Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
The Correlation between Education Degree and Activity Daily Living with Dementia
among Elderly at Nursing Home
Abstract
Background: In 2000, the level of prevalence and incidence of dementia in Indonesia 606.100 people and
191.400 people. In the year 2020 is predicted to increase by 1.0168 million people and 314.100 people
(Alzheimer's Disease International, 2006). The increase in the prevalence and incidence of dementia is a
challenge for health care providers see their impact.
Objective : This study aims to identify the determinants of dementia among elderly at Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Region of DKI Jakarta in 2013.
Methods: Non-experimental research design and cross-sectional approach with multiple regression linear
as multivariate analysis have done with 120 elderly.
Results: The results show that there were significant effect between education status and activity daily
living (ADL) with dementia (pvalue: 0.012 and 0.038). The multivariate analysis shows that the most
significant effect of dementia is education status (Beta:0.258).
Conclusion: Expected for PSTW to improving and maintaining intellectual function for the elderly with
activities as remembering, talking, thinking, doing something in order to be more independently and
productive.
Abstrak
Latar Belakang: Jumlah kasus dan kejadian demensia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 606.100
orang dan 191.400 orang. Pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat sebanyak 1.016.800 orang dan
314.100 orang (Alzheimers Disease International, 2006). Peningkatan jumlah kasus dan kejadian demensia
menjadi tantangan bagi pemberi pelayanan kesehatan melihat dampak yang ditimbulkannya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
demensia pada lansia.
Metode: Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental (observasional) dengan pendekatan cross sectional.
Analisis multivariat menggunakan regresi linear ganda. Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang
ada di Panti Sosial Tresna Werdha Wilayah DKI Jakarta dengan sampel berjumlah 120 responden.
Hasil: Ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan demensia (p=0,012) dan ada hubungan
bermakna antara Activity Daily Living dengan demensia (p=0,038). Model multivariat menunjukkan nilai
koefisien determinasi 0,101 artinya kedua faktor tersebut yaitu tingkat pendidikan dan Activity Daily Living
dapat menjelaskan variasi variabel demensia sebesar 10,1 % dan pada uji F menunjukkan kedua variabel
tersebut secara signifikan dapat memprediksi variabel demensia. Faktor yang paling besar pengaruhnya
terhadap demensia adalah tingkat pendidikan (Beta = 0,258).
Kesimpulan: Untuk tetap meningkatkan dan mempertahankan fungsi mental lansia dapat dilakukan
kegiatan mengingat, berbicara, berpikir, berperilaku dan melakukan berbagai pekerjaan agar lansia dapat
tetap mandiri dan produktif.
Naskah masuk: 9 Januari 2015, Review: 16 Februari 2015, Disetujui terbit: 23 Maret 2015
45
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
46
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
menandakan bahwa deteksi dini demensia rest/ sakit dan berjenis kelamin perempuan;
pada lansia belum menjadi prioritas. ada lansia yang tidak bersedia dikarenakan
mau istirahat/ tidur, sedang pergi keluar, atau
METODE karena sedang melakukan aktivitas lain
seperti berkebun.
Jenis penelitian ini adalah non-eksperimen Instrumen data memuat karakteristik lansia;
(observasional) dengan pendekatan cross
status fungsional lansia (Basic Activity Daily
sectional yang bertujuan untuk mendapatkan
Living/BADL menggunakan Katz Indeks
gambaran hubungan di antara variabel
(Katz, et.al.,1970) terdiri dari 6 item yang
independen terhadap variabel dependen yaitu
mengukur kemandirian dan ketergantungan
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama
tinggal di panti, tipe ketergantungan, lansia dalam aktivitas sehari-hari yang
merokok, minum beralkohol, hipertensi, sifatnya dasar yaitu mandi, berpakaian,
diabetes, hiperkolesterol, obesitas, dan ADL toileting, berpindah tempat, buang air dan
lansia dengan demensia. Analisis data makan; dan penilaian demensia
dilakukan dengan analisis univariat, bivariat, menggunakan MMSE (Mini Mental State
dan multivariat. Examination) yang dimodifikasi dari
Folstein, 1975 yang terdiri dari 11 item
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pertanyaan dengan skor tertinggi 30.
lansia yang berada di 4 Panti Sosial Tresna Penilaiannya berupa orientasi, registrasi
Werdha (PSTW) Wilayah Pemda DKI motorik, perhatian dan kalkulasi, recalling,
Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi yaitu bahasa dan copying. Instrumen MMSE
berusia 60 tahun ke atas, dapat membaca dan diujicobakan terhadap 30 lansia yang
menulis, serta bersedia menjadi responden. memiliki karakteristik hampir sama dengan
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini
responden penelitian. Uji validitas dan
adalah lansia yang sakit/ bedrest dan lansia
reliabilitas instrumen menggunakan pearson
yang tidak dapat berkomunikasi. Sampel
product moment dengan hasil nilai alpha
penelitian didapatkan 120 lansia dari jumlah
Cronbach_0,659.
keseluruhan lansia dari 4 panti yaitu kurang
lebih 520 lansia. Sebagian lansia yang tidak Uji yang digunakan seperti pada tabel 1.
masuk dalam penelitian dikarenakan kurang
lebih 50 % lansia ketergantungan penuh/ bed
47
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
48
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
Tabel 4. Distribusi Demensia Pada Lansia Tabel 5. Distribusi Penilaian Demensia Pada
Lansia
Demensia Frekuensi Persentase (%)
Skor Skor Rata-
1.Ya 33 27,5 95 % CI
Minimum Maksimum rata Skor
2.Tidak 87 72,5
Jumlah 120 100 17 30 25,34 24,74 25,94
49
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
menunjukkan hasil uji statistik yang berpendidikan rendah yaitu tidak tamat SD/
diperoleh p value= 0,012, yang berarti ada SMP dan hanya tamat SD/SMP mempunyai
hubungan bermakna antara tingkat peluang 10,831 kali untuk demensia
pendidikan dengan demensia. Dari nilai OR dibandingkan dengan lansia yang
dapat disimpulkan bahwa lansia yang berpendidikan tinggi (lulus SMA/ PT).
Pada tabel 7. Proporsi lansia yang menderita % dibandingkan dengan yang tidak
hipertensi mengalami demensia sebesar 30,4 hipertensi mengalami demensia 25,0 %. Dari
50
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
hasil uji statistik didapatkan p value 0,652 Proporsi lansia yang pernah minum
yang berarti tidak ada hubungan bermakna beralkohol mengalami demensia sebesar 41,7
antara hipertensi dengan demensia. Dari nilai % dibandingkan dengan yang tidak minum
OR dapat disimpulkan bahwa lansia beralkohol mengalami demensia 25,9 %.
hipertensi berpeluang 1,308 kali mengalami Dari hasil uji statistik didapatkan p value
demensia. 0,413 yang berarti tidak ada hubungan
Proporsi lansia yang menderita diabetes bermakna antara minum beralkohol dengan
mengalami demensia sebesar 26,7 % demensia. Dari nilai OR dapat disimpulkan
dibandingkan dengan yang tidak diabetes bahwa lansia yang pernah minum beralkohol
mengalami demensia 27,6 %. Dari hasil uji berpeluang 2,041 kali mengalami demensia.
statistik didapatkan p value 1,000 yang
berarti tidak ada hubungan bermakna antara Tabel 8 menunjukkan nilai korelasi (r) =
diabetes dengan demensia. Dari nilai OR 0,189 yang berarti hubungan kejadian
dapat disimpulkan bahwa lansia diabetes demensia dengan ADL (Activity of Daily
berpeluang 0,953 kali mengalami demensia. Living) seperti aktivitas mandi, berpakaian,
Proporsi lansia yang menderita ke WC, berpindah, buang air dan makan
hiperkolesterol mengalami demensia sebesar menunjukkan hubungan yang lemah dan
21,4 % dibandingkan dengan yang tidak berpola positif artinya semakin bertambah
menderita hiperkolesterol mengalami berat demensianya maka semakin tinggi
demensia 28,3 %. Dari hasil uji statistik ketergantungannya dalam melakukan ADL.
didapatkan p value 0,824 yang berarti tidak Hasil uji statistic diperoleh nilai p value =
ada hubungan bermakna antara 0,038 yang berarti ada hubungan bermakna
hiperkolesterol dengan demensia. Dari nilai antara ADL dengan demensia.
OR dapat disimpulkan bahwa lansia
Tabel 8. Hubungan ADL lansia dengan demensia
hiperkolesterol berpeluang 0,691 kali
P Nilai r N
mengalami demensia.
value (Pearson
Proporsi lansia yang menderita obesitas Correlation)
mengalami demensia sebesar 28,6 % 0.038 0.189 120
dibandingkan dengan yang tidak obesitas
mengalami demensia 27,4 %. Dari hasil uji Analisis Multivariat
statistik didapatkan p value 1,000 yang
berarti tidak ada hubungan bermakna antara Pemilihan kandidat variabel multivariat
obesitas dengan demensia. Dari nilai OR dilakukan dengan menghubungkan semua
dapat disimpulkan bahwa lansia obesitas variabel independen dengan variabel
berpeluang 1,062 kali mengalami demensia. dependen menggunakan uji regresi linear
Proporsi lansia yang memiliki kebiasaan ganda. Variabel independen yang menjadi
merokok mengalami demensia sebesar 25,5 kandidat untuk dimasukkan kedalam model
% dibandingkan dengan yang tidak merokok multivariat adalah yang memenuhi syarat p
mengalami demensia 28,8 %. Dari hasil uji value kurang dari 0,25. Berdasarkan hasil
statistik didapatkan p value 0,859 yang analisis, didapatkan 4 variabel yang
berarti tidak ada hubungan bermakna antara memenuhi syarat masuk ke dalam model
merokok dengan demensia. Dari nilai OR multivariat. Adapun hasil analisis dapat
dapat disimpulkan bahwa lansia perokok dilihat pada tabel 9 bawah_ini.
berpeluang 0,849 kali mengalami demensia.
Proporsi lansia yang mandiri sebagian dalam Tabel 9. Hasil analisis multivariat hubungan
melakukan aktivitas sehari-hari mengalami variabel independen dengan variabel dependen
demensia sebesar 50,0 % dibandingkan No Variabel Independen P value
dengan yang mandiri mengalami demensia 1 Usia 0,127
25,9 %. Dari hasil uji statistik didapatkan p 2 Tingkat pendidikan 0,012
value 0,213 yang berarti tidak ada hubungan 3 Tipe ketergantungan 0,213
bermakna antara tipe ketergantungan dengan 4 ADL 0,038
demensia. Dari nilai OR dapat disimpulkan
bahwa lansia yang mandiri sebagian
berpeluang 2,862 kali mengalami demensia.
51
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
52
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
hiperkolesterol, obesitas, merokok, tipe Pada hasil menunjukkan bahwa lansia yang
ketergantungan, minum beralkohol dengan pernah minum beralkohol mempunyai
kejadian demensia pada lansia (lihat tabel 6 peluang 2,041 kali untuk demensia dimana
dan 7). Tetapi, berdasarkan nilai OR bahwa hal ini mendukung pernyataan Weyerer dari
usia 65 tahun berpeluang untuk demensia Central Institute of Mental Health di
dimana hasil ini mendukung hasil WHO Mannheim Jerman seperti dikutip dari
tahun 2000 yang menyatakan bahwa www.antaranews.com bahwa
prevalensi demensia terjadi pada 1 dari 10 penyalahgunaan alkohol jangka panjang
lansia yang berumur di atas 65 tahun merugikan fungsi ingatan dan dapat
(12,3%), dimana insiden demensia mencapai menyebabkan penyakit neurodegeneratif dan
15%, dan meningkat dua kali setiap kenaikan yang mengonsumsi alkohol memiliki
umur lima tahun dan pada usia 85 tahun ke kecenderungan terkena demensia 30 % lebih
atas diperkirakan 50% lansia akan sedikit secara keseluruhan dan 40 % lebih
mengalami demensia. Pendapat Roan (2009, sedikit menderita penyakit Alzheimer
dalam Happy, 2009) juga menyatakan bahwa daripada mereka yang tidak mengonsumsi
demensia dapat terjadi pada setiap umur alkohol. Tidak ada perbedaan signifikan
lansia, tetapi lebih banyak pada lansia untuk yang terlihat berdasarkan jenis minuman
rentang umur 65-74 tahun (5%) dan 40% beralkohol yang dikonsumsi.
bagi yang berumur >85 tahun.
Ada hubungan bermakna antara ADL dengan
Rekawati (2002) yang menyatakan bahwa demensia (p value = 0,038) dimana hasil ini
perempuan mempunyai risiko terjadinya menyatakan bahwa semakin lansia
kepikunan sebesar 1,393 kali atau tiga kali mengalami demensia yang berat maka
lipat dibandingkan dengan laki-laki dan semakin tinggi ketergantungannya dalam
hampir sama dengan hasil penelitian ini yang melakukan ADL (lihat tabel 8). Hasil ini
menunjukkan bahwa lansia perempuan sesuai dengan penelitian Muharyani (2010)
berpeluang 1,158 kali untuk terjadinya yang mendapatkan hasil bahwa pada lansia
demensia. demensia terdapat gangguan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) dalam
Hasil juga menunjukkan bahwa lansia
hal aktivitas mandi (30,3 %); berpakaian
hipertensi mempunyai peluang 1,308 kali
(42,4 %); ke WC/ toilet (48,5 %); berpindah
untuk terjadinya demensia mendukung
(54,5 %); buang air (30,3 %), dan makan
pendapat Ridley (2012 dalam
(54,5 %). Penelitian Maryam (2012) juga
www.wartanews.com) dari lembaga Riset
menyatakan bahwa proporsi lansia yang
Alzheimer Inggris yang mengatakan bahwa
memerlukan bantuan dalam BADL yaitu
ada hubungan rokok dan tekanan darah
mandi, berpakaian, ke WC, berpindah, buang
tinggi dengan risiko penurunan kognitif yang
air dan makan, berpeluang lebih besar (63,8
besar dan demensia sehingga harus
%) menimbulkan beban dalam merawat
menyadari pentingnya untuk melakukan
lansia dibandingkan lansia yang mandiri
perubahan gaya hidup karena merokok,
(47,5 %) karena ada hubungan bermakna
tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan
antara Basic ADL dengan beban merawat
kelebihan berat badan adalah buruk untuk
dan lansia yang memerlukan bantuan dalam
jantung.
Basic ADL berpeluang 1, 512 kali
Penelitian neurology pada Mei 2011 dari menimbulkan beban tinggi bagi keluarga
www.healthokezone.com membuktikan dalam merawat lansia dibandingkan dengan
hubungan antara BMI (Body Mass Index) lansia yang mandiri dalam melakukan ADL.
atau indeks massa tubuh tinggi dan Ada hubungan bermakna antara tingkat
peningkatan risiko demensia dimana peneliti pendidikan dengan demensia (p value =
menemukan bahwa orang-orang dengan 0,012) dimana lansia yang berpendidikan
demensia > 70 % memiliki berat badan rendah mempunyai peluang 10,831 kali
berlebih. Hal itu sesuai dengan hasil untuk terjadinya demensia dibandingkan
penelitian yang menunjukkan bahwa lansia dengan lansia yang berpendidikan tinggi
obesitas berpeluang 1,062 kali untuk (lihat tabel 6). Hasil ini memperkuat hasil
demensia. penelitian Rekawati (2002) yang menyatakan
bahwa lansia yang berpendidikan rendah
53
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
54
Hubungan Tingkat Pendidikan.(Raden Siti Maryam, Tien Hartini, Sumijatun)
tahun 2001. Tesis tidak dipublikasikan. 2002. 14. Manfaat pendidikan tinggi bisa mencegah
Universitas Indonesia. pikun dari http://www.108csr.com/, diakses
10. Setyopranoto dan Lamsudin. Kesepakatan
tanggal 27 November 2013.
penilaian Mini Mental State Examination
(MMSE) pada penderita stroke iskemik akut 15. Alkohol mencegah demensia? Dari
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berkala http://www.antaranews.com/print/259791/
NeuroSain, 1999; Vol.1,1,73-76. diakses tanggal 28 November 2013.
11. Sri Kuntjoro, Z. Gangguan Psikologis dan 16. Prevalensi demensia akan meningkat drastis
Perilaku pada Demensia dari http://www.e- dari http://www.dw.de/prevalensi-demensia-
psikologi.com/epsi/search.asp. Diakses akan-meningkat-drastis/a-15974243, diakses
tanggal 13 Desember 2013. tanggal 28 November 2013.
12. Turana, Mayza dan Luwempouw. 17. Bahaya merokok bisa memuat otak busuk
Pemeriksaan Status Mini Mental pada Usia dari http://www.wartanews.com/lifestyle/
Lanjut di Jakarta. Medika, 2004; Vol. 30, 9, diakses tanggal 28 November 2013.
563-568. 18. 10 gejala awal demensia.
http://www.sehatnews.com/mobile/disease/2
13. Wanita lebih berisiko demensia dari
1199-kenali-10-gejala umum-demensia-
http://www.tempo.co/read/news/2012//Wani
alzheimer.html dari www.alz.org, diakses
ta-Lebih-Berisiko-Terkena-Demensia,
tanggal 6 Desember 2013.
diakses tanggal 27 November 2013.
19. WHO. 2000. Diakses dari
www.pdpersi.co.id pada tanggal 11 Juni
2013.
55