Vous êtes sur la page 1sur 12

KAMIS, 24 NOVEMBER 2016

Askep Kegawat Daruratan Cidera Kepala Aplikasi Nanda Nic Noc

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada
tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah
banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang
menderita cedera kepala. (Smeltzer and Bare, 2002 ).
Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi
Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non-
degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin
menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun
sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan
membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus
meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong
penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan
dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).
Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk membahas Asuhan
Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah wawasan mengenai konsep dari cedera
kepala.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep triage pada Cedera Kepala.
2. Untuk mengetahui lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala.
3. Untuk mengetahui pengertian dari Cedera Kepala.
4. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Cedera Kepala.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Cedera Kepala.
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Cedera Kepala.
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala.Untuk mengetahui pemeriksaan
diagnostik dari penyakit Cedera Kepala.
8. Untuk mengetahui proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera
Kepala.

C. Manfaat Penulisan
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya ilmiah dan
menambah wawasan khususnya tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya.
Menjadi bahan masukan dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama
mengenai konsep tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya dalam bidang kesehatan.

BAB II
KONSEP MEDIS
A. Pengerian Cidera Kepala
(Nugroho, 2011), cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa
perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak.
(Suriadi dan Yuliani, 2001), cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala.
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
(Batticaca, 2008), Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak.

B. Konsep Triage Cedera Kepala


Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi selanjutnya. Tindakan ini
merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah terutama musibah
yang melibatkan massa.
Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:
1. Prioritas Pertama (Merah)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera
untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi.
2. Prioritas kedua (Kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera
terutama kasus bedah.
3. Prioritas ketiga (Hijau)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan
pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan tidak terlalu
mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi.
4. Prioritas nol (Hitam)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.Pelaksanaan
triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas.Tanda triage dapat
bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya
sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan
penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi
tanda, waktu dan pasang yang baru.

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan
fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan
pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan demikian
penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan
perawatan yang memadai. Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat pengobatan dan
perawatan penderita sangat dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan koma dan atau
penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam perujukan
dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan menurunkan luaran cidera kepala.

C. Lingkup Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala


Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya
mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat
morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang
lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana
diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik
ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan
A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin bila
keadaan memungkinkan.
Dari keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat dengan angka
kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup dengan kecacatan dan sepertiga
sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang lain). Namun demikian mereka mungkin masih
mengalami gangguan kepribadian dan kesulitan dalam berkomunikasi dalam jangka waktu lama.

D. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya, (Standar
Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan
interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak, (Paula Kristanty, dkk 2009).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi decelerasi) yang
merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor
dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tingkat pencegahan,(Musliha, 2010).

D. Etiologi
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi
Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa
lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
3. Etiologi lainnya (Corwin, 2000).
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.

E. Klasifikasi
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale) ( Mansjoer, dkk, 2000)
1. Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
a. GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
b. Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
c. Tak ada fraktur tengkorak
d. Tak ada contusio serebral (hematom)
e. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
2. Cedera kepala sedang
a. GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
b. Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
d. Muntah
e. Kejang
3. Cedera kepala berat
a. GCS 3-8 (koma)
b. Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
c. Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
d. Tanda neurologist fokal
e. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium
F. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
5. Gangguan pergerakan
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran
7. Disfungsi sensori
8. Kejang otot
9. Sakit kepala
10. Vertigo
11. Kejang
12. Pucat
13. Mual dan muntah
14. Pusing kepala
15. Terdapat hematoma
16. Sukar untuk dibangunkan
17. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

G. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia,
iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi
udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema),
fragmen tulang.
6. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

I. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
2) Breathing
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan dinding
dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.
3) Circulation
Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
4) Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
5) Exposure
Suhu, lokasi luka.

b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera.
Darimana arah dan kekuatan pukulan?
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada
penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara
forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis
sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.
3) Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM,
hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

J. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1 Perfusi jaringan tak NOC: Monitor Tekanan Intra Kranial
efektif (spesifik sere-
1. Status sirkulasi 1. Catat perubahan respon klien terhadap
bral) b.d aliran arteri
2. Perfusi jaringan serebral stimu-lus / rangsangan
dan atau vena 2. Monitor TIK klien dan respon neurologis
terputus, dengan Setelahdilakukan tindakan terhadap aktivitas
batasan karak-teristik: keperawatan selama .x 3. Monitor intake dan output
1. Perubahan respon 24 jam, klien mampu 4. Pasang restrain, jika perlu
motorik men-capai :
1. Status sirkulasi dengan
5. Monitor suhu dan angka leukosit
2. Perubahan status
mental indikator: 6. Kaji adanya kaku kuduk
3. Perubahan respona. Tekanan darah sis-tolik 7. Kelola pemberian antibiotik
pupil dan diastolik dalam8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-
4. Amnesia retrograde rentang yang diharapkan 40O dengan leher dalam posisi netral
(gang-guan memori) b. Tidak ada 9.
ortostatik Minimalkan stimulus dari lingkungan
hipotensi 10. Beri jarak antar tindakan keperawatan
c. Tidak ada tanda tan-da untuk meminimalkan peningkatan TIK
PTIK 11. Kelola obat obat untuk mempertahankan
TIK dalam batas spesifik

2. Perfusi jaringan Monitoring Neurologis (2620)


serebral,dengan indicator1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan
: bentuk pupil
a. Klien mampu berko-
2. Monitor tingkat kesadaran klien
munikasi dengan jelas
dan sesuaikemampuan
3. Monitor tanda-tanda vital
b. Klien menunjukkan4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan
perhatian, konsen-trasi, muntah
dan orientasi 5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
c. Klien mampu mem-proses 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
informasi 7. Observasi kondisi fisik klien
d. Klien mampu mem-buat
keputusan de-ngan benar
e. Tingkat kesadaran klien Terapi Oksigen (3320)
membaik 1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan NOC: Manajemen nyeri (1400)
agen injuri fisik,
1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik,
dengan batasan2. Tingkat Nyeri onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan
karakteristik: beratnya nyeri.
3. Tingkat kenyamanan
1. Laporan nyeri ke-pala 2. Observasi respon ketidaknyamanan secara
secara verbal atau verbal dan non verbal.
non verbal Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . 3.
x \Pastikan klien menerima perawatan
2. Respon autonom
24 jam, klien dapat : analgetik dg tepat.
(perubahan vital sign, 4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif
dilatasi pupil)
1. Mengontrol nyeri, de-
3. Tingkah laku eks- ngan indikator: untuk mengetahui respon penerimaan klien
presif (gelisah, me-a. Mengenal faktor-faktor terhadap nyeri.
nangis, merintih) penyebab 5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol
4. Fakta dari observasib. Mengenal onset nyeri nyeri
5. Gangguan tidur (matac. Tindakan pertolong-an6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual
sayu, menye-ringai, non farmakologi maupun potensial.
dll) d. Menggunakan anal-getik7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
8.
e. Melaporkan gejala-gejala Kurangi faktor-faktor yang dapat
nyeri kepada tim menambah ungkapan nyeri.
kesehatan. 9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi
f. Nyeri terkontrol sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.\
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain obat untuk
meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk
meringankan nyeri.
2. Menunjukkan tingkat
nyeri, dengan indikator:
a. Melaporkan nyeri
Manajemen pengobatan (2380)
b. Frekuensi nyeri 1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan
c. Lamanya episode nyeri cara mengelola sesuai dengan anjuran/
d. Ekspresi nyeri; wajah dosis.
e. Perubahan respirasi rate2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
f. Perubahan tekanan3. Monitor tanda, gejala dan efek samping
darah obat.
g. Kehilangan nafsu makan4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga cara
3. Tingkat kenyamanan, mengatasi efek samping pengobatan.
dengan indicator : 6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat
a. Klien melaporkan mempengaruhi gaya hidup klien.
kebutuhan tidur dan
istirahat tercukupi Pengelolaan analgetik (2210)
1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis
& frekuensi obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya
nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk
pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang
sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik,
observasi tanda dan gejala efek samping,
misal depresi pernafasan, mual dan
muntah, mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis &
cara pemberian yg diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas, dan keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan
efek yang tidak diinginkan
3 Defisit self care b.d NOC : NIC: Membantu perawatan diri klien
de-ngan Perawatan diri : Mandi dan toiletting
kelelahan, nyeri (mandi, Makan Toiletting, Aktifitas:
berpakaian) 1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang
mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
Setelah diberi motivasi 2. Libatkan klien dan dampingi
perawatan selama 3. Berikan bantuan selama klien masih
.x24 jam, ps mengerti mampu mengerjakan sendiri
cara memenuhi ADL NIC: ADL Berpakaian
secara bertahap sesuai Aktifitas:
kemam-puan, dengan
kriteria :
1. Informasikan pada klien dalam memilih
pakaian selama perawatan
1. Mengertisecara seder-
hana cara mandi, makan,
2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah
toileting, dan berpakaian dijangkau
serta mau mencoba 3. Bantu berpakaian yang sesuai
secara aman tanpa4. Jaga privcy klien
cemas 5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan
2. Klien mau berpartisipasi sesuai
dengan senang hati tanpa
keluhan dalam memenuhi NIC: ADL Makan
ADL 1. Anjurkan duduk dan berdoa bersama
teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum mampu dan beri
contoh
4. Beri rasa nyaman saat makan
4 PK: peningkatan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
tekan-an intrakranial tindakan keperawatan a. Kaji respon membuka mata, respon
b.d pro-ses desak selama ....x 24 jam dapat motorik, dan verbal, (GCS)
ruang akibat mencegah atau
penumpukan cairan / meminimalkan komplikasi
b. Kaji perubahan tanda-tanda vital
darah di dalam otak dari peningkatan TIK, c. Kaji respon pupil
(Carpenito, 1999) dengan kriteria : d. Catat gejala dan tanda-tanda: muntah,
1. Kesadaran stabil (orien- sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas keras,
Batasan asi baik) gerakan tak bertujuan, perubahan mental
karakteristik : 2. Pupil isokor, diameter 2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada
1. Penurunankesadaran 1mm kontra indikasi
(gelisah,disorientasi)3. Reflek baik 3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai
2. Perubahan motorik
4. Tidak mual berikut:
dan persepsi sensasi5. Tidak muntah a. Masase karotis
3. Perubahan tanda vi- b. Fleksi dan rotasi leher berlebihan
tal (TD meningkat, c. Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas,
nadi kuat dan lambat) dan mengejan
4. Pupil melebar, re-flek d. Perubahan posisi yang cepat
pupil menurun 4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama
5. Muntah perubahan posisi
6. Klien mengeluh mual 5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-
7. Klien mengeluh lunak faeces, jika perlu
pandangan kabur dan 6. Pertahankan lingkungan yang tenang
diplopia 7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas
yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk,
penghisapan, pengubahan posisi, meman-
dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu
hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter tentang
pemberian lidokain profilaktik sebelum
penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi
yang sesuai dan penghisapan yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau
kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat
yang mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah kejang)
15. Diuretik osmotik (menurunkan edema
serebral)
16. Diuretik non osmotik (mengurangi edema
serebral)
17. Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler,
membatasi edema serebral)
18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan
masuk dan keluar)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya, (Standar
Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).
Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan
fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan
pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan demikian
penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan
perawatan yang memadai.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat
menerapakan perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu terjadinya cedera pada
kepala. Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien
penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik. Perawat
maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari Cedera Kepala dan ruang lingkupnya
sehingga dalam proses memberikan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera
Kepala dapat terlaksana dengan baik.

DAFTARPUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Ja

Vous aimerez peut-être aussi