Vous êtes sur la page 1sur 9

ACTIVITY BASED COSTING DAN JUST IN TIME

A. Activity Based Costing (ABC)

ABC merupakan kependekan dari activity based costing (pembiayaan atau penetapan biaya berdasarkan
aktivitas). Karena istilah ini bagi kalangan akademisi dan para manajemen puncak sudah cukup popular
maka istilah ABC tidak akan diterjemahkan akan tetapi masih tetap dipakai sebagaimana adanya
(aslinya).

Munculnya konsep ABC karena sistem ABT (akuntansi biaya tradisional) tidak menghubungkan aktivitas
pendukung dengan produk yang diproduksi. Di dalam konsep ABC, biaya tidak secara langsung dikaitkan
dengan produk akan tetapi biaya dikaitkan dengan aktivitas terlebih dahulu dan biaya aktivitas ini
akhirnya juga dikaitkan dengan biaya pokok suatu produk. Di dalam sistem ABT (akuntansi biaya
tradisional), alokasi dilakukan dengan menggunakan metode langsung yang mengalokasikan biaya
departemen jasa ke departemen produksi dengan mengabaikan kemungkinan beberapa aktivitas dari
departemen jasa yang mungkin juga masih bermanfaat kepada departemen jasa yang lain dan kemudian
dalam tahap berikutnya kemudian menambahkan kepada departemen produksi dan dari departemen
produksi dibedakan kepada masing-masing produk yang dihasilkannya.

1. Pengertian Activity Based Costing (ABC)

Menurut Kusnadi dkk. dalam buku Akuntansi Manajemen Komprehensif Tradisional dan Kontemporer,
ABC secara garis besar didefinisikan sebagai suatu sistem penetapan biaya pokok dimana banyak
kumpulan biaya overhead dialokasikan dengan mempergunakan dasar yang dapat mencakup satu atau
lebih faktor yang terkait dengan volume.

Dalam kamus istilah ekonomi activity based costing (ABC) merupakan pendekatan penghitungan analisis
biaya yang membantu manajemen untuk menganalisis dasar perhitungan biaya secara lebih bermanfaat,
menginformasikan aktivtas seluruh bagian organisasi yang memberikan gambaran lebih jelas terhadap
hubungan antara aktivitas dan biaya, selain itu, ABC merupakan dasar upaya untuk memahami pola
perilaku seluruh jenis biaya organisasi yang menghubungkan biaya operasi dalam sebuah rantai nilai
agar manajemen mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong terjadinya pengeluaran serta
memfokuskan diri pada jenis biaya kunci dan selanjutnyamengelola biaya tersebut secara lebih efektif.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa activity based costing merupakan
pendekatan yang dilakukan untuk penentuan harga pokok produk yang ditujukan untuk menyajikan
informasi harga pokok produk secara cermat dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya
dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.
2. Tingkatan Biaya dan Pengendara Biaya

ABC mengidentifikasi berbagai aktivitas, biaya aktivitas dan pengendara biaya pada seluruh tingkatan
yang berbeda pada suatu lingkungan produksi. Dalam lingkungan produksi, ABC membagi ke dalam
empat tingkatan yaitu:

a. Tingkatan Unit

Biaya pada tingkatan unit adalah biaya yang akan bertambah besar jika produksi ditingkatkan. Biaya ini
merupakan satu-satunya biaya yang dapat dialokasikan secara akurat terhadap setiap unit sebanding
dengan volumenya. Contoh biaya dari tingkat unit ini adalah biaya listrik jika mesin menggunakan listrik
di dalam memproduksi produk dan biaya tenaga kerja pemeriksa jika setiap unit yang diproduksi harus
diperiksa oleh tenaga kerja. Biaya ini merupakan biaya variable ini yang sangat berfluktuasi sejalan
dengan fluktuasi produksi. Pengendara tingkat unit (unit tingkat drivers) adalah ukuran dari berbagai
aktivitas yang bervariasi terhadap volume produksi.

b. Tingkatan Batch

Tingkatan agregasi yang lebih tinggi berikutnya adalah tingkatan batch. Biaya tingkat batch adalah
semua biaya yang timbul karena disebabkan oleh jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Contohnya
biaya tingkat batch ini adalah biaya tatanan produksi atau biaya pendirian dan biaya penanganan bahan-
bahan yang akan dimasukkan kedalam proses produksi. Jika biaya pesanan muncul dari pemasok karena
adanya batch maka sebagian biaya untuk mendapatkan bahan akan berada biaya pada tingkatan batch.
Jika unit pertama yang seringkali dijadikan sampel deperiksa maka biaya pemeriksaan ini juga termasuk
biaya pada tingkatan batch.

c.Tingkatan Produk

Tingkatan ini merupakan tingkatan yang lebih tinggi lagi dan berada pada satu tingkatan di atas
tingkatan batch. Biaya pada tingkatan produk adalah semua biaya yang timbul karena digunakan untuk
mendukung jumlah yang berberda-beda dari produk yang diproduksi. Tingkatan ini tidak depengaruhi
oleh produksi dan oleh penjualan batch atau unit. Contohnya dari biaya tingkatan produk ini adalah
serta merekayasa produk, biaya pengembangan produk, membuat proto tipe produk serta merekayasa
produksi. Jika tenaga kerja yang ditugaskan untuk memproduksi perlu menjalani latihan sebelum
melakukan aktivitas produksi maka biaya latihan ini akan dimasukkan sebagai biaya tingkatan produk.
d. Tingkatan Pabrik (Plant Level)

Beberapa tingkat biaya dan pengendara (drivers) dapat muncul diatas tingkat produk. Hal ini meliputi
tingkat lini produk, tingkat proses dan tingkat pabrik. Sebagian besar aplikasi ABC menyadari hanya satu
tingkat yaitu tingkat pabrik (plant tingkat). Biaya tingkat pabrik (plant tingkat cost) adalah biaya untuk
menompang kapasitas pada suatu tempat perusahaan. Contoh dari biaya ini dan asuransi bangunan.
Sedangkat ruangan kantor yang ditempati seringkali disebut sebagai pengendara tingkat pabrik (plant
tingkat drivers) untuk menghubungkan dengan biaya tingkat pabrik.

3. Perbandingan ABC dengan Penetapan Biaya Pokok Tradisional

Tanpa memperhatikan jumlah departemen yang berbeda, kumpulan biaya overhead dan dasar alokasi
yang digunakan, akuntansi biaya tradisional ditandai oleh pemkaian pengukuran tingkat unit yang
eksklusif sebagai dasar pembebanan terhadap hasil produksi. Untuk alasan inilah, ABT (akuntansi biaya
tradisional) seringkali disebut sebagai sistem penetapan biaya produk berdasarkan unit atau unit based
sistem (USB).

Dalam sistem ABC, sistem perhitungan (penetapan) biaya minimal dilakukan dua tahap sedangkan di
dalam sistem ABT (akuntansi biaya tradisional) hanya menggunakan satu atau dua tahap saja. Dalam
sistem ABC, kelompok biaya aktivitas, kelompok biaya aktivitas dibentuk ketika biaya sumber daya
dialokasikan kepada setiap aktivitas menurut pengendara aktivitas. Sedangkan tahapan berikutnya,
biaya aktivitas dialokasikan dari kelompok biaya aktivitas kepada produk atau sasaran biaya terakhir.
Sebaliknya didalam sistem ABT (akuntansi biaya tradisional) digunakan dua tahap manakal perusahaan
mempunyai departemen atau pusat biaya dan jika tidak mempunyai maka akuntansi biaya hanya
menggunakan satu tahap saja. Pertama, biaya dialokasikan kepada pusat biaya dan kemudian
dialokasikan dari pusat biaya kepada produk yang diproduksi (tahap kedua). Umumnya sistem ABT
hanya menggunakan satu tahap perhitungan saja dan di dalam sistem ABC tidak ada satu tahap
perhitungan.

4. Langkah-langkah Pendekatan ABC

Langkah-langkah pendekatan ABC adalah sebagai berikut:

a. Mendefinisikan produk yaitu membuat basis perhitungan harga dan profitabilitas produk.

b. Menetapkan struktur biaya yaitu membagi biaya ke dalam empat kelompok yaitu biaya langsung,
biaya tidak langsung, overhead jasa dan overhead umum.

c. Menentukan pendorong proses, yaitu melalui alokasi dua langkah, pertama, menggunakan angka
pendorong dengan membagikan biaya-biaya dalam suatu kelompok aktivitas; kedua, membagikan biaya
aktivitas kepada produk.
d. Tahap implementasi rencana, meliputi proses definisi produk, pembuatan tahap kode, pemetaan
produk (menghubungkan pusat biaya dan buku besar ke dalam produk), pengembangan, perancangan
dan pengujian program penetapan biaya.

e. Dukungan top manajemen yaitu kebijakan atau keputusan strategis top manajemen untuk
mengimplementasikan ABCserta me-review pengaruh metode ini terhadap tingkat profitabilitas dan
pencapaian kinerja perusahaan.

5. Manfaat dan Kelemahan Sistem ABC

Sistem ABC menghasilkan informasi dan biaya produk yang lebih dapat dipercaya akan tetapi sistem ABC
bukan hanya sekedar sistem alokasi biaya. Khusus untuk biaya tingkat pabrik, ABC mempunyai sedikit
atau mungkin tidak mempunyai manfaat sama sekali jika dibandingkan dengan sistem biaya pada ABT.
Semua sistem penetapan biaya produk seringkali bertentangan di dalam mengalokasikan biaya tingkat
pabrik kepada biaya pokok produk. Di dalam volume produksi yang rendah, baik sistem ABC maupun
sistem ABT melaporkan biaya per unit yang lebih tinggi. Solusi parsial persoalan ini adalah
menyederhanakan alokasi bukan pada biaya tingkat pabrik akan tetapi kepada produk, batch atau unit
sebagai ganti penerapannya maka biaya tingkat pabrik diperlakukan sebagai biaya tingkat periodik. Akan
tetapi biaya tetap di dalam sistem penetapan biaya pokok langsung meliputi berbagai biaya yang
diidentifikasi ABC pada tingkat batch dan tingkat produk.

B. Just in Time (JIT)

Just in time merupakan konsep filosofi yang memusatkan kepada penekanan biaya atau beban melalui
pengurangan biaya persediaan dimana bahan yang dibutuhkan beserta komponennya hanya
didatangkan ketika bahan dan komponen tersebut dibutuhkan untuk diproduksi atau dipakai untuk
memperlancar kegiatan produksi dan jika produksi belum dimulai atau belum dilakukan dan berbagai
komponen juga belum diperlukan maka sebaiknya bahan dan komponen tersebut jangan sampai di
perusahaan. Dengan demikian maka perusahaan tidak perlu menyimpannya di dalam gudang.

Just In Time (JIT) merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk mencapai produksi volume
tinggi dengan menggunakan minimum persediaan untuk bahan baku, WIP, dan produk jadi.
Konsepdasar dari sistem produksi JIT adalah memproduksi produk yangdiperlukan, pada waktu
dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada setiap tahap proses dalam
sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan
(waste elimination) dan perbaikan terus menerus (contionous process improvement).

Penulis memahami bahwa prinsip JIT dapat digunakan di dalam memperbaiki pembukuan rutin seperti
penempatan lokasi dan penyusunan alat-alat dan perabot yang digunakan oleh proses produksi melalui
mesin. JIT ini juga sangat berguna untuk mengatur pekerjaan dalam kantor, bisnis jasa atau departemen
jasa pada perusahaan industri atau sangat berguna pula untuk mengatur mengurangi keperluan
persediaan di dalam pabrik atau di dalam supermarket serta juga akan memperlancar usaha atau
operasi perusahaan.

Aspek yang paling disukai di dalam konsep JIT ini adalah adanya upaya untuk menekan biaya persediaan,
baik persediaan bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses, barang jadi dan berbagai
persediaan lainnya yang diperlukan oleh operasi perusahaan. Oleh karena itu, konsep ini tidak hanya
terkait di bidang produksi saja, akan tetapi telah merambah bidang lainnya akan tetapi bidang yang
pertama kali menerapkannya adalah bidang produksi. Bidang produksi merupakan awal bidang yang
dapat memunculkan biaya bidang lainnya dan oleh karena itu kesalahan di bidang ini juga akan
berpengaruh kepada bidang yang lain. Hampir semua kajian JIT kebanyakan menyinggung masalah ini
dan kemudian dinamakanlah konsep ini dengan nama produksi tanpa persediaan (stockless produksi).

Menurut Kusnadi dkk. JIT akan selalu berusaha mereduksi biaya persediaan sebab JIT memandang
bahwa persediaan merupakan pemborosan. Persediaan merupakan penahanan aktiva lancar yang tidak
menghasilkan jika disimpan dan hanya akan menghasilkan atau merugikan jika dijual. Menyimpan
persediaan jelas merupakan kerugian meskipun bagi para spekulan untuk sementara dapat dipandang
sebagai hal yang menguntungkan. Perhitungan para spekulan tidak dapat dipandang sebagai aktivitas
normal sebab spekulasi jangka pendek bersifat untung-untungan yang tidak didasarkan atas perhitungan
normal. Dasar untung-untungan tidak dapat dijadikan pegangan dasar bagi manajemen sebab
keberhasilan saat ini belum tentu dapat diulang di masa yang akan datang. Untung-untungan
mempunyai tingkat profitabilitas yang tidak normal. Manajemen perusahaan akan selalu bertindak
profesional dengan dasar kalkulasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan
obyektif serta tidak dibuat-buat.

Untuk membuat biaya persediaan sama dengan nol atau mendekati maka beberapa persyaratan ini
perlu diperhatikan:

1. Persediaan perlu dikurangi sampai suatu persoalan dapat ditemukan dan dapat diidentifikasi.

2. Sekali persoalan dapat diidentifikasi secara jelas maka persediaan dapat ditingkatkan sampai dapat
menyerap jumlah produk yang akan diproduksi serta perusahaan akan dapat menjalankan roda proses
produksi secara aman dan halus.

3. Persoalan yang muncul perlu dianalisis dan kemudian cara terbaik dan praktis perlu diidentifikasi
untuk mereduksi atau menghilangkan persoalan yang muncul tersebut.

4. Sekali persoalan dapat direduksi atau dihilangkan maka tingkat persediaan akan dapat direduksi juga
sampai persoalan yang lain dapat ditemukan dan diidentifikasi.

5. Butir 2 sampai dengan butir 4 akan terus berulang sampai tingkat kemungkinan minimal persediaan
dapat dicapai.

JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:


1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan
dan dalam jumlah yang diperlukan.

2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan
unit cacat mengalir ke proses berikutnya.

3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi
permintaan.

4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan

` 1. Prinsip Dasar Just In Time ( JIT )

Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada delapan prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan
di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu:

a. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk

Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah diperoleh
kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished
goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu
proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan
yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya penyimpanan
(holding cost).

b. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size)

Yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam produksi
jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan
untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan
permintaan pasar.

c. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)

Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber-
sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh melebihi batas
minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi.

d.Perbaikan aliran produk secara terus menerus.

(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang
menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling, dan
lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.
e. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)

Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi. Disini selalu
diupayakan untuk mencapai kondisi Zero Defect dengan cara melakukan pengendalian secara total
dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan
dikoreksi sedini mungkin.

f. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)

Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas
penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau
harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.

g. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)

Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand yang berfluktuasi dan segala
kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak segera digunakan. Begitu
pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali seperti halnya yang umum
dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak
dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadualan produksi harus bisa
dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa
dieliminir dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan formulasi model peramalannya.

Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu komitmen
perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan harus dibangun secara
berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada
kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru akan menambah biaya produksi
mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar.

2. Manfaat JIT

Seperti dikatakan dalam tulisan Agus Riyanto dkk. dalam tulisannya mengenai Just in Time JIT memiliki
manfaat antara lain

a. Waktu set-up gudang dapat dikurangi. Mengatur waktu secara signifikan berkurang dalam gudang
yang akan memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan bottom line mereka untuk melihat lebih
banyak waktu efisien dan fokus menghabiskan di daerah lain.

b. Aliran barang dari gudang ke produksi akan meningkat. Beberapa pekerja akan fokus pada daerah
pekerjaannya untuk bekerja secara cepat. Arus barang dari gudang ke rak ditingkatkan. Memiliki
karyawan difokuskan pada area-area tertentu dari sistem akan memungkinkan mereka untuk proses
barang lebih cepat daripada harus mereka rentan terhadap kelelahan dari melakukan terlalu banyak
pekerjaan sekaligus dan menyederhanakan tugas-tugas di tangan.
c. Pekerja yang menguasai berbagai keahlian digunakan secara lebih efisien. Karyawan yang memiliki
multi-keterampilan yang digunakan lebih efisien. Hal ini akan memungkinkan perusahaan untuk
menggunakan pekerja dalam situasi di mana mereka dibutuhkan bila ada kekurangan pekerja dan
permintaan yang tinggi untuk produk tertentu.

d. Penjadwalan produk dan jam kerja karyawan akan lebih konsisten. Konsistensi yang lebih baik dari
penjadwalan dan konsistensi dari jam kerja karyawan yang mungkin. Hal ini dapat menghemat uang
perusahaan dengan tidak harus membayar pekerja untuk pekerjaan tidak selesai atau bisa minta mereka
fokus pada pekerjaan lain di sekitar gudang yang belum tentu dilakukan pada hari normal.

e. Adanya peningkatan hubungan dengan suplyer. Peningkatan penekanan pada hubungan pemasok /
suplyer dicapai. Tidak ada perusahaan yang ingin istirahat dalam sistem persediaan mereka yang akan
menciptakan kekurangan pasokan sementara tidak memiliki persediaan duduk di rak-rak. Persediaan
terus sekitar jam menjaga pekerja produktif dan bisnis terfokus pada omset. Memiliki manajemen
berfokus pada pertemuan tenggat waktu akan membuat karyawan bekerja keras untuk memenuhi
tujuan perusahaan untuk melihat manfaat dalam hal kepuasan kerja, promosi atau lebih tinggi bahkan
membayar.

f. Perputaran Persediaan. Kecepatan dengan perputaran terjadi melibatkan sumber daya perusahaan
cair: tunai, akan ada peningkatan laba bersih. Semakin pendek selang waktu antara penerimaan bahan
baku dan penggabungan dari mereka dalam proses manufaktur, semakin besar profitabilitas. Filosofi
persediaan diputar pada merancang sistem persediaan yang sempurna memadukan dasar-dasar
meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan. Fundamental ini adalah laki-laki, material dan
mesin sering disebut 3ms operasi manufaktur atau persediaan, jika hasil seimbang baik dalam filsafat JIT
bisa diterapkan.

Kecerdasan, lebih relevan berguna bahwa manajer keuangan di ujung jari mereka tentang bisnis mereka,
pelanggan, pemasok atau mitra dan operasi mereka akan memotivasi organisasi mereka untuk
membuat keputusan yang lebih baik dan meningkatkan keunggulan kompetitif mereka dengan
menerapkan konsep JIT ke persediaan atau manufaktur . JIT merupakan suatu konsep yang dapat
diterapkan pada banyak aspek dari bisnis selain persediaan atau manufaktur.

Sebagai alat inventaris, dapat diawasi oleh manajer keuangan untuk memonitor biaya dalam rantai
nilai. JIT merupakan paradigma baru dari strategi bisnis bergeser dari manajemen persediaan tradisional
ke manajemen rantai pasokan berbasis web yang meningkatkan perputaran persediaan dan mengurangi
memegang persediaan.

3. Produksi dengan Konsep Just in Time (JIT)

Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan
jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan
memenuhi permintaan pelanggan. Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan
cara:

a. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun kerja) atau
tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).

b. Mengurangi atau meniadakan Lead Time (waktu tunggu) produksi (konsep waktu tunggu nol).

c. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin


pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).

d. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang tidak
bernilai tambah dapat dieliminasi.

Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:

a. Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan

b. Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai

c. Waktu perpindahan

d. Tenaga kerja langsung dan tidak langsung

e. Ruangan pabrik

f. Biaya mutu

g. Pembelian bahan

Vous aimerez peut-être aussi