Vous êtes sur la page 1sur 13

Abses Mammae Sinistra pada Wanita Usia Muda

Wayan Sadhira Gita Krisnayanti


102014099
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510. Telp. (021) 5694-2061
Email : sadhiragita@ymail.com

Pendahuluan

Saat ini banyak sekali penyakit payudara yang menyerang wanita usia muda selain kanker
payudara seperti abses mammae. Abses mammae ini biasanya diderita oleh ibu yang baru
melahirkan dan menyusui. Radang ini terjadi karena si ibu tidak menyusui atau puting
payudaranya lecet karena menyusui. Kondisi ini bisa terjadi pada satu atau kedua payudara
sekaligus. Abses mammae merupakan istilah medis untuk peradangan payudara. Kondisi ini
menyebabkan payudara membengkak, merah, dan nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus,
orang-orang dengan abses payudara dapat menderita demam. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan gangguan pada payudara dapat dilakukan dengan
menggunakan tes mammogram yang disebut sebagai mammografi. Abses ini biasanya terjadi pada
wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar
1-3% wanita menyusui mengalami abses mammae pada beberapa minggu pertama setelah
melahirkan. Abses mammae merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh sekaligus mudah untuk
kambuh. Peluang kekambuhan bagi yang pernah mengalaminya berkisar di antara 40-50 persen.

Anamnesis

Anamnesis yaitu suatu proses wawancara dua arah antara dokter dengan pasiennya untuk
mendapatkan informasi mengenai keluhan yang membuatnya datang ke dokter. Anamnesis bisa
dilakukan secara autoanamnesis (langsung) ataupun alloanamnesis (tidak langsung). Pada
anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat.

Penyakit pada payudara bisa menimbulkan keluhan benjolan nyeri, ruam, sekret dari puting, atau
gejala sistemik (misalnya demam pada abses payudara atau penurunan berat badan dan nyeri
punggung pada kanker payudara metastatik).1

Anamnesis yang bisa ditanyakan:1

a. Keluhan Utama: Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan payudara kiri yang membengkak
dan terasa nyeri.

b. Riwayat penyakit sekarang: Kita menanyakan keluhan di payudara dan sekitar ketiak. Ada
tidaknya benjolan di payudara, apakah membesar atau tidak dan bila membesar bagaimana
kecepatan tumbuhnya serta adakah rasa sakit di ketiak. Rasa sakit nyeri atau berhubungan dengan
menstruasi. Cairan keluar dari puting, berdarah atau tidak. Puting retraksi, meninggi, atau melipat.
Perubahan kulit di payudara, borok atau ulserasi. Apa terdapat nanah dan apa ada demam, batuk
atau flu.

c. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien dan keluarganya; apakah klien dahulu pernah
menderita sakit seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas
tinggi. Apakah sebelumnya pernah melakukan biopsi atau operasi, mamografi, radioterapi, atau
mamoterapi payudara , apakah sekarang mengkonsusmsi obat-obatan, hormon, termasuk pil KB
dan sudah berapa lama.

d. Riwayat reproduksi: kapan haid terakhir, usia menarche, frekuensi dan lama menstruasi, teratur
atau tidak. Jumlah kehamilan, anak laki-laki atau perempuan, riwayat abortus. Riwayat menyusui,
lamanya menyusui. Usia menopause, sudah berapa lama menopause. Cara KB yang dipakai,
apakah pil KB / injeksi / IUD / kondom / cara sistem kalender.

e. Riwayat penyakit keluarga: Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita
penyakit seperti klien saat ini atau sehubungan dengan penyakit kanker lain (Ca ovarium, Ca rekti,
sarkoma jaringan lunak).
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup kesan
keadaan sakit, kesadaran pasien serta status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan umum maka
dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut yang memerlukan pertolongan segera
atau pasien dalam keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru
dilakukan pertolongan.2

Tanda-tanda vital asien juga harus diperiksa yang mencakup frekuensi nadi, tekanan
darah, frekuensi pernafasan, dan suhu yang di sesuaikan dengan batas normal. Suhu tubuh manusia
yang normal adalah 36-370C; Tekanan darah 120/80 mmHg; Frekuensi nadi yang normal 80 kali
permenit; Frekuensi pernapasan yang normal 16-24 kali permenit.2

Pemeriksaan payudara, sebelum memeriksa payudara wanita, pemeriksa harus memiliki


pendamping. Idealnya pendampingnya adalah seorang wanita. Pasien harus membuka seluruh
pakaiannya hingga ke pinggang dan duduk di tepi kursi dengan kedua lengan di samping. 3

Inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian, inspeksi
dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, ukuran, simetri, warna kulit, lekukan, retraksi papila,
adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling) akan
terlihat lebih jelas bila pasien diminta untuk mengangkat lengannya lurus ke atas.5 Pada puting
payudara dilihat kesimetrisan, apakah mengalami eversi, datar, atau inversi, berskuama,
mengeluarkan cairan. Pada aksila, pasien diminta untuk meletakkan kedua tangan mereka di
kepala dan ulangi proses inspeksi. Beri perhatian khusus pada setiap asimetri atau cekungan kulit
yang terlihat. Periksa aksila untuk massa atau perubahan warna.3

Palpasi, Tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada nyeri spontan atau nyeri
tekan, dan periksa daerah tersebut terakhir. Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang
berbaring dengan bantal yang tipis di punggung sehingga payudara terbentang rata. Palpasi
dilakukan dengan ruas pertama jari telunjuk, tengah, dan manis yang digerakkan perlahan-lahan
tanpa tekanan pada setiap pada setiap kuadran payudara dengan alur melingkar atau zig-zag. Pada
sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan.
Bila teraba benjolan maka uraikan benjolan tersebut. Selain perabaan benjolan, palpasi juga
berguna untuk mengetahui benjolan apakah melekat ke kulit atau ke dinding dada atau mobile
(dapat digerakkan). Minta pasien untuk memberi tahu Anda jika timbul nyeri selama pemeriksaan.
Pemijatan halus puting susu dilakukan untuk mengetahui adanya pengeluaran cairan, berupa darah
atau bukan. Bila sekret seperti susu, seosa, atau hijau-coklat hampir selalu jinak, namun bila
pengeluaran darah dari puting payudara diluar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan, seperti karsinoma, papiloma di salah satu duktus, dan kelainan yang disertai ekstasia
duktus. Perabaan aksila misalnya sebelah kanan, abduksi lengan kanan pasien dan topanglah di
pergelangan tangannya dengan tangan kanan sementara tangan kiri memeriksa ketiak pasien. Bila
teraba adanya kelenjar limfe, uraikan kelenjar limfe tersebut serta apakah terdapat nyeri.3, 4

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TTV dalam batas normal, namun ditemukan adanya
benjolan pada kuadran lateral bawah dari payudara kiri dengan ukuran 4x3cm, hiperemis, hangat,
teraba fluktuasi serta nyeri tekan.

Pemeriksaan Penunjang

Pada penderita abses biasanya dianjurkan untuk melakukan 3 pemeriksaan, yaitu:

1) Pemeriksaan darah:
- Peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Mammografi: pemeriksaan payudara menggunakan sinar X yang dapat memperlihatkan
kelainan pada payudara dalam bentuk terkecil yaitu mikrokalsifikasi. Mikrokalsifikasi adalah
deposit-deposit kecil kalsium dalam jaringan payudara yang terlihat sebagai titik-titik kecil
putih di sekitar jaringan payudara. Mikrokalsifikasi yang dicurigai sebagai tanda kanker
adalah titik-titik yang sangat kecil, dan berkumpul dalam suatu kelompok (cluster). Massa
yang tampak pada mammogram dapat disebabkan oleh kanker atau bukan kanker, tetapi untuk
memastikan biasanya dilakukan biopsi. Massa yang tampak dapat berupa massa padat atau
kistik (berongga dan berisi cairan).3
3) USG payudara: pemeriksaan payudara menggunakan gelombang suara. USG dapat
membedakan benjolan berupa tumor padat atau kista. USG biasa digunakan untuk
mengevaluasi masalah payudara yang tampak pada mammogram dan lebih direkomendasikan
pada wanita usia muda (di bawah 30 tahun). Pemeriksaan USG saja tanpa mammografi tidak
direkomendasikan untuk deteksi kanker payudara. Tetapi dengan kombinasi USG dan
mammografi, kelainan pada payudara dapat ditentukan dengan lebih akurat. USG saat ini
cukup banyak dilakukan karena tidak bersifat invasif dan tidak semahal pemeriksaan lainnya.
Tetapi, efektifitas pemeriksaan USG sangat tergantung dari pengalaman dan keahlian
operator. Dilakukan pemeriksaan USG pada abses untuk melihat apakah ada cairan pada
mammae pasien tersebut.3
4) Isolasi Bakteri yaitu biakan postif yang ditemukan merupakan standar penting untuk
mendiagnosa Abses payudara ini. Spesimen dapat di kultur dari ASI. Spesimen yang ditanam
di cawan agar darah membentuk koloni yang khas dalam 18 jam pada suhu 37oC, tetapi tidak
menghasilkan pigmen dan hemolisis sampai beberapa hari kemudian. S. aureus
memfrementasikan manitol. Biakan ASI penting untuk diagnostik serta penatalaksanaan.
Sehingga antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Lakukan pemeriksaan
darah lengkap, biakan darah dan pemeriksaan laboratorium bila diperlukan.5,6,7

Diagnosis Banding
Mastitis Sinistra
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau
melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis purpuralis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin
juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi
tindakan yang adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis.8

Penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Stasis ASI terjadi jika ASI tidak
dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada
payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada
saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Organisme
yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme koagulase-
positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus
kadang-kadang juga ditemukan.8
Selain pembesaran berat, precursor tanda dan gejala mastitis biasanya tidak ada sebelum
akhir minggu pertama pasca partum. Setelah masa itu, wanita mungkin mengalami gejala-gejala
berikut: Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi menyusu. Gejala
seperti flu : nyeri otot, sakit kepala, keputihan. Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara.
Tanda dan gejala actual mastitis meliputi : Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 - 40oC.
Peningkatan kecepatan nadi, menggigil, malaise umum, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak,
inflamasi, area payudara keras, kemerahan dengan batas jelas. Biasanya hanya satu payudara,
terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat
bayi menolak menyusu karena ASI terasa asi. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak. 8

Diagnosis Kerja

Abses Payudara

Abses payudara adalah area kemerahan (efek peradangan), nyeri tekan serta pengerasan
yang timbul di payudara saat sedang menyusui. Bakteri yang paling umum dijumpai pada abses
adalah Staphylococcus aureus. Infeksi payudara pada wanita yang tidak sedang menyusui jarang
terjadi.9

Abses ini terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnyaperadangan. Harus


dibedakan antara abses dan mastitis. Gejalanya adalah pasien tampak lebih parah sakitnya,
payudara lebih merah mengkilap, benjolan lebih lunak karena berisi nanah. Sehingga kasus ini
perlu di rujuk ke dokter ahli untuk dilakukan insisi dan mengeluarkan nanah. Pada abses payudara
perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan analgesik. Sementara bayinya hanya disusukan tanpa
dijadwal pada payudara yang sehat saja. Sedangkan ASI dari payudara yang sakit diperas
sementara (tidak disusukan). Setelah sembuh bayi bisa disusukan kembali.10

Etiologi

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang
normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam
saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu). Infeksi terjadi
khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya
pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan
nanah. Abses payudara bisa terjadi disekitar puting, bisa juga diseluruh payudara.11

Epidemiologi

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu
telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.7

Patofisiologi

Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya
infeksi.6

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan
dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Ketika ASI tidak dikeluarkan sepenuhnya sewaktu
menyusui, sisa ASI terperangkap di dalam salurannya dan menyebabkan terjadinya peradangan
yang dikenal sebagai mastitis. Peradangan akan meningkatkan resiko infeksi bakteri selanjutnya
pada saluran tersebut.6,12

Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang pecah. Ketika bakteri
memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh akan berusaha untuk melawan bakteri-
bakteri tersebut dengan mengirim sel-sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada proses
pembunuhan bakteri-bakteri, beberapa jaringan dapat mengalami kerusakan membentuk suatu
kantung kecil yang akan diisi oleh nanah (campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel darah
putih) dan membentuk abses payudara.6, 12

Manifestasi klinik

Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau
syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya : 8

1. Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan adanya
nyeri tekan).
2. Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu
benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit
diatasnya menipis.
3. Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.
4. Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)
5. Gatal-gatal
6. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena.

Penatalaksanaan

Non Medika Mentosa

Pada abses payudara perlu dirujuk ke dokter ahli yang dapat dilakukan adalah insisi abses,
yang biasanya memerlukan anestesi umum. Pada kasus yang dini, insisi tunggal pada bagian yang
paling berfluktuasi biasanya cukup, namun abses multipel membutuhkan beberapa insisi dan
mengganggu lokulasi. Kavitas yang terbentuk diisi dengan gumpalan kasa secara longgar yang
harus diganti setelah 24 jam dengan gumpalan yang lebih kecil. Alternatif yang kurang invasif
adalah aspirasi jarum yang dipandu dengan sonografik menggunakan anestesia lokal yang
mempunyai angka keberhasilan 80-90%. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai
dengan jenis kumannya.10,12

Medika Mentosa

1. Antibiotik Dosis Tinggi

Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, namun ibu dianjurkan
untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah
dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu
paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan
flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering
menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi
terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan
klindamisin. 12
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 14 hari. Biasanya ibu menghentikan
antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya
mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina. 12

2. Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam
proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesik yang
dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan
gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen.
Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan
untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.12

Edukasi
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting karena stasis ASI merupakan masalah yang
biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari
payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi
payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila
sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan.
Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.

Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat
terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir
terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang
terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan
menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui
dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang
melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak
atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu
melancarkan aliran ASI.12
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di
rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu
mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk
mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman.
Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu.12

Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat
membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses
menyusui terus berlangsung.12

Pencegahan10

1. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui.
2. Setelah menyusui, puting susu diolesi kembali dengan ASI dan biarkan kering dengan
sendirinya (dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A dan D)
3. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara
4. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
5. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
6. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada
puting susu.
7. Minum banyak cairan
8. Menjaga kebersihan puting susu
9. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui

Komplikasi8

Cacat payudara
Mengalami kesulitan dalam pemberian ASI
Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk sepsis
Nyeri payudara yang kronis
Pembentukan jaringan parut pada jaringan payudara

Prognosis
Prognosis untuk kasus ini baik bila segera dilakukan insisi abses dan pemberian antibiotik
yg adekuat serta analgetik yang diindikasikan untuk ibu menyusui. Jika penderita datang dengan
keadaan payudara membengkak dan belum demam, apabila dilakukan terapi dengan adekuat maka
terjadinya abses dapat dicegah. Akan tetapi, jika sudah menjadi abses payudara (keadaan yang
lebih parah dan terdapat benjolan fluktuasi yang teraba lunak seperti berisi cairan), penderita harus
segera ditangani dengan diberikan antibiotik dan analgetik secara teratur sehingga abses tersebut
cepat sembuh, dan tidak pecah spontan. Jika abses tersebut mengalami pecah spontan, maka
penyembuhan dari payudara tersebut memakan waktu yang lama karena terbentuknya fistel yang
sukar sembuh.10

Kesimpulan

Hipotesis diterima. Wanita tersebut menderita abses mammae. Diagnosis ditentukan


dengan dilihat dari gejala klinis pasien dimana terdapat peradangan pada payudara dan juga
terdapat fluktuasi positif. Abses mammae merupakan mastitis yang tidak mendapat penanganan
yang baik sehingga terjadi abses. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang baik untuk
mencegah komplikasi buruk terjadinya abses pada payudara. Dengan pengobatan antibiotik dan
juga di insisi atau drainase maka prognosisnya juga akan baik.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 34.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Simbadibrata M, Setiati S. Buku ajar:
Ilmu penyakit dalam. Edisi-5. Jilid 1. Jakarta: Internal Publishing. h. 29, 31-2
3. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford: Pemeriksaan fisik dan ketrampilan praktis.
Jakarta: EGC; 2012. h. 372-83.
4. Sjamsuhidajat R. De jong: Buku ajar ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2010. h. 471-5
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick, Adelberg.
Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 225-6
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams.
Volume 1. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2012. h. 681-3.
7. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku: Obstetri dan ginekologi. Edisi-9. Jakarta: EGC. 2008. h. 286,
491
8. Morgan G, Hamilton C. Obstetri dan ginekologi panduan praktis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2009.h. 238-41.
9. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange: Current medical diagnosis & treatment.49th ed. New york: Mc
Graw Hill. p. 651-2, 720-1.
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi-
3. Jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius; 2001.h.324-5.
11. Taber BZ. Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2007.h. 98-103.
12. Alasiry E. Mastitis: Pencegahan dan penanganan. 26 Agustus 2013. Diunduh
dari:http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-

Vous aimerez peut-être aussi