Vous êtes sur la page 1sur 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PROLAPS UTERI
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Sistem Reproduksi II
Semester 6

Dosen Pembimbing :
Ns. Sinta Wahyusari, S. Kep

Disusun Oleh :
LULU WATI
(2010.01.095)

PROGAM STUDY S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN PROBOLINGGO
2013
I. Definisi

Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh
karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis (Wiknjosastro, 2008).
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik
terutama ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi
elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada
enterokel.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan
kurang ketegangannya.(Widjaja, 2002).
Prolapsus uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga
uterus menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah
dan dapat menonjol keluar dari vagina.
II. Insiden
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat
seiring usia dan paritas. Di Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien
menunjukkan frekuensi prolaps uteri sebesar 14,2%. Rerata usia
dilakukannya bedah untuk prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun.
Perbedaan frekuensi berdasar ras diperkirakan berhubungan dengan
komponen genetik. Prolaps uteri paling sering terjadi pada multipara
(sekitar >50%) dan wanita menopause. Prolaps terkadang terjadi pada
wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk prolaps simtomatik)
dan jarang terjadi pada neonatus.
III. Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan prolaps uteri antara lain:
- Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin
lahir per vaginam) akibat peregangan dan kelemahan jaringan
penyokong pelvis
- Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis
(berhubungan dengan spina bifida pada neonatus)
- Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause) berakibat
hilangnya elastisitas struktur pelvis
- Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit
paru kronik, asma
- Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal
pintu atas panggul yang lebar atau pintu atas panggul dengan
orientasi vertikal yang kurang, serta uterus yang retrograde.
IV. Patofiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat ,dari yang palingringan
sampai prolapsus uteri totalis.Terutama akibatpersalinan,khususnya persalinan
pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligament yang
tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot serta fasia-fasia dasar
panggul.Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik
akan memudahkan penurunan uterus,terutama apabila tonus otot-otot mengurang
seperti pada penderita dalam menopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina,akan tergeser oleh pakaian
wanitatersebut.dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan
ulkusdekubitus.Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanyatrauma
obstetric,ia akan terdorong oleh kandung kencing sehinggamenyebabkan
penonjolan dinding depan vagina kebelakang yangdinamakan sistokel.Sistokel
yang pada mulanya hanya ringan saja,dapatmenjadi besar karena persalinan
berikutnya yang kurang lancar,atau yangdiselesaikan dalam penurunan dan
menyebabkan urethrokel.Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum
urethra.Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal hanya
dibelakang urethra ada lubang yang membuat kantong antara urethra dan
vagina.kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma
obstetric atau sebab-sebablain dapat menyebabkan turunnya rectum kedepan dan
menyebabkan dinding belakang vagina menonjol kelumen vagina yang dinamakan
retrokel.Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi.Dinding vagina bagian
belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau
omentum.
V. Manifestasi klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala
penderita PRyang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan
mempunyi banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai (Wiknjosastro, 2005) :
1) Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di
genitalia eksterna
2) Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika
penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang .
3) Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang
hari, kemudian bila lebih berat juga pada malam hari;
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan
seluruhnya;
c. Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika
batuk mengejan. Kadang- kadang dapat terjadi retensio
uriena pada sistokel yang besar sekali.
4) Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel
b. Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel
dari vagina.
5) Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita
waktu berjalan dan bekerja. Gesekan porio uteri oleh celana
menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio
uteri
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah
serviks, dan karena infeksi serta luka pada porsio uteri
6) Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul
dan rasapenuh di vagina.

VI. Pemeriksaan penunjang.


1) Penderita pada posisi jongkok disuruh mengejan dan ditemukan
dengan pemeriksaan jari,apakah portio pada normal atau portio
sampai introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar
dari vagina.
2) Penderita berbaring pa da posisi litotomi,ditentukan pula
panjangnya serviks uteri.Serviks uteri yang lebih panjang dari
biasanya dinamakan Elongasio kolli.
3) Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik
lembek dan tidak nyeri tekan.Benjolan ini bertambah besar jika
penderita mengejan.Jika dimasukkan kedalam kandung kencing
kateter logam,kateter itu diarahkan kedalam sitokel,dapat diraba
kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.Uretrokel
letaknya lebih kebawah dari sistokel,dekat pada oue.Menegakkan
diagnosis retrokel mudah,yaitu menonjolnya rectum kelumen
vagina 1/3 bagian bawah.Penonjolan ini berbentuk
lonjong,memanjang dari proksimal kedistal,kistik dan tidak
nyeri.Untuk memastikan diagnosis,jari dimasukkan kedalam
rectum,dan selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang
menonjol kelumen vagina.Enterokel menonjol kelumen vagina
lebih keatas dari retrokel.Pada pemeriksaan rectal,dinding rectum
lurus,ada benjolan ke vagina terdapat di atas rectum.
VII. Penatalaksanaan
1) Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena
umumnya asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan
terapi konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu, pasien
dengan prognosis operasi buruk atau sangat tidak disarankan
untuk operasi, dapat melakukan pengobatan simtomatik saja.
2) Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup
membantu. Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa
keluhan, atau penderita yang masih menginginkan anak lagi,
atau penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak
mengizinkan untuk dioperasi.
a) Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama
yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6
bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar
panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan
ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah
penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar
panggul seperti biasanya setelah selesai BAB, atau
penderita disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi
dan tiba-tiba menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif
dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini
terdiri atas obrturator yang dimasukkan ke dalam vagina,
dan yang dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu
manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar
panggul dapat diukur.

b) Penatalaksanaan dengan pessarium


Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya
bersifat paliatif, yaitu menahan uterus di tempatnya selama
dipakai. Oleh karena itu, jika pessarium diangkat, timbul
prolapsus lagi. Ada berbagai macam bentuk dan ukuran
pessarium. Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian
atas, sehingga bagian dari vagina tersebut berserta uterus
tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika
pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah,
pessarium dapat jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi.
Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis ialah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul
terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier.
Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan
ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang,
dan di ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan di bwah
serviks dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang
untuk memberi sokongan kepada pessarium. Sebagai
pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur
dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas
intraoitus vagina. Ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm
untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang dipakai.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit
ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam
vagina, bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina
posterior. Untuk mengetahui setelah dipasang, apakah
ukuran pessarium cocok atau tidak, penderita disuruh
mengejan atau batuk. Jika pessarium tidak keluar,
penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa nyeri,
pessarium dapat dipakai terus.6
Pasien yang menggunakan pessarium harus
mempunyai vagina yang well-esterogenized. Pasien
postmenopause sebaiknya diberikan terapi sulih hormon,
atau sebagai alternatif, dapat digunakan esterogen topikal
intravaginal, 4-6 minggu sebelum pemasangan pessarium,
sehingga saat pemasangan pessarium pasien dapat merasa
nyaman, meningkatkan komplians, serta pemakaian dapat
lebih lama. Terapi sulih esterogen dapat membantu
mengurangi kelemahan otot dan jaringan penghubung
lainnya yang menyokong uterus. Esterogen juga dapat
memperlambat terjadinya prolaps lebih lanjut, dan dapat
mencegah terjadinya iritasi pada serviks, kandung kemih,
dan rektum (tergantung bagian mana yang prolaps
dahulu), juga esterogen dapat membantu proses
penyembuhan pada wanita yang menjalani proses operasi
prolaps vagina. Ada beberapa efek samping pemakaian
esterogen, antara lain meningkatkan risiko pembekuan
darah, penyakit empedu, dan kanker payudara.
Pemakaiannya pun harus dengan pengawasan dokter.
Indikasi penggunaan pessarium adalah:
- Kehamilan
- Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi
- Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus
dilakukan
- Penderita menolak untuk dioperasi, lebih memilih
terapi konservatif
- Untuk menghilangkan gejala simptom yang ada,
sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan.
Kontraindikasi terhadap pemakaian pessarium ialah:
- Radang pelvis akut atau subakut
- Karsinoma
Komplikasi penggunaan pessarium ada beberapa, antara
lain:
- Penyakit inflamasi akut pelvis
- Nyeri setelah insersi
- Rekuren vaginitis
- Fistula vesikovaginal
3. Terapi operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina.
Maka, jika likakukan pembedahan untuk prolapsus uteri,
prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat
prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak
ada prolaps uteri, atau sebaliknya. Indikasi untuk melakukan
operasi pada prolaps vagina ialah adanya keluhan.
Terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus vagina:
1. Sistokel (prolaps kandung kemih)
Suatu kondisi medis yang ditandai dengan
penurunan kandung kemih ke dalam vagina dikarenakan
oleh melemahnya dinding antara kandung kemih dan
vagina. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
melemahnya dinding ini termasuk mengangkat beban,
terus menerus mengejan saat buang air besar dan pada saat
melahirkan.
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia
anterior. Setelah diadakan sayatan dan dinding vagina
depan dilepaskan dari kandung kencing dan urethta,
kandung kencing didorong ke atas, dan fasia
puboservikalis sebelah kiri dan sebelah kanan dijahit
digaris tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan
dibuang, dinding vagina yang terbuka ditutup kembali.
Kolporafia anterior dilakukan pula pada urethrokel.
2. Rektokel
Rektokel adalah herniasi dinding depan rektum ke
dalam vagina. Dinding rektum dapat menjadi tipis
dan lemah, dan mungkin menonjol keluar ke dalam vagina
ketika Anda mengedan untuk buang air besar.
Operasi disini adalah kolpoperinoplastik. Mukosa
dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk
segitiga dengan dasarnya batas antara vagina dan
perineum, dan dengan ujungnya pada batas atas retrokel.
Sekarang fasia rektovaginalis dijahit di garis tengah, dan
kemudian m. levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis
tengah. Luka pada dinding vagina dijahir, demikian pula
otot-otot perineum yang superfisial. Kanan dan kiri
dihubungkan di garis tengah, dan akhirnya luka pada kulit
perineum dijahit.
3. Enerokel
Enterokel adalah suatu kondisi medis yang ditandai
dengan menurunnya usus halus ke rongga panggul bagian
bawah dan mendorong bagian atas dari vagina. Kondisi ini
disebabkan karena melemahnya otot-otot dan ligamen-
ligamen dinding panggul yang menyokong usus halus
yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti persalinan
melalui vagina yang terlampau sering, penuaan,
mengangkat beban yang berat dalam jangka panjang dan
batuk kronis.
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke
atas sampai ke serviks uteri. Setelah hernia enterokel yang
terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding vagina,
peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin.
Sisanya dibuang dan di bawah jahitan itu ligamentum
sakrouterinum kiri dan kanan serta fasia endopelvik dijahit
ke garis tengah.
4. Prolapsus uteri
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus
uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur
penderita, keinginannya untuk masih mendapatkan anak
atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan
adanya keluhan.
Macam-macam Operasi:
1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin
mempunyai anak, dilakukan operasi untuk membuat
uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan
lIgamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi
Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri,
dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong,
di muka serviks; dilakukan pula kolporafia anterior dan
kolpoperioplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk
memperpendek serviks yang memanjang (elongasi colli).
Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,
partus prematur, dan distosia servikalis pada persalinan.
Bagian yang terpenting dari operasi Menchester adalah
penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena
dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi,
dan turunnya uterus dapat dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri
tingkat lanjut, dan pada wanita menopause.
Keuntungannya adalah pada saat yang sama dapat
dilakukan operasi vagina lainnya (seperti anterior dan
posterior kolporafi dan perbaikan enterokel), tanpa
memerlukan insisi di tempat lain maupun reposisi pasien.
Saat pelaksanaan operasi, harus diperhatikan dalam
menutup cul-de-sac dengan menggunakan kuldoplasti
McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen
uterosakral pada rongga vagina sehingga dapat
memberikan suport tambahan. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum
kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum,
kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi
anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps
vagina di kemudian hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waku obat-obatan serta pemberian anestesi dan
perawatan pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua
yang secara seksual tidak aktif, dapat dilakukan operasi
sederhana dengan men jahitkan dinding vagina depan
dengan dinding belakang, sehingga lumen vagina tertutup
dan uterus letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini
tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga
dapat menimbulkan inkontinensia urine. Obstipasi serta
keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.
VIII. Komplikasi
1) Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri
Procidentia uteri disertai keluarnya dinding vagina ( inversion
) karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal
serta berkerut dan berwarna keputuh-putihan.
2) Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan
luka dan radang dan lambat laun timbul ulcus dekubitus.
Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan
karsinoma, lebih-lebih pada penderita berumur lanjut. Biopsi
perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian ada tidaknya
karsinoma insitu.
3) Hipertrofi Serviks Uteri dan Elongasio Koli
Jika serviks uteri menurun sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih cukup kuat, maka kerana tarikan ke
bawah dari bagian uterus yang turun serta pembendungan
pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan
Elongasio Kolli. Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat
dan periksa raba sedang pada elongasio kolli serviks uteri
pada pemeriksaan raba lebih panjang dari biasa.
4) Gangguan miksi dan stress incontinensia
Pada sistocele berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga
kandung kemih tidak dapat dikosongkan sepenuhnya.
Turunnya uterus bias juga menyempitkan ureter, sehingga
bias menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya
Cystocele dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung
kemih dan urethra akibat stress incontinensia.
5) Infeksi Saluran Kemih
Adanya retensio urine memudahkan timbulnya infeksi.
Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan menyebabkan
Pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat
menyebabkan gagal ginjal.
6) Kemandulan
Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus
vagina atau keluar sama sekali dari vagina, tidak mudah
terjadi kehamilan.
7) Kesulitan Pada Waktu Partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu
persalinan bias timbul kesulitan pada pembukaan serviks,
sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8) Haemorhoid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan obstipasi
dan timbulnya haemorhoid.
9) Inkarserasi Usus Halus
Usus halus yang masuk kedalam enterokel dapat terjepit dan
tidak direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit.
IX. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
Sebelum Operasi:
- Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
- Nyeri di daerah benjolan.
- Mual, muntah, kembung.
- Konstipasi.
- Tidak nafsu makan.
- Bayi menangis terns.
- Pada saat bayi menangis/mengejan dan batukbatuk kuat
timbul benjolan.
Sesudah operasi:
- Nyeri di daerah operasi.
- Lemas.
- Pusing.
- Mual, kembung.

b. Data Obyektif
Sebelum Operasi:
- Nyeri bila benjolan tersentuh.
- Pucat, gelisah.
- Spasme otot.
- Demam.
- Dehidrasi.
- Terdengar bising usus pada benjolan.
Sesudah operasi:
- Terdapat luka pada selangkangan.
- Puasa.
- Selaput mukosa mulut kering.
- Anak / bayi rewel.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan Backache(rasa sakit di panggul
dan pinggang)
b. Gangguan eliminas urine berhubungan dengan miksi sering.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan Port dentry dengan
kuman.
d. Gangguan eliminasi Alvi berhubungan dengan obstruksi
feses direktum.
e. Gangguan ADL berhubungan dengan gangguan saat
beraktifitas.
3. Intervensi keperawatan .
a. Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan Backache(Rasa sakit
dipanggul dan pinggang)
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24
jam nyeri pasien berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada
panggul dan pinggang
Pasien nampak tenang
Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1. Tanyakan pasien tentang nyeri,tentukan karakteristik
nyeri.
Rasional: Nyeri sebagai pengalaman subjktiv dan harus
digambarkan oleh pasien.
2. Pantau dan catat karakteristik nyeri,catat laporan verbal
dan non verbal ex: gelisah ,menangis.
Rasional: Variasi penampilan dan perilaku pasien
karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian,pernafasan meningkat karena adanya cemas.
3. Beriakan lingkungan yang tenang,aktivitas perlahan,
tindakan tenang dan dengan percaya.
Rasional: Menurunkan rangsangan dimana ansietas dan
keterbatasan kemampuan koping dan keputusan situasi
ini.
4. Bantu melakukan teknik relaksasi ex:nafas dalam dan
perilaku distraksi ex: mengajak pasien jalan-jalan.
Rasional: Nafas dalam,perilaku distraksi adalah suatu
teknik yang dapat menurunkan nyeri.
b. Diagnosa 2: Gangguan eliminas urine berhubungan dengan
miksi sering. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 2x24 jam gangguan eliminasi urien teratasi.
Kriteria Hasil:
frekuensi miksi 7-8x perhari.
Klien dapat bak dengan berkemih.
Intervensi:
1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan warna
dan untuk mengetahui input/out put.
2. Anjurkan untuk bekemih setiap 7-8x perhari.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya penumpukan
urine dalam vesika urinaria.
3. Pasang kateter
Rasional: Untuk mampermudah haluaran urine.
4. Batasi input cairan yang masuk.
Rasional: Menurunkan resiko kelebihan cairan.
c. Diagnosa 3: Resiko infeksi berhubungan dengan Port
dentry dengan kuman.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperewatan selama 2x24
jam,diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
Bebas dari infeksi,tidak deman.
Leokosit normal.
Intervensi:
1. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat
dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan
linen terkontaminasi dengan tepat.
Rasional: Membantu mencegah atau membatasi penyebaran
infeksi.
2. Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas
38,50 C
Rasional: Tanda vital menandakan adanya perubahan di
dalam tubuh.
3. Anjurkan pasien sering mengganti pakaiannya dengan yang
bersih.
Rasional: untuk mengurangi port dentriy kuman.
4. Dorong masukkan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin
C dan besi.
Rasional: mencegah dehidrasi ; memaksimalkan volume,
sirkulasi dan aliran urin, protein dan vitamin C diperlukan
untuk pembentukan kolagen, besi diperlukan untuk sintesi
hemoglobin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dongoes,1998.Rencana asuhan keperawatan.jakarta:ECG


2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi
kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008. Hal.1-7
3. Widjaja S. Anatomi Alat-Alat Rongga Panggul. Jakarta: Balai Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 12
4. http://www.scribd.com/doc/117349317/Prolaps-Uteri diakses tanggal 07
Maret 2013 jam 10.11

Vous aimerez peut-être aussi