka 1 144 483 42 169
Apel 171 143 86 112
Strawberi 211 403 374 82
Nangka 2 16 28 4

Sumber : PKBT, 2014


Nilai ekspor buah-buahan yang berfluktuatif disebabkan oleh kualitas
produk buah-buahan Indonesia yang belum sesuai dengan standar mutu negara
importir, baik secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Hal ini disebabkan oleh
teknik budidaya masih dilakukan secara tradisional dan musiman.
Buah-buahan merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peranan
besar dalam pemenuhan gizi dan kesehatan tubuh karena mengandung vitamin dan
mineral. Kebutuhan akan produk pertanian menjadi semakin meningkat sebagai
akibat dari pertambahan jumlah penduduk di Indonesia. Konsumsi buah-buahan
penduduk Indonesia menunjukkan data yang berfluktuatif dari tahun 2009-2013.
Konsumsi pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun 2012 beberapa jenis
buah seperti melon, pepaya dan nenas memiliki peningkatan konsumsi.
Tabel 2 Konsumsi kelompok buah per kapita di Indonesia tahun 2009-2013
Konsumsi (kg)
Buah-buahan
2009 2010 2011 2012 2013
Melon 0.21 0.16 0.42 0.21 0.42
Jeruk 4.64 4.17 3.49 2.76 2.24
Mangga 0,16 0.21 0.63 0.16 0.16
Pepaya 1.88 1.77 2.76 1.62 1.83
Nenas 0.21 0.16 0.37 0.16 0.21
Sumber : BPS, 2014
Data konsumsi yang ditunjukkan pada Tabel 2 khususnya buah melon dari
tahun ketahunnya berfluktuasi, hal disebabkan oleh rendahnya tingkat produksi
yang dapat dilihat pada Tabel 3. Peningkatan produksi melon terus diupayakan
pemerintah agar dapat memenuhi permintaan, dan mengurangi fluktuasi produksi.
Produksi melon berasal dari beberapa wilayah di Indonesia mulai dari pulau
Sumatra hingga pulau Papua.
Tabel 3 Produksibuah-buahandiIndonesia,2009-2013(ton)
Produksi (ton)
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Nenas 1 558 196 1 406 445 1 540 626 1 781 894 1 133 100
Jeruk Besar 105 928 91 131 97 069 113 375 102 907
Mangga 2 243 440 1 287 287 2 131 139 2 376 333 2 058 607
Melon 85 861 85 161 103 840 125 447 112 439
Pepaya 772 844 675 801 958 251 906 305 871 275
Sumber : BPS, 2014
Budidaya melon tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Data statistik
menunjukkan bahwa pulau Jawa merupakan sentra produksi buah melon dengan
pusat terbesar terdapat di Jawa Timur dengan total produksi pada tahun 2013
sebesar 48 100 ton. Selain Jawa Timur, diperoleh informasi bahwa Banten
merupakan daerah yang produksinya mengalami peningkatan dari tahun 2010
hingga tahun 2013. Jenis melon yang dibudidayakan di Banten sebagian besar
adalah melon apollo atau biasa disebut dengan golden melon atau melon kuning.
Pemilihan pada melon apollo karena jika dibandingkan dengan melon varietas
yang lain yaitu tanaman melon berbuah hijau maka melon apollo memiliki harga
jual yang tinggi baik yang diterima oleh petani maupun yang diterima oleh pasar,
selain itu melon apollo memiliki tekstur daging yang renyah dengan cita rasa yang
sangat manis.
Tabel 4 Perkembangan produksibuahmelonIndonesiatahun2010-2013
Produksi Tanaman (Ton)
Provinsi
2010 2011 2012 2013
Sumatera utara 1 890 2 060 1 890 1
Jawa Barat 330 657 144 548
13
Jawa Tengah 22 012 27 839 29 315 35 6
DI Yogyakarta 12 202 23 368 27 823 742
30
Jawa timur 42 678 41 319 55 673 776
48
Banten 750 802 944 100
1
Bali 678 547 687 146
73
Nusa Tenggara Barat 1 107 2 718 1 387 17
Kalimantan Timur 424 118 132 002
16
Sulawesi Selatan 404 611 827 99
0
Papua 557 1 041 1 276 15
Sumber : BPS, 2014 274
Berdasarkan informasi pada Tabel 4 yang diperoleh dari BPS bahwa provinsi
Banten memiliki produksi melon yang meningkat yang sebagian besar
produksinya berasal dari Kota Cilegon. Peningkatan produksi di Banten terus
diupayakan dalam rangka memenuhi permintaan. Peningkatan produksi diiringi
pula dengan produktivitas pada tahun 2012 yang meningkat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Tetapi secara umum perkembangan luas panen, produksi, dan
produktivitas di Kota Cilegon berfluktuatif.
Tabel 5 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi melon apollo di Kota Cilegon
tahun 2008-2012.
Luas Panen Produksi Produktivitas
Tahun (Ha) (Ton) (Ku/Ha)

2008 11.00 94 85 454


2009 55.00 457 83 090
2010 63.00 750 119 047
2011 50.86 435 85 528
2012 23.35 437 187 152
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, 2014
Pada Tabel 5 terlihat bahwa produktivitas melon di Kota Cilegon pada tahun
2008-2010 mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2011 produktivitas
mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh penurunan produksi dari tahun
2010 ke tahun 2011. Nilai produtivitas di Kota Cilegon cenderung mengalami
kenaikan hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani melon di Kota Cilegon
memiliki prospek yang cukup baik. Wilayah Cilegon memiliki kondisi alam yang
sesuai bagi pertumbuhan melon apollo. Hal tersebut menjadi faktor pendorong
utama bagi usahatani melon apollo. Kehadiran usahatani melon apollo diharapkan
mampu meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan sumberdaya yang
sebelumnya yang kurang produktif baik dari segi bahan baku maupun tenaga
kerja. Dari segi tenaga kerja, usaha budidaya melon apollo ini mampu menyerap
tenaga kerja setempat yang berkemampuan rendah karena teknologi yang
digunakan relatif sederhana dan mudah untuk diadopsi, sehingga untuk jangka
panjang pengembangan usahatani melon apollo diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah.
Berdasarkan informasi bahwa masih terdapat peluang permintaan pasar
yang besar akibat fluktuasi konsumsi terkait ketersediaan produksi. Fluktuasi
produksi melon apollo mendorong Pemerintah Kota Cilegon untuk
mengembangkan usahatani melon apollo yang telah ada. Pengembangan ini selain
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melon, juga untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cilegon. Pada saat ini,
pengembangan melon apollo di Kota Cilegon tidak lagi bersifat ekstensifikasi tetapi
lebih difokuskan pada pola intensifikasi. Hal ini dikarenakan makin berkurangnya
lahan-lahan pertanian sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk dan
pemukiman. Pola intensifikasi ini lebih menekankan pada perbaikan teknis
produksi berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Good Agriculture
Practices (GAP).

Rumusan Masalah

Salah satu komoditas potensial yang terdapat di Kota Cilegon adalah melon
apollo (Tabel 6), karena memiliki produksi terbesar ketiga setelah mangga dan dan
pisang. Potensi melon apollo cukup bagus untuk dikembangkan, terlebih lagi
kecocokan agroklimat Kota Cilegon sangat mendukung untuk melakukan
budidaya melon apollo. Selain itu, peluang pasar yang masih terbuka membuat
Pemerintah Kota Cilegon berusaha untuk mengembangkan komoditas ini dan
menjadikan melon apollo sebagai komoditas unggulan1 .
Pemilihan komoditas melon apollo tentunya dilandasi oleh adanya
keinginan memperoleh keuntungan yang tinggi pada saat panen. Dibanding
dengan tanaman hortikultura lain, tanaman melon memerlukan perawatan yang
intensif dikarenakan sifat tanaman yang sangat rentan terhadap hama dan
penyakit. Selain itu, semakin mahalnya harga sarana produksi maupun upah
tenaga kerja juga akan mempengaruhi keuntungan yang akan diterima. Dengan
berbagai kondisi tersebut, petani harus dapat mengalokasi faktor produksi yang
digunakan agar dapat mengelola usahatani melon secara efisien. Perilaku harga
input yang berfluktuasi dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani
menyebabkan petani dalam memaksimalkan keuntungan maupun pendapatannya
lebih banyak memilih dengan menekan biaya serendah mungkin.
Jumlah produksi total melon apollo di Kota Cilegon pada tahun 2013
sebesar 1129.48 kwintal yang berasal dari 6 kecamatan, antara lain Citangkil,
Pulomerak, Purwakarta, Grogol, Jombang, dan Cibeber. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 6 yang memuat data jumlah produksi melon apollo dari beberapa kecamatan
di Kota Cilegon. Diperoleh informasi bahwa melon merupakan salah satu
komoditas dengan produksi terbesar jika dibandingkan dengan mangga dan
pisang. Melon apollo yang merupakan jenis tanaman musiman yang jika
dibudidayakan dengan benar akan menghasilkan produksi tinggi dan kualitas baik
sehingga akan berpengaruh pada harga yang tinggi.
Tabel 6 Jumlah produksi melon apollo di Kota Cilegon 2013
Jumlah Produksi (kwintal)
Kecamatan Jambu Pisang
Mangga Pepaya Nangka Sawo Melon
Biji (rumpun)
Ciwandan 50.00 11.00 30.00 45.00 70.00 25.00 -
Citangkil 3.20 - 15.00 1.11 7.30 - 92.00
Pulomerak - 9.00 - 42.00 35.00 - 228.00
Purwakarta 10 336.80 25.51 50.85 849.80 25.60 32.40 226.48
Grogol 480.00 - 16.00 25.00 - - 228.00
Cilegon 16.00 23.00 16.00 150.00 30.00 3.00 -
Jombang 341.00 39.00 34.00 24.00 - 6.00 161.00
Cibeber 525.00 14.00 225.00 34.00 2.00 98.00 194.00
Jumlah 11 752.00 122.61 386.85 1 170.91 170.90 164,40 1 129.48
Sumber : BPS Kota Cilegon 2014
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian, jumlah kelompok
tani SOP melon kuning sebanyak 22 kelompok tani pada tahun 2013. Sedangkan
pada tahun 2014 jumlah petani yang mengusahatanikan melon sebanyak 14 orang,
hanya sebanyak 6 orang SOP dan sebanyak 8 orang petani non SOP. Penurunan
jumlah petani yang mengusahatanikan melon diduga berimplikasi pada produksi
melon apollo yang menurun.
Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa penurunan jumlah petani
merupakan akibat dari petani yang mengalami kegagalan dalam panen. Kegagalan
panen tersebut berasal dari petani yang tidak mengikuti anjuran untuk menerapkan
SOP. Tujuan dari penerapan SOP oleh Dinas Pertanian Kota Cilegon agar aktivitas
usahatani diarahkan pada peningkatan kualitas dan produktivitas buah melon
apollo. Melalui rangkaian aktivitas usahatani dari proses pembenihan, pemupukan
hingga pemanenan, maka akan terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas pada hasil
buah. Peningkatan pada kualitas (mutu buah) dan hasil produksi akan berimplikasi
pada harga yang diterima petani. Perbedaan yang paling terlihat antara kegiatan
budidaya SOP dan dengan cara non SOP yaitu dalam hal kegiatan pemupukan,
pengairan dan penggunaan pestisida.
Anjuran yang terdapat dalam SOP sudah diumumkan oleh pihak penyuluh
pertanian kepada para petani melon, tetapi tidak semua petani melalukan hal
tersebut. Sehingga harus dilakukan pengkajian penerapan SOP kepada petani melon
mengenai SOP, produksi dan pendapatan pada tiap petani dan rata-rata dari
keseluruhan petani (Lampiran 1). Berdasarkan data Dinas Pertanian Kota Cilegon
(2014) menunjukkan bahwa produksi melon apollo di Kota Cilegon pada tahun
2011 sebesar 435 ton sedangkan pada tahun 2012 jumlah produksi sebesar 437 ton.
Peningkatan produksi diharapkan selalu bertambah setiap tahunnya, sehingga
analisis perbandingan penerapan SOP dan non Sop dapat dilakukan untuk membuat
keputusan usahatani dalam hal budidaya, sehingga petani dapat merencanakan
tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan
usaha yang sedang berjalan. Melihat besarnya fungsi tentang informasi tersebut,
maka penelitian ini mencoba untuk menganalisis beberapa permasalahan yang
terkait dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu :
1. Bagaimana keragaan usahatani melon apollo SOP dan non SOP di Kota
Cilegon ?
2. Apakah terdapat perbedaan pendapatan dan R/C rasio pada petani melon
apollo SOP dan non SOP di Kota Cilegon ?

Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis keragaan usahatani melon apollo di
Kota Cilegon SOP dan non SOP.
2. Menganalisis pendapatan dan R/C ratio baik setiap petani maupun secara
rata-rata petani melon apollo.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam
pengambilan kebijakan guna terwujudnya peningkatan produktivitas melon
apollo
3. Bagi masyarakat akademik dapat digunakan sebagai sumber inspirasi dan
bahan referensi bagi penelitian selanjutnya
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terbatas pada tujuh Kecamatan di Kota Cilegon, antara lain :
Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon.
ktivitas yang diamati adalah aktivitas yang dilakukan petani dalam usahatani melon
apollo. Penelitian ini fokus pada aktivitas usahatani melon apollo yang dilakukan
secara langsung oleh petani. Analisis yang akan dilakukan yaitu mengenai
pendapatan petani, keuntungan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya usahatani
melon apollo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Golden Melon atau Melon Apollo


Menurut Setiadi (1985) nama golden diambil dari kulit buahnya yang
berwarna kuning keemasan memiliki daging buah yang berwarna putih dan
digolongkan ke dalam melon tipe kulit halus. Ada dua jenis golden melon yang
dibudidayakan, yaitu golden light melon dengan bentuk bulat dan golden
langkawi melon dengan bentuk lonjong. Jenis golden light lebih digemari karena
ukurannya yang lebih kecil dibandingkan bentuk yang lonjong. Selain itu,
teksturnya lebih renyah dan rasanya lebih manis.

Gambar 1 Melon apollo2

Penggunaan Input Produksi Melon


Faktor keberhasilan dalam usahatani melon dipengeruhi oleh input-input
produksi Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tenaga kerja, benih,
pupuk, obat-obatan dan luasan lahan berpengaruh signifikan terhadap produksi
melon (Arumningtyas 2006; Asmara dan Sulistyaningrum 2008; Kusumasari
Verryca 2011; Simatupang 2005; Yekti 2005)
Penelitian-penelitian yang dilakukan memiliki hasil yang berbeda-beda
mengenai penggunaan input dalam produksi melon, namun beberapa peneliti
membuktikan bahwa tenaga kerja, pupuk, luas lahan dan obat-obatan memiliki
pengaruh yang signifikan pada produksi melon. Sehingga diperoleh informasi
bahwa input produksi yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu tersebut
penting untuk diperhatikan dalam budidaya melon. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, penulis akan melakukan analisis untuk
mengkaji pengaruh SOP yang mencakup penggunaan input produksi sebagai
pengaruh keberhasilan produksi melon apollo di Kota Cilegon.

Pengaruh Standar Operasional Prosedur terhadap Struktur Biaya dan


Pendapatan Petani
Aktivitas usahatani yang melibatkan manusia dengan alam memerlukan
standar operasional prosedur (SOP) yang tepat karena diharapkan memberikan
banyak manfaat bagi petani. Beberapa penelitian terdahulu mengatakan bahwa
pendapatan tunai petani SOP lebih besar dibanding pendapatan tunai petani non
SOP (Dalimunthe 2008; Widyaningsih 2008; Zamani 2008 ; Hartanti 2010,
Lisanti 2014). Sebagian besar penerimaan yang besar tersebut dikarenakan tingkat
gagal panen yang dialami petani sangat kecil sehinggi produksi dan kualitas buah
sangat baik maka harga jual semakin tinggi, hal ini yang menjadi penyebab
pendapatan tunai petani SOP lebih tinggi. Menurut peneliti terdahulu pengaruh SOP
terhadap pendapatan dapat dilakukan dengan uji beda, yaitu uji-t. Perhitungan
pendapatan juga dilakukan dengan uji statistic uji-t (Asmara dan Sulistyaningrum
2008, Hartanti 2010)

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

Analisis Pendapatan Usahatani


Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total
usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani
mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor
produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan ke dalam usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan
beberapa penampilan usahatani. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun
yang tidak terjual yang dinilai berdasarkan harga pasar. Menurut Soekartawi et al
(1986), pendapatan bersih usahatani digunakan untuk mengukur imbalan yang
diperoleh keluarga petani dari penggunaan factor-faktor produksi kerja,
pengelolaan dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan dalam
usahatani.
Pendapatan petani ini terdiri dari sebagian pendapatan kotor yang karena
tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usaha dan sebagian bunga dari
kekayaan yang dipergunakan dalam usahatani. Pendapatan petani dapat
diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat-alat dan
dengan bunga modal diluar (Hadisapoetro, 1973). Selisih antara pendapatan kotor
usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani.
Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani
akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini
merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan
membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk
menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan
pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya
yang diperhitungkan dan penyusutan.

Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya


Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendapatan
usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk
membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan
nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan
adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (R/C). Rasio ini
menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk produksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur
tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan
penelitian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu.
Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1) artinya untuk setiap Rp.
1.00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1.00.
Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa setiap
Rp. 1.00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan kurang dari Rp. 1.00
sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C semakin
menguntungkan usahatani tersebut.

Imbalan Kepada Pemilik Modal


Jika keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara
integral maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial
perlu dilihat imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi lahan (return
to land ), imbalan bagi tenaga kerja ( return to labor ) dan imbalan bagi modal
return to capital). Untuk keperluan analisis bagi faktor-faktor produksi ini maka
biaya manajemen petani harus terlebih dahulu ditetapkan. Biaya manajemen ini
diperhitungkan sebagai gaji bagi petani dan keluarganya dalam mengelola
usahataninya. Pendapatan usahatani sesungguhnya sama dengan jumlah semua
imbalan yang diterima petani sebagai pemilik faktor-faktor produksi yang
dipergunakan dalam usahatani. Imbalan bagi faktor-faktor produksi tersebut
diperhitungkan berdasarkan prinsip biaya imbangan (Opportunity Cost) (Rifiana
2012).

Imbalan Kepada Tenaga Kerja Keluarga


Pendapatan tenaga kerja keluarga adalah pendapatan petani dikurangi bunga
modal dibagi dengan jumlah hari kerja dalam satu tahun (HKSP) atau merupakan
pendapatan tenaga keluarga yang biasanya dinyatakan dalam jumlah untuk satu hari
kerja (Hadisapoetra, 1973).

Kerangka Pemikiran Operasional


Cilegon merupakan salah satu daerah penghasil melon apollo di Banten. Lokasi
usahatani melon apollo di Cilegon terdapat pada tujuh kecamatan antara lain :
Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon.
Walaupun usahatani melon terbagi menjadi beberapa kecamatan tersebut belum
banyak petani yang mengusahakan melon secara terus menerus sehingga atas
pertimbangan tersebut maka analisis usahatani melon sangat diperlukan. Cilegon
memiliki banyak potensi dan peluang untuk kegiatan usahatani melon yaitu
kondisi sumber daya alam yang cocok, permintaan pasar domestik, berperan dalam
meningkatkan pendapatan daerah (harga jual tinggi), meningkatkan pendapatan
petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk
konservasi tanah dan air.
Adanya permintaan yang fluktuatif dari tahun ke tahun yang memunculkan gap
antara permintaan dan produksi membuat usahatani melon menjadi sangat potensial
bila dikelola secara terus menerus dan benar. Adanya flutuasi permintaan melon
apollo dianggap sebagai faktor untuk meningkatkan produksi melon. Petani melon
apollo di Kota Cilegon belum sepenuhnya menerapkan SOP, walaupun pemerintah
sudah menjelaskan mengenai pentingnya menerapkan SOP dalam program
penyuluhan untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan dari kegiatan
usahatani melon apollo.
Dalam budidaya melon apollo umumnya sama seperti budidaya pertanian lain
yang banyak menghadapi resiko, terutama resiko cuaca dan gangguan hama, hal ini
dapat mempengaruhi besar kecilnya hasil produksi melon yang diusahakan,
sehingga seringkali petani belum mampu memenuhi permintaan konsumen
terhadap melon apollo.
Teknik budidaya melon apollo berdasarkan SOP, memungkinkan adanya
ketentuan penggunaan faktor-faktor produksi pada kegiatan budidaya melon
apollo. Faktor-faktor produksi dalam usahatani melon apollo yang menjadi
ketentuan SOP adalah dosis pemupukan, penyemprotan pestisida dan teknis
budidaya lainnya. Pengaturan dan ketentuan penggunaan faktor-faktor produksi
tersebut, menyebabkan terjadinya perbedaan biaya input usahatani antara petani
SOP dan petani non SOP. Terlebih lagi dengan semakin mahalnya biaya input
produksi pupuk dan insektisida, menyebabkan biaya input semakin tinggi. Pada
budidaya melon apollo SOP yang mengharuskan menggunakan input lebih
banyak serta semakin tingginya biaya input yang harus dikeluarkan, diduga dapat
menyebabkan semakin menurunnya pendapatan yang akan diterima petani.
Selama ini petani belum melakukan perhitungan ekonomi secara rinci terkait
dengan pembukuan usahatani melon apollo, sehingga petani belum dapat menilai
keuntungan dari kegiatan usahatani tersebut. Dalam menentukan keputusan
untuk mendukung peningkatan produksi, maka diperlukan adanya penilaian
analisis usahatani yaitu terdiri dari biaya tunai, biaya diperhitungkan dan biaya total.
Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, pupuk, dan pestisida. Biaya yang
diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan. Biaya total merupakan hasil
penjumlahan dari total biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Identifikasi biaya
dan penerimaan diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani dari kedua jenis
petani tersebut. Identifikasi biaya dilakukan agar biaya produksi yang
dikeluarkan dalam usahatani dapat diketahui. Harga jual juga diperlukan karena
merupakan komponen penerimaan dari kegiatan usahatani. Keuntungan diperoleh
dari total penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan. Penerimaan yang
diterima untuk setiap satuan unit biaya yang dikeluarkan dapat dihitung dengan
pendekatan rasio R/C.
Hasil dari analisis diatas, bertujuan untuk mengetahui keadaan usahatani melon
petani SOP maupun petani non SOP. Selain itu, hasil analisis ini diharapkan
dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Cilegon
khususnya Dinas Pertanian dalam menentukan kebijakan yang akan diambil
untuk pengembangan usahatani. Kerangka pemikiran terkait dengan
permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dirumusan sebelumnya
digambarkan dalam suatu bagan alur kerangka pemikiran.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Cilegon pada tujuh kecamatan yaitu
Grogol, Citangkil, Cibeber, Pulomerak, Purwakarta, Jombang, dan Cilegon.
pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan metode purposive sampling dengan
pertimbangan bahwa Cilegon merupakan daerah yang berpotensi memproduksi
melon apollo. Pengumpulan data dilakukan bulan September 2014 hingga
Oktober 2014.

Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer
diperoleh melalui wawancara, pengisian kuesioner serta pengamatan langsung di
lapangan. Wawancara akan dilakukan kepada petani melon apollo. Data sekunder
akan dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Banten dan BPS Pusat dalam informasi data mengenai luas
lahan, produktivitas, jumlah pohon, kondisi ekspor dan impor,dan lainnya.

Metode Penentuan Sampel


Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan kepada petani melon
apollo yang terdapat di Kota Cilegon. Jumlah sampel petani responden adalah 14
orang yang terdiri dari 6 orang petani SOP dan 8 orang petani non SOP.
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan survey karena jumlah nama yang
didapat dari Dinas Pertanian saat ini hanya 5 orang yang masih mengusahatanikan
melon apollo dan 9 responden lainnya didapat dengan metode snowball.
Pengambilan sampel dilakukan dengan survey kriteria-kriteria yang
dipertimbangkan dan rekomendasi pihak terkait. Kriteria sampel petani responden
untuk petani SOP dan tidak menerapkan SOP adalah petani yang mengusahakan
melon apollo dengan periode agustus 2013 - oktober 2014 dengan masa panen
terakhir dalam satu kali musim tanam.

Metode Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran
umum serta menjelaskan biaya dan penerimaan petani melon apollo di lokasi
penelitian yang diuraikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan untuk
mengetahui biaya-biaya dan pendapatan petani, analisis rasio penerimaan dan
biaya, dan analisis titik impas pada usahatani melon apollo.

Analisis Usahatani
Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai, penerimaan yang
diperhitungkan, dan penerimaan total. Secara matematis persamaan dari
penerimaan dapat ditulis (Soekartawi 1986) :
= ()
Keterangan :
TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga komoditas Y yang dihasilkan

Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran usahatani adalah seluruh pengorbanan yang dikeluarkan dalam
kegiatan usahatani untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang dibutuhkan.
Perhitungan pengeluaran usahatani dapat dirumuskan (Soekartawi 1986) :
= ()
Keterangan :
TC = Total biaya
Px = Harga Input
X = Jumlah Input

Pendapatan Usahatani
Dalam Soekartawi et al. (1986), Pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan biaya. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai
dan pendapatan atas biaya total. Perhitungan analisis pendapatan usahatani dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Perhitungan analisis pendapatan usahatani
1 Penerimaan Tunai Harga x Hasil Panen dijual (kg)
2 Penerimaan yang diperhitungkan Harga x Hasil Panen dikonsumsi (kg)
3 Total Penerimaan Jumlah seluruh penerimaan tunai dan
yang diperhitungkan
4 Biaya Tunai a. Biaya sarana produksi
b. Biaya tenaga kerja luar keluarga
5 Biaya yang diperhitungkan a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga
b. Penyusutan peralat
6 Total Biaya (4) + (5)
7 Pendapatan atas biaya tunai (1) (4)
8 Pendapatan atas biaya total (3) (6)
9 Pendapatan bersih (8) Bungan pinjaman
10 Return to total capital (9) - (5)
11 Return to Labour (9) - Bungan Modal
12 R/C R/C atas biaya tunai dan R/C biaya total
Sumber : Soekartawi et al. 1986
Analisis Biaya Penyusutan
Penilaian alat-alat dan bangunan yang mempunyai daya tahan lama,
biasanya dilakukan dengan menghitung penyusutannya. Menurut Hernanto (1989)
ada beberapa metode dalam menghitung penyusutan yang dapat dipakai, yaitu
metode garis lurus ( straight line method ), double declining balance method,
dan sum of year digit method. Dalam analisis ini digunakan metode garis lurus
dengan perhitungan :

=

Keterangan :
NB : Nilai Beli Alat dan Bangunan
NS : Tafsiran Nilai Sisa Alat dan Bangunan
UE : Umur Ekonomis

Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)


Analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya dilakukan untuk
mengetahui efisiensi dan kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilakukan
(Soekartawi et al. 1986). Secara teoritis manfaat ini dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
R/C Ratio Total = = .

R/C Ratio Tunai = = .


+
Keterangan :
Y = Total Produksi
Py = Harga Produk
BT = Biaya Tunai
BD = Biaya Diperhitungkan

Analisis Imbalan kepada Tenaga Kerja


Imbalan bagi tenaga kerja (Return to Labor) diperoleh dari hasil
mengurangkan nilai produksi dengan semua biaya produksi kecuali biaya faktor
produksi tenaga kerja yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
Rtb = Return to Labor (Rp)
b = Faktor Produksi tenaga kerja
b i = Faktor produksi tenaga kerja tidak tercakup dalam i

Analisis Imbalan kepada Pemilik Modal


Imbalan bagi modal (Return to Capita) diperoleh dari hasilmengurangkan
nilai produksi dengan semua biaya produksi kecuali biaya produksi modal, yang
secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

Uji Beda
Analisis perbandingan rata-rata digunakan untuk melihat adakah
perbedaan rata-rata. Dalam hal ini, yang akan dilihat adalah perbedaan rata-rata
pendapatan yang diterima oleh petani SOP dan petani Non SOP, dengan rumus
sebagai berikut :

Keterangan :
x1 = rata-rata sampel 1 s1 = Simpangan baku sampel 1
x2 = rata-rata sampel 2 s2 = Simpangan baku sampel 2
s12 = varians sampel 1 s22 = Varian sampel 2
r = Korelasi

Hipotesis :
H0 : tidak terdapat perbedaan rata-rata variabel (pendapatan) antara kelompok
SOP dan Non SOP
H1 : terdapat perbedaan rata-rata variabel antara kelompok SOP dan Non SOP.
Hasil analisis uji-t dapat digunakan untuk mengetahui hipotesis nol (H0)
diterima atau ditolak, maka dibandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t tabel t
hitung t tabel maka H0 diterima atau pendapatan usahatani melon apollo SOP
sama dengan pendapatan usahatani melon non SOP, jika sebaliknya maka H0
ditolak atau pendapatan usahatani melon apollo SOP lebih besar dibandingkan
dengan pendapatan usahatani melon non SOP. Begitu juga dengan nilai signifikansi
apabila lebih kecil dari 0,1 maka Tolak H0. Artinya terdapat perbedaan rata-rata
pendapatan antara kelompok SOP dan Non SOP, pada taraf nyata 90 persen, jika
sebaliknya maka H0 diterima.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Melon Apollo di Kota


Cilegon
Analisis usahatani melon apollo pada struktur biayanya sangat dipengaruhi
oleh input-input produksi, karena semakin besar input produksi yang digunakan
makan biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Kegiatan usahatani SOP tidak
terlepas dari penggunaan input produksi, sehingga besarnya proporsi tiap input
produksi akan sangat mempengaruhi biaya usahataninya. Pentingnya input
produksi menjadikannya sebagai salah satu keberhasilan dalam berusahatani
karena setiap input yang dibutuhkan tidak bisa dihilangkan.
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu,
diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam usahatani melon terhadap
produksi dan keuntungan adalah benih, pupuk, obat-obatan, saprodi, dan tenaga
kerja. Input produksi yang terdapat dalam anjuran SOP tidak dapat dihilangkan
sehingga akan mempengaruhi struktur biaya. Pada penelitian yang dilakukan
didapat delapan orang petani non anjuran SOP sehingga input produksi menjadi
berkurang. Penggunaan input yang berkurang tentunya mempengaruhi struktur
biaya sehingga perlu dibandingkan petani SOP dan tidak menerapkan SOP.
Biaya merupakan nilai dari semua masukan yang diperlukan, yang dapat
diperkirakan dan dapat diukur untuk dalam bentuk benda maupun jasa selama
proses produksi berlangsung (Sundari 2011). Biaya usahatani dalam penelitian ini
dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Dalam penelitian ini
jenis biaya dikelompokan menjadi empat yaitu biaya sarana produksi tunai, biaya
tenaga kerja tunai dan biaya tenaga kerja tidak tunai. Biaya sarana produksi tunai
yang terdiri dari biaya benih, biaya pupuk anorganik, biaya pupuk organik, biaya
obat-obatan, biaya irigasi, biaya sewa dan biaya pajak. Biaya tenaga kerja tunai
yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya tenaga kerja tidak tunai untuk tenaga
kerja dalam keluarga. Biaya yang dikeluarkan pada usahatani melon selama
satu musim tanam dapat dilihat pada Tabel 18. Biaya usahatani yang dikeluarkan
dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang
diusahakan dan dibedakan oleh usahatani SOP dan tidak menerapkan SOP.
Tabel 20 Rata-rata biaya usahatani melon apollo di Kota Cilegon dalam satu kali musim tanam per
ha tahun 2014
Usahatani SOP Usahatani tidak SOP
NO Persentase Persentase
Uraian Nilai (Rp/Ha)
Nilai (Rp/Ha)
(%) (%)

Biaya Tani
1 Benih 21 086 419.75 15.2 15 926 605.5 14.45
Total
2 Pupuk Dasar 555 555.56 0.4
POC 1 561 728.40 1.13 1 477 064.22 1.34
Kapur 1 574 074.07 1.13 880 733.94 0.80
Humustar 444 444.44 0.32 688.07 0.00
NPK Ponskar 5 925 925.93 4.27 6 165 137.61 5.59
Total biaya pupuk
10 061 728.40 7.25 8 523 623.85 7.73
dasar
3 Total biaya semai 637 037.04 0.46 310 550.46 0.28
4 Total biaya pupuk 12 970 751.85 9.35 4 963 385.32 4.50
Total biaya Hama
5 3 763 761.47 2.71 2 215 596.33 2.01
dan Penyakit
6 Sewa Lahan 6 790 123.46 4.89 4 630 541.87 4.20
7 Mulsa 9 370 370.37 6.75 9 284 403.67 8.42
8 Tali Raffia 305 555.56 0.22 337 155.96 0.31
9 Tali Blabar 305 555.56 0.22 330 275.22 0.30
10 TKLK 46 560 185.19 33.56 28 751 146.79 26.08
11 Irigasi/Bensin 212 970.37 0.15 630 733.94 0.57
Total Biaya Tunai 111 851 488.6 80.61 75 273 284.99 68.28
B Biaya non tunai
Total biaya
1 1111.11 0.01 13 271.6 0.01
sekam
2 TKDK 2 239 814.81 1.61 3 272 222.22 2.97
Total biaya
3 24 650 198.86 17.77 31 683 707.08 28.74
penyusutan
Total biaya non 19.39 34 969 200.91 31.72
26 801 124.78
tunai
Biaya Total 138 752 613.4 100.00 110 242 485.9 100.00
Sumber : Data Primer, 2004
Dari hasil analisis struktur biaya usahatani melon apollo biaya tenaga kerja
luar keluarga merupakan proporsi biaya tertinggi, hal ini sekaligus membuktikan
bahwa tenaga kerja luar keluarga merupakan komponen biaya tertinggi pada
usahatani melon apollo. Kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada banyaknya
aktivitas budidaya dan luasan lahan. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada
usahatani melon merupakan salah satu biaya tidak tetap tunai selain sarana
produksi. Jumlah tenaga kerja menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja).
Jumlah jam kerja di lokasi penelitian berkisar kurang lebih delapan jam per
hari, yaitu dimulai dari pukul 07.00-12.00 kemudian dilanjutkan dari pukul 13.00-
16.00 wib yang dihitung sebagai satu HOK. Satu HOK di lokasi penelitian bernilai
Rp 77 000 78 000 atau Rp 9 500 per jam kerja. Biaya usahatani untuk tenaga kerja
luar keluarga SOP yaitu sebesar Rp 46 560 185.19 atau 33.56 persen dari biaya
total. Biaya tersebut berasal dari upah yang dikeluarkan oleh petani terhadap tenaga
kerjanya. Pada petani yang memiliki luasan lahan kurang dari sama dengan 2 000
m2 sebanyak 4 petani responden menggunakan jumlah tenaga kerja sebanyak 3
orang dengan 2 orang tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga kerja dalam
keluarga, pada luasan lahan 3 000 m2 petani responden menggunakan tenaga kerja
sebanyak 3 orang tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga kerja dalam
keluarga. Pada luasan lahan 5 000 m2 petani responden menggunakan 5 orang
tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga kerja dalam keluarga.
Hal yang sama juga terdapat pada usahatani non SOP, biaya terbesar yang
dikeluarkan petani yaitu terdapat pada biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp
28 751 146,79 atau 26.08 persen. Upah harian yang dibayarkan pada tenaga kerja
usahatani non SOP sama besarnya dengan upah usahatani SOP, tetapi yang
membedakan yaitu pada jumlah tenaga kerjanya. Pada petani yang memiliki lahan
yang kurang dari 3 000 m2 yaitu sebanyak tiga orang petani responden
menggunakan jumlah tenaga kerja sebanyak 2 orang tenaga kerja luar keluarga
dalam aktivitas harian dan 7-8 orang pekerja pada saat panen. Pada petani yang
lahannya 3 000 m2 - 4 000m2 yaitu sebanyak empat orang petani menggunakan
tenaga kerja sebanyak 2 orang tenaga kerja luar keluarga dan satu orang tenaga
kerja dalam keluarga dan 7-8 orang pada saat panen. Terdapat satu petani yang
memiliki lahan 5 000 m2 menggunakan tenaga kerja sebanyak 3-4 orang dan pada
saat panen 8-9 orang. Jumlah pekerja yang digunakan oleh petani non SOP
menunjukkan jumlah yang sedikit hal ini yang menyebabkan biaya upah menjadi
lebih kecil dari petani SOP. Aturan yang ditetapkan dalam SOP adalah luas lahan
berbanding lurus dengan tenaga kerja, jika lahan yang digunakan untuk budidaya
semakin luas maka akan semakin banyak juga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
pada SOP menyebutkan setiap lahan berukuran 1000 m2 minimal membutuhkan
satu orang pekerja. Hal tersebut tidak dilakukan oleh petani non SOP.
Selain tenaga kerja sebagai biaya terbesar yang dikeluarkan dalam struktur
biaya, biaya benih merupakan biaya terbesar kedua setelah tenaga kerja. Benih
merupakan input paling penting dalam usahatani melon apollo, karena jika tidak
ada benih maka produksi buah melon tidak akan ada. Benih yang digunakan oleh
petani melon merupakan benih dengan kualitas baik yang pengadaannya berasal
dari pemesanan ke negara lain. Harga benih yang ditetapkan tidak berfluktuatif
sehingga setiap petani mendapatkan harga yang sama yaitu Rp 560 000 untuk satu
bungkus benih yang berisi 500-550 biji. Dalam tiap luasan lahan benih yang
dibutuhkan disesuaikan dengan ukuran lahan. Anjuran menurut SOP, dalam tiap
hektar lahan membutuhkan 20 000 - 25 000 benih melon apollo, hal ini menandakan
bahwa jumlah benih yang dibutuhkan adalah dua kali lipatnya ukuran lahan.
Sebanyak Rp 21 086 419.75 atau 15.2 persen biaya benih yang dikeluarkan oleh
petani SOP. Biaya tersebut dikarenakan setiap petani SOP mengikuti aturan yang
ditetapkan. Lain halnya dengan petani non SOP biaya yang dikeluarkan untuk
kebutuhan benih sebesar Rp 15 926 605.5 atau 14.45 persen, jumlah benih yang
digunakan hanya dilebih kan sedikit dari ukuran lahan, contohnya petani yang
memiliki luasan lahan 3 300m2 menggunakan benih sebanyak 10 kantung yaitu
sekitar 5 000-5 600 biji benih. Petani tidak mengikuti aturan SOP dikarenakan
keterbatasan modal selain itu kehawatiran petani akan resiko gagal panen juga
menjadi alasan petani hanya menggunakan benih tidak dua kali dari ukuran luasan
lahannya.
Biaya pupuk dan obat-obatan yang terdapat dalam struktur biaya tidak
terlalu besar, tetapi kebutuhan pupuk dan obat-obatan termasuk faktor yang sangat
penting dalam budidaya melon apollo karena pupuk merupakan makanan yang
diperlukan tanaman sehingga dapat menghasilkan buah yang berkualitas baik dan
obat-obatan berfungsi mencegah terjadinya gagal panen akibat serangan hama atau
cuaca. Tetapi apabila cuaca sangat ekstrim, kemungkinan gagal panen tidak dapat
dihindari oleh petani sehingga obat-obatan hanya berpengaruh kecil. Biaya yang
dikeluarkan oleh petani SOP untuk kebutuhan pupuk dasar sebanyak Rp 10 061
728.4 atau 7.25 persen, biaya pupuk daun sebesar Rp 12 970 751.85 atau 9,35
persen, biaya obat-obatan sebesar 3 763 761.47 atau 2.71 persen. Besarnya biaya
yang dikeluarkan berdasarkan kebutuhan tanaman. Pemberian pupuk dan tanaman
dilakukan pada selang waktu yang sama dimulai dari hari ke-7 setelah benih semai
ditanam dilahan. Lain halnya biaya yang dikeluarkan oleh petani non SOP, biaya
pupuk dasar sebesar Rp 8 523 623.85 atau 7,73 persen, biaya pupuk daun sebesar
Rp 4 963 385.32 atau 4,5 persen, dan biaya obat-obatan sebesar Rp 2 215 596,33
atau 2,01 persen. Perbedaan biaya terjadi karena perbedaan penangan oleh petani
non SOP, petani tersebut menggunakan dosis dan jenis pupuk juga obat-obatan
berdasarkan pengalaman mereka. Petani tersebut sebenarnya sudah mengetahui
dosis yang dianjurkan dalam SOP, tetapi mereka tidak mau mengikuti karena
alasannya sudah terbiasa walaupun hasil produksinya sedikit. Mereka menganggap
SOP yang ditetapkan tersebut justru akan membuat produksi menurun.
Nilai pada biaya sewa lahan antara petani SOP dan petani non SOP
menunjukkan perbedaan, hal ini disebabkan karena biaya sewa lahan berdasarkan
kesepakatan tawar-menawar harga antara petani dengan pemilik lahan. Biaya sewa
lahan petani SOP lebih besar dibanding dengan petani non SOP, karena petani SOP
selalu menggunakan lahan yang berpindah dalam setiap musim tanam sehingga
diperlukan tawar-menawar harga dengan pemilik yang baru. Lain halnya dengan
petani non SOP, lahan yang digunakan cenderung digunakan lebih dari satu kali
sehingga ataupun jika pindah hanya bergeser tidak jauh dari lahan yang
sebelumnya. Pemilik lahan karena ada unsur kepercayaan dan kekeluargaan maka
biaya sewanya menjadi tidak begitu besar. Anjuran menurut SOP mengenai lahan
yang digunakan adalah satu kali tanam dan jika ingin melakukan penanaman maka
harus berpindah ke lahan lain karena setiap tanah memiliki unsur hara dan tingkat
kesuburan yang apabila lahan tersebut digunakan terus menerus maka, lahan akan
kehilangan unsur haranya sehingga tanaman cenderung kurang gizi yang nantinya
akan mempengaruhi hasil produktivitas. Selanjutnya biaya saprodi yang meliputi
biaya tali raffia, biaya tali blabar, biaya mulsa, dan biaya bensin untuk keperluan
irigasi. Berdasarkan presentasi terhadap biaya total, baik usahatani SOP dan tidak
menerapkan SOP menggunakan kebutuhan yang sama sesuai dengan luasan lahan.
Sebagai cotoh : petani SOP yang memiliki luasan lahan 5 000 m2 akan
menggunakan mulsa sebanyak 10 roll begitu pula dengan petani non SOP yang
memiliki luasan lahan 5 000 m2 akan menggunakan mulsa sebanyak 10 roll.

Pada biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan, baik petani SOP
maupun petani non SOP keduanya memiliki biaya tidak tunai seperti biaya sekam,
biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan. Biaya sekam termasuk
biaya yang diperhitungkan karena sekam yang digunakan sebagai media
penyemaian adalah sekam busuk hasil dari petani padi sehingga didapat secara
gratis atau hibah.
Selain sekam, biaya tenaga kerja dalam keluarga termasuk kedalam biaya
yang diperhitungkan karena biaya tersebut tidak dikeluarkan secara tunai. Petani
non SOP lebih banyak melibatkan tenaga kerja dalam keluarga untuk setiap
aktivitas budidaya. Lain halnya dengan petani SOP, tenaga kerja dalam keluarga
yang dilibatkan hanya sebagai mandor atau hanya membantu sesekali kegiatan
budidaya dan tidak selalu ada di lahan. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan
biaya tenaga kerja dalam keluarga, yaitu sebanyak Rp 2 239 814.81 atau 1.61 persen
pada usahatani SOP dan sebesar Rp 3 272 222.22 atau 2.97 persen.
Biaya selanjutnya adalah biaya penyusutan, biaya tersebut diperoleh dari alat-
alat yang digunakan petani sebagai penunjang dalam kegiatan budidaya. Alat alat
yang digunakan antara lain seperti sprayer, cangkul, golok, gunting, ajir, palang,
timbangan, keranjang, refractometer, selang, ember, drum dan mesin pompa.
Penyusutan tersebut berdasarkan umur ekonomis setiap alat. Jumlah alat yang
digunakan tidak terlalu diperhatikan dalam SOP karena hanya sebagai penunjang
saja. Berdasarkan hasil analisis uji statistic uji-t diketahui bahwa terdapat perbedaan
biaya total antara usahatani SOP dan usahatani non SOP pada taraf nyata 10 persen
dengan nilai signifikasin 2 tailed sebesar 0.019 (Lampiran 2) begitu pula dengan
biaya tunai diketahui bahwa terdapat perbedaan antara usahatani SOP dan usahatani
non SOP pada taraf nyata 10 persen dengan nilai signifikasin 2 tailed sebesar 0.015
lebih kecil dari 0.1 atau tolak Ho. (Lampiran 2).
Analisis Rata-rata Pendapatan Petani Melon Apollo
Hasil analisis tiap petani yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan
pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total pada budidaya
melon yaitu usahatani SOP memiliki pendapatan yang lebih besar dari pada
usahatani melon non SOP. Hal ini dikarenakan penerapan SOP menggunakan
sarana produksi yang lebih besar dan memiliki penerimaan yang lebih besar pula,
sehingga mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dari usahatani yang tidak
menerapakan SOP. Berdasarkan hasil analisis usahatani di Kota Cilegon dan hasil
uji-t sampel bebas maka didapat informasi semakin tinggi penerapan SOP
memberikan penggaruh pada penerimaan petani akan meningkatkan pendapatan
tunai dan total.
Rata-rata pendapatan atas biaya tunai pada usahatani melon SOP sebanyak
Rp 138.162.696,56 sedangkan rata-rata pendapatan tunai pada usahatani melon non
SOP adalah Rp 70.654.173,72. Usahatani melon SOP mempunyai rata-rata
pendapatan atas biaya total Rp 111.261.571,77 sementara rata-rata pendapatan atas
biaya total usahatani Melon non SOP Rp 35.684.972,82 (Tabel 24). Berdasarkan
informasi maka didapat kesimpulan bahwa pendapatan usahatani melon baik tunai
maupun total pada usahatani SOP lebih tinggi dari usahatani melon non SOP.
Tabel 24 Analisis pendapatan usahatani melon petani responden, di Kota Cilegon 2014
NO Uraian Usahatani SOP Usahatani non SOP
1. Pendapatan Total (Rp/Ha) 111 261 571.77 35 684 972.82
2. Pendapatan 70 654 173.72
138 162 696.56
Tunai (Rp/Ha)
3. 1.32
R/C Total 1.80
4. 1.93
R/C Tunai 2.23
5 Return to otal 29.40
78.57
capital (%)
6 Retutn to 30 316 163.75
104 504 319.5
labor(Rp/Ha)
Sumber : Data primer, 2014
Analisis rasio R/C (revenue and cost ratio) menunjukkan perbandingan
antara penerimaan dan biaya usahatani. Nilai dari R/C menunjukkan pendapatan
kotor (penerimaan) yang diterima pengelola usahatani atas setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. R/C ratio yang digunakan pada penelitian ini
meliputi R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total. R/C ratio atas
biaya tunai pada usahatani melon SOP adalah 2.23 dan R/C ratio atas biaya tunai
pada usahatani Melon non SOP adalah 1.93. Nilai tersebut mempunyai makna

bahwa setiap satu juta rupiah biaya yang dibayarkan pada usahatani SOP, usahatani
tersebut mendapatkan penerimaan usahatani Melon sebesar Rp 2 330 000 dan
usahatani melon non SOP akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1 930 000.
Hal ini disebabkan keragaman dari nilai R/C ratio atas biaya tunai sangat tinggi.
Gambar 5 Persentase R/C ratio atas biaya tunai usahatani melon petani responden,
di Kota Cilegon
Sumber : Data Primer, 2014
Pada kegiatan usahatani SOP tidak ada petani yang memiliki R/C kurang
dari 1, sedangkan pada usahatani non SOP sebanyak 12.5 persen. Usahatani melon
SOP sebanyak 33.33 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya tunai di atas 2
sedangkan usahatani melon non SOP sebanyak 50 persen. Usahatani melon SOP
sebanyak 66.67 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya tunai diatas 2 sedangkan
usahatani melon non SOP sebanyak 37.5 persen. Hal ini menjelaskan bahwa petani
SOP memiliki nilai R/C ratio atas biaya tunai lebih besar. Hal ini diperkuat dengan
hasil uji-t saling bebas yaitu terdapat perbedaan R/C ratio atas biaya tunai antara
usahatani SOP dengan non SOP pada taraf nyata 10 persen dengan nilai p value
sebesar 0.043 (Lampiran 2).

Gambar 6 Persentase R/C ratio atas biaya total usahatani melon petani responden,
di Kota Cilegon
Pada Usahatani melon SOP tidak ada petani yang memiliki R/C dibawah 1
sedangkan pada petani non SOP sebanyak 37.5 persen. Usahatani melon SOP
sebanyak 83.33 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya total di atas 1.1
sedangkan usahatani melon non SOP hanya 37.5 persen. Usahatani melon SOP
sebanyak 16.67 persen memiliki nilai R/C ratio atas biaya total di atas 2 sedangkan
usahatani melon non SOP sebanyak 25 persen. (Tabel 24). Hal ini membuktikan
bahwa tingkat penerapan SOP memberikan pengaruh pada efisiensi usahatani yang
dilihat dari analisis biaya total.
Berdasarkan hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat
diinformasikan bahwa usahatani melon SOP merupakan usahatani yang
menguntungkan karena mempunyai nilai R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio
atas biaya total yang lebih dari satu. Sehingga nilai R/C ratio atas biaya total yang
lebih dari satu menjelaskan bahwa penerimaan usahatani mencukupi untuk
memberikan imbalan atas semua input usahatani (biaya tunai dan biaya
diperhitungkan) dan usahatani masih mendapatkan sisa penerimaan tersebut yang
disebut dengan pendapatan (Musyarofah 2013).
Imbalan bagi modal petani (Return to Total Capital) pada penelitian ini
digolongkan menjadi dua yaitu imbalan kepada seluruh modal dan imbalan kepada
modal petani. Tetapi karena modal yang digunakan oleh petani melon merupakan
modal sendiri sehingga tidak memiliki pinjaman. Suku bunga yang digunakan
untuk menghitung persen bunga dari modal sendiri menggunakan suku bunga
deposito. Suku bunga selama kegiatan usahatani berlangsung sebesar 4.87 persen
baik bagi petani SOP maupun non SOP. Rata-rata imbalan bagi total modal petani
SOP adalah Rp 109 017 928.3 petani memperoleh imbalan bagi modal karena rasio
imbalan bagi modal terhadap modal yang dimiliki petani adalah sebesar 0.785.
Artinya rata-rata petani memperoleh imbalan 78.5 persen yang artinya setiap Rp.1,-
modal yang dimiliki akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 78.5 Hasil
perhitungan menunjukkan imbalan bagi modal yang diterima petani lebih tinggi
dari pada biaya modal yang dikeluarkan dalam mengelola usahatani melon. Hal ini
menunjukkan bahwa usahatani melon SOP secara ekonomis menguntungkan
karena imbalan yang diterima petani atas kepemilikan lahannya mampu
memberikan imbalan yang besar bagi faktor produksi modal yang telah
dipergunakan dalam kegiatan usahataninya.
Pada petani non SOP, rata-rata imbalan bagi total modal petani non SOP
adalah Rp 32 411 290.85 petani tidak memperoleh imbalan bagi modal karena rasio
imbalan bagi modal terhadap modal yang dimiliki petani adalah sebesar 0.294. Hal
ini menjelaskan bahwa rata-rata petani memperoleh imbalan 29.40 persen yang
artinya setiap Rp.1,- modal yang dimiliki akan mendapatkan kerugian sebesar Rp.
70.60. Hasil perhitungan menunjukkan imbalan bagi modal yang diterima petani
lebih rendah dari pada biaya modal yang dikeluarkan dalam mengelola usahatani
melon. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani melon SOP secara ekonomis tidak
menguntungkan karena imbalan yang diterima petani atas kepemilikan lahannya
tidak mampu memberikan imbalan bagi faktor produksi modal dalam usahatani
melon.
Dalam penelitian ini imbalan bagi tenaga kerja (Return to Labour) merupakan
pengukuran pendapatan yang diterima petani sebagai tenaga kerja dalam kegiatan
usahataninya. Petani dalam pelaksanaan kegiatan usahataninya cenderung untuk
menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga tetapi petani tidak
menyerahkan segala kegiatan lapangan kepada tenaga kerja luar keluarga, sebagian
kegiatan juga dilakukan oleh petani tersebut yang melibatkan anak atau istrinya.
Rangkaian kegiatan yang padat menyebabkan petani menggunakan tenaga kerja
luar keluarga lebih banyak sehingga biaya yang harus dikeluarkan sebagai upah
semakin besar besar. Pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa rata-rata imbalan bagi
tenaga kerja per petani SOP maupun tidak menerapkan SOP masing-masing adalah
Rp 104 504 319 dan Rp 30 316 163 75.
Rata-rata upah tenaga kerja yaitu Rp 77 000 per HOK untuk petani SOP. Hasil
perhitungan ini, menunjukkan imbalan bagi tenaga kerja lebih tinggi dari pada rata-
rata upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian Rp 50 000 60 000. Ini
berarti bahwa usahatani melon secara ekonomis menguntungkan. Pendapatan
tenaga kerja lebih besar dari pada upah biaya kegiatan sarana produksi karena
pendapatan tersebut diperoleh dari hasil usaha dalam mengolah modal dengan biaya
yang dikeluarkan sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesarbesarnya.
Hasil Uji Beda Usahatani Melon Apollo SOP dengan Non SOP
Uji beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur
perbedaan secara statistik nilai pendapatan, biaya, penerimaan dan produksi antara
usahatani SOP dan non SOP. Jika nilai sig pada uji beda lebih dari nilai alpha yaitu
sebesar 10 persen (0,10) maka terima H0 atau variabel pada usahatani melon apollo
SOP sama dengan variable melon apollo non SOP. Apabila nilai sig. kurang dari
nilai alpha 10 persen (0,10) maka tolak H0 atau variabel pada usahatani melon
apollo SOP berbeda dengan variable melon apollo non SOP. Hasil uji beda
usahatani melon apollo SOP dan non SOP dapat dilihat pada tabel 25.
Tabel 25 Hasil uji beda pada alpa 10 persen
Uraian T-Hitung df Sig 2 tailed
Produktivitas -3.01 12 0.011
Penerimaan -1.968 12 0.073
Biaya total -1.512 12 0.019
Biaya tunai -1.856 12 0.015
Pendapatan atas biaya total -2.721 12 0.157
Pendapatan atas biaya tunai -2.835 12 0.088
R/C atas total biaya -0.816 12 0.431
R/C atas biaya tunai 1.716 12 0.112
Sumber : Data primer, 2014

Berdasarkan hasil uji beda pada usahatani melon apollo SOP dan non SOP
diketahui bahwa variable produktivitas, penerimaan, biaya total, biaya tunai,
pendapatan atas biaya tunai pada usahatani SOP berbeda dengan usahatani non
SOP. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai sig dari masing-masing variabel bernilai
lebih kecil dari nilai alpha 10 persen. Perbedaan tersebut terjadi karena secara rata-
rata penggunaan input seperti benih, pupuk, dan tenaga kerja serta biaya pada
struktur biaya yang dikeluarkan oleh petani SOP lebih besar dari pada petani non
SOP. Perbedaan penerapan SOP dan non SOP terletak pada penggunaan input yang
telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Selain dari nilai sig, nilai t hitung
menunjukan angka yang lebih kecil dari t tabel, artinya tolak H0 pada taraf 10
persen.
Secara rata-rata hasil pengujian pendapatan atas biaya total, R/C atas biaya
total, dan R/C atas biaya tunai menunjukan bahwa nilai sig lebih besar dari nilai
alpa 10 persen hal tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan
atas biaya total dan R/C antara usahatani SOP dengan usahtani non SOP. Hal ini
terjadi karena penerimaan yang diterima masing-masing petani baik yang
menerapkan SOP maupun non SOP memiliki penerimaan yang besar hanya dua
orang petani saja yang memiliki nilai penerimaan rendah sehingga menyebabkan
pendapatan bernilai negatif dan bagi petani SOP juga terdapat dua orang petani
yang memiliki penerimaan rendah tetapi pendapatannya tidak ada yang negatif
(Tabel 22). Sama halnya dengan nilai R/C yang tidak terdapat perbedaan antara
usahatani SOP dan non SOP di karenakan sebaran nilai R/C petani yang tidak
menerapkan SOP ada yang memiliki nilai diatas 3 sedangkan usahatani SOP nilai
R/C tertinggi petani melon apollo hanya 2,49 dan jika berdasarkan dari keragaman
R/C non SOP memiliki keragaman yang tinggi dibandingkan dengan keragaman
R/C SOP yang memiliki keragaman rendah (Lampiran 3 dan 4).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dari penelitian dapat dilihat terdapat beberapa perbedaan pada keragaan
usahatani melon apollo di Kota Cilegon antara petani SOP dan petani non
SOP. Aktivitas pemupukan, petani SOP menggunakan pupuk, baik organik
maupun an-organik dalam jumlah yang sesuai dengan anjuran dalam SOP
dibandingkan petani non SOP. Aktivitas penanganan hama dan penyakit,
petani SOP seluruhnya menggunakan fungisida, insektisida sesuai dengan
dosis dan jadwal yang dianjurkan dalam SOP atau lebih intensif dan petani
non SOP menggunakan fungsida dan herbisida tidak sesuai dosis dan jadwal
. Aktivitas pengairan antara petani SOP dan Petani non SOP sama, yaitu
menyesuaikan dengan lokasi dan keadaan tanaman. Lahan yang digunakan
oleh petani SOP adalah lahan yang baru digunakan pertamakali untuk
usahatani melon sedangkan beberapa petani non SOP menggunakan lahan
yang sudah lebih dari satu kali untuk usahatani melon.
2. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan tunai maupun
pendapatan total usahatani melon apollo dengan SOP lebih besar
dibandingkan dengan usahatani melon apollo non SOP. Nilai R/C rasio atas
biaya tunai yang diperoleh dalam usahatani melon apolllo dengan SOP lebih
besar dibandingkan dengan usahatani non SOP. Hal ini disebabkan hasil
produksi melon apollo dengan SOP lebih besar sedangkan petani yang tidak
menerapkan SOP memiliki produksi yang lebih kecil karena panen yang
dialami kurang baik. Biaya yang dikeluarkan usahatani melon apollo dengan
SOP juga lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani non SOP karena
input yang digunakan usahatani SOP lebih banyak dibandingkan dengan
usahatani non SOP. Berdasarkan hasil pengujian secara statistik, diketahui
terdapat perbedaan usahatani yang tidak menerapkan SOP dan non SOP
pada produksi, biaya tunai, biaya non tunai, penerimaan dan pendapatan atas
biaya tunai.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini maka saran yang
diberikan adalah:
1. Perlu dilakukan pemberian informasi yang lengkap mengenai penerapan dan
manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada seluruh petani melon
apollo karena banyak petani yang belum menyadari manfaat penerapan SOP.
2. Penyuluhan dari dinas terkait terhadap penerapan SOP dilakukan secara
konsisten agar petani dapat lebih terarah dalam menjalankan usahataninya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1993. Dinamika Kelompok Tani.Departemen Pertanian Pusat


Penyuluh Pertanian. Jakarta.
Anonymous. 2005. Banyuwangi dalam Angka. Biro Pusat Statistik. Kabupaten
Banyuwangi.
Hanafiah dan Saefudin. 1993. Tataniaga Hasil Pertanian. UI-Pres. Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Kloter, P. 1990. Manajemen Pemasaran. PT. Prenhalindo. Jakarta.
Radiosunu. 1998. Metode Analisis Pemasaran
Komoditi. Majalah Pertanian, No 2. Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI-Pres. Jakarta.
Soekartawi. 1998. Prinsip Dasar Menejemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian:
Teoridan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta.
Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Arumnigtyas M. 2006. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran
Melon (Kasus : desa Mateseh Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang
Provinsi Jawa Tengah). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Asmara R dan Sulistya A. 2008.Efisiensi Usahatani Melon (Cucumis melo L).
Studi Kasus di Desa Kori Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo.
[Jurnal]. Vol III. No.1
[BPS]. Badan Pusat Statistik. Produksi Sayuran dan Buah-Buahan Semusim di
Indonesia. 2008-2012 2013.Jakarta.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2014. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan
Indonesia. Jakarta
Chaerningrum R. 2010. Analisis Usahatani Pepaya California (Kasus Desa
Cikopo Mayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat). [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen.
Institut Pertanian Bogor.
[Deptan]. Departemen Pertanian. 2012. Panduan Budidaya Buah yang Benar
(Good Agriculture Practices) Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Hortikultura. Jakarta.
Dillon JL, Hardaker JB , Soekartawi, Soehardjo A. 1986. Ilmu Usahatani
dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Dalimunthe SF. 2008. Analisis Usahatani Nenas Dengan Standar
ProsedurOperasional (SPO) (Kasus : Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk
KabupatenBogor). [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
[Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2004. Direktorat Tanaman Buah. Departemen
Pertanian. Melon.
[Direktorat Pasca Panen]. 2012. Standar Prosedur Operasional Melon Bogor.
Bogor.
Hadisapoetro S. 1973. Biaya dan Pendapatan di dalam Usahatani. Departemen
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. [dalam Handayani M, dkk. 2005. Pendapatan Tenaga Kerja
Keluarga pada Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Toroh Kabupaten
Grobogan. Jurnal. Vol 1. No 2].
Hartanti DS. 2010. Implikasi Penerapan Standar Operasional Prosedur (Sop)
terhadap Pendapatan Petani Mangga Gedong Gincu di Kecamatan Sedong,
Kabupaten Cirebon Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Agribisnis.
Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penerbit Swadaya. Jakarta
Kusumasari WT. 2013. Analisis Efisiensi Faktor-faktor Produksi pada Usahatani
Melon (Cucumis melo L) di Kabupaten Sragen. [Skripsi]. Fakultas Pertanian
UNS
Lisanti Y.2014. Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur
(SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat. [Skripsi]. IPB
Maya D. 2006. Analisis Efesiensi Harga Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan
Usahatani Salak Bongkok (kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang,
Sumedang). [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Departemen
Sosial-Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Musyarofah A. 2014. FAktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) oleh Petani Padi di Desa Ciherang, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen
Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
[PKBT]. Pusat Kajian Buah Tropika. Ekspor buah-buahan Indonesia. Bogor
Setiadi. 1985. Bertanam Melon Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta
Simatupang JT. 2005. Analisis Ekonomi Usahatani dan Tingkat Efisiensi
Pencurahan Tenaga Kerja pada Usahatani Melon. [Jurnal]. Ilmu Pertanian
Vol 3 No 2 (9-13).
Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi - Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor:
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Sundari MT. 2011. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Wortel di
Kabupaten Karang Anyar. [Jurnal]. SEPA : Vol. 7 No.2
Rifiana. 2012. Analisis Imbalan Faktor Produksi Usahatani Padi Sawah di
Kabupaten Banjar. [Jurnal] Vol 2 No.1.
Widianingsih, A. 2008. Analisis Usahatani dan Pemasaran Pepaya California
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok,
Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor : Program
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Verryca S. 2011. Analisis Break even point (BEP) benih melon dalam Usaha
Pembenihan di CV. Multi Global Agrondo (MGA) Kabupaten
Karanganyar. [Skripsi]. UNS
Yekti A. 2005. Efisiensi Ekonomi Usahatani Melon di Kecamatan Wedi,
Kabupaten Klaten. Jurnal Ilmu Pertanian Vol 1 No1
Zamani A. 2008. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi (Averrhoa
Carambola L). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 1 Daftar nama kelompok tani melon apollo, di Kota Cilegon 2013
Alamat
NO Nama Kelompok Ketua Kelompok Varietas
Kecamatan
1 Ipik Holani Grogol Golden Apollo
2 Majawangi Ahmad Juhri Grogol Golden Apollo
3 Temiang Sejati Satiri Citangkil Golden Apollo
4 Sondol Jaya Hasbunah Citangkil Golden Apollo
5 Makmur Jaya Haerudin Cibeber Golden Apollo
6 Sangkan Makmur Jahisan Cibeber Golden Apollo
7 Combrang Ali Musa Cibeber Golden Apollo
8 Kepindis Sahlani Pulomerak Golden Apollo
9 Harapan Tani Marjii Purwakarta Golden Apollo
10 Suka Tani Rohmani Jombang Golden Apollo
Melon Mas
11 Mashadi Masdik Jombang Golden Apollo
Gemilang
12 Taruna Karya H.Ahmad Mahmud Jombang Golden Apollo
13 Harapan Tani I Edi Sutarwan Cilegon Golden Apollo
14 Terate I Arbain Grogol Golden Apollo
15 Blok Bayur Syarifudin Citangkil Golden Apollo
16 Mutiara Hartono Purwakarta Golden Apollo
17 Kali Tegal Badri Abd. Hak Citangkil Golden Apollo
18 Kaltim H. Sunhaji Cibeber Golden Apollo
19 Jaya Muda Tani A. Arifin Cibeber Golden Apollo
20 Jama Makmur Rahmat Jombang Golden Apollo
21 Perintis Nasrudin Pulomerak Golden Apollo
22 Alam Mamur Iwan IrwanSyah Pulomerak Golden Apollo
Lampiran 2 Uji Statistik
Independent Samples Test
Levene's Test for
90% Confidence Interval of the
Equality of t-test for Equality of Means
Difference
Variances
Sig. Mean Std. Error
F Sig T Df Lowe Upper
(2-tailed) Difference Difference
Pendapatan Equal variances assumed 1.771 .208 -1.512 12 .157 -1.67939E7 1.11101E7 -3.65953E7 3.00748E6
atas Equal variances not
-1.380 6.980 .210 -1.67939E7 1.21687E7 -3.98584E7 6.27061E6
biaya total assumed
Pendapatan Equal variances assumed 3.264 .096 -1.856 12 .088 -1.99830E7 1.07657E7 -4.34395E7 3.47353E6
atas Equal variances not
-1.670 6.469 .142 -1.99830E7 1.19641E7 -4.87514E7 8.78537E6
biaya Tunai assumed
Biaya Total Equal variances assumed 2.919 .113 -2.721 12 .019 -1.09447E7 4.02179E6 -1.81127E7 -3.77670E6
Equal variances not
Biaya Tunai -2.505 7.284 .039 -1.09447E7 4.36967E6 -1.91750E7 -2.71432E6
assumed
Penerimaan
Equal variances assumed 1.322 .273 -2.835 12 .015 -1.07899E7 3.80633E6 -1.75738E7 -4.00588E6
perhektar
Equal variances not
R/C Total -2.620 7.444 .033 -1.07899E7 4.11870E6 -1.85236E7 -3.05613E6
assumed
Equal variances assumed 3.372 .091
-1.968 12 .073 -2.77386E7 1.40972E7 -5.28638E7 -2.61341E6
Equal variances not
-1.773 6.512 .123 -2.77386E7 1.56460E7 -5.77186E7 2.24139E6
assumed
Equal variances assumed .286 .602 -.816 12 .431 -.22500 .27590 -.71673 .26673
R/C Tunai Equal variances not
-.826 11.394 .426 -.22500 .27239 -.71263 .26263
assumed
Equal variances assumed 5.145 .043 1.716 12 .112 .26479 .15435 -.07151 .60109
Equal variances not
1.883 10.734 .087 .26479 .14062 -.04565 .57523
assumed
Equal variances assumed 1.409 258 -3.010 12 .011 -8450.93601 2807.18054 -14567.25699 -2334.61503
Produktivitas Equal variances not
assumed -3.211 -3.211 11.809 .008 -8450.93601 2632.13519 -14196.17342 -2705.69860
LAMPIRAN 3
Lampiran 3 Persentase R/C ratio atas biaya tunai usahatani melon petani responden,
di Kota Cilegon 2014
Usahatani yang Usahatani yang tidak
R/C Atas Biaya Menerapkan SOP Menerapkan SOP
NO
Tunai
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Petani Petani
1 0-1 0 0 1 12,5
2 1,1-2 2 33,33 4 50
3 2,01- < 3 4 66,67 3 37,5
Jumlah 6 100 8 100

LAMPIRAN 4
Lampiran 4 Persentase R/C ratio atas biaya total usahatani melon petani responden,
di Kota Cilegon 2014
Usahatani yang Usahatani yang tidak
R/C Atas Menerapkan SOP Menerapkan SOP
NO
Biaya Tunai Jumlah Jumlah
Persentase (%) Persentase (%)
Petani Petani
1. 0-1 0 0 3 37,5
2. 1,1-2 5 83,33 3 37,5
3. 2,01- < 3 1 16,67 2 25
Jumlah 6 100 8 100

Lampiran 4 komponen pendapatan usahatani melon di Kota Cilegon 2014


SOP Non-SOP
NO Komponen
Nilai (Rp/Ha) Nilai (Rp/Ha)
1 Total Penerimaan kotor (gross return) 250014185.2 145927458.7
2 Biaya Tunai 111851488.6 75273284.99
3 Biaya Diperhitungkan 26901124.78 34969200.91
4 Total Pengeluaran usahatani /total farm
138752613.4 110242485.9
expenses
5 Pendapatan bersih usahatani /net farm
111261571.8 35684972.82
income(1-4)
6 Bunga modal pinjaman 0 0
7 Bunga modal sendiri 4.87% 4.87%
8 Penghasilan bersih usahatani /net farm
111261571.8 35684972.82
earning(5-6)
9 Return to Total Capital (5-3) 78.5727593 29.40132412
10 Return to Family Labour (8-7) 104504319.5 30316163.75

Vous aimerez peut-être aussi