Vous êtes sur la page 1sur 133

PLAN OF DEVELOPMENT FIRST PHASE

PLAN OF DEVELOPMENT
ANDALUSIA FIELD, BLOCK XYZ

TEAM POD UPN VETERAN YOGYAKARTA


MICHAEL ANGGI GILANG ANGKASA
BAGUS SETYO PAMBUDI
NOVITA KURNIA SARI
FIDA KATARTIKA
SYAHRUL
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan segala
berkat, karunia, damai sejahtera dan sukacita yang luar biasa sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Plan of Development dalam acara Plan of
DevelopmentCompetition pada Oil and Gas Intelectual Parade (OGIP) 2013. Laporan ini
disusun untuk memenuhi persyaratan lomba Plan of Development Competition OGIP 2013.
Laporan ini merupakan laporan akhir dari pelaksanaan PLAN DEVELOPMENT BLOK
XYZ LAPANGAN ANDALUSIA, yang dilaksanakan berdasarkan Surat Perlombaan
Plan of Development Competition OGIP 2013 pada tanggal 13 Februari 2013.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada semua
pihak khususnya kepada Tim POD UPN Veteran Yogyakarta, Tim Pembimbing POD
UPN Veteran Yogyakarta yang terdiri dari staf Dosen dan alumni, atas segala bantuan,
dukungan dan kerjasamanya yang baik dalam penyediaan data, diskusi, saran serta
monitoring kualitas (quality control) pengolahan data POD selama ini sehingga studi dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada di
laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi pembuatan laporan yang lebih baik kedepan. Harapan kami semoga hasil
studi ini bisa bermanfaat untuk Studi POD dan bisa menjadi tambahan wawasan dan
pengetahuan bagi siapa saja yang membaca.

Yogyakarta, Februari 2013

Team POD UPN Veteran Yogyakarta

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL xii

BAB I EXECUTIVE SUMMARY 1

BAB II GEOLOGICAL FINDING & REVIEWS 2

2.1. Geologi Regional Cekungan Barito 2

2.1.1.Fisiografi Regional 2

2.1.2 Tatanan Tektonik Cekungan Barito 5

2.1.3. Stratigrafi Regional 7

2.2. Struktur Geologi Regional 9

2.3. Petroleum System Cekungan Barito 10

2.3.1.Batuan Induk 11

2.3.2.Migrasi 11

2.3.3.Batuan Reservoar 12

2.3.4.Batuan Tudung 12

2.3.5.Jenis Perangkap 12

2.4. Petroleum Play 13

2.5. Analisa Petrofisika 15

2.6. Korelasi Struktur 19

2.7. Interpretasi Geologi Bawah Permukaan 20


ii
2.7.1.Peta Struktur Kedalaman 20

2.7.2.Peta Isopach Net-lime dan Properties 21

2.7.3.Peta Netpay dan Perhitungan IGIP 24

2.7.4.Peta Pore Volume dan Rekomendasi


Lokasi Titik Sumur Infil Baru 26

BAB III KAJIAN RESERVOIR 27

3.1. Tinjauan Umum Blok-XYZ 27

3.2. Kondisi Reservoir 27

3.2.1. Tekanan & Temperatur Reservoir 27

3.2.2. Karakteristik Batuan 29

3.2.3. Karakteristik Fluida 30

3.2.4. Well Testing 32

3.2.5. Mekanisme Tenaga Pendorong Reservoir 33

BAB IV RESERVE & PRODUCTION FORECAST 34

4.1. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon 34

4.1.1. Perhitungan Hydrocarbon In Place (OGIP) 34

4.1.2. Cadangan Terambil Hidrokarbon 34

4.2. Peramalan Produksi 35

4.2.1. Reservoir Model 35

4.2.2. IPR & VLP Curve 35

4.2.3. Integrated Production Model 38

4.2.4. Komplesi Sumur 40

4.2.4.1. Tubing Completion 40

iii
4.2.5. Setting Packer 41

4.2.6. Stimulasi Sumur 41

BAB V DRILLING AND COMPLETION 42

5.1. Profil Lapangan 42

5.2. Tujuan Pemboran 44

5.3. Data Sumur 44

5.4. Perencanaan Pemboran Sumur GR-5 45

5.4.1. Ringkasan Operasi Pemboran 46

5.4.2. Program Pahat 47

5.4.3. Program BHA 48

5.4.4. Program Lumpur Pemboran 49

5.4.5. Program Casing 50

5.4.6. Program Semen 51

5.5. Masalah Pemboran 51

5.5.1. Loss Sirkulasi 51

5.5.2. Jepitan 52

5.5.3. Kick 52

5.5.4. Limbah Pemboran 52

5.6. Waktu Rencana Pelaksanaan Pemboran 52

5.7. Program Kerja 55

5.7.1. Persiapan Tajak 56

5.7.2. Trayek Lubang 17 56

5.7.2.1. Operasi Pemboran 57

5.7.2.2. Litologi 57
iv
5.7.2.3. Loss Sirkulasi 57

5.7.3. Trayek Lubang 12 58

5.7.3.1. Operasi Pemboran 59

5.7.3.2. Litologi 59

5.7.3.3. Swelling Clay 59

5.7.4. Trayek Lubang 8 60

5.7.4.1. Operasi Pemboran 60

5.7.4.2. Litologi 60

5.7.4.3. Kick 60

5.8. Hal Khusus 61

5.9. Lain-Lain 62

5.10. Lindung Lingkungan 62

BAB VI PRODUCTION FACILITIES 64

6.1. Fasilitas di Kepala Sumur 66

6.1.1. Wellhead 66

6.1.2. Christmas Tree 66

6.2. Fasilitas Pemisahan 66

6.2.1. Separator 66

6.2.2. Gas Scrubber 69

6.3. Fasilitas Tambahan 69

6.3.1. Compressor 69

6.3.2. Glycol Contactor 70

6.3.3. Single Buoy Mooring 71

6.4. Perhitungan Parameter Surface Facilities 71


v
6.4.1. Panjang Pipa Produksi Permukaan 71

6.4.2. Pressure Loss Pada Pipa Produksi Permukaan 73

BAB VII FIELD DEVELOPMENT SKENARIO 78

7.1. Pemilihan Skenario Pengembangan 78

BAB VIII HEALTH SAFETY AND ENVIRONMENT AND COORPORATE


SOCIAL RESPONSIBILITY 82

8.1. Perumusan Masalah 84

8.2. Tujuan dan Manfaat Health, Safety, Evironment 85

8.3. Lokasi Kajian 86

8.4. Analisis Penentuan Kawasan Sensitif 86

8.4.1. Meteorologi 87

8.4.2. Oceanografi 88

8.4.3. Karakteristik Kondisi Ekstrim (Badai)(Angin, Ombak,

dan Arus) 89

8.4.4. Gelombang 89

8.4.5. Kualitas Air dan Sedimen 90

8.4.6. Plankton dan Bentos 90

8.4.7. Ikan 91

8.4.8. Aktifitas Sosial 91

8.5. Pelaksanaan 97

8.6. Corporate Social Resposibility (CSR) 102

8.6.1. Terumbu Karang 102

8.6.2. Tujuan & Sasaran 103

vi
8.6.3. Pembuatan Terumbu Karang 103

8.6.4. Pemeliharaan dan Pemantauan 105

BAB IX ABANDONMENT AND SITE RESTORATION PLAN 106

9.1. Peninggalan Sumur Secara Permanen 106

9.2. Proses Restorasi Pada Site Pemboran dan Abandont Well 109

BAB X PROJECT SCHEDULE & ORGANIZATION 110

BAB XI LOCAL CONTENT 113

BAB XII COMMERCIAL 115

12.1. Biaya Proyek 115

12.2. Analisa Sistem Keekonomian 116

12.3. Analisis Sensitivitas 117

12.4. Analisis Ekonomi 119

BAB XIII CONCLUSION AND RECOMMENDATION 120

13.1. Kesimpulan 120

13.2. Rekomendasi 120

DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Peta Fisiografi Regional kalimantan 2

Gambar 2.2. Keterangan Peta Fisiografi Regional Kalimatan 3

Gambar 2.3. Peta Geologi Regional Kalimantan 4

Gambar 2.4. Barito Basin-Makassar Straitcross-section 6

Gambar 2.5 Elemen Tektonik Kalimantan 6

Gambar 2.6. Tektonostatigrafi dari Cekungan Barito 9

Gambar 2.7. Tatanan Tektonik Cekungan Barito 10

Gambar 2.8. Petroleum System Cekungan Barito 13

Gambar 2.9. Penampang Geologi dengan Generasi Hidrokarbon Cekungan

Barito 14

Gambar 2.10. Data well logging sumur Granada-1 Lapangan Andalusia 15

Gambar 2.11. Data well logging sumur Granada-2 Lapangan Andalusia 16

Gambar 2.12. Data well logging sumur Granada-3 Lapangan Andalusia 17


Gambar 2.13. Data well logging sumur Granada-4 Lapangan Andalusia 18
Gambar 2.14. Korelasi Struktur dari Sumur Grd-1, Grd-2, Grd-3, dan Grd-4 19
Gambar 2.15. Peta Kedalaman Top Struktur Lapangan Andalusia 20
Gambar 2.16. Peta Kedalaman Bottom Struktur Lapangan Andalusia 21

Gambar 2.17. Peta Isopach Net-lime Lapisan Reservoir 22


Gambar 2.18. Peta distribusi property reservoir, dari pojok kiri terus berjalan
Searah jarum jam berurutan peta distribusi Vshale, Porositas
Efektif, Sataurasi, dan Pemeabilitas 23
Gambar 2.19. Peta NetPay untuk Lapisan Reservoir 24
Gambar 2.20. Peta Pore Volume yang Menunjukkan Lokasi Sumur Infill yang
Baru 26
viii
Gambar 3.1. Plot Data MDT vs DST pada Lapangan Andalusia 28

Gambar 3.2. Diagram Fasa Gas pada Lapangan Andalusia 28

Gambar 3.3. Rata-Rata Sifat Fisik Batuan pada Lapangan Andalusia 30

Gambar 3.4. Permeabillitas Relatif hasil Analisa Inti Batuan 30

Gambar 3.5. Hasil Perhitungan PVT 32

Gambar 4.1. Inflow Performance Curve sumur GRD-3 Setelah Stimulasi 36

Gambar 4.2. Inflow Performance Curve sumur GRD-4 Setelah Stimulasi 36

Gambar 4.3. Vertical Lift Performance Curve sumur GRD-3 Setelah Stimulasi 37

Gambar 4.4. Vertical Lift Performance Curve sumur GRD-4 Setelah Stimulasi 37

Gambar 4.5. Integrated Production Model Lapangan Andalusia 39

Gambar 5.1. Peta Lokasi Lapangan Andalusia 42

Gambar 5.2. Korelasi Kedalaman Sumur Granada 43

Gambar 5.3. Peta Pore Volume Untuk Rekomendasi Sumur Baru 44

Gambar 5.4. Rencana Waktu Pemboran Sumur GR-5 53

Gambar 6.1. Layout Fasilitas Produksi 64

Gambar 6.2. Surface Facilities Design 65

Gambar 6.3. Vertical Separator 68

Gambar 6.4. Gas Scrubber 69

Gambar 6.5. Kompressor 70

Gambar 6.6. Glycol Contactor 70

Gambar 6.7. Single Buoy Mooring 71

Gambar 6.8. Gas Pipeline 72

Gambar 7.1. Production Forecast 79

Gambar 7.2. Grafik Average gas production dan Reservoir Pressure 80

Gambar 7.3. Grafik oil production dan Water production 81


ix
Gambar 8.1. Peta Lokasi Lapangan Andalusia 86

Gambar 8.2. Windrose di Daerah Selat Makassar Kiri dan Kanan Maret 2008

Oktober 2008 Windrose 87

Gambar 8.3. Waktu Serangkaian Karakteristik Gelombang : (i) tinggi

Gelombang signifikan (atas), (ii) rata-rata periode gelombang

(tengah), dan (iii) rata-rata arah gelombang (lebih rendah)

sepanjang bagian utara-selatan yang diperoleh dari Climate

European Rentang Moderate Prakiraan Cuaca (ECMWF) 92

Gambar 8.4. Kepadatan Populasi Penduduk Kabupaten Kotabaru

(Sumber BPS 2007) 93

Gambar 8.5. Daftar Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan 94

Gambar 8.6. Tingkat dan Sebaran Pendidikan di Kabupaten Kotabaru 95

Gambar 8.7. Jumlah Penduduk dan Pemeluk Agama Kabupaten Kotabaru 96

Gambar 8.8. Daftar Penyakit dan Presentasennya 97

Gambar 8.9. Rencana Pengolahan Limbah UPN Petro 98

Gambar 8.10. Bioremediasi 100

Gambar 9.1. Well Sketch Granada 108

Gambar 12.1. Flow Project PSC Contract 117

Gambar 12.2. Spider Diagram (NPV) 118

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I-1. Hasil dari perhitungan IGIP pada lapisn Reservoir 27

Tabel III-1. Tinjauan Blok-XYZ 63

Tabel III-2. Data Log Setiap Sumur di Lapangan Andalusia 63

Tabel III-3. Komposisi Gas dari Hasil DST Setiap Sumur 63

Tabel VI-1. Deliverability dari Setiap Sumur Sebelum maupun Setelah


Stimulasi 63

Tabel VI-2. Validasi Model Sumur Terhadap Data Test 63

Tabel VI-3. System Option Stimulasi GAP pada Lapangan Andalusia 63

Tabel VI-4. Production Schedule & Assumption Simulasi GAP pada Lapangan
Andalusia 63
Tabel VI-5. Surface Equipment Simulasi GAP pada Lapangan Andalusia 63

Tabel VI-6. Production Scenario 63

Tabel V-1. Desain Casing Sumur Yang Direncanakan Per Trayek 63

Tabel V-2. Rencana Program Pahat Sumur GR-5 63

Tabel V-3. Rencana Program BHA Sumur GR-5 64

Tabel V-4. Rencana Program Lumpur Pemboran Sumur GR-5 64

Tabel V-5. Rencana Program Casing Sumur GR-5 65

Tabel V-6. Rencana Program Semen Sumur GR-5 65

Tabel V-7. Rencana Waktu Pemboran 65

Tabel V-8. Rencana Biaya Untuk Pemboran Sumur GR-5 65

Tabel VI-1. Rencana Surface Facilities 65

Tabel VI-2. Panjang Pipa Produksi 66

xi
Tabel VI-3 Kehilangan Tekanan Pada PIPELINE-1 67

Tabel VI-4. Kehilangan Tekanan Pada PIPELINE-2 70

Tabel VI-5. Kehilangan Tekanan Pada PIPELINE-3 70

Tabel VI-6. Kehilangan Tekanan Pada PIPELINE-4 70

Tabel VI-7. Kehilangan Tekanan Pada RISER-1 70

Tabel VI-8. Kehilangan Tekanan Pada RISER-2 70

Tabel VI-9. Kehilangan Tekanan Pada Choke GRD-1, GRD-2, GRD-3,

GRD-4 70

Tabel VIII-1.Rencana Program Lumpur Pemboran Sumur GR-5 63

Tabel X-1. Jadwal Pelaksanan Skenario 1 65

Tabel X-2. Jadwal Pelaksanan Skenario 2 66

Tabel X-3. Jadwal Pelaksanan Skenario 3 67

Tabel X-4. Jadwal Pelaksanan Skenario 4 70

Tabel XII-1. Analisis Keekonomian 70

xii
BAB I
EXECUTIVE SUMMARY

Lapangan Andalusia, Blok XYZ yang terletak di lepas pantai Selat Makasar
diprediksikan akan mulai diproduksikan awal bulan Januari 2010. Untuk
mengantarkanproduksi gas dari Production Platform menuju Terminal Cordoba
diperlukan pipa alir bawah laut sepanjang 300 km. Untuk mencapai target produksi
sebesar 100 MMscfd dengan tekanan separator pada Terminal Cordoba sebesar 350
psig, diperlukan pipa alir berdiameter 18.
Lokasi pengembangan lapangan termasuk ke dalam Cekungan Barito di
Kalimantan Selatan bagian tenggara. Dari hasil analisa G&G, lapisan batu gamping
yang terdapat dalam Formasi Berai berpotensi menjadi batuan reservoir pada Cekungan
Barito. Sedangkan lapisan penutup atau tudungnya berasal dari lapisan lempung yang
tebal dari Formasi Warukin Bawah. Tipe perangkap yang menjadi tempat
terakumulasinya hidrokarbon merupakan tipe struktur antiklinal. Dari hasil perhitungan
volumetrik didapatkan besar OGIP untuk Lapangan Andalusia sebesar 310 Bscf untuk
kedalaman sampai 4478 ft dan 362 Bscf untuk kedalaman sampai 4600 ft (GOC)
Proyek pengembangan Lapangan Andalusia mencakup desain surface
production facilities dari PQ (Process/Quarter) Platform menuju ORF (Onshore
Receiving Facilities) di Cordoba yang terdiri dari beberapa kegiatan utama, diantaranya:
1. Melakukan acidizing untuk ke-empat sumur existing serta menambah sumur
produksi baru pada 1 Januari 2013.
2. Memasang kompresor untuk mencapai target produksi pada 1 Januari 2014.
Dalam pengembangan tahap awal (POD I) Lapangan Andalusia, dilakukan
prediksi menggunakan 5 jenis skenario pengembangan. Skenario terpilih merupakan
skenario ke-tiga (menambah satu sumur produksi & satu kompresor) yang paling
memenuhi aspek keekonomian dan teknis. Dari hasil prediksi produksi, RF yang
diperoleh sebesar 94,38%.
Analisa keekonomian dari POD I Andalusia menunjukkan bahwa ROR dari proyek ini
sebesar 17%. Serta POT yang dibutuhkan yaitu selama 5 tahun 9 bulan. NPV yang
dihasilkan sebesar 75.94 MMUS$.

1
BAB II
GEOLOGICAL FINDING & REVIEWS

2.1. Geologi Regional Cekungan Barito


2.1.1. Fisiografi Regional
Secara fisiografis, Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70.000 kilometer
persegi di Kalimantan Selatan bagian tenggara dan terletak di sepanjang batas tenggara
Lempeng Mikro Sunda. Cekungan Barito merupakan cekungan bertipe foreland yang
berumur Tersier, berhadapan langsung dengan Pegunungan Meratus (Satyana dan
Silitonga, 1994). Di bagian utara, Cekungan Barito dipisahkan dengan Cekungan Kutai
oleh Sesar Adang. Sedangkan di bagian timur dipisahkan dengan Cekungan Asem-asem
oleh Tinggian Meratus yang memanjang dari arah Barat daya sampai Timur laut. Di
bagian selatan merupakan batas tidak tegas dengan Cekungan Jawa Timur Utara dan di
bagian barat berbatasan dengan Konplek Schwaner yang merupakan basement.

Gambar 2.1.
Peta Fisiografi Regional Kalimantan
2
Gambar 2.2.
Keterangan Peta Fisiografi Regional Kalimantan

Suatu penampang melintang melalui Cekungan Barito memperlihatkan bentuk


cekungannya yang asimetrik. Hal ini disebabkan oleh adanya gerak naik ke arah barat
dari Pegunungan Meratus. Sedimen-sedimen Neogen ditemukan paling tebal sepanjang
bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian menipis ke arah barat.

Formasi Tanjung merupakan batuan sedimen Tersier tertua yang terdapat di


Cekungan Barito bagian timur. Cekungan Barito di daerah ini dialasi oleh batuan
sedimen Kelompok Pitap, batuan vulkanik Kelompok Haruyan, Formasi Batununggal
dan Paniungan, Granit Belawaian, dan batuan ultrabasa (Heryanto dan Hartono, 2003).
Cekungan ini, sebagai salah satu cekungan tempat berakumulasinya sumber daya
energi, memiliki endapan batubara dengan sebaran yang sangat luas.

Menurut Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa Zona


fisiografi, yaitu:
1. Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda.
2. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak dilepas
Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan yang dikenal
sebagai sub cekungan Pasir.
3. Meratus Graben, terletak di antara blok Schwaner dan Paternoster, daerah
3
ini sebagai bagian dari cekungan Kutai.
4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat laut dan
Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-cekungan tersebut
antara lain:
Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur.
Disebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh Semporna High.
Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching yang
merupakan tempat penampungan pengendapan dari TinggianKuching selama
Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur Tektoniok yang dikenal
sebagai Paternoster Cross Hight dari cekungan Barito.

Gambar 2.3.
Peta Geologi Regional Kalimantan

4
2.1.2. Tatanan Tektonik Cekungan Barito
Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar yang menjadi bagian dari Lempeng
mikro Sunda. Menurut Tapponnir (1982) lempeng Asia Tenggara ditafsirkan sebagai
fragmen dari lempeng Eurasia yang melejit ke Tenggara sebagai akibat dari tumbukan
kerak Benua India dengan kerak Benua Asia, yang terjadi kira-kira 40 50 juta tahun
yang lalu. Fragmen dari lempeng Eurasia ini kemudian dikenal sebagai lempeng mikro
Sunda yang meliputi semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah. Adapun batas-batas yang paling penting disebalah Timur adalah :
1. Komplek subduksi Kapur Tersier Awal yang berarah Timurlaut, dimulai dari
Pulau Jawa dan membentuk pegunungan Meratus sekarang.
2. Sesar mendatar utama di Kalimantan Timur dan Utara(Gambar 2.5)
3. Jalur subduksi di Kalimantan Utara, Serawak, dan Laut Natuna, Jalur ini dikenal
dengan jalur Lupar.
Cekungan ini terletak diantara dua elemen yang berumur Mesozoikum (Paparan
Sunda di sebelah barat dan Pegunungan Meratus yang merupakan jalur melange
tektonik di sebelah timur). Orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen mengakibatkan
bongkah Meratus bergerak ke arah Barat. Akibat dari pergerakan ini sedimen-sedimen
dalam Cekungan Barito tertekan sehingga terbentuk struktur perlipatan. Cekungan
Barito memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang disebabkan oleh adanya gerak
naik dan gerak arah barat dari Pegunungan Meratus. Sedimen- sedimen Neogen
ditemukan paling tebal sepanjang bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian
menipis ke Barat.
Menurut After Satyana and Silitonga, (1994) secara keseluruhan sistem
sedimentasi yang berlangsung pada cekungan ini melalui daur genang laut dan susut
laut yang tunggal, dengan hanya ada beberapa subsiklus yang sifatnya lokal dan kecil.
Formasi Tanjung yang berumur Eosen menutupi batuan dasar yang relatif landai,
sedimen-sedimennya memperlihatkan ciri endapan genang laut yang diendapkan pada
lingkungan deltaik air tawar sampai payau. Formasi ini terdiri dari batuan-batuan
sedimen klastik berbutir kasar yang berselang-seling dengan serpih dan kadangkala
batubara. Pengaruh genang laut marine bertambah selama Oligosen sampai Miosen
Awal yang mengakibatkan terbentuknya endapanendapan batugamping dan napal
(Formasi Berai). Pada Miosen Tengah-Miosen Akhir terjadi susut laut yang
mengendapkan Formasi Warukin. Pada Miosen Akhir ini terjadi pengangkatan yang

5
membentuk Tinggian Meratus, sehingga terpisahnya Cekungan Barito, Subcekungan
Pasir dan Subcekungan Asam-Asam (Gambar 2.4).

Gambar 2.4
Barito Basin-Makassar Straitcross-section

Gambar 2.5.
Elemen Tektonik Kalimantan

6
2.1.3. Stratigrafi Regional
Urutan stratigrafi daerah cekungan Barito menurut N. Sikumbang dan R.
Heryanto (1994), yaitu cekungan Barito terdiri dari batuan termuda aluvium dan
endapan gambut yang berada diatas Formasi Dahor dan tersusun dari batupasir kuarsa
lepas berbutir sedang, lempung, dan juga dijumpai lignit serta konglomerat, berumur
Plio-Plistosen.

Batuan dasar Cekungan Barito adalah batuan Pra-Tersier terdiri dari batuan beku
bersifat granitik dan andesitik serta batuan malihan terdiri dari perselingan batulanau
dengan batupasir halus sampai kasar dengan sisipan konglomerat dan breksi. Diatas
batuan Pra-Tersier ini diendapkan batuan sedimen Tersier yang terdiri dari tua ke muda
yaitu:
1. Formasi Tanjung 4. Formasi Dahor
2. Formasi Berai 5. Endapan Kuarter (Aluvium).
3. Formasi Warukin
Kontak antara batuan Pra-Tersier dan batuan sedimen Tersier ialah kontak
ketidakselarasan umur, tetapi di beberapa tempat tertentu terdapat kontak ketidakselarasan
tektonik.

Susunan stratigrafi dapat dibagi tiga, pra-Tersier, Tersier dan Kuarter. Setiap satuan
diberi nama dan diperkirakan secara litostratigrafi berdasarkan tata-nama yang telah
berlaku di daerah Cekungan Kalimantan Selatan yang mengikuti rekomendasi Sandi
Stratigrafi Indonesia (1975). Tatanan stratigrafi regional dari tua ke muda, adalah sebagai
berikut :

1. Formasi Tanjung
Diendapkan pada kala Eosen, terletak tidak selaras di atas batuan dasar yang yang
merupakan batuan beku dan metamorf berumur Pra-Tersier. Pada bagian bawah
formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung dan sisipan batubara,
sedangkan bagian atas terdiri dari batulempung dan napal dengan sisipan batupasir
dan batugamping. mengandung fosil. Formasi Tanjung terendapkan dalam lingkungan
fluviatil sampai dengan laut dangkal, ketebalannya sampai 750 m.
2. Formasi Berai
Diendapkan selaras diatas Formasi Tanjung pada kala Oligosen hingga Miosen
Bawah, terdiri dari Anggota Berai Bawah yang disusun oleh napal, batulanau,

7
batugamping dan sisipan batubara; Anggota Berai Tengah dicirikan oleh batugamping
masif dengan interklas napal; dan Anggota Berai Atas tersusun oleh serpih dengan
sisipan batugamping berselingan dengan napal, batulempung napalan dan sedikit
batubara. Formasi ini terendapkan dalam lingkungan neritik dengan ketebalan sekitar
1000 m.
3. Formasi Warukin
Diendapkan selaras di atas Formasi Berai pada kala Miosen Tengah hingga Miosen
Atas, terdiri dari Anggota Warukin Bawah yang disusun oleh napal, batulempung, dan
siispan batupasir. Anggota Warukin Tengah relative sama dengan Warukin Bawah,
hanya pada batupasirnya menjadi tebal dan banyak dijumpai lapisan tipis batubara
yang tebal hingga 20 meter dan juga batupasir dan batulempung karbontan. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan paralik hingga delta pada fase regresi dengan ketebalan
sekitar 400 meter.
4. Formasi Dahor
Di atas Formasi Warukin diendapkan secara tidak selaras Anggota Layang Formasi
Dahor, berumur Pliosen. Anggota Layang terdiri atas konglomerat aneka bahan
berkomponen semua batuan lebih tua dengan ukuran kerikil-bongkah. Sedimen pada
formasi ini diendapakan ke dalam rapidly subsiding basin akibat pengangkatan
kontinental bagian barat dan pengangkatan Penggunungan Meratus di bagian timur Di
atas Anggota Layang Formasi Dahor terendapkan Formasi Dahor, berumur Plio -
Plistosen Awal. Formasi Dahor terdiri atas batupasir kuarsa lepas berbutir sedang
terpilah buruk, konglomerat lepas dengan komponen kuarsa, batulempung lunak,
setempat dijumpai lignit dan limonit, Formasi ini diendapkan di lingkungan paralik-
lagunal dengan ketebalan sekitar 250 m.
5. Endapan Alluvium
Terdiri dari hasil rombakan batuan yang lebih tua, berupa material berukuran kerakal
hingga lempung, menumpang tidak selaras di atas Formasi Dahor. Secara
keseluruhan, sistem sedimentasi yang berlangsung di cekungan ini melalui siklus
transgresi dan regresi serta beberapa sub siklus yang bersifat lokal. Turunnya bagian
tengah cekungan dan erosi yang aktif di bagian Tinggian Meratus menyebabkan
pengendapan sedimen yang banyak, membentuk urutan endapan paralik hingga delta.
Hal tersebut juga tercermin endapan batubara yang relatif tebal pada Formasi
Warukin.

8
Gambar 2.6.
Tektonostratigrafi dari Cekungan Barito

2.2. Struktur Geologi Regional


Pola struktur yang berkembang di pulau Kalimantan berarah Meratus (Timur laut-
Barat daya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur sesar tetapi juga pada arah
sumbu lipatan.Unsur struktur di daerah cekungan barito adalah, struktur sesar dan lipatan
yang berarah Timurlaut - Baratdaya. Jenis sesar diduga berupa sesar geser dan sesar
normal. Kegiatan tektonik yang diketahui adalah pada paska Miosen dan diduga telah
berlangsung sebelum Tersier yang diperkirakan mempengaruhi Formasi Dahor.
Analisa struktur memperlihatkan bahwa sedikitnya terdapat dua macamgerak
tektonik yang dominan di daerah penelitian X. Pada Eosen sampai MiosenTengah daerah
ini didominasi oleh gaya-gaya tarikan (ekstensional) yangmengakibatkan terjadinya sesar-
sesar normal berarah timur laut-barat daya danbarat laut-tenggara. Gaya tarikan ini
terutama berpengaruh dalam pematahanbongkah yang membentuk relief cekungan. Dari
Miosen Tengah sampai Plio-Pleistosen daerah ini didominasi oleh gerak tektonik dengan

9
gaya tekanan(compressional) yang mengakibatkan sesar-sesar naik dan perlipatan
berarahsejajar dengan Pegunungan Meratus.

Gambar 2.7.
Tatanan Tektonik Cekungan Barito
Gaya tekanan ini juga berpengaruh dalampembentukan basement reversal yaitu
paleo basement low menjadi recentbasement high yang ternyata menjadi tempat-tempat
paling potensial untukakumulasi hidrokarbon. Diintegrasikan dengan saat pembentukan
hidrokarbonternyata patahan dan lipatan yang terbentuk oleh gaya tekanan pada Plio-
Pleistosen sangat berperan dalam migrasi dan pemerangkapan hidrokarbon di Cekungan
Barito ini.

2.3. Petroleum System Cekungan Barito


Di Cekungan Barito, terdapat lima bagian dari sistem petroleum yangtentunya
dipengaruhi dengan kondisi geologi regional maupun lokal yang ada padadaerah tersebut.
Mengenai geologi regional yang telah disebutkan sebelumnya yaitubahwa pada cekungan
ini terjadi beberapa fase tektonik yang mempengaruhi dalampembentukan geometri dari

10
basement maupun sedimen yang ada diatasnya sehinggaterdapat beberapa keungkinan
yang membuat batuan-batuan tersebut dapat bertindaksebagai bagian dari sistem
hidrokarbon tersebut.

2.3.1. Batuan Induk


Batuan induk (source rock), yaitu batuan sedimen yang banyak mengandung
bahan-bahan atau material organik sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang mengalami
pematangan sehingga terbentuk minyak dan gas bumi.
Batuan induk yang terdapat di cekungan Barito dari perkiraan litologiadalah
sebagai berikut:
- Formasi Tanjung pada lapisan serpih paralik dan serpih neritik.
- Formasi Berai pada lapisan serpih dan napal neritik.
- Formasi Warukin pada lapisan serpih paralik.
Kemungkinan ketiga formasi diatas dengan endapan-endapan serpih dannapal yang
diendapkan pada lingkungan peralik dan neritik tersebut dapatberperan sebagai batuan
induk pembentuk hidrokarbon berdasarkan analisadengan Metoda Lopatin.
Formasi Tanjung merupakan batuan induk yang mencapai on set of oilgeneration
dengan TTI (Time Temperature Index) = 15 pada umur MiosenTengah Miosen Akhir
atau pada 15-9 juta tahun yang lalu.Studi Geokimia menyebutkan bahwa dari batuan induk
matang padaCekungan Barito telah digenerasikan minyak sejumlah 240 BBO. Dari
sejumlah besar tersebut, 6.5 BBO dijebak oleh perangkap-perangkap yang ada,
tidaksampai 2 BBO diantaranya merupakan sumber daya lapangan-lapangan dansejumlah
prospek dan lead yang ada. Sampai saat ini, potensi sumber daya yangsudah diketahui
lokasi pemerangkapannya berupa prospek dan lead berjumlah1.0 BBOE, sisanya yang
merupakan peluang eksplorasi sebesar 4.6 BBO, belumberhasil ditemukan atau
dibuktikan.

2.3.2. Migrasi
Proses ini merupakan perpindahan minyak dan gas bumi dari batuan induk menuju
ke lapisan reservoar untuk dikonsentrasikan di dalamnya, dan pergerakan minyak dan gas
bumi akan berhenti setalah mencapai perangkap reservoar
Migrasi hidrokarbon di Cekungan Barito dapat ditafsirkan sebagai migrasilateral dan
atau migrasi vertikal. Migrasi lateral terjadi pada bagian dalam cekungan.Akibat migrasi
ini, terjadi pengisian hidrokarbon pada perangkap-perangkap stratigrafi. Migrasi secara

11
vertikal terjadi melaluibidang patahan dan bidang ketidakselarasan antara batuan dasar
dengan lapisan sedimendiatasnya. Migrasi sekunder memegang peranan penting dalam
proses akumulasi danpemerangkapan hidrokarbon mengingat posisi perangkap merupakan
daerah tinggian.

2.3.3. Batuan Reservoar


Batuan reservoar (reservoir rock), merupakan semua batuan yang bersifat porous
(berpori-pori) dan kelolosan (permeabilitas) sehingga minyak dan gas bumi yang
dihasilkan oleh batuan induk akan berakumulasi di sini.
Lapisan batugamping yang terdapat dalam Formasi Berai berpotensi menjadi
batuan reservoar pada Cekungan Barito.Melihat dari Formasi Berai yang dicirikan oleh
litologi Batugamping klastik yang terbentuk pada fasies carbonate debris pada lingkungan
pengendapan lereng ( slope). Porositas lapisan batugamping berkisar antara 5-20 %.

2.3.4. Batuan Tudung


Batuan tudung (seal rock), adalah suatu batuan sedimen yang kedap air sehingga
minyak dan gas bumi yang ada di dalam reservoar tidak dapat keluar lagi. Batuan tudung
pada umumnya merupakan lapisan lempung yang tebal dariFormasi Warukin bawah.
Lempung pada Formasi Warukin bawah menjadi penutuppada reservoar karbonat Formasi
Berai.

2.3.5. Jenis Perangkap


Perangkap reservoar merupakan unsur penting dalam cara terdapatnya minyak dan
gas bumi. Usaha eksplorasi terutama ditujukan untuk mencari perangkap-perangkap
reservoar ini. Istilah perangkap atau trap, ialah bentuk geometri struktur atau lapisan
sedemikian rupa sehingga tubuh reservoar terkurung atau tersekat oleh batuan yang
impermeabel (batuan penyekat). Jadi seolah-olah minyak terjebak atau tersangkut pada
batuan reservoar, tidak bisa lepas atau bermigrasi lebih lanjut.
Pada umumnya jenis perangkap hidrokarbon di Cekungan Barito merupakan
struktur antiklinal dari suatu antiklinorium yang terbentuk pada Plio-Pleistosen seperti
pada Formasi Warukin. Struktur sesar, baik normal maupungeser dapat bertindak sebagai
perangkap hidrokarbon. Perangkap stratigrafi terjadi padabatugamping terumbu Formasi
Berai.

12
Gambar 2.8.
Petroleum System Cekungan Barito

2.4. Petroleum Play


Pembentukan minyak bumi yang diawali pada Miosen Tengah dimungkinkan
termigrasi ke batuan cadangan melalui sesar-sesar yang terjadi bersamaan dengan
pembentukan minyak bumi. Pada kala Plio-Pleistosin cekungan Barito mengalami
pengangkatan danperlipatan terakhir yang paling aktif sehingga migrasi melalui sesar-
sesarberlangsung intensif dan minyak bumi terperangkap pada struktur antiklin yang
berasosiasi dengan sesar naik terutama pada formasi yang paling tinggi (Formasi
Tanjung).

13
Gambar 2.9.
Penampang Geologi dengan Generasi Hidrokarbon Cekungan Barito
Tektonik di cekungan Barito sangat penting peranannya mulai dari pembentukan
hidrokarbon (penurunan yang menambah kedalaman penimbunan), pengangkatan dan
perlipatan (pembentukan struktur perangkap hidrokarbon dan sarana migrasi (sesar-sesar
sebagai jalur migrasi dari batuan induk kebatuan reservoar).

14
2.5. Analisa Petrofisika

Gambar 2.10.
Data well logging sumur Granada-1 Lapangan Andalusia
Log Sumur Granada-1 merupakan sumur referensi pada penelitian yang dilakukan
kali ini. Sumur ini menembus satu lapisan. Pada sumur granada satu ini data log yang
tersedia yaitu log GR, SP, Caliper, ILD, SNP, Sonic dan Density. Dari data log tersebut
akan dapat diketahui litologi penyusun dan zona prospek hidrokarbon beserta kualitas
properti yang terkandung didalamnya seperti nilai porositas, permeabilitas dan saturasinya.
Berdasarkan hasil analisa petrofisika yang dilakukan didapatkan hasil padaSumur
Granada-1, memiliki pola elektrofacies berbentuk blocky atau cylindricaldengan litologi
batugamping. Zona prospek hidrokarbon terdapat pada interval 3985-4265 m,
diperlihatkan dengan adanya bentuk crossover pada nilai log NPHI danlog Rhob. Dari

15
hasil perhitungan evaluasi formasi yang telah dilakukan pada sumursatu, diketahui nilai
properti dari sumur granada satu ini dengan nilai porositas sebesar 15,18 %, Vsh 14,0%
dan Sw 54,1 %. Dengan menggunakan formula Dunes and Coates(dalam Usman Ahmed,
1991) menggunakan parameter porositas efektif dan Sw yang didapatkan dari analisa
petrofisika maka bisa didapatkan nilai permeabilitas dari zona prospek di Sumur Granada-
1.
2 (1 )
1/2 = 100. (2.1)

Dengan menggunakan formula di atas maka dengan parameter Sw dan Nilai


porositas didapatkan nilai permeabilitas untuk zona prospek pada sumur Granada-1
sebesar 139,7211 md.

Gambar 2.11.
Data well logging sumur Granada-2 Lapangan Andalusia
Log sumur Granada-2 merupakan sumur yang terletak sekitar 2,6 km sebelah barat
laut dari sumur Granada-1. Ketersedian data pada sumur ini hanya berupa data logGR,
Caliper, LLS, LLD, DRH, CNL dan Litho Density. Dari data tersebut didapatkan informasi
zona prospek berada di interval 4400 - 4500 litologi penyusun lapisan ini adalah

16
batugamping dengansisipan shale dengan bentuk elektrofacies yang irregular. Berdasarkan
hasil analisa petrofisika yang telah dilakukan didapatkan hasil, nilai porositas efektifnya
sebesar 13,938 %, Vsh 23,2 %, Sw 75,8% dan permeabilitas 78,67086 md.

Gambar 2.12.
Data well logging sumur Granada-3 Lapangan Andalusia
Log sumur Granada-3 merupakan sumur yang terletak sekitar 1,8 km
sebelahtenggara dari sumur Granada-1. Ketersedian data pada sumur ini hanya berupa data
logGR,SP, Caliper, Rxo, LLD, HLLD, HRHO, TNPH, HDRH, dan DTC. Dari data
tersebut didapatkan informasi zona prospekberada di interval 4185 - 4585 litologi
penyusun lapisan ini adalah batugamping dengan bentuk elektrofacies yang blocky atau

17
cylindrical.Berdasarkan hasil analisa petrofisika, didapatkan nilai porositas efektif 5,940
%, Vsh 14.5 %, Sw 32,3 % dan permeabilitasnya sebesar 86,06637 md.

Gambar 2.13.
Data well logging sumur Granada-4 Lapangan Andalusia
Log sumur Granada-4 merupakan sumur yang terletak sekitar 1,3 km sebelah barat
dari sumur Granada-1. Ketersedian data pada sumur ini hanya berupa data logGR, SP,
Caliper, Rxo, HLLS, HLLD, HRHO, TPNH, HDRH, dan DTC. Dari data tersebut
didapatkan informasi zona prospekberada di interval 4220 - 4540 litologi penyusun lapisan
ini adalah batugamping dengan bentuk elektrofacies yang blocky atau cylindrical.Dari
perhitungan dan analisa yang telah dilakukan, didapatkan nilai porositas efektifnya sebesar
3,151 %, Vsh 19,2 %, Sw 12,8% dan permeabilitas 82,0877 md. Dari log resistivitas

18
HLLD terlihat perubahan nilai resistivitas yang mulai terjadi pada interval 4530 m yang
diidentifikasi sebagai Last Known Gas berada.

2.6. Korelasi Struktur

Gambar 2.14.
Korelasi Struktur dari Sumur Grd-1, Grd-2, Grd-3, dan Grd-4
Dari keempat log sumur yang disediakan yaitu Sumur Granada-1, Sumur Granada-
2, Sumur Granada-3, dan Sumur Granada-4, untuk menginterpretasikan geometri dari
reservoir yang berada dibawah permukan, dilakukan korelasi struktur dengan datum yang
digunakan adalah Rata-rata permukaan air laut. Korelasi ini gunanya adalah untuk
mengetahui kondisi bawah permukaan yang terjadi pada kondisi sekarang, dan juga
berguna untuk menginterpretasikan bagaimana bentuk geometri dari reservoirnya. Untuk
dapat mengkorelasikan satu sumur dengan sumur yang lain, faktor yang penting untuk
diamati adalah pola elektrofacies dan diintegrasi dengan referensi geologi regional
mengenai lingkungan pengendapan pada daerah tersebut. Berdasarkan hal itu, pada Sumur
Granada-1, Sumur Granada-3, dan Sumur Granada-4 memperlihatkan geometri suatu deep
water carbonate yang terisi oleh batugamping dengan pola elektrofasies blocky atau
cylindrical.Selain itu, terjadi perubahan fasies yang dapat dilihat dari perubahan pola
elektrofasies pada Sumur Granada-2. Dimana Sumur Granada-2 memperlihatkan suatu
19
bentuk geometri turbidite silisiclastic yang terisi oleh batugamping dengan sisipan shale
dengan pola elektrofasies irregular.

2.7. Interpretasi Geologi Bawah Permukaan.


2.7.1. Peta Struktur Kedalaman
Peta struktur kedalaman merupakan peta bawah permukaan yang menggambarkan
geometri baik bagian atas maupun bawah lapisan. Dari peta strukturkedalaman ini bisa
diketahui dimana bagian rendahan dan tinggian. Dari peta ini bisadilihat bagaimana
bentukan struktur geologi (antiklin dan sinklin) serta sesar yangberkembang pada area
telitian. Dari data yang diberikan, terdapat satu peta kedalaman struktur yaitu
petakedalaman struktur top dan bottom ini merupakan peta kedalaman pada Lapangan
Andalusia. Untuk memudahkan dalam pengerjaan dan analisis geologi lebih lanjut, maka
peta tersebut kemudian dilakukan digitasi sehingga didapatkan gambaran seperti yang
terlihat dibawah ini.

Gambar 2.15.
Peta Kedalaman Top Struktur Lapangan Andalusia

20
Gambar 2.16.
Peta Kedalaman Bottom Struktur Lapangan Andalusia
Bentukan antiklin yang terdapat didaerah telitian merupakan salah satu jenis
perang-kap yang bisa diinformasikan dari peta kedalaman struktur dan merupakan
perangkap yang potensial untuk menjadi tempat terakumulasinya hidrokarbon.

2.7.2. Peta Isopach Net-lime dan Properties


Lapisan reservoir merupakan reservoir yang disusun oleh litologi batugamping
dengan pola elektrofacies blocky atau cylindrical. Reservoir ini berada pada interval 3945
4540 meter. Setalah diketahui interval dan ketebalan dari reservoir pada lapisan ini dari
pembacaan log, maka kemudian langkah yang dilakukan adalah pembuatan peta isopach
atau peta ketebalan dari reservoir tersebut.
Peta Isopach netlime merupakan peta ketebalan reservoir batugamping. Dari peta
isopach netlime ini bisa dijadikan sebagai dasar dalam melakukan pendekatan untuk

21
menentukan lingkungan pengendapan danmerupakan salah satu faktor penting dalam
perhitungan volumetric untuk mengetahuijumlah cadangan hidrokarbon. Ketebalan dari
reservoir batugamping didapatkan dari hasil pembacaan interval dari data log sumur. Pada
sumur granada, batugampig yang terbentuk pada lapisan ini menunujukan pola
elektrofasies yang berbentuk blocky dengan nilai GR yang sangat rendah dan defleksi
kurva log yang kearah kiri.

Gambar 2.17.
Peta Isopach Net-lime Lapisan Reservoir
Gambar diatas merupakan gambar Peta IsopachNet-lime pada lapisan reservoir.
Pada zona reservoir disusun oleh batugamping yang dari kurva log GR menunjukan pola
blocky. Dari bentuk elektrofacies blockyyang ditunjukan dari kurva log GR pada sumur
granada, diinterpretasikan sebagai fasiesdeep water carbonate. Secara keseluruhan sistem
pengendapan yang dibentuk lapisan reservoir ini merupakan endapan yang terbentuk pada
sistem endapan deep water di lingkungan laut.

22
Gambar 2.18.
Peta distribusi properti reserveoir, dari pojok kiri terus berjalan searah jarum jam
berurutan peta distribusi Vshale, Porositas Efektif, Saturasi, dan Permeabilitas
Peta distribusi properti reservoir merupakan gambaran penyebaran dari properti
yang terkandung dari suatu reservoir diantaranya Vshale, porositas, permeabilitas dan
saturasi yang bisa dijadikan sebagai parameter kualitas reservoir. Untuk membuat peta
distribusi ini dilakukan intrapolasi dan ekstrapolasi dari nilai-nilai properti yang telah
didapatkan dari hasil analisa petrofisika log sumur granada lapisan reservoir. Dari model
yang tergambarkan pada peta distribusi diatas terlihat pola dari properti reservoir yang
dikontrol oleh lingkungan pengendapannya. Nilai Vshale pada lapisan reservoir yang
disusun oleh litologi batugamping berkisar antara 0,232 - 0,140 % dengan nilai porositas
efektif diantara 15,183,151 %, permeabilitas pada kisaran 78,67086139,7211 md. Untuk
nilai saturasi oil yang tersebar pada peta diatas adalah antara 0,7580,128.

23
2.7.3. Peta Netpay dan Perhitungan IGIP
Peta Netpay merupakan peta yang menggambarkan ketebalan batugamping yang
mengandung hidrokarbon. Peta ini merupakan gabungan dari peta kedalaman struktur,
peta isopach netlime dan LKG. Dari gabungan peta tersebut akan diketahui seberapa besar
luasan dan volume bulk dari reservoir yang mengandung hidrokarbon, yang nantinya
berguna untuk perhitungan IGIP. Dalam melakukan perhitungan luasan netpay dilakukan
dengan cara memplotkan peta netpay dengan kertas millimeter kalkir dan didapatkan nilai
luasan untuk masing-masing kontur luasan.

Gambar 2.19.
Peta NetPay untuk Lapisan Reservoir
Sebelum melakukan perhitungan IGIP, diperlukan nilai volume dari luasan kontur
peta Netpay. Untuk mendapatkan nilai volume tersebut digunakan rumus trapezoidal dan
pyramidal. Rumus trapezoidal digunakan apabila hasil dari perbandingan luasan nilai
kontur An terhadap A(n+1) lebih besar dari 0.5. dan apabila perbandingan antara luasan
An terhadap A(n+1) lebih kecil dari 0.5 maka rumus pyramidal yang akan digunakan.

24
h
Trapezoidal = 2 (An + An+1 ) (2.2)
h
Pyramidal = 3 (An + An+1 ) + An x An+1 (2.3)

Keterangan:
An : Luas bidang yang dihitung
An+1 : Luas yang posisinya di bawah luas yang dihitung pada tabulasi data
h : Selang interval kontur bawah dan atas.
Setelah didapatkan Volume bulk, kemudian langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan IGIP untuk diketahui jumlah cadangan awal dari reservoir yang dimiliki.
Untuk melakukan perhitungan ini digunakan persamaan volumetric IGIP, dengan
dimasukan faktor porositas efektif, volume bulk, dan saturasi air didalamnya.
43560 x Vb x x (1Sw )
IGIP = Bgi
(2.3)

Keterangan:
IGIP : Volume hidrokarbon mula-mula (a) STB atau (b) STM3
Vb : Volume reservoir, (a) acre-ft atau (b) m3
: Porositas Batuan
Sw : Saturasi air
(1-Sw) : Saturasi hidrokarbon (Sh)
Bgi : Faktor volume formasi gas mula-mula, (a) Bbl/STB atau (b) m3/STM3
43560 : konstanta konversi, bbl/acre-ft
Tabel I-1
Hasil dari perhitungan IGIP pada lapisan reservoir
Volume
Area Luas Luas Selang
An/An- Reservoi IGIP
Bidang Bidang Sebenarnya Kedalama Rumus
1 r (MSCF)
Kontur Kontur (acre) n (feet)
(acre.ft)
A0 50.99 5600.517 - - - -
Trapezoida
A1 35.39 3887.082 0.694 100 474380
l
Trapezoida 347734359
A2 25.52 2803.004 0.721 100 334504
l
A3 15.08 1656.321 0.591 100 Pyramidal 220467
A4 0 0 0 100 Pyramidal 55211
Total Volume
1084562
Reservoir
Dari hasil perhitungan didapatkan hasil pada lapisan satu memiliki jumlah cadangan
IGIP sebesar 347.734.359.247 SCF.

25
2.7.4. Peta Pore Volume dan Rekomendasi Lokasi Titik Sumur Infil Baru.
Peta pore-volume merupakan Peta yang dihasilkan dari perkalian peta isoporositas
dengan peta net-pay. Dari peta ini, akan diketahui dimana lokasi dengan karakteristik
reservoir yang baik dengan jumlah volume yang besar. Berdasarkan dari peta pore volume
ini, direkomendasikan titik sumur infil yang baru yang berada pada koordinat X=577567,
Y=9607544.

Gambar 2.20.
Peta Pore Volume yang Menunjukan Lokasi Sumur Infill yang Baru

26
3.2.2. Karakteristik Batuan
Tabel III-2
Data Log Setiap Sumur di Lapangan Andalusia
Jenis Log Granada - 1 Granada - 2 Granada - 3 Granada - 4
Sp
Gamma Ray
Resistivity caliper
Short Normal
Deep Laterolog
Density
SNP
Sonic
Density Caliper
LLS
DRH
CNL
Lithodensity
Rxo
HLLD
HRHQ
TNPH
HDRH
DTC
GRI
GRL

Berdasarkan hasil analisa log yang dilakukan pada tiap tiap sumur akumulasi gas
berada pada lapisan batugamping. Porositas rata-rata reservoir secara keseluruhan sebesar
16,41% dan saturasi air sebesar 0,26%.
Berdasarkan hasil analisa uji sumur, jenis batuan reservoir pada lapangan ini
memiliki tipe dual porosity: (1) porositas matriks dan (2) porositas rongga. Input data
untuk perhitungan porositas berupa porositas dari log density, neutron dan sonic. Porositas

29
total diperoleh dari cross plot antara density-neutron. Jika kondisi lubang bor nya jelek,
porositas sonic log dapat digunakan.

Gambar 3.3.
Rata-Rata Sifat Fisik Batuan pada Lapangan Andalusia

Gambar 3.4.
Permeabilitas Relatif hasil Analisa Inti Batuan
3.2.3. Karakteristik Fluida
Komposisi fluida didapat dari analisa yang dilakukan terhadap GRD 1, GRD 2
GRD 3 (DST#1) dan GRD 4 (DST #1& DST#2). Rata-rata kandungan gas didominasi
oleh metana 97 %, CO2 0,57 %, N2 0,24 %, tanpa kandungan H2S dan sisanya
kondensat 1,4 %.

30
3.2.2. Karakteristik Batuan
Tabel III-2
Data Log Setiap Sumur di Lapangan Andalusia
Jenis Log Granada - 1 Granada - 2 Granada - 3 Granada - 4
Sp
Gamma Ray
Resistivity caliper
Short Normal
Deep Laterolog
Density
SNP
Sonic
Density Caliper
LLS
DRH
CNL
Lithodensity
Rxo
HLLD
HRHQ
TNPH
HDRH
DTC
GRI
GRL

Berdasarkan hasil analisa log yang dilakukan pada tiap tiap sumur akumulasi gas
berada pada lapisan batugamping. Porositas rata-rata reservoir secara keseluruhan sebesar
16,41% dan saturasi air sebesar 0,26%.
Berdasarkan hasil analisa uji sumur, jenis batuan reservoir pada lapangan ini
memiliki tipe dual porosity: (1) porositas matriks dan (2) porositas rongga. Input data
untuk perhitungan porositas berupa porositas dari log density, neutron dan sonic. Porositas

29
total diperoleh dari cross plot antara density-neutron. Jika kondisi lubang bor nya jelek,
porositas sonic log dapat digunakan.

Gambar 3.3.
Rata-Rata Sifat Fisik Batuan pada Lapangan Andalusia

Gambar 3.4.
Permeabilitas Relatif hasil Analisa Inti Batuan
3.2.3. Karakteristik Fluida
Komposisi fluida didapat dari analisa yang dilakukan terhadap GRD 1, GRD 2
GRD 3 (DST#1) dan GRD 4 (DST #1& DST#2). Rata-rata kandungan gas didominasi
oleh metana 97 %, CO2 0,57 %, N2 0,24 %, tanpa kandungan H2S dan sisanya
kondensat 1,4 %.

30
Tabel III-3
Komposisi Gas dari Hasil DST Setiap Sumur
GRD-4 GRD-4
GRD-1 GRD-3
Komponen _DST#1 _DST#2
%Mol %Mol %Mol %Mol
methana 97.69 98.35 97.65 97.59
ethana 0.23 0.27 0.23 0.23
propana 0.43 0.28 0.43 0.43
iso-butana 0.18 0.15 0.19 0.18
N- buthana 0.21 0.13 0.21 0.21
iso-pentana 0.11 0.09 0.11 0.11
n-pentana 0.07 0.05 0.07 0.07
n-hexana 0.07 0.06 0.08 0.07
n-heptane 0.07 0.1 0.07 0.08
n-oktana 0.04 0.06 0.04 0.04
n-nonana 0.01 0.02 0 0.01
n-decana 0 0.01 0 0
CO2 0.71 0.1 0.71 0.75
H2S 0 0 0 0
N2 0.18 0.32 0.21 0.23

Perhitungan sifat-sifat fisik fluida dilakukan dengan menggunakan persamaan Beggs


& Brill untuk Z-factor dan Carr et al. untuk viskositas gas dan faktor volume formasi.
Perhitungan dilakukan secara manual dan menggunakan simulator sebagai perbandingan,
hasilnya Z-factor avg sebesar 0,8821; g avg sebesar 0,0155 cp dan SG average sebesar
0,5592.

31
Gambar 3.5.
Hasil Perhitungan PVT
3.2.4. Well Testing
Data pengujian sumur menunjukan test dilakukan pada GRD-1, GRD-3 dan GRD-
4. Pada sumur GRD 1 dilakukan dua DST yaitu DST#1 dan DST#3. Untuk DST#1 test
dilakukan dengan choke 3/8; ; dan didapatkan laju alir masing-masing 4,69
MMSCF: 6,89 MMSCFD dan 9,22 MMSCFD. Tekanan masingmasing 1487, 1249 dan
919 psig. Untuk DST#3 dilakukan dengan choke 3/8 dan didapatkan laju alir 4,65 dengan
tekanan 1435 psig.
Data GRD4 DST#1 didapatkan tekanan alir sebesar 1499,39 psi dengan laju alir
15,539 MMSCF. Dari hasil pressure build up test didapatkan harga k sebesar 576 md dan
tekanan sebesar 1500 psi. Pada kurva derivatif menunujukan adanya efek dual porosity.
Efek ini menunjukan bahwa lapisan memiliki porositas primer dan sekunder. Pada horner
plot didapatkan Skin antara 1800-1830.
Data GRD3 DST#1 didapatkan hasil dengan dua kali build up dengan flow after
flow test diantaranya. Pada build up pertama didapatkan tekanban 1385 psig pada build up
2 didapatkan tekanan 913 psia. Pada kurva derivativ semilog 1 didapatkan k 21409 md dan
skin 175. Pada semilog 2 didapatkan k 2070 md dan skin 190. Pada horner plot didapatkan

32
k sebesar 2070 md dan skin sebesar 195. Pada AOF estimation didapatkan hasil sebesar
187916 Mscf/D.

3.2.5. Mekanisme Tenaga Pendorong Reservoir


Salah satu karakteristik yang sangat penting untuk diketahui adalah mekanisme
tenaga pendorong. Jenis atau macam mekanisme pendorong yang bekerja pada reservoir
akan mempengaruhi besarnya recovery factor yang akan diperoleh dari reservoir tersebut.
Mekanisme pendorong yang bekerja pada reservoir blok XYZ ini adalah
kombinasi antara solution gas drive. Mekanisme tenaga pendorng diperoleh dengan asumsi
depeltion drive karena tidak ada estimasi produksi air akan tetapi dari hasil analisa log
ditemukan adanya saturasi air sehingga rekomendasi untuk selanjutnya akan dilakukan
jika telah berproduksi dengan analisa drive index.

33
BAB IV
RESERVES & PRODUCTION FORECAST

4.1. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon


4.1.1. Perhitungan Hydrocarbon In Place (OGIP)
Perkiraan volume gas mula-mula (OGIP) dilakukan dengan menggunakan metode
volumetrik karena kondisi lapangan masih belum berproduksi. Untuk menentukan volume
bulk, dibuatlah peta kedalaman struktur (Top dan Bottom) yang didapat dengan melihat log
sumur bagian top dan bottom dari lapisan reservoar tersebut, peta isopach netlime yang
merupakan peta ketebalan lapisan reservoar, peta netpay yang dimana peta yang
menggambarkan luas area reservoar yang mengandung hidrokarbon dan LKG yang mer
Kemudian dari peta-peta tersebut diatas, dapat diperoleh hasil perhitungan berupa
luas area pada peta & luas sebenarnya untuk menghitung volume bulk baik secara
pyramidal maupun secara trapezoidal. Berdasarkan perhitungan menggunakan metode
volumetrik didapatkan hasil perhitungan OGIP sebesar 310 Bscf.

4.1.2. Cadangan Terambil Hidrokarbon


Cadangan (reserve) merupakan jumlah hidrokarbon yang dapat diproduksikan ke
permukaan secara ekonomis sesuai dengan teknologi yang dimiliki pada saat itu dari suatu
lokasi dengan nilai kepastian tertentu dan di bawah peraturan pemerintah yang berlaku.
Besarnya cadangan diperkirakan berdasarkan data hasil intrepretasi geologi dan
data engineering yang tersedia pada suatu waktu. Besarnya cadangan dapat berubah
selama masa produksi sejalan dengan bertambahnya data/informasi reservoir dan keadaan
ekonomi yang memaksa adanya perubahan. Klasifikasi cadangan terbagi menjadi tiga
yaitu proven, probable, & possible. Pembagian klasifikasian ketiga kelas cadangan
tersebut menggunakan metode probabilistik yang berdasarkan pada frekuensi kumulatif.
Perhitungan cadangan dengan metode ini menggunakan bilangan random untuk
memperbanyak populasi sehingga didapatkan persebaran inti cadangan dengan distribusi
normal. Untuk itu dibutuhkan data awal yang kemudian akan diperbanyak dengan
menggunakan bilangan random
Proven reserve memiliki nilai cadangan dengan frekuensi kumulatif 10% yang
berarti memiliki peluang 90% untuk muncul. Probable reserve memiliki nilai cadangan

34
dengan frekuensi kumulatif 50% yang berarti memiliki peluang 50% untuk muncul.
Terakhir, Possible reserve memiliki nilai cadangan dengan frekuensi kumulatif 90% yang
berarti hanya memiliki 10% peluang untuk muncul.
Namun sesuai dengan kasus yang diberikan, dikarenakan keterbatasan data untuk
melakukan perhitungan makan perhitungan cadangan terambil hidrokarbon menggunakan
metode probabilistik tidak dapat dilakukan.

4.2. Peramalan Produksi


Skenario pengembangan lapangan disimulasikan menggunakan Integrated
Production Modelling GAP Software, dengan memperhitungkan model reservoir
berdasarkan Mbal Tank Model dan model sumur Prosper Well Performance.

4.2.1. Reservoir Model


Depletion Plan untuk POD I lapangan Analusia menggunakan model reservoir dari
Mbal Tank Model. Dengan mengasumsikan data sifat fisik batuan & fluida sebagai suatu
parameter homogen, dapat diperoleh suatu data rata-rata yang mewakili. Karena lapangan
Andalusia belum berproduksi, hasil perhitungan OGIP yang menggunakan metode
volumetrik digunakan sebagai volume gas mula-mula, tanpa melakukan history matching.
Pada tahap POD I ini, parameter aquifer masih diabaikan dikarenakan kurangnya
data-data aquifer seperti ketebalan aquifer, jari-jari aquifer, volume aquifer, dll. Input data
dari model reservoir terlampir.

4.2.2. IPR & VLP Curve


Hasil pengujian sumur pada sumur GRD-3 dan GRD-4 digunakan sebagai acuan
untuk membuat model sumur menggunakan software Prosper. Kemudian untuk
menyiapkan sumur eksplorasi tersebut menjadi sumur produksi sekaligus meningkatkan
performanya, dilakukanlah stimulasi. Stimulasi yang dilakukan yaitu matrix acidizing.
Pertimbangan dalam pemilihan metode stimulasi dilakukan melalui analisa data
well testing, dimana kedua sumur tersebut memiliki skin yang cukup besar yaitu 200
pada GRD-3 dan 1800 pada GRD-4. Dengan mengasumsikan bahwa pelaksanaan matrix
acidizing ini sukses, maka harga skin tersebut akan menjadi nol. Perhitungan performance
setelah acidizing dilakukan dengan menggunakan persamaan deliverability gas:
703 x 10 3 .k.h
C= 0.472 .re
ln
(4-1)
Z.
T.. +S
rw

35
Gambar 4.1.
Inflow Performance Curve sumur GRD-3 Setelah Stimulasi

Gambar 4.2.
Inflow Performance Curve sumur GRD-4 Setelah Stimulasi

36
Tabel IV-1
Deliverability dari Setiap Sumur Sebelum maupun Setelah Stimulasi

Reservoir Performance
C (Mscfd/psi2) n
GRD-3 7.6379 0.66505
Stimulated GRD-3 8.1939 0.66505
GRD-4 0.6459 0.83594
Stimulated GRD-4 0.7066 0.83594

Berikut merupakan hasil simulasi VLP dari kedua sumur setelah dilakukan stimulasi.

Gambar 4.3.
Vertical Lift Performance Curve sumur GRD-3 Setelah Stimulasi

Gambar 4.4.
Vertical Lift Performance Curve sumur GRD-4 Setelah Stimulasi

37
Berdasarkan analisa data dari hasil pengujian sumur, dapat dilakukan validasi
terhadap model tersebut.
Tabel IV-2
Validasi Model Sumur Terhadap Data Test
Prosper Stimulated %
Real Data % Error
Model Model Error
Granada-3
AOF 186.77 190.316 1.86% 204.17 8.52%
Q @ Pwh = 1323.7 29.07 28.974 -0.33% 32.76 11.26%
Granada-4
AOF 217.95 217.996 0.02% 238.493 8.61%
Q @ Pwh = 1600 14.9 13.75 -8.4% 16.193 7.98%

4.2.3. Integrated Production Model


Berikut deskripsi dari Integrated Production Model yang disimulasikan pada
Lapangan Andalusia:
Tabel IV-3
System Option Simulasi GAP pada Lapangan Andalusia

System Option
System type Production
Optimization method Production
PVT Model Black Oil
Prediction On
Prediction method Pressure and Temperature
Water vapour No Calculation
Temperature model Rough approximation

Tabel IV-4
Production Schedule & Assumption Simulasi GAP pada Lapangan Andalusia
Production Schedule & Assumption
Reservoir Model Mbal Tank Model
Well Model Prosper Well Model
GRD-3 & GRD-4 only
Initial Production date 1 January 2010
Well numbers 4 - 6 Gas Producer

38
Sales point 100 MMscfd @ 350 psig
Cordoba Terminal

Tabel IV-5
Surface Equipment Simulasi GAP pada Lapangan Andalusia

Surface Equipment
GRD-1 GRD-2 GRD-3 GRD-4
KB (feet) 41 89 50 50
GL (feet) 196 203 170 205
Water Deph (feet) 237 292 220 255
251 Feet
Average Water Depth
0.077 km

Total Pipeline 320 km


PL-1 0.2 km
PL-2 0.2 km
Riser-1 0.077 km
PL-3 159.723 km
PL-4 159.723 km
Riser-2 0.077 km

Konfigurasi data Mbal dan Prosper diset sesuai dengan constrain prediction seperti
terlihat pada tabel IV-3 & 4. Berdasarkan batasan tersebut, integrated model diprediksikan
mulai dari awal tahun 2010 sampai akhir tahun 2027.

Gambar 4.5.
Integrated Production Model Lapangan Andalusia

39
Tabel IV-6
Production Scenario
Additional Comp. Field Gp (BScf) @ RF (%) @
Scenario well Inst. Life
schedule Schedule Plateau 2027 Plateau 2027
(year)
Base Case (4 wells) - - 3 146 254 47.14% 82.08%
Case I (4 wels +
- 01/01/13 5 129 299 41.48% 96.30%
compressor)
Case II (4 + 1 wells) 01/01/13 - 4 182 255 58.86% 82.24%
Case III (4 + 1 wels +
01/01/13 01/01/14 6 256 293 82.44% 94.38%
compressor)
Case IV (4 + 2 wels) 01/01/13 - 4 183 255 58.92% 82.32%
Case V (4 + 2 wels +
01/01/13 01/01/13 6 256 296 82.54% 95.35%
compressor)

Berdasarkan hasil prediksi tersebut, skenario yang memperoleh recovery factor


besar dan investasi yang kecil yaitu skenario ke-3.

4.2.4. Komplesi Sumur


Komplesi Sumur merupakan pekerjaan tahap akhir atau penyempurnaan untuk
mempersiapkan sumur pemboran menjadi sumur produksi. Tujuan dari well completion
adalah untuk mendapatkan hasil produksi optimum dan mengatasi pengaruh negatif dari
setiap lapisan produktif.
Dari hasil analisa kandungan lempung formasi, sementasi batuan, dan kekuatann
formasi, hanya diperoleh hasil perhitungan Vshale dengan menghitung log dari Gamma
Ray yaitu sebesar 26%, sementara parameter lain seperti sementasi batuan dan kekuatan
formasi, datannya tidak disediakan sehingga dapat disimpulkan jenis formation completion
yaitu Cased Hole Completion. Casing produksi dipasang menembus formasi produktif
kemudian disemen. Cased Hole Completion memiliki keuntungan yaitu dapat mengontrol
produksi air sementara kerugian dari metode komplesi ini yaitu kerusakan formasi dapat
terjadi pada saat penyemenan, perlu operasi penyemanan yang baik.

4.2.4.1. Tubing Completion


Tubing completion merupakan penyelesaian sumur untuk daerah dalam sumur
yaitu sepanjang aliran dari dasar sampai batas kepala sumur. Disebut sebagai tubing
completion karena prinsip pokok yang dilakukan adalah merencanakan ukuran, jumlah dan
susunan tubing yang akan diterapkan.

40
Pada lapangan Andalusia dengan Blok X,Y,Z dan sumur GRD-1, GRD-2. GRD-3
serta GRD-4 menggunakan tubing completion tipe single completion. Single Completion
yaitu metode komplesi ini hanya memiliki satu buah lapisan produkstif sehingga
penggunaan tubing juga hanya sebuah. Ukuran ID diameter tubing sebesar 5,5 inch.

4.2.5. Setting Packer


Packer merupakan salah satu bentuk dari tubing yang digunakan sebagai penyekat
antara satu zona lapisan dengan lapisan yang lain. Biasannya dilakukan untuk menyekat
antara lapisan produksi dengan jenis dan karakteristik fluida yang berbeda. Dari hasil
analisa untuk produksi lapangan Andalusia dengan Blok XYZ, packer tidak diperlukan
dikarenakan produksi hanya dilakukan pada satu lapisan.

4.2.6. Stimulasi Sumur


Stimulasi sumur merupakan metode yang dilakukan untuk meningkatkan perolehan
minyak di reservoir dengan cara memperbaiki keadaan di sekitar lingkungan sumur.
Problematika produksi yang umum terjadi dikarenakan factor skin. Nilai skin pada GRD-3
sebesar 190 sedangkan nilai skin pada GRD-4 sebesar 1800. Oleh karena nilai skin yang
cukup besar pada GRD-3 dan GRD-4 maka dilakukan matrix acidizing untuk memperoleh
laju produksi yang besar dan produktivitas sumur juga meningkat.

41
BAB V
DRILLING & COMPLETION

5.1. Profil Lapangan


Lapangan Andalusia terletak di tenggara 300 km lepas pantai selat makassar pada
kedalaman air kira-kira 200 ft (Gambar 5.1), pertama kali ditemukan pada tahun 1974
dengan pemboran sumur eksplorasi GR-1 dan mulai berproduksi pada tahun
2010.Dilanjutkan dengan pengeboran delinasi GR-2 dan GR-3 dan pengeboran
pengembangan pada sumur GR-4 yang dijadikan sumur produksi dan mulai berproduksi
pada tahun 2010 (Gambar 5.2)
Stratigrafi lapangan Andalusia terbagi menjadi 6 lapisan yaitu : Alluvium, formasi
Dohor, formasi Warukin, formasi Berai dan formasi Tanjung. Produksi utamanya terletak
pada formasi berai yang merupakan formasi reservoir dengan ketebalan bervariasi antara
3900-4500 ft.
.

Gambar 5.1.
Peta Lokasi Lapangan Andalusia

42
Gambar 5.2.
Korelasi kedalaman Sumur Granada
Tim pemboran terlebih dahulu membuat drilling prognosis sebelum melakukan
operasi pemboran agar dipersiapkan segala sesuatunya dengan matang dan berjalan lancar
seuai dengan yang direncanakan yaitu dengan merencanakan BHA dan pahat yang
digunakan sesuai dengan kekerasan formasi yang akan dibor, lumpur pemboran dan bahan
additive yang sesuai dengan kondisi formasi yang akan ditembus, casing program yaitu
grade, berat dan thread yang akan digunakan dan semen serta kombinasi additive yang
digunakan. Perencanaan desain sumur selanjutnya yaitu sumur GR-5 menggunakan data
berdasarkan offset well disekitar yaitu GR-1 dan GR-3 un
Berdasarkan peta pore volume (gambar 5.3), rekomendasi untuk melakukan operasi
pemboran pada koordinat X : 577567 Y : 9607544, dimana lokasi ini meiliki karakteristik
reservoir yang baik dan jumlah volume yang besar.

43
Gambar 5.3.
Peta Pore Volume Untuk Rekomendasi Sumur Baru

5.2. Tujuan Pemboran


Berdasarkan pemboran meliputi satu sumur pengembangan yaitu pemboran sumur
GR-5 dilakukan untuk mendapatkan tambahan produksi gas untuk menambah pasokan
gas. Pemboran dilakukan dengan vertikal drilling. Pelaksanaan pemboran untuk
menembus lapisan berai di harapkan dapat dilaksanakan dengan seefektif dan seefisien
mungkin, tanpa kecelakaan kerja, kerusakan alat, dan kerusakan lingkungan.
Hal diatas mencakup :
Bor formasi sampai kedalaman akhir sesuai program, dengan menembus semua lapisan
target.
Operasi pemboran berpedoman pada aspek Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan
Lingkungan (K3LL)

5.3. Data Sumur


1. Nama Lokasi : Lapangan Andalusia
2. Nama Sumur : GR-5

44
3. Lapangan Gas : Selat Makassar, Kalimantan Selatan
3. Koordinat diatas tanah : X :577567
Y :9607544
4. Elevasi/Ground Level (GL) : -200 ft MSl
5. Target Bor : Target reservoir pada kedalaman 3900 4300 ft
6. Tinggi Lantai bor : 50 ft
7. Rig/Pemikik : N-110 M /PT. steel
8. Rencana Kedalaman Akhir : 5010 ft
12. Klasifikasi : Produksi
13. Perkiraan Hari Kerja : 30 hari
14. Rencana Waktu Tajak : 1 Januari 2014
15. Sandi perkiraan : -
16. Perintah kerja : -
17. Mata Anggaran : -

5.4. Perencanaan Pemboran Sumur GR-5


Operasi pemboran sumur GR-5 terletak pada koordinat X : 577567, Y : 9607544,
lokasi ini didapat dari peta net porosity yang memiliki karakteristik reservoir yang baikdan
jumlah volume yang besar yaitu diantara sumur GR-1 dan sumur GR-3 sehingga data-data
yang diambil berdasarkan kedua sumur tersebut digunakan untuk melakukan perencanaan
pemboran sumur GR-5.
Perencanaan Pemboran sumur GR-5 dilakukan agar dapat mendesain geometri
sumur yang akan digunakan dan operasi pelaksanaannya sebelum dimulai tajak pemboran.
Dalam mendesain sumur dan operasi yang akan dilakukan dipengaruhi oleh data-data
seperti jenis batuan yang ditembus, kedalaman lubang bor, tekanan formasi dan data-data
offset well.
Desain disetiap kedalaman bisa berubah dan dapat berbeda dengan offset well yang
sudah ada sehingga desain yang telah direncanakan dengan matang dapat sewaktu-waktu
berubah sesuai dengan situasi dan konidisi subsurface.Berikut adalah gambar (5.4) desain
sumur yang direncanakan sesuai dengan kedalaman dan jenis batuan yang ditembus.

45
Tabel V-1
Desain Casing Sumur Yang Direncanakan Per Trayek
MD
LITO SUSUNAN DESKRIPSI
FORMASI KB/SB
LOGI CASING FORMASI
(ft)
(ft)

Alluvium
Terdiri dari material lepas yang
belum terkonsolidasi yang merupakan
rombakan dari formasi yang lebih tua
(mulai dari kerakal sampai lempung)
Dohor 550/300 ft terdiri atas batupasir kuarsa lepas
20 Conductor
Shoe @300 berbutir sedang terpilah buruk dan
konglomerat lepas dengan komponen
kuarsa, batulempung lunak, setempat
dijumpai lignit dan limonit
Upper Warukin 1250 Warukin Atas dicirikan lapisan
/1000 ft 13 3/8Casing
Shoe @ 1500 batubara yang tebal hingga 20 meter
dan juga batupasir dan batulempung
Base Warukin
karbonatan
2250/
2000 ft Warukin Bawah yang disusun oleh
napal, batulempung dan sisipan
TOL 7 @ batupasir. Warukin Tengah relatif
3500
sama dengan Warukin Bawah, hanya
9 5/8 Casing pada batupasirnya menjadi tebal dan
shoe @ 3700 banyak dijumpai lapisan tipis
batubara.

Top Berai 4250/


Berai Atas tersusun oleh serpih
4000 ft dengan sisipan batugamping
berselingan dengan napal, batu
lempung napalan dan sedikit batubara

Berai Tengah dicirikan oleh


batugamping masif dengan interklas
napal

terdiri dari Anggota Berai Bawah


7 Liner @
5250/ 3500 -5000 ft yang disusun oleh napal, batu lanau,
Bottom Berai
5000ft batugamping dan sisipan batubara;

5.4.1.Ringkasan Operasi Pemboran


Sumur GR-5 direncanakan akan dibor vertikal, dengan estimasi hari kerja 30 hari
pemboran , pada kedalaman akhir 5010 ft TVD.
Operasi pemboran sumur GR-5 diringkas sebagai berikut :
1. Tow rig menuju platform, rig up.

46
2. Pasang Conductor pipe 20dengan hammer di kedalaman 50 ft . Spud in.
3. Bor formasi dengan pahat 17 menggunakan tricone bit sampai kedalaman 1510 ft,
survey setiap 500 ft. Pasang dan semen Selubung 13 3/8 di kedalaman 1500 ft
(Casing shoe point) dengan guide shoe, float collar dan pasang 3 centralizer setiap
casing. Pasang casing head dan tes tekanan 1000 psi selama 15 menit.
4. Pasang BOP 13 3/8, annular preventer dan chokes manifold. Tes BOP 5000 psi,
annular preventer 2500 psi, choke manifold 5000 psi.
5. Pasang BHA dan bit 12 , tag semen dan tes 1500 psi. Bor float collar dan tes casing
1500 psi.Bor guide shoe 13 3/8 dan formasi dengan pahat 12 1/4 sampai 10 ft, tes
11 EMW.
6. Bor formasi dengan pahat 12 1/4 menggunakan bit tricone sampai kedalaman 3710
ft, masuk dan semen selubung 9 5/8 di kedalaman 3700 ft (casing shoe point) dengan
guide shoe, float collar dan pasang 3 centralizer setiap casing. Pasang casing head dan
tes tekanan 1500 psi selama 15 menit.
7. Pasang BOP 9 5/8, annular preventer dan chokes manifold. Tes BOP 5000 psi,
annular preventer 2500 psi, choke manifold 5000 psi.
8. Pasang BHA dan bit 8 1/2, tag semen dan tes 2000 psi. Bor float collar dan tes casing
2000 psi.Bor guide shoe 13 3/8 dan formasi dengan pahat 12 1/4 sampai 10 ft, tes
12 EMW.
9. Bor dengan pahat 8 menggunakan tricone. sampai kedalaman 5010 ft.Masuk dan
semen liner 7 di kedalaman 5000 ft (casing shoe point) dengan guide shoe, float collar
dan pasang 3 centralizer setiap casing. TOL di kedalaman 3500 ft. Pasang packer pada
kedalaman 60 ft didalam liner 7.
10. Rig down

5.4.2.Program Pahat
Pahat yang direncanakan pada sumur GR-5 menggunakan milled tooth tricone bit
karena berdasarkan formasi yang akan ditembus tidak terlalu keras (dominasi shale dan
unconsolidated sand, sedikit batu bara dan batu karbonat) sedangkan pada lapisan
reservoir (batu karbonat yang tidak terlalu keras) juga memakai tricone bit karena proses
geologi yang cepat dan tidak terkompaksi dengan baik yang berisi gas. Berikut adalah
table rencana casing yang akan digunakan.

47
Tabel V-2
Rencana Program Pahat Sumur GR-5

SELANG UKURAN WOB RPM IADC JENIS KETERANGAN


(ft) (inch) (1000 lbs)
- - - - - Penumbukan
formasi

0-1510 17 4-5 80-200 1.1.7 Tricone bit Bor semen,


formasi

1500 - 3710 12 5-10 90-180 1.2.5 Tricone bit Bor semen,


formasi

3700 - 5010 8 1/2 5-12 90-160 1.2.7 Tricone bit Bor semen,
formasi

5.4.3.Program BHA
Komposisi BHA yang digunakan pada sumur GR-5 terdiri dari drill pipe, drill
collar dan aksesoris. BHA yang digunakan merupakan BHA sumur vertikal. Berikut
adalah rencana BHA yang akan digunakan tiap trayek pemboran.
Tabel V-3
Rencana Program BHA Sumur GR-5
Trayek - 17 1/2 12 1/4 8 1/2

Interval (ft) - 0-1510 0-3710 3500-5010


Stabilizer - 15 3/4" 11 3/4" 8

Drill Collar (Spiral) - 8 8 6 1/2"

Jar - 8 6 1/2" 6 1/2"


Drill Pipe - 5 5 5

48
5.4.4.Program Lumpur Pemboran
Program Lumpur pemboran merupakan program hidrolika dan komposisi lumpur
yang akan digunakan sesuai dengan karakteristik formasi yang ditembus. Pada sumur GR-
5 menggunakan Salt Base Mud karena mudah didapat dilaut namun tetap memperhatikan
kadar garam yang diperbolehkan mengingat akan garam yang dikandung menyebabkan
korosi.
Pada trayek casing conductor 20 tidak menggunakan lumpur karena casing dipasang
dengan cara ditumbuk dengan MENCK 270 T hydraulic hammer. Untuk trayek casing
surface 13 3/8menggunakan spud mud pada tahap awal karena formasi yang ditembus
adalah lapisan alluvium yang mudah runtuh, setelah melewati formasi tersebut kemudian
menggunakan lumpur Salt Base Mud agar dapat mengangkat cutting dengan baik dan
menghindari dari pelarutan (lapisan shale dan karbonat) dengan penambahan additive dan
perawatan secara intensive untuk menstabilkan lumpur pemboran. Berikut adalah mud
program yang akan digunakan pada sumur GR-5.
Tabel V-4
Rencana Program Lumpur Pemboran Sumur GR-5
Interval - 0-1510 ft 1500-3710 ft 3700-5010 ft
Jenis Lumpur - SBM- SBM- SBM- Attapulgit-
Bentonite- Attapulgit- Causatic Soda-
Causatic Causatic Soda- Starch-Barite
Soda Starch

Mud Density - 8.9-9 ppg 9-9.2 ppg 9.3-9.5 ppg

Viskositas (cp) - 40-45 40-45 38-40


PV (cp) - 16-18 16-18 22-24
Yp (lb/100ft2) - 10-14 10-14 12-16
Gels (10/10),lb/100ft2 - 2-4/5-8 2-4/5-8 2-4/5-8
Drill Solids (%) - <4 <4 <4
Ph 9-11 9-11 9-11
Total Hardness (mg/L) - <400 <400 <400

49
5.4.5. Program Casing
Dalam melakukan desain casing diperlukan data-data seperti tekanan formasi,
tekanan rekah, desitas lumpur dan lain-lain. Data-data tersebut dapat diperoleh dari offset
well atau analisa well log sehingga didapat memilih grade dan berat casing (burst, collapse
dan tension) yang sesuai dengan spesifikasi operasi dengan memperhitungkan keamanan
dan efisiensi keekonomian. Pada casing conductor 20, casing dipasang dengan cara
ditumbuk dengan MENCK 270 T hydraulic hammer denan 120 hit/ft.
Tabel V-5
Rencana Program Casing Sumur GR-5
Casing 20 13.3/8 95/8 7
Stove pipe K-55 K-55 L-80
Interval (ft) 0-300 0-1500 0-3700 3500-5000
Berat, ppf - 54.5 36 23
Jenis koneksi - BTC BTC BTC
Yield Strength Body
- 853 564 532
(1000 lbs)
Joint Strength (1000lbs) - 1038 755 565
Burst Resistance, psi - 2730 3520 6340
Collapse Resistance, psi - 1130 2020 3830
Coupling OD, inch 20 13 3/8 9 5/8 7
Nominal ID, inch 19.124 12.615 8.921 6.366
Densitas Lumpur
- 9 9.2 10
@casing, ppg
Densitas Lumpur Next
- 9.2 9.7 11
TD, ppg
Perkiraan Tekanan @
- 1637 2880 2842
TD, psi
Perkiraan tekanan @
- 702 1638 3146
Shoe, psi
NI - 1.7 1.2 2.2
NC - 1.6 1.2 1.2
NJ - 10 11 19.9

50
5.4.6. Program Semen
Semen digunakan untuk memperkuat casing dan mengisolasi casing dari formasi,
untuk volume semen diberikan excessived volum sebesar 100 % karena faktor keamanan.
Semen yang digunakan adalah kelas G. Berikut adalah tabel program semen yang akan
digunakan untuk sumur GR-5.
Tabel V-6
Rencana Program Semen Sumur GR-5
Hole Size 20 17 1/2 12 1/4 8 1/2
Stove pipe
Interval (ft) - 0-1510 0-3710 3700-5010
Tipe Slurry - Lead Lead Lead
Densitas Semen (ppg) - 13 13 15.8
Semen Yang
- 734 701 310
Dibutuhkan (sacks)
Tipe Slurry - Tail Tail Tail
Densitas Semen (ppg) - 15.8 15.8 16.2
Semen Yang
- 171 186 217
Dibutuhkan (sacks)
Fluid Loss - 100 ml/30 120 ml/30 <50 ml/30
Thickening Time (jam) - 4-6 4-6 4-8
Compressive Strength,
- 1700 2000 2200
psi @24 jam
Additive - Accelerator Dispersant Fluid Loss Agents

5.5. Masalah Pemboran


Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus pada saat membor sumur ini
adalah :
5.5.1. Loss Sirkulasi
Problem hilang sirkulasi dalam pemboran GR-5 di kedalaman 1000 1500 ft
merupakan lapisan batubara yang tebal dan juga batupasir dan batulempung karbonatan
yang kemungkinan terjadi hilang sirkulasi dant menghambat proses pemboran, maka perlu
di atasi hilang sirkulasinya sebelum melanjutkan pemboran karena untuk lebih

51
memudahkan dalam meningkatkan kualitas semen pada casing dan dapat melanjutkan
pemboran pada trayek berikutnya.

5.5.2. Jepitan
Di kedalaman sekitar 1500 - 4000 ft merupakan lapisan warukin bawah yang
disusun oleh napal, batulempung dan sisipan batupasir yang mempunyai sifat swelling
yang berpotensi terjadinya pipa terjepit sehingga perlu di antisipasi untuk menghindari
jepitan pada saat pemboran, yaitu dengan menggunakan inhibitive mud atau KCL polimer.

5.5.3. Kick
Problem kick kemungkinan ditemukan di zona antiklin yang bertekanan tinggi
yaitu pada kedalaman 3900-4100 ft karena menembus batu karbonat yang berisi gas yang
dapat menurunkan tekanan lumpur pemboran sehingga mengakibatkan kick karena gas
tercampur dengan lumpur pemboran. Lakukan pemasangan casing sebelum menembus
antiklin sehingga dapat menaikkan densitas lumpur pemboran untuk menyeimbangkan
tekanan formasi.

5.5.4. Limbah Pemboran


Peraturan pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan menyatakan
bahwa lumpur dan cutting pemboran tidak boleh dibuang sembarangan sehingga semua
cutting yang dihasilkan saat pemboran dengan SBM akan di proses dengan alat pengatur
solid di atas rig sesuai standar maksimum yang diperbolehkan. Mud company bersama
perusahaan mud solid control melaporkan semua kandungan cutting dan volume cutting
yang dibuang dan juga lumpur yang hilang ke dalam formasi.

5.6. Waktu Rencana Pelaksanaan Pemboran


Perencanaan waktu pelaksanaan pemboran dibuat untuk memperkirakan lama
operasi pemboran agar dapat memperkirakan biaya yang digunakan untuk pemboran
sumur GR-5 (AFE). Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan sumur GR-5 diantaranya
adalah biaya rig, casing, pekerja, perlatan, material dan lain-lain. Waktu rencana
pelaksanaan pemboran dapat dilihat pada gambar (5.5) dan table V-5.. Sedangkan biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu sumur tersebut dideskripsikan dalam AFE
(Authorization For Expendeture) pada table 5.6.

52
Tajak sumur GR-5 (1 -1-2014, 09:00 WIB
Depth (ft)

0 Tow, construction,
heavy lift, Skid Rig
RIH Driven 20" Casing ( 300
500 ft)
17-1/2" drill hole
1000
RIH 13-3/8" Casing +
1500
12-1/4" drill hole section -

2000
RIH 9-5/8"Casing +
2500

3000 8-1/2" drill hole


section ( 5010 ft)
Logging, Well

3500

RIH 7"Liner (5000 ft)


4000
N/D BOP and N/U X-
4500 mastree , Rig Down

5000
0
1-Jan-14
10
10-Jan-14
20
20-Jan-14 30
30-Jan-14 40
10-Feb-14 50
20-Feb-14
Day ( hari )

Gambar 5.4.
Rencana Waktu Pemboran Sumur GR-5

Tabel V-7
Rencana Waktu Pemboran

Estimate well time Kedalaman Hari Total


Tow, Run anchors, heavy lift, Skid Rig 0 7.21 7.21
Run 20" Stove Casing to 300' 300 1 8.21
Drill 17-1/2" to 1510' (One bit run) 1510 1.37 9.58
Trip out of the Hole 1500' 1510 0.52 10.1
Run and Cement 13 3/8" Casing (0-1500') 1510 1.1 11.2
Drill 12-1/4" 1500' to 3710' (One bit run) 3710 4.18 15.38
Trip out of the Hole 3710' 3710 0.77 16.15

53
Run and Cement 9 5/8" Casing (0-3700') 3710 2.3 18.45
Drill 8-1/2" 3700' to 5010' (One bit run) 5010 2.19 20.64
Trip out of the Hole 5010' 5010 0.95 21.59
Logging (3900-TD') 5010 2.84 24.43
Run and Cement 7" Liner (3500'-5000') 5010 2.84 27.27
Well Test 5010 0.75 28.02
Completion 5010 1.63 29.65
N/D BOP and N/U X-mastree, Rig down 5010 0.38 30.03
Total 30.03

Tabel V-8
Rencana Biaya Untuk Pemboran Sumur GR-5
Deskripsi Jenis Biaya Harga Hrg/unit Qty Hr Sub total Total
SITE COSTS
1. Site Planning Surveys 10000 10,000
2. Site Construction 1,816,079 1,816,079
3. Site Reinstatement 15,000 15,000 1,841,079
RIG COST
1. Rig Operating Day 14,500 30.03 435435
Rate
2. Rig Mob/ Demob 690000 690000
3. Additonal Rig Charge 94,027 94,027
4. Supervision 1931 30.03 57988 1,277,450
TANGIBLES
1. Casing 251712 251712
2. Well Head & 84775 84775
Accecories
3. Other Tangible 25000 25000 361487
MATERIAL/SUPPLIES
1. Rock Bits 218428 218428
2. Mud Products 350000 350000
3. Cement Products 250000 250000
4. Solid Control 25000 25000
Consumable
6. Other 35000 35000
Materials/Supplies
7. Fuel & Lubes 180000 180000 1058428
TRANSPORTATION
1. Air Support General 48447 48447
2. General 181474 181474
Shipping/Freight/Costums
3. Equipment Transport Load 300000 300000 529921
SERVICES
1. Communication General 1500 30.03 45045

54
Services
2. Logging (Wire Line) 305000 305000
3. Solids Control 46406 46406
Equipment
4. Fishing 20000 20000
5. Mud Logging Unit&Personel 1610 30.03 48348.3
6. Mud Engineering 1371 30.03 41171.13
7. Cementing 80000 30.03 2402400
8. Jars & Shock Subs 30000 30.03 900900
9. Down Hole Tools 65000 65000
10. Surveying ( Inc 23525 23525
Personnel)
12. Other Equipment Miscellaneous 6192 6192
Rental
13. Other Services 750000 750000 4653987.43
BASE EXPENSES
1. Crane Hire 450 30.03 13513.5
2. Local Labour/ Land 150 30.03 4504.5
Lease
3. Base Run Costs & 1570 30.03 47147.1
Maintanance
4. Security 1820 30.03 54654.6 119819.7
OFFICERS/HEADS
(DRILLING)
1. Office Costs Drill 50000 50000 50000
Management
OFFICERS/HEADS
(PETROLEUM ENG)
1. Petroleum eng WLT Planning 25000 25000 25000
GEOLOGICAL
SURVICES
1. Well Site Geology 100 30.03 3003
2. Geochemistry 10000 10000
3. Biostratigraphic 8000 8000
Analysis
4. Data Transmission 90 30.03 2702.7
5. Geology Dept 1600 30.03 48048 71753.7
Overheads
TOTAL WELL COST 9,988,926
ESTIMATE

5.7. Program Kerja


Program ini merupakan garis besar dari prosedur umum operasi pemboran sumur
GR-5, prosedur lebih detail akan diberikan kemudian pada operasi yang membutuhkan
penanganan khusus sesuai dengan kondisi sumur.

55
5.7.1. Persiapan Tajak
Sebelum tajak pastikan lokasi pemboran, logistik dan transportasi, rig dan semua
peralatan telah siap. pastikan juga semua peralatan dan material, termasuk suku cadang
telah siap di lokasi dan lakukan checklist persiapan tajak, yaitu :
1. Setelah Rig-Up, periksa kembali dan konfirmasikan segala hal yang berhubungan
dengan space-out BOP dan Well Head, seperti kedalaman air laut, ketinggian
drill floor ke sea level.
2. Periksa dan lakukan functional test terhadap peratalan Rig, diyakinkan berfungsi
dengan baik.
3. Lakukan inspeksi (safety check list dari instansi yang berwenang) masalah
keselamatan instalasi pengeboran, peralatan pemadam kebakaran dan peralatan
keselamatan kerja, termasuk peralatan pendeteksi gas beracun H2S, Co2 dan
Breathing aparatus.
4. Periksa semua tanki lumpur dan peralatan solid control dalam kondisi kerja yang
baik.
5. Periksa persediaan spare part pompa lumpur, komponen rig, dan persediaan mud
screen.
6. Periksa semua peralatan komunikasi, yakinkan berfungsi dengan baik.
7. Periksa dan pastikan semua komponen Pahat dan Crossover yang dibutuhkan untuk
merangkai BHA telah tersedia dan dalam kondisi baik.
8. Pastikan semua peralatan dan material sudah tersedia di well site dan dalam kondisi
baik. Pastikan alat untuk peralatan fishing tersedia komplit dan dalam kondisi yang
baik.
9. Siapkan dan pasang handling tools untuk masuk rangkaian BHA dan Casing semua
trayek.
10. Periksa seluruh system sambungan dan diuji sampai tekanan kerja.
11. Lakukan safety meeting di lokasi untuk memastikan seluruh personil dapat
mengetahui tanggung jawab, prosedur dan keselamatan kerja.
12. Pastikan semua material (Mud chemical, casing, dll.) serta peralatan untuk
kebutuhan sumur telah tersedia

5.7.2. Trayek Lubang 17


Kedalaman akhir trayek : + 1510 ft
Lumpur : Salt base Mud 8.9 9 ppg

56
Pahat : 17 TriconeIADC 117
Parameter : WOB 2 - 5,000 lbs, 90-200 RPM, 700-750 GPM
BOP : 21 1/4 Annular, Pipe ram, Blind ram 10,000 PSI
Casing : 13 3 / 8, 54.5 ppf, K-55, BTC, casing shoe @ 1500 ft

5.7.2.1. Operasi Pemboran


1. Bor formasi dengan pahat 17 menggunakan tricone bit sampai kedalaman
1510 ft, survey setiap 500 ft. Pasang dan semen Selubung 13 3/8 di kedalaman
1500 ft (Casing shoe point) dengan guide shoe, float collar dan pasang 1
centralizer setiap joint. Pasang casing head dan tes tekanan 1000 psi selama 15
menit.
2. Pasang BOP 13 3/8, annular preventer dan chokes manifold. Tes BOP 5000
psi, annular preventer 2500 psi, choke manifold 5000 psi.
3. Pasang BHA dan bit 12 , tag semen dan tes 1500 psi. Bor float collar dan tes
casing 1500 psi.Bor guide shoe 13 3/8 dan formasi dengan pahat 12 1/4
sampai 10 ft, tes 11 EMW untuk leak off test.

5.7.2.2. Litologi
Pada trayek ini akan menembus lapisan dohor sampai upper warukin. Lapisan
warukin terdiri dari batupasir dan batulempung karbonatan yang poros, dijumpai pada
kedalaman 1000-1500 ft yang berpotensi menyebabkan loss sirkulasi pada saat menembus
lapisan upper warukin terdapat batu karbonat yang poros.

5.7.2.3. Loss Sirkulasi


Pada kedalaman 1000-1500 ft yang merupakan lapisan warukin atas yang terdiri
dari batupasir dan batulempung karbonatan yang poros dan tebal bahkan bisa terdapat reef,
diduga akan terjadi hilang sirkulasi sehingga perlu dipersiapkan agar tidak panik saat
terjadi loss dan dapat mengatasinya dengan baik. Berikut adalah formula jika terjadi hilang
sirkulasi :
1. Loss < 100 barel per jam
a. Lanjut bor ketika mempersiapkan LCM
b. Spot 20 bbl 75 ppb LCM pill dan POOH sampai diatas pill
c. Stop sirkulasi, tetap putar pipa, tunggu sampai 5 menit
d. RIH kembali ke dasar lubang dan lanjut bor, ulangi bila perlu.

57
2. Loss > 100 barel per hari (bukan total loss)
a. Lanjut bor ketika mempersiapkan LCM
b. Spot 20 bbl 75 ppb LCM pill dan POOH sampai diatas pill
c. Stop sirkulasi, tetap putar pipa, tunggu sampai 15 menit
d. RIH kembali kedasar lubang dan lanjut bor
e. Di dasar zona loss jika masih terjadi loss maka hentikan drilling
f. Spot 75 ppb LCM pill (kedalaman zona loss + 25%) dan POOH sampai diatas
pill
g. Hentikan sirkulasi dan tetap putar pipa dan tunggu sampai 1 jam agar LCM
masuk kedalam zona loss.
h. RIH kembali ke dasar lubang dan lanjut bor, ulangi bila perlu
3. Total Loss, tidak ada aliran balik
a. Hentikan pemboran dan sirkulasi. Tetap jaga agar pipa berputar
b. Aktifkan trip tank, isi backside dengan air
c. Spot 50 bbl 75 ppb LCM pill dan POOH sampai diatas pill
d. Hentikan sirkulasi dan tetap putar pipa dan tunggu sampai 1 jam agar LCM
masuk kedalam zona loss, monitor static loss.
e. RIH kembali ke dasar lubang
f. Coba untuk melakukan pemompaan dengan normal, jika ada aliran balik >2 5%
tangani seperti kasus nomor 2, jika aliran balik < 25% ulangi tahap a-e.
g. Jika menggunakan LCM tidak berhasil maka dapat dilakukan dengan squezze
plug .
h. Usaha terakhir dalam penanganan loss adalah dengan langsung mengganti
lumpur dengan air laut dan blind drill sampai TD. Pompakan 30 bbl air laut,
sweep Hi-Vis setiap setengah stand sebelum melakukan penyambungan.
Kemudian pasang casing.

5.7.3. Trayek Lubang 12 1/4


Kedalaman akhir proyek : + 3710 ft
Lumpur : Salt base Mud, 9 9.2 ppg
Pahat : 12 1/4. Tri cone , IADC 125
Parameter : WOB 5- 10,000 lbs, 90-180 RPM, 1000-1200
GPM
BOP : Annular, Pipe ram, Blind ram 13.5/8- 10,000 PSI

58
Casing : 9 5/8,36 ppf, K-55, BTC, casing shoe @ 3700

5.7.3.1. Operasi Pemboran


1. Bor formasi dengan pahat 12 1/4 menggunakan bit tricone sampai kedalaman
3710 ft, masuk dan semen selubung 9 5/8 di kedalaman 3700 ft (casing shoe
point) dengan guide shoe, float collar dan pasang1 centralizer setiap joint.
Pasang casing head dan tes tekanan 1500 psi selama 15 menit.
2. Pasang BOP 9 5/8, annular preventer dan chokes manifold. Tes BOP 5000
psi, annular preventer 2500 psi, choke manifold 5000 psi.
3. Pasang BHA dan bit 8 1/2, tag semen dan tes 2000 psi. Bor float collar dan
tes casing 2000 psi.Bor guide shoe 13 3/8 dan formasi dengan pahat 12 1/4
sampai 10 ft, tes 12 EMW untuk leak off test dengan menggunakan pompa rig.

5.7.3.2. Litologi
Pada trayek ini akan menembus warukin bawah pada kedalaman sampai kedalaman
3700 ft yang didominasi oleh batulempung dan sisipan batupasir yang mempunyai sifat
swelling yang berpotensi terjadinya pipa terjepit sehingga perlu di antisipasi untuk
menghindari jepitan pada saat pemboran, yaitu dengan menggunakan inhibitive mud.

5.7.3.3. Swelling Clay


Pada trayek ini akan menembus lapisan shale yang tebal yang berpotensi
mengembang (swelling). Stabilitas shale akan terganggu akibat proses hidrasi atau potensi
osmosis yang terjadi akibat salinitas antara lumpur pemboran dan formasi. Berikut adalah
pencegahan sebelum terjadinya swelling clay :
1. PenggunaanInhibitive mud (salt base mud) akan mengurangi reaksi antara clay dan
air.
2. Tetap jaga kondisi lumpur pemboran sesuai dengan yang direncanakan.
3. Tambahkan polimer untuk melapisi luas permukaan shale.
4. Hindari open hole terlalu lama pada lapisan shale dan lakukan pemasangan casing
sesegera mungkin.
5. Lakukan wiper trip.
6. Lakukan Hole cleaning yang efektif.

59
5.7.4.Trayek Lubang 8 1/2
Kedalaman akhir proyek : + 5010 ft
Lumpur : Salt base Mud SG 9 11 ppg.
Pahat : 8 1/2 Tricone IADC 127
Parameter : WOB 5 - 12,000 lbs, 90-160 RPM, 700-750 GPM
BOP : Annular, Pipe ram, Blind ram 13.5/8- 10,000 PSI
Casing : Liner 7, L-80, 23 ppf, BTC, casing shoe @ 5000
ft, TOL @ 3500 ft
5.7.4.1. Operasi Pemboran
1. Bor dengan pahat 8 menggunakan tricone. sampai kedalaman 5010 ft.Masuk dan
semen liner 7 di kedalaman 5000 ft (casing shoe point) dengan guide shoe, float
collar dan pasang1 centralizer setiap joint. Pasang liner 7 dengan menggunakan
string (6 drill collar dan 5 drill pipe)
2. Sirkulasikan kemudian pasang hanger dengan TOL di kedalaman 3500 ft.
3. Logging lapisan produktif. Kemudian lakukan completion.
4. Rig down

5.7.4.2. Litologi
Pada trayek ini akan menembus lapisan berai yang merupakan lapisan reservoir
yang berisi gas yang memiliki perbedaan gradient tekanan formasi yang tinggi dengan
gradient tekanan normal. Pada trayek ini berpotensi overpressured dan dapat menyebabkan
kick sehingga perlu penambahan densitas lumpur untuk menyeimbangkan tekanan
formasi.

5.4.3. Kick
Pada trayek ini adalah formasi berai merupakan zona reservoir yang memiliki
ketebalan formasi sekitar 1000 ft. Didominasi oleh batukarbonat yang berisi gas, lapisan
ini merupakan lapisan target, namun karena isi fluida berupa gas yang memiliki perbedaan
gradien tekanan dengan gradien tekanan normal yang berisi fluida air, sehingga memiliki
potensi bertekanan tinggi saat menembus lapisan ini. Untuk mengendalikan penurunan
tekanan lumpur pemboran akibat masuknya gas kedalam lubang bor saat menembus
lapisan ini maka lumpur pemboran ditambahkan barite untuk menambah densitas lumpur
pemboran sehingga dapat mengimbangi tekanan. Jika terjadi kick maka lakukan shut in
well sesuai dengan prosedur, yaitu:

60
1. Ketika terdapat indikasi adanya kick, yaitu saat pemboran berlangsung mungkin
terdapat aliran balik, hentikan pemboran, angkat string dengan pompa dalam kondisi
hidup sampai tool joint diatas rig floor.
2. Matikan pompa dan cek jika ada aliran balik, jika positif:
3. Buka chock line
4. Tutup BOP
5. Tutup chock
6. Laporkan kepada supervisor dan catat plot grafik SIDP, cek kenaikan volume lumpur

5.8. Hal Khusus


1. Pasang detector gas beracun pada tempat tempat tertentu di sekitar cellar dan
perangkat bor.
2. Pengambilan serbuk bor dengan pengawasan Well site geologist
3. Composite Log harus di buat menurut pedoman Standard
4. Setiap pemakaian pahat baru dan pergantian formasi, lakukan Drill off test
dengan mengubah ubah WOB atau RPM ( salah satu parameter tetap ) dalam
batas-batas yang tidak mempengaruhi arah sasaran pemboran berarah.
5. Sebelum operasi dimulai harus dilakukan commisioning dan functional test
terhadap seluruh peralatan Rig dibawah pengawasan Company Man, dan di
yakinkan berfungsi dengan baik
6. Lumpur agar dicampur dengan anti korosi terhadap metal
7. Pada daerah hilang sirkulasi ( Zona Loss ) atasi dengan material sumbat sampai
hilang sirkulasi mengecil , kemudian di ikuti dengan sumbat semen.
8. Setiap akan menyemen selubung , kondisikan lubang dan sirkulasai sampai
bersih
9. Bila terjadi hambatan pada saat pemboran karena kerusakan peralatan , cabut
rangkaian pahat sampai Casing shoe
10. Apabila terjadi hilang Lumpur , cabut rangkaian minimal 1 (satu ) stand pipa
bor secepat mungkin atau sampai shoe selubung , untuk menghindari
rangkaian terjepit.
11. Bila rangkaian terjepit , segera pompakan dan rendam rangkaian dengan
campuran solar + chemical lubrikasi ( konsentrasi 10 25 % ) selama 3 4
jam, sambil gerakan rangkaian dan kerjakan jar.

61
12. Jika terjadi kick langsung tutup BOP, matikan pompa kemudian cek apakah
ada aliran di flow line, jika ada aliran buka chock, normalkan bottomhole
pressure.
13. Penyimpangan program atau pola yang telah di tentukan harus mendapat
persetujuan Pimpinan.
14. Peralatan Safety (BOP, BPM, Relif Valve pompa Lumpur) harus diperiksa dan
di uji sesuai dengan tekanan kerja peralatan tersebut setiap setelah pemasangan
(sebelum mengebor trayek baru), di bawah pengawasan Company Man dan
diyakinkan teruji dengan baik.
15. Waspada terhadap kemungkinan terjadinya hilang sirkulasi, jepitan,
overpressured dan masalah limbah pemboran.
16. Seluruh program material dapat berubah, tergantung pada kondisi pemboran.
17. Buat berita acara tajak sumur dan berita acara penyelesaian/penutupan sumur.

5.9. Lain-Lain
1. Pengelolaan Lumpur dilaksanakan oleh Mud Engineer disupervisi oleh Company
Man.
2. Deskripsi serbuk bor dan batuan oleh Wellsite Geologist , serta laporan dibuat
sesuai standar
3. Penyemenan dilaksanakan oleh Cementing Services dibawah pengawasan
Company Man.
4. Ikuti SOP pada setiap pelaksanaan kerja, utamakan keselamatan kerja serta cegah
pencemaran lingkungan.
5. Apabila ada perubahan yang prinsip dari program ini harus dikomunikasikan
kepada TIM dan mendapat persetujuan dari Pimpinan Pusat.

5.10. Lindung Lingkungan


1. Pengeloaan Limbah dilaksanakan oleh HSE, Well site Supervisor dan di bantu oleh
Rig Superintentent , Company Man
2. HSE wajib melaporkan ketinggian air limbah
3. Water Disposal dan Water Treatmen harus berfungsi dengan baik
4. Usahakan dapat di lakukan dengan sistim sirkulasi tertutup
5. Hindari kebocoran minyak Pelumas, solar, Lumpur dll

62
6. Pada saat melakukan services Engine , pelumas harus di tampung dalam Drum dan
tidak diperkenankan ada ceceran minyak pelumas.Semua air limbah tidak di
perbolehkan di buang.

63
BAB VI
PRODUCTION FACILITIES

Tahap yang dilalui setelah ditemukannya cadangan gas adalah melakukan kegiatan
eksploitasi gas tersebut sesuai dengan kebutuhan konsumen. Untuk dapat
mempoduksikannya dengan optimum, ekonomis, dan tetap mempertimbangkan faktor
keamanannya maka perencanaaan fasilitas produksi dan fasilitas penunjang merpakan hal
yang sangat penting. Surface facilities merupakan cakupan seluruh peralatan yang
digunakan untuk menyalurkan gas yang diproduksi mulai dari kepala sumur, fasilitas
pemisah, hingga sampai pada konsumen sesuai dengan permintaan kosumen. Adanya
penambahan fasilitas penunjang tergantung dari kebutuhan konsumen untuk memperoleh
gas dengan jumlah yang konstan hingga selang waktu yang cukup lama. Di bawah ini
merupakan layout fasilitas produksi Lapangan Andalusia.

Gambar 6.1.
Layout Fasilitas Produksi

64
Gambar 6.2.
Surface Facilities Design
Lapangan Andalusia memiliki 4 sumur yang produksi dan rencana akan menambah
dua sumur lagi dan satu sumur injeksi. Dengan jarak yang cukup besar antara lapangan
Andalusia dan cordoba, maka perlua adanya compressor untuk mempertahankan besarnya
kebutuhan konsumen.
Kriteria yang harus dipenuhi fasilitas produksi dan penunjang antara lain:
- Mempunyai performa yang efisien selama pengoperasian dan memenuhi
kebutuhan selama periode operasi.
- Telah memiliki sertifikat berfungsinya alat.
- Pihak ketiga dalam hydrotesting.
- Separator yang memiliki Migas SKPP.
- Didesain untuk modular skip package.
Tabel VI-1
Rencana Surface facilities
No Peralatan dan Spesifikasi Jumlah

1 Separator 2

2 Gas scrubber 1

3 Glycol contactor 1

65
4 Kompressor 1

5 Condnsate flash vessel 1

6 Pump ijection 1

7 Glycol treatment 1

8 Flare 1

9 Safety environment

6.1. Fasilitas di Kepala Sumur


6.1.1. Wellhead
Fungsi dari wellhead adalah untuk mengontrol operasi atau aktivitas dipermukaan
sumur, yaitu menyekat untuk mencegah kebocoran fluida formasi atau tersembur di
permukaan. Secara periodik seorang operator harus melakukan inspeksi di kepala sumur
dan mencatat tekanan dan temperatur alir sumur tersebut, serta memperhatikan safety yang
harus dilakukan terhadap keamanan kepala sumur, terlebih lagi sumur gas.

6.1.2. Christmas Tree


Christmas tree adalah merupakan rangkaian atau sekumpulan valve-valve dan
fitting-fitting yang digunakan untuk kontrol produksi dan disambungkan dengan bagian
atas tubing head. Christmas tree ini juga dibuat dari tekanan kerja yang berbeda-beda.

6.2. Fasilitas Pemisahan


6.2.1. Separator
Separator yang digunakan didesain untuk memenuhi fungsinya sebagai berikut:
a. Melakukan pemisahan tingkat pertama antara fasa gas dan fasa cair.
b. Memperbaiki hasil pemisahan tingkat pertama dengan memisahkan kabut
cairan yang masih tertinggal dalam gas dan gas dalam cairan.
c. Mengalirkan gas dan cairan hasil pemisahan keluar dari vessel dan menjamin
tidak terjadi percampuran kembali.
Agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik, separator umumnya dibuat atas
komponen-komponen sebagai berikut :

66
1). Inlet Separation Element
Peralatan didepan lubang inlet yang dapat berupa Deflector plate atau Centrifugal
device dimana pemisahan untuk pertama kali terjadi. Deflector plate dapat berbentuk suatu
plate atau piringan. Fluida yang masuk ke separator menumbuk deflektor sehingga cairan
jatuh ke dasar vessel dan gas mengalir disekeliling deflector.
Pada centrifugal device, fluida yang masuk dialirkan memutari dinding silinder
kecil sehingga terjadi gaya centrifugal yang besarnya dapat mencapai 500 kali gaya
gravitasi. Dalam hal separator spherical atau vertikal, dinding silinder dapat
merupakan dinding vesselnya sendiri. Gaya centrifugal menyebabkan cairan bersama-
sama jatuh kedalam settling section didasar vessel.
2). Settling Section
Berfungsi untuk menghilangkan turbulensi aliran fluida dan mengendapkan
padatan yang diikuti cairan didasar vessel berdasarkan gravitasi. Settling section berupa
ruang yang cukup luas untuk mengendapkan cairan, sering diperlengkapi dengan peralatan
pembantu seperti Quieting plate atau Buffles yang disebut dengan Scrubbing. Separator
dengan centrifugal device dan settling section yang cukup luas umumnya menghasilkan
cairan di stock tank yang lebih stabil daripada separator dengan scrubbing.
3). Mist Extractor/Eliminator
Dipasang dilubang outlet yang berfungsi untuk memisahkan partikel - partikel
cairan yang tidak dapat dipisahkan oleh gravitasi. Partikel - partikel cairan yang kecil
hampir tidak mempunyai perbedaaan gravitasi dengan gas, partikel-partikel ini akan
terkumpul di mist extractor sampai ia cukup besar untuk jatuh ke settling section. Mist
extractor umumnya dibuat dari susunan kawat stainless steel membentuk jaringan.
4). Peralatan Control dan Safety seperti level control, pressure control, liquid dump
valve, gas back pressure, valve, safety relief valve, pressure gauge, gauge glass,
instrument gas regulator, dan pipa-pipa atau tubing.
Fluida masuk ke dalam separator vertikal dengan tangensial melalui inlet diverter
yang menyebabkan pemisahan awal oleh tiga kegiatan secara bersam-sama yaitu : gravity
settling, centrifugation, dan impingement dari fluida yang masuk kembali ke separator
shell dalam lapisan yang tipis.
Gas dari bagian pemisahan awal mengalir keatas, sedangkan cairan jatuh ke dasar
vessel. Baffle digunakan sebagai pemisahan antara akumulasi cairan dan pemisahan awal
untuk menjaga agar level control cairan tidak diganggu oleh permukaan cairan itu sendiri
dan membebaskan gas yang terlarut. Titik-titik kecil cairan yang dibawa selama naiknya

67
gas dipisahkan dalam centrifugal baffles terletak dekat top vessel. Akhirnya, mist extractor
pada gas outlet menghilangkan titik-titik cairan dari gas dalam ukuran micron. Partikel-
partikel cairan bersatu dan terakumulasi, sampai cukup berat untuk kemudian jatuh
kedalam akumulasi cairan.
Separator vertikal digunakan untuk sumur-sumur dengan GOR rendah sampai
sedang, dimana diharapkan diperoleh hasil cairan yang banyak.

Gambar 6.3.
Vertical Separator
6.2.2. Gas Scrubber
Scrubber berfungsi untuk menangkap mist (kabut kondensat) yang terbawa oleh
gas. Butiran kabut tersebut akan menempel dan jatuh ke bawah setelah terkumpul cukup
banyak. Diharapkan setelah dari scrubber dihasilkan gas yang kering.

68
Gambar 6.4.
Gas Scrubber
6.3. Fasilitas Tambahan
6.3.1. Compressor
Kompresor diperlukan untuk menaikkan tekanan alir dalam pipa, terutama dalam
pipa distribusi/transmisi yang berjarak panjang, dimana kehilangan tekanan sangat besar.
Disamping itu kompressor juga diperlukan pada Gathering station yang kadang tidak
mampu memenuhi laju produksi yang diinginkan kedalam pipa transmisi, pada
Repressuring atau Recycling station yang merupakan bagian integral dari proyek
secondary recovery, dan pada Storage field atau Bottle storage.
Stasiun kompresor merupakan salah satu bagian dari unit transportasi gas, yang
berfungsi untuk menambah tekanan alir dari gas yang melewati flowline. Kompresor itu
sendiri merupakan vacum pump, yang tipe-tipenya dipilih berdasarkan kapasitas dan
besarnya kerja yang dapat dilakukannya.
Untuk menambah daya tekan (kompresi) yang lebih tinggi dapat dihubungkan dua
kompresor centrifugal secara seri. Kompresor centrifugal digerakkan dengan listrik atau
turbin gas, dimana penggunaan turbin gas lebih baik bilamana kelebihan gas terdapat pada
lapangan tersebut, atau untuk mengontrol kapasitas, dan bilamana kapasitas dari satu unit
digunakan secara umum pada suatu stasiun kompresor. Dapat digunakan ukuran kecil atau
sedang dimana setiap single unit dapat menghasilkan tenaga diatas 50 m3/min, dengan
pemberian tekanan diatas 7 atm gauge pada 20 hp dan putaran diatas 200 rpm. Mesin
kompressor dan mesin gas dapat diletakkan terpisah dengan penggunaan sistem
pendinginan langsung atau digunakan sistem pendingin berputar.

69
Gambar 6.5.
Kompressor

6.3.2. Glycol Contactor


Pada saat ini terjadi kontak antara wet gas (dari inlet scrubber) dengan dry glycol,
dimana glycol akan mengikat uap air yang terkandung dalam gas. Fungsi utama dari
contactor adalah memberikan kondisi kontak yang optimum. Pada contactor terjadi aliran
gas dan glycol, dimana gas mengalir keatas sedangkan glycolnya mengalir kebawah.
Sedangkan hasil proses yang terjadi di contactor (kontak antara gas dan glycol) adalah :
wet gas menjadi dry gas, dry glycol menjadi wet glycol. Jenis Glycol Contactor yang
digunakan adalah Trayed contactor karena pada contactor jenis ini kontak antara gas dan
glycol terjadi pada lempeng tipis yang berlubang-lubang (tempat masuk gas).

Gambar 6.6.
Glycol Contactor
70
6.3.3. Single Buoy Mooring
Single Buoy Mooring ini ditambahkan untuk menampung kondensat yang
terproduksi sehingga dapat dijual. Penambahan ini dikarenakan kebutuhan akan media
penampung yang kemungkinan membutuhkan biaya besar bila ingin dikirimkan secara
langsung ke daratan.

Gambar 6.7.
Single Buoy Mooring

6.4. Perhitungan Parameter Surface Facilities


6.4.1. Panjang Pipa Produksi Permukaan
Produksi gas didistribusikan melalui pipeline yang terdiri dari PL-1, PL-2, PL-3
serta melalui RISER-1, RISER-2 sepanjang 320 km dengan jarak antara Andalusia Field
sampai Toledo sebesar 300 km serta Toledo sampai Cordoba sebesar 20 km. Di bawah ini
yaitu gambar overlay gas pipeline.

71
Gambar 6.8.
Gas Pipeline

Tabel VI-2
Panjang Pipa Produksi
Pipeline Panjang (km)
PL-1 0.2
PL-2 0.2
RISER-1 0.077
PL-3 159.723
PL-4 159.723
RISER-2 0.077
TOTAL PIPELINE 320

72
6.4.2. Pressure Loss Pada Pipa Produksi Permukaan
Tabel VI-3
Kehilangan Tekanan Pada PIPELINE-1
dP dP dP dP
Gravity Friction Acceleration
(psi) (psi) (psi) (psi)
0.18 0 0.18 0
0.18 0 0.18 0
0.18 0 0.18 0
0.18 0 0.18 0
0.64 0 0.64 0
0.8 0 0.8 0
1.69 0 1.65 0.04
0.03 2 0.03 0
0 2 0.03 0
0 2 0.02 0
0 2 0.02 0
0 2 0.01 0
0.15 2 0.01 0
0.11 2 0.01 0
0.06 1.17 0 0
0.04 1.63 0 0
0.02 1.63 0 0
0 1.51 0 0
0 1.51 0 0

Tabel VI-4
Kehilangan Tekanan Pada PIPELINE-2
dP dP dP dP
Gravity Friction Acceleration
(psi) (psi) (psi) (psi)
0.18 0 0.18 0
0.18 0 0.18 0
0.18 0 0.18 0

73
0.17 0 0.17 0
0.63 0 0.63 0
0.79 0 0.79 0
1.74 0 1.7 0.04
0.03 2 0.03 0
0 2 0.03 0
0 2 0.02 0
0 2 0.02 0
0 2 0.01 0
0.02 2 0.01 0
0 2 0.01 0
0 1.17 0 0
0 1.63 0 0
0 1.63 0 0
0 1.51 0 0
0 1.51 0 0

Tabel VI-5
Kehilangan Tekanan Pada PIPELINE-3
dP dP dP dP
Gravity Friction Acceleration
(psi) (psi) (psi) (psi)
146.45 0 146.44 0.02
146.46 0 146.44 0.02
146.51 0 146.49 0.02
141.33 0 141.31 0.02
141.35 0 141.34 0.02
103.69 0 103.68 0.01
74.47 0 74.46 0.01
54.83 0 54.82 0
43.91 0 43.91 0
36.78 0 36.78 0
28.41 0 28.41 0
21.1 0 21.1 0

74
13.55 0 13.55 0
10.99 0 10.99 0
0.61 0 0.61 0
1.21 0 1.21 0
0.75 0 0.75 0
0.55 0 0.55 0
0.55 0 0.55 0

Tabel VI-6
Kehilanagn Tekanan Pada PIPELINE-4
dP dP dP dP
Gravity Friction Acceleration
(psi) (psi) (psi) (psi)
206.93 0 206.88 0.05
206.94 0 206.88 0.05
207.03 0 206.98 0.05
197.79 0 197.74 0.05
196.91 0 196.87 0.05
133.71 0 133.68 0.02
89.61 0 89.6 0.01
62.96 0 62.96 0.01
49.09 0 49.08 0
40.37 0 40.37 0
30.51 0 30.51 0
22.21 0 22.21 0
13.97 0 13.97 0
11.26 0 11.26 0
0.61 0 0.61 0
1.22 0 1.22 0
0.75 0 0.75 0
0.55 0 0.55 0
0.55 0 0.55 0

75
Tabel VI-7
Kehilangan Tekanan Pada RISER-1
dP dP dP dP
Gravity Friction Acceleration
(psi) (psi) (psi) (psi)

2.14 2 0.13 0
2.14 2 0.13 0
2.14 2 0.13 0
2.13 2 0.12 0
2.13 2 0.12 0
2.08 2 0.08 0
2.05 2 0.05 0
2.04 2 0.03 0
2.03 2 0.03 0
2.02 2 0.02 0
2.02 2 0.02 0
2.01 2 0.01 0
2.01 2 0.01 0
2.01 2 0.01 0
1.17 1.17 0 0
1.63 1.63 0 0
1.63 1.63 0 0
1.51 1.51 0 0
1.51 1.51 0 0

Tabel VI-8
Kehilangan Tekanan Pada RISER-2
dP dP dP dP
Gravity Friction Acceleration
(psi) (psi) (psi) (psi)
-3.84 -3.91 0.07 0
-3.84 -3.91 0.07 0
-3.84 -3.91 0.07 0

76
-3.77 -3.83 0.06 0
-2.67 -2.76 0.09 0
-2.03 -2.11 0.08 0
-1.45 -1.52 0.07 0
-1.35 -1.4 0.05 0
-1.3 -1.34 0.04 0
-1.26 -1.3 0.03 0
-1.23 -1.25 0.03 0
-1.2 -1.22 0.02 0
-1.18 -1.19 0.01 0
-1.18 -1.19 0.01 0
-0.79 -0.79 0 0
-1.06 -1.06 0 0
-1.07 -1.08 0 0
-1.01 -1.01 0 0
-1.01 -1.01 0 0

Tabel VI-9
Kehilangan Tekanan Pada Choke GRD-1, GRD-2, GRD-3, GRD-4
Well Name dP choke 1 (psi) dP choke 2 (psi) dP choke 3 (psi)
GRD-1 696.93 426.27 116.47
GRD-2 696.93 426.27 91.1
GRD-3 696.93 426.75 91.1
GRD-4 315.81 157.38 38.5

77
BAB VII
FIELD DEVELOPMENT SCENARIO

7.1. Pemilihan Skenario Pengembangan


Skenario pengembangan Lapangan Andalusia dibuat berdasarkan kemungkinan-
kemungkinan pengembangan seperti mengkonversi sumur eksplorasi menjadi sumur
produksi dengan melakukan acidizing, menambah sumur produksi baru (infill drilling) dan
memasang kompressor untuk mempertahankan laju alir gas yang ditargetkan sampai ke
sales point pada harga yang sudah ditetapkan. Skenario pengembangan lapangan tersebut
diantaranya:
Base Case (4 wells)
Merupakan skenario dasar dengan asumsi seluruh sumur produksi telah di-acidizing
untuk melakukan well completion, sehingga empat sumur existing tersebut akan
diproduksikan sampai masa kontrak berakhir tanpa melakukan pengembangan lagi
setelahnya.
Skenario 1 (4 wells + Compressor)
Merupakan skenario Base Case ditambah dengan kompressor yang dimulai tanggal 1
Januari 2013.
Skenario 2 (4 + 1 wells)
Merupakan skenario Base Case ditambah dengan satu sumur produksi baru yang
mulai berproduksi tanggal 1 Januari 2013.
Skenario 3 (4 + 1 wells + Compressor)
Merupakan Skenario 2 ditambah dengan kompresor yang dimulai tanggal 1 Januari
2014.
Skenario 4 (4 + 2 wells)
Merupakan skenario Base Case ditambah dengan dua sumur produksi baru yang
mulai berproduksi tanggal 1 Januari 2013.
Skenario 5
Merupakan Skenario 4 ditambah dengan kompresor yang dimulai tanggal 1 Januari
2014.

78
Skenario pengembangan lapangan disimulasikan menggunakan Integrated
Production Modelling GAP Software, dengan memperhitungkan model reservoir
berdasarkan Mbal Tank Model dan model sumur Prosper Well Performance.

Gambar 7.1.
Production Forecast

Hasil analisa prediksi forecast dipilih skenario keempat yaitu menambah satu sumur
dan menambah kompresor. Pada grafik hasil prediksi kumulatif dan laju alir gas dapat
dianalisa bahwa pada tahun 2018 sudah tidak ada laju alir gas. Kumulatif produksi terus
meningkat hingga pada kondisi plateau pada rahun 2018 dengan kumulatif produksi
sebesar 255,574 MMscf.

79
Gambar 7.2.
Grafik Average gas production dan Reservoir Pressure
Berdasarkan grafik hasil forecast pada reservoir pressure dan avg gas production
dapat dianalisa bahwa pada tahun 2018 tekanan reservoar telah mencapai minimum dan
Avg gas production telah mencapai pada kondisi plateau pada tahun 2018. Pada grafik ini
dengan jelas menunjukan penurunan tekanan reservoar berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah rata rata gas yang terproduksi.

80
Gambar 7.3.
Grafik oil production dan water production
Pada avg oil production dan avg water production dapat dianalisa hingga tahun 2018
terjadi penurunan laju produksi minyak. Hingga tahun 2018 tidak ada laju a;ir yang
menunjukan tidak adanya air yang terproduksi. Hasil analisa ini akan digunakan lebih
lanjut untuk penentuan tenaga dorong pada reservoar. Untuk asumsi awal tenaga
pendorong reservoar dianggap depletion drive dilihat dari tidak adanya air yang
terproduksi. Akan tetapi jika dikorelasikan dengan data log menunjukan adanya saturasi
air, kemungkinan aquifer dengan jumlah kecil. Analisa ini perlu dikaji lebih lanjut untuk
validitasnya dengan bertambah lengkapnya data.

81
BAB VIII
HEALTH SAFETY AND ENVIRONMENT AND COORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY

Health, Safety, and Environment (HSE) sangat penting dalam industri migas.
Slogan Safety First yang digunakan oleh seluruh perusahaan migas sangat erat berkaitan
dengan aspek HSE ini. Kesehatan pekerja, keselamatan pekerja, dan juga efek samping
terhadap lingkungan sekitar akan menjadi prioritas utama perusahaan dalam
mengembangkan lapangan tersebut. Pembangunan industri pada sektor usaha bidang
perminyakan adalah suatu upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara dan bila
ditinjau dari segi pola kehidupan masyarakat sangat berhubungan langsung dengan
peningkatan kebutuhan barang dan jasa, pemakaian sumber-sumber energi, dan sumber
daya alam. Penggunaan sumber daya alam secara besarbesaran tanpa mengabaikan
lingkungan dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif yang terasa dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang.
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu upaya dan pendekatan dalam
pemanfaatan sumber daya alam yaitu suatu pembangunan yang berusaha memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Sebagaimana dikemukakan oleh Hadi (2001) menyatakan
bahwa pembangunan berkelanjutan secara implisit juga mengandung arti untuk
memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas sumber daya
alam Pengelolaan lingkungan bagi industri di bidang usaha migas merupakan hal
terpenting dari suatu kegiatan usaha yang harus dilakukan agar industri tetap berjalan dan
berkelanjutan.
Pembangunan industri yang berkelanjutan mencakup tiga aspek yaitu lingkungan
(environment), ekonomi (economy) dan sosial/ kesempatan yang sama bagi semua orang
(equity) yang dikenal sebagai 3E. Aspek lingkungan tidak berdiri sendiri namun sangat
terkait dengan dua aspek lainnya. Dalam kegiatan internal industri, peluang untuk
memadukan aspek lingkungan dan ekonomi sangat besar, tergantung cara mengelola
lingkungan dengan bijak dan menguntungkan. Faktor sosial yang sebagian besar
menyangkut masyarakat sekitar atau di luar industri juga sangat terkait dalam pengelolaan
lingkungan. Kaitan aspek lingkungan dengan ekonomi dan sosial dalam kegiatan industri

82
migas merupakan hal pokok dalam menjaga dan 16 meningkatkan kualitas kesehatan dan
keselamatan masyarakat sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan
meningkatkan kualitas kehidupan, dengan meminimalkan pemakaian sumber daya alam
dan bahan-bahan beracun, memperkecil timbulan limbah dan pencemar selama daur hidup
produk sehingga tidak mengorbankan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya
(Purwanto, 2005). Menurut Syafrudin (2005) dampak pencemaran terhadap badan air yang
dihasilkan dari limbah industri, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Zat organik terlarut
2. Zat Padat tersuspensi
3. Nitrogen dan phospor
4. Minuman dan bahan-bahan terapung
5. Logam berat cyanida dan racun organik
6. Warna kekeruhan
7. Organic tracer
8. Bahan yang tidak mudah mengalami dekomposisi biologis (refactory subtances)
9. Bahan yang mudah menguap (volatile materialis). Sistem Manajemen Lingkungan
(SML).
Yang efektif menyediakan kerangka kerja dan proses yang terorganisir yang
mengintegrasikan perencanaan, pelaksanaan, tindakan perbaikan dan tinjauan pengelolaan.
Sistem Manajemen Lingkungan menyediakan detail-detail spesifik dan instruksi-instruksi
yang berhubungan dengan struktur organisasi, personalia, prosedur, pelatihan dan
penelitian yang kesemuanya memainkan peran dalam mengontrol dan meminimalkan
dampak negatif akibat operasional pabrik pada lingkungan (Soetrisnanto, 2005).
Permasalahan umum bila ditinjau dari keberadaan kondisi lingkungan di kecamatan
Pulau Sebuku pada lokasi setelah kegiatan penambangan batubara saat ini sangat
memprihatinkan, karena batas kemampuan daya dukung dan daya tamping lingkungan
sudah tidak seimbang. Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak
terhadap menurunnya kualitas lingkungan hidup. Permasalahan lain yang memberi
dampak besar terhadap lingkungan oleh kegiatan industri Migas adalah limbah cair dan air
limbah karena mudah terkontaminasi dan larut terbawa aliran air permukaan yang
selanjutnya menuju ke badan sungai. Dimana air limbah yang dihasilkan kurang dikelola
dengan baik akibatnya berpengaruh pada pencemaran ke media lingkungan. Menyadari
bahwa permasalahan kerusakan lingkungan hidup yang demikian kompleks, diperlukan
kebijakan dan strategi untuk meningkatkan penanganan terpadu dengan melibatkan

83
stakeholders dan instansi teknis terkait bersama-sama untuk mencegah, menanggulangi
dan memulihkan kerusakan lingkungan tersebut.
Salah satu upaya program pemerintah untuk melakukan pengawasan bagi pelaku
usaha pertambangan terhadap masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah
dengan mengikutsertakan melalui kegiatan PROPER (Program Penilaian Peringkat
Kinerja) terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan hal ini pemerintah
telah berupaya mengelola lingkungan untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan
kualitas dan fungsi lingkungan, namun kenyataannya belum mampu mengimbangi laju
penurunan kualitas lingkungan. Pemerintah memperhatikan kondisi perubahan alam yang
menghawatirkan ini sehingga mengeluarkan kebijakan Undang- Undang 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tersebut,
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, dengan sasaran tercapainya
keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup; terkendalinya
pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; dan terwujudnya manusia Indonesia sebagai
insan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan suatu penelitian untuk
mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh PT.
UPNVeteranYogyakarta Petroleum sebagaimana yang tercantum dalam kajian
Environmental Baseline Assessment (EBA).

8.1 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan pertanyaan penelitian dalam pengembangan
lapangan Andalusia sebagai berikut :
1. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang seharusnya dilakukan untuk proyek
pengembangan Lapangan Andalusia mencakup desain surface production facilities
dari PQ (Process/Quarter) Platform menuju ORF (Onshore Receiving Facilities)
di Cordoba.
2. Bagaimana kondisi karakteristik rona lingkungan awal dari lapangan Andalusia
baik itu penggunaan lahan serta kawasan sensitif di sekitar lokasi operasi.
3. Bagaimana penilaian yang menggambarkan apa yang bisa terjadi pada dasar yang
ada sebagai hasil proyek dengan memprediksi besarnya dampak. Istilah besarnya

84
digunakan sebagai singkatan untuk mencakup semua dimensi meramalkan dampak
yang meliputi:
Sifat perubahan (apa yang dipengaruhi dan bagaimana);
Ukurannya, skala atau intensitas;
batas geografisnya dan distribusi;
durasi, frekuensi, reversibilitas, dll, dan
Jika relevan, kemungkinan dampak yang terjadi sebagai akibat dari disengaja
atau tidak direncanakan peristiwa.

8.2 Tujuan dan Manfaat Health, Safety, Environment


Tujuan dari pelaksanaan Environmental Baseline Assessment (EBA) ini yaitu :
1. Mengetahui pengelolaan lingkungan yang seharusnya dilakukan untuk proyek
pengembangan Lapangan Andalusia mencakup desain surface production
facilities dari PQ (Process/Quarter) Platform menuju ORF (Onshore Receiving
Facilities) di Cordoba.
2. Mengetahui kondisi karakteristik rona lingkungan awal dari lapangan
Andalusia baik itu penggunaan lahan serta kawasan sensitif di sekitar lokasi
operasi.
3. Mengetahui penilaian yang menggambarkan apa yang bisa terjadi pada dasar
yang ada sebagai hasil proyek dengan memprediksi besarnya dampak. Istilah
besarnya digunakan sebagai singkatan untuk mencakup semua dimensi
meramalkan dampak yang meliputi:
Sifat perubahan (apa yang dipengaruhi dan bagaimana);
Ukurannya, skala atau intensitas;
batas geografisnya dan distribusi;
durasi, frekuensi, reversibilitas, dll, dan
Jika relevan, kemungkinan dampak yang terjadi sebagai akibat dari disengaja
atau tidak direncanakan peristiwa.

Manfaat dari pelaksaan Environmental Baseline Assessment (EBA) pada lapangan


Andalusia ini :
1. Sebagai bahan pertimbangan SKK Migas serta Pemda dalam memberikan izin
pengembangan lapangan Andalusia pada Kabupaten Kotabaru, Kalimantan
Selatan

85
2. Sebagai media informasi bagi masyarakat yang berada diwilayah sekitar lokasi
operasi mengenai dampak lingkungan serta tindakan peminimalisiran dampak
oleh pihak Kontrak Karya Kerjasama (KKKS).

8.3 Lokasi Kajian


Lokasi Lapangan Andalusia terletak pada sebelah timur Pulau Sebuku tepatnya
pada selat makassar, secara administratif termasuk dalam Kabupaten Kota Baru. Secara
0 0 0
geografis posisi Pulau Sebuku terletak antara 4 927 - 4 535 LU dan 117 3139 -
0
117 3555 BT. Luas Pulau ini sebesar 21.844 Ha.(Gambar 8.1)

Gambar 8.1.
Peta Lokasi Lapangan Andalusia
Dari existing well yang telah ada terdapat 4 sumur eksplorasi dengan nama sumur
Granada 1, Granada 2, Granada 3, dan Granada 4 yang dahulu telah beroperasi sejak tahun
2005. Dengan total kedalaman permukan laut rata-rata 193 feet (MSL) serta jarak rata-
rata2 antar sumur sekitar 1,52 km. Pangkalan logistik untuk kegiatan pengeboran
eksplorasi akan disuplai dari X Company di Balikpapan, yang terletak sekitar 320 km
dari Blok Sebuku.

8.4 Analisis Penentuan Kawasan Sensitif


Lapangan Andalusia, Blok XYZ yang terletak di lepas pantai Selat Makasar
Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat diprediksikan akan mulai diproduksikan

86
awal bulan Januari 2010. Untuk mengantarkan produksi gas dari Production Platform
menuju Terminal Cordoba diperlukan pipa alir bawah laut sepanjang 300 km Deskripsi
dasar menggambarkan karakteristik lingkungan dan sosial di daerah, dengan fokus pada
proyek zona pengaruh yang ditentukan dari pemodelan potensi Dampak dari program
pengembangan lapangan yang di usulkan. Selain itu, Pertimbangan juga diberikan kepada
karakteristik di daerah Terminal Cordova (Senipah, Muara Jawa) relevan untuk memasok /
mendukung kegiatan untuk program seperti dijelaskan di atas.

8.4.1. Meteorologi
Dari hasil pemantauan Stasiun Meteorologi Stagen, selama tahun 2007, suhu rata-
rata di Kotabaru dan sekitarnya berkisar antara 25,9oC sampai dengan 27,6o C. Suhu udara
maksimum tertinggi terjadi pada bulan Januari (33,3oC). Sedangkan suhu udara minimum
terendah terjadi pada bulan Maret (23,0oC). Rata-rata curah hujan di Kabupaten Kotabaru
berkisar 3,0 mm 17,6 mm. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Juni (28 hari),
sebaliknya jumlah hari hujan terendah terjadi pada bulan September (10 hari).
Lokal data meteorologi (angin) yang diperoleh dari Asia Pasifik data Research
Center (APDRC) untuk koordinat 118,6 E Bujur, Lintang 2,1 S. Sementara kedua
Maret dan Oktober memiliki angin yang signifikan dari timur dan barat, angin naik
diagram (Gambar 8.2) menunjukkan pengaruh yang kuat tambahan angin dari barat daya
pada Maret 2008 dan dari timur laut pada bulan Oktober. Kecepatan angin rata-rata
berkisar 5-16 km / jam. maksimum angin kecepatan biasanya 29-67 km / jam.

Gambar 8.2.
Windrose di daerah Selat Makasar kiri dan kanan Maret 2008 Oktober 2008
windrose

87
8.4.2. Oceanografi
Selat Makassar merupakan bagian utama dalam transfer air dan panas dari Pasifik
ke Samudera Hindia, melalui laut Indonesia. Transfer tersebut bermulai dari Pasifik ke
Samudera Hindia melalui laut Indonesia mempengaruhi panas dan air tawar anggaran dari
kedua lautan serta memiliki efek pada iklim global (field, et al., 2000).

8.4.3. Karakterisasi Kondisi Ekstrim (Badai) (Angin, Ombak dan Arus)


Kondisi ekstrim biasanya disebabkan oleh badai. Seperti badai lewat, maka angin
akan menjadi lebih kuat, tinggi gelombang akan lebih tinggi, periode gelombang
akanlebih lama dan mungkin hal itu menyebabkan arus permukaan kacau dan kuat.
Adanya keterbatasangelombang data model prediksi untuk kondisi badai di Selat
Makassar. Laporan ini menggambarkan beberapa data yang tersedia pada kondisi angin
ekstrim yang dapat dianggap sebagai "badai". Terjadinya badai (kecepatan angin> 20 m /
s) di Selat Makassar jarang. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi Selat di ekuator dan efek
perisai Kalimantan dan Sulawesi. Selain itu, daerah ini terletak antara dua sabuk badai
tropis (umumnya terletak antara 5 -27 N dan S lintang). Daerah ini tidak akan
terpengaruh oleh siklon tropis dan ditandai dengan badai lokal (Gill, 1982). Peristiwa
ekstrim jarang tetapi peristiwa badai hujan telah dicatat dan angin hingga 80 mil / jam
(sekitar 36 m / s) telah terjadi dalam keadaan luar biasa.

8.4.4. Gelombang
Gelombang data yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik gelombang
pada perairan sebelah barat Kabupaten Mamuju adalah hasil output model Weather
Climate Range European Moderate Forecast (ECMWF). Model gelombang output series
(1989-2008) yang tersedia di bagian utara-selatan sepanjang 118,5 E mulai dari S -1.5
ke -3 S adalah di tepi barat perairan Kabupaten Mamuju dan disajikan pada Gambar 3-6.
Waktu serangkaian karakteristik gelombang sepanjang ini menunjukkan bagian selama
1989-2002 tinggi gelombang signifikan bervariasi antara 0,3 sampai <0,4 m dan pada saat
periode yang sama, periode rata-rata gelombang bervariasi antara> 4 detik untuk> 4,5
detik. Namun, dari 2003 hingga 2008, dengan tinggi gelombang signifikan meningkat
menjadi 0,4 m sampai 0,45 m dan periode gelombang rata-rata juga meningkat menjadi 5
detik menjadi 5,25 detik. Selain itu, arah gelombang rata-rata bervariasi antara 180 derajat
ke 200 derajat (selatan ke selatan-arah tenggara) dari tahun 1989 hingga 2008, kecuali

88
pada bulan November 1997 untuk Agustus 1998 di mana arah gelombang rata-rata adalah
100 derajat ke 150 derajat (selatan-barat daya).
Ketinggian gelombang signifikan adalah 0,3 hingga 0,5 m di Maret 2008 April,
kemudian mulai untuk meningkatkan mencapai nilai tertinggi 0,7-0,9 m pada bulan Juli
2008; menurun sekitar 0,3 -0, .4 m pada bulan Desember 2008 dan berfluktuasi secara
tiba-tiba pada bulan Januari dan Februari 2009. Periode gelombang rata-rata bervariasi
antara 4,5-6,5 detik dalam Maret hingga Mei 2008, 5,0-5,4 detik di bulan Juni sampai
September 2008 dan 4,5-6,5 sec dari Oktober 2008 hingga Februari 2009. Arah
gelombang yang bervariasi antara 150 derajat (selatan-barat daya) pada bulan Maret
sampai Oktober 2008 untuk 200 derajat-250 derajat (berbalik sedikit ke barat) pada bulan
November 2008 untuk Februari 2009.
Dampak dari peristiwa badai tidak dapat dilihat dari hasil ECMWF model keluaran
tahun 1989-2008 (Gambar 8.3) dan Maret 2008 hingga Februari 2009. Alasan untuk ini
adalah bahwa data angin yang digunakan untuk memprediksi tinggi gelombang
merupakan angin rata-rata mingguan. Akibatnya, peristiwa badai yang biasanya
berlangsung selama durasi yang relatif pendek.

Gambar 8.3.
Waktu serangkaian karakteristik gelombang: (i) tinggi gelombang signifikan (atas),
(ii) rata-rata periode gelombang (tengah), dan (iii) rata-rata arah gelombang (lebih
rendah) sepanjang bagian utara-selatan yang diperoleh dari Climate European
Rentang Moderate Prakiraan Cuaca (ECMWF)

89
8.4.5. Kualitas Air dan Sedimen
Untuk kualitas air harus dilakukannya sampling air dan sedimen (pada dasar
permukaan) yang secara umum dilakukan oleh pihak ketiga (kontraktor) misal Elnusa,
Succofindo, dan Perusahaan penyedia jasa oil and gas service. Dalam hal ini untuk
kualitas air laut, sampel air laut dikumpulkan dari kedalaman berikut di dalam air dengan
kedalaman :
Sampling pada permukaan air laut dengan kedalaman 10 m ;
Sampling Pada kedalaman menengah air laut 50 m
Sampling Pada kedalaman dasar air laut 100 m

Kualitas air sekitar lokasi proyek terutama dalam pemenuhan standar air laut diatur
dalam Keputusan Menteri Lingkungan Nomor 51 Tahun 2004 (Terlampir). Sampel air
Kolom dilakukan untuk menentukan fisik Air ini, kimia serta parameter biologi penting
untuk memeriksa kualitas lingkungan sekitarnya. Sebagian besar parameter telah
dilakukan analisis di laboratorium. Kolom air teknik sampling adalahn diperlukan untuk
menjaga kualitas nyata dan kondisi lingkungan dari sampel. Sampel air yang disimpan
dalam lingkungan tertentu dan kemudian adalah menjadi analisis di laboratorium dengan
teknik yang tepat. Sedangkan untuk sedimen Kelimpahan bahan organik mudah terurai
muncul untuk mempromosikan mengurangi kondisi. Dengan adanya bahan organik,
bakteri dan mikroorganisme sekutu menciptakan mengurangi kondisi. Kondisi tersebut
dipelihara oleh organik tertentu senyawa, besi besi, mangan berkurang, hidrogen sulfida,
dan lainnya anorganik konstituen dari sedimen.

8.4.6. Plankton dan Bentos


sampel biota perairan juga dikumpulkan selama sampling kualitas air / sedimen.
Klorofil adalah konten pigmen hijau yang dihasilkan oleh fitoplankton dan ini dapat
digunakan sebagai indikasi kepadatan fitoplankton dalam air. Serta zooplankton yang
merupakan jenis plankton namun dalam rantai makanan merupakan konsumen tingkat 1
dan bentos yang merupakan mikoorganisme yang hidup pada dasar laut. Hasil uji
sampling akan dibandingkan dengan menggunakan klasifikasi indeks keanekaragaman
hayati didokumentasikan dalam Odum (1971) yang terbagi atas kelas rendah, menengah
dan tinggi keanekaragaman hayati ditunjukkan dengan indeks Shannon <2.3, antara 2,3 -
6,9 dan > 6,9.

90
8.4.7. Ikan
The kelautan kondisi ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia / Indonesia Melalui
Arus) melalui Sulawesi dan Makassar Selat membawa larva dan plankton dari Pasifik ke
Samudera Hindia dan cenderung merupakan jalur migrasi bagi paus dan spesies lumba-
lumba (Kreb dan Budiono, 2005). Studi di sepanjang East air laut Kalimantan telah
ditemukan kelimpahan Cetacea dan data sementara untuk Selat Makassar dan Barat
Sulawesi terbatas dapat diharapkan bahwa cetacea, terutama lumba-lumba spesies dapat
ditemui di perairan lepas pantai dari Blok Sebuku dan
sekitar pulau-pulau yang berdekatan. Lepas pantai, spesies tersebut mungkin
termasuk botol tersebut Lumba-lumba (Tursiops truncatus), lumba-lumba spinner
(Stenella longirostris), Lumba-lumba kerdil spinner (Stenella l. roseiventris) dan lumba-
lumba Indo-Pasifik botol (Tursiops aduncus). Dekat pantai dan di sekitar pulau-pulau, ini
mungkin termasuk Irrawaddy lumba-lumba, ikan paus pembunuh (Pseudorca crassidens)
dan Lumba-lumba Finless (Neophocaena phocaenoides).

8.4.8. Aktivitas Sosial


Lokasi dari program pengembangan lapangan yang diusulkan adalah di daerah
lepas pantai dan jauh dari pemukiman. Namun, pemahaman sosial karakteristik di daerah
ini penting dari sudut pandang stakeholder dan meliputi komposisi dan struktur sosial,
aktivitas ekonomi seperti penggunaan kelautan serta masyarakat pesisir.
a) Populasi Penduduk
Penduduk jumlah penduduk Kabupaten Kotabaru pada tahun 2007 adalah
272.000 jiwa dengan jumlah rumahtangga sebanyak 65.570 rumahtangga yang
tersebar di 195 desa/kelurahan. Jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan
Pulau Laut Utara sebesar 75.430 jiwa, disusul Kecamatan P. Laut Barat dengan
jumlah penduduk 18.807 jiwa. Jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan
Kelumpang Barat yang hanya tercatat sebesar 4.734 jiwa. Rasio jenis kelamin
penduduk Kotabaru adalah 99,66, ini berarti bahwa ada 105 laki-laki dalam 10.000
perempuan, jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Kotabaru lebih sedikit
daripada jumlah penduduk perempuan. Jumlah penduduk yang begitu besar dan
terus bertambah setiap tahun tidak diimbangi dengan penyebaran penduduk.
Sebagian besar penduduk Kabupaten Kotabaru masih terpusat di Kecamatan Pulau
Laut Utara sekitar 27,73 persen. Ironisnya, Kecamatan Hampang yang memiliki

91
luas sekitar 17,88 dari luas total Kabupaten Kotabaru hanya dihuni sekitar 2,90
persen penduduk.
Besarnya jumlah penduduk di kecamatan Pulau Laut Utara menyebabkan
kepadatan penduduk kecamatan tersebut menjadi sangat tinggi yaitu 474 penduduk
per Km2. Disisi lain, Kecamatan Hampang yang luasnya 17,88 persen dari total
luas Kabupaten Kotabaru merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah yang
hanya dihuni 5 penduduk per Km2. Kepadatan penduduk tertinggi Kabupaten
Kotabaru terdapat di Kecamatan Pulau Sembilan dengan besar 1.242 penduduk per
Km2. Banyaknya rumahtangga pada tahun 2007 tercatat sebesar 65.570
rumahtangga dengan ratarata besarnya anggota rumah tangga 4 orang. (Rincian
pada Gambar 8. 4)

Gambar 8.4.
Kepadatan Populasi Penduduk Kabupaten Kotabaru (Sumber BPS 2007)

b) Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan salah satu motor penggerak pembangunan. Pada
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kotabaru pada tahun 2007
terdaftar 5.472 orang pencari kerja dengan 639 orang berpendidikan SD, 559 orang

92
berpendidikan SMP, 3.216 orang berpendidikan SMU, 284 orang berpendidikan
sarjana muda /DIII dan 774 orang berpendidikan sarjana. Banyaknya tenaga kerja
yang terdaftar pada tahun 2007 meningkat daripada tahunsebelumnya yang hanya
sebanyak 2.231 orang. (Rincian Tenaga Kerja Kabupaten Kotabaru pada gambar
8.5)

Gambar 8.5.
Daftar Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan

c) Pendidikan
Keberhasilan pembangunan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan penduduknya. Peningkatan mutu pendidikan harus diimbangi pula
dengan penyediaan sarana pendidikan dan tenaga guru. Fasilitas pendidikan yang
tersedia di Kabupaten Kotabaru antara lain 131 buah sekolah TK, 241 buah SD, 52
buah SMP, 24 buah SMU serta 5 buah SMK; dengan tenaga guru tercatat sebanyak
504 orang guru TK, 2.286 orang guru SD, 639 orang guru SMP, 389 orang guru
SMU serta 94 orang guru SMK. Dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kotabaru

93
diperoleh pula data jumlah murid TK sebanyak 6.547 orang. Ditingkat SD jumlah
murid sebanyak 36.075 orang, ditingkat SMP jumlah murid 7.723. Sedangkan
untuk tingkat SMU dan SMK masingmasing berjumlah 3.994 orang murid dan
1.070 orang murid.
Disamping itu terdapat pula sarana pendidikan yang dikelola oleh
Departemen Agama. Dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Kotabaru
diperoleh data jumlah sarana pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama di
wilayah Kabupaten Kotabaru antara lain 14 buah Raudatul Athfal/Bustanul Athfal
dengan jumlah guru sebanyak 56 orang dan murid sebanyak 697 orang; 7 buah
Madrasah Ibtidaiyah jumlah guru sebanyak 96 orang dan murid sebanyak 1.342
orang; 12 buah Madrasah Tsanawiyah jumlah guru sebanyak 211 orang dan murid
sebanyak 2.270 orang serta 2 buah Madrasah Aliyah jumlah guru sebanyak 69
orang dan murid sebanyak 689 orang. (Gambar 8.6)

Gambar 8.6.
Tingkat dan Sebaran Pendidikan di Kabupaten Kotabaru
d) Agama
Sesuai dengan falsafah negara, pelayanan kehidupan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan

94
ditingkatkan untuk membina kehidupan masyarakat dan mengatasi berbagai
masyarakat sosial budaya yang mungkin dapat menghambat kemajuan bangsa.
Sarana peribadatan yang ada di Kabupaten Kotabaru tahun 2007 semakin
meningkat. Tahun 2007 terdapat 278 buah Masjid, 324 buah Langgar, 26 buah
Musholla, 14 buah Gereja Katholik, 24 buah Gereja Protestan dan 16 buah Pura.
Selama tahun 2006 Kantor Departemen Agama Kabupaten Kotabaru mencatat
2.485 pernikahan. Perkara yang diterima Pengadilan Agama Kabu-paten Kotabaru
selama tahun 2007 tercatat sebanyak 373 kasus, sedangkan sisa perkra tahun lalu
sebanyak 43 perkara dan perkara yang diselesaikan sebanyak 329 kasus . Jemaah
haji tahun 2007 tercatat 230 orang, 189 orang diantaranya berasal dari kecamatan
Pulau Laut Utara. Pengadilan Agama Kabupaten Kotabaru juga mencatat jenis
perkara terbanyak yang diterima adalah gugatan cerai sebanyak 213 perkara
disusul cerai talak sebanyak 62 perkara. (Gambar 8.7)

Gambar 8.7.
Jumlah Penduduk dan Pemeluk Agama Kabupaten Kotabaru

95
e) Kesehatan
Ketersediaan sarana kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan
pelayanan kesehatan. Sarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten Kotabaru
antara lain berupa 23 buah Puskesmas, 69 buah Puskesmas Pembantu, 14 buah
Balai Pengobatan swasta. Disamping itu ada 6 buah apotek dengan 2 orang tenaga
apoteker dan 7 orang tenaga asisten apoteker. Disamping penyediaan sarana
kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, usaha
penyediaan tenaga medis juga ditingkatkan. Tenaga medis yang berada di
Kabupaten Kotabaru antara lain 33 orang dokter umum dan 22 orang dokter gigi.
Selain itu ada pula 105 orang perawat dan 82 orang bidan. Dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Kotabaru diperoleh informasi, selama tahun 2006 penyakit yang paling
banyak diderita oleh masyarakat Kotabaru adalah infeksi pada saluran pernapasan
atas/ ISPA sebanyak 28,84%. (Gambar 8.8)

Gambar 8.8.
Daftar Penyakit dan Presentasenya

96
8.5 Pelaksanaan
Untuk menjamin agar semua limbah yang dihasilkan dari semua kegiatan UPN
Veteran Yogyakarta Petroleum dapat dikelola dengan baik dan tidak mencemari
lingkungan, maka UPN memiliki Sistem Pengelolaan Limbah. Gambaran umum mengenai
Rencana Pengelolaan limbah UPN Veteran Yogyakarta Petroleum dapat dilihat pada
Gambar 8.9. Pengelolaan limbah meliputi pengelolaan limbah B3, non B3,

PENGELOLAAN LIMBAH UPN PETRO

B3 NON-B3

Padat Cair Padat Cair


Keterangan:
IPAL : Instalasi Pengolahan
IPAL Air Limbah
Insinerator Limbah Organik IPAL Limbah TPS : Tempat Penyimpanan
Limbah B- B3 Domestik Sementara
3 TPA : Tempat Pengolelolaan
Insinerator Limbah Akhir
Pengolaha Non-organik Non-B3
n Lumpur

Pengumpul
Bioremedi Metal/
Limbah
TPS Limbah
Junk
yard

TPA Limbah

Gambar 8.9.
Rencana Pengelolaan Limbah UPN Petro

a) Pengelolaan Limbah domestik


Unit Sewage Treatment Plant (STP) digunakan untuk mengolah air limbah
domestik yang berasal dari kegiatan perkantoran, messhall dan camp agar kualitas air
buangannya memenuhi nilai baku mutu sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup no. 112 tahun 2003. Unit STP Berada di Terminal Cordova. Sedangkan pada
Lapangan Andalusia tidak terdapat unit STP karena terletak pada lapangan Offshore
sehingga tidak dimungkinkan. Pengelolaan air limbah domestik Perusahaan akan
memberikan dampak penting sehingga perlu dikelola dengan baik.
b) Pengelolaan Bioremidiasi
Pengelolaan Fluida pemboran dan cutting mempunyai kandungan yang sangat
berbahaya bagi lingkungan apabila tidak ditreatment dengan benar. Fluida pemboran

97
merupakan fluida yang memiliki kandungan kimia dari aditif-aditif yang ditambahkan saat
pemboran berlangsung. Cutting sendiri merupakan serbuk batuan akibat tergerusnya
batuan formasi dan disirkulasikan oleh fluida pemboran menuju permukaan, hal ini
menyebabkan cutting yang juga memiliki kandungan kimia dari bawah permukaan juga
akan terkontaminasi oleh kandungan kimia fluida pemboran. Pertimbangan dari
pembuangan fluida pemboran dan cutting adalah proses dari peralatan treatment yang
berkelanjutan sehingga fluida pemboran dan cutting dapat aman dibuang tanpa
mengganggu lingkungan. berdasarkan kep. No-03/BAPEDAL/09/1995, parameter yang
dianalisa dari Drill Cutting TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) dan pH.
Parameter TCLP yang dites adalah Arsen, Barium, Boron, Cadmium, Chromium, Copper,
Lead, Mercury, Selenium, Silver, Zinc. Jenis lumpur pemboran yang digunakan pada
pengembangan lapangan ini sebagai berikut.

Tabel VIII-1
Rencana Program Lumpur Pemboran Sumur GR-5
Interval 0-1510 ft 1500-3710 ft 3700-5010 ft
Jenis Lumpur SBM- SBM- SBM-
Bentonite- Attapulgit- Attapulgit-
Causatic Causatic Soda- Causatic Soda-
Soda Starch Starch-Barite

Mud Density 8.9-9 ppg 9-9.2 ppg 9.3-9.5 ppg

Viskositas (cp) 40-45 40-45 38-40


PV (cp) 16-18 16-18 22-24
Yp (lb/100ft2) 10-14 10-14 12-16
Gels (10/10),lb/100ft2 2-4/5-8 2-4/5-8 2-4/5-8
Drill Solids (%) <4 <4 <4
Ph 9-11 9-11 9-11
Total Hardness (mg/L) <400 <400 <400

Langkah kerja cutting SBM dengan cara bioremediasi adalah sebagai berikut :
1. Cutting SBM yang TPH < 15% dibawa ke BA (Bioremediation Area ).
2. Cutting dimasukkan kedalam cutting bin/ cutting bag.
3. Cutting yang berada di dalam cutting bin / cutting bag disebarkan secara merata
kedalam pit/ pada permukaan tanah yang dipadatkan.

98
4. Selanjutnya cutting yang berada didalam pit diberi tambahan/ campuran bulking
agent berupa sekam dan atau pasir. Proses pencampuran dengan menggunakan
traktor.
5. Setelah diberi tambahan bulking agent selanjutnya dilakukan proses pembajakan
dengan mesin pembajak agar bulking agent dan cutting tercampur.
6. Setelah dilakukan pembajakan maka diberi tambahan nutrisi berupa Urea, TSP,
KCL.
7. Melakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah, dalam melakukan
penyiraman diperlukan peralatan sistem irigasi.
8. Dilakukan proses pembajakan kembali untuk mengatasi terjadinya kekurangan
oksigen. Semakin sering dilakukan pembajakan laju biodegradasi semakin
meningkat.
9. Dilakukan proses pemantauan secara rutin dan kontinyu setiap 2 minggu sekali.
Pemantauan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi hidrokarbon didalam tanah
terkontaminasi.
10. Untuk mengetahui konsentrasi hidrokarbon (TPH) didalam tanah terkontaminasi
berkurang atau < 1% membutuhkan waktu 3-6 bulan.
11. Setelah dilakukan pemantauan maka dilakukan pengukuran konsentrasi TPH. Jika
konsentrasi TPH < 1% maka cutting yang berada didalam pit diberi tambahan
mikroba dengan cara disemprotkan. Tetapi jika konsentrasi TPH > 1% maka
dilakukan pembajakan kembali sampai konsentrasi TPH < 1%.
12. Selanjutnya setelah konsentrasi TPH < 1% dan sesuai dengan baku mutu lingkungan
maka dapat dibuang kelingkungan sehingga dapat ditanami tanaman penghijauan
serta dapat digunakan sebagai material penimbun.

99
Gambar 8.10.
Bioremediasi
c) Pengelolaan Limbah B3 dan non B3
Limbah organik merupakan limbah yang membusuk dan dapat terurai oleh
mikroorganisme. Macam-macam limbah organik yaitu Sisa Makanan, Metabolisme
Manusia, Kertas, Kardus, Puntung Rokok, Kayu, Daun. Sampah organik bisa ditimbun di
trash pit atau dibakar di incenetor, tergantung jenis sampah yang dihasilkan. Sampah basah
(limbah dapur, sisa makanan) dibuang di trash pit. Sampah kering bisa dibuang di trash pit
atau dibakar di incinerator. Proses incinerator adalah proses tempat pembakaran limbah
domestik yang berupa kertas, kardus, tissue, puntung rokok. Limbah non B3 yang dibakar
di incinerator yaitu limbah organik sebanyak 90 % dan anorganik sebanyak 10 %. Dari
hasil pembakaran incinerator menimbulkan emisi udara yang di periksa per 3-6 bulan,
parameter yang diukur adalah CO dan temperatur. Pembakaran incinerator terdapat 2
ruangan yaitu primary room dan secondary room. Pembakaran dilakukan diruang primary
room dengan temperatur 6000C 8000C, kemudian asap yang ditimbulkan dari proses
incinerator disaring di secondary room dengan temperatur 8000C 10000C, sebelum asap
keluar ke alam bebas, cerobong asap disemprot air agar dapat mengurangi emisi udara, air
dari hasil emisi udara tersebut dibuang kelingkungan, acuan baku mutu yang dikeluarkan
oleh KLH. Incinerator yang dipantau yaitu abu, kemudian abu diolah berdasarkan standar
baku mutu (KLH), baru dibuang kelingkungan dengan cara abu disaring, sedangkan abu
halus dengan cara TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) kemudian abu
kasar dibuat batako. Berdasarkan SOP dari KLH daya tampung incinerator 15 Kg/jam
dalam sekali rolling dan dalam sehari hanya bisa melakukan pembakaran sebanyak 75
Kg/hari dan dibagi menjadi 5 kali rolling.

100
Sedangkan Limbah B3 yg akan di bakar menggunakan incinerator antara lain
cutting bag, sarung tangan yang tercampur oli SOBM, kain, plastik, serbuk gergaji, dan
absorben. Sebelum dibakar limbah-limbah yang tercampur dengan tumpahan minyak/oli
dari SOBM harus dibersihkan dahulu dari sisa-sisa minyak dengan menampung di sebuah
kotak/drum hitam (storage) yg kemudian minyak akan diserap menggunakan absorben
agar tidak kontak langsung dengan lingkungan. Setelah limbah bersih dari sisa-sisa
minyak maka akan langsung dimasukan ke dalam incinerator sedangkan minyak hasil dari
penisiran akan dikirim ke Junk Yard. Proses pembakaran tidak berbeda jauh dengan proses
pembakaran limbah organik tetapi hasil dari pembakaran limbah B3 tidak bisa di daur
ulang. Hasil pembakaran dari limbah B3 akan di tampung di dalam drum hitam dan
kemudian akan di kirim ke Junk Yard dan dari Junk Yard akan di kirim ke Pengolahan
Limbah B3 seperti PPLI.
d) Pengelolaan Emisi Udara
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya (PP No. 41 Tahun 1999, Sekertaris Negara PROF. DR. H. Muladi S.H.).
Sumber utama emisi:
1. Kompresor turbin
2. Generator turbine
3. Boiler/heater
4. Well testing
5. Drilling dan peralatan atau transportasi yang berkaitan dengan logistik
6. Venting
7. Oily Water Treatment Unit (OWTU)
8. Figitve emissions
9. Oil Spill incidents dan Bioremediasi

Gas H2S merupakan gas beracun yang berasal dari formasi bawah permukaan dan
sering dijumpai pada lokasi pemboran. Gas ini sangat berbahaya karena sangat beracun
dan sangat mudah terbakar. Gas ini dapat membunuh apabila dijumpai pada konsentrasi
yang tinggi dan tidak melaksanakan SOP yang tepat. Gas CO2 juga berasal dari bawah
permukaan dan sangat sensitif terhadap isu polusi udara secara global. Walaupun tidak

101
terlalu berbahaya, namun gas CO2 juga merupakan salah satu poin dari HSE yang paling
penting.
e) Kebisingan
Polusi suara dapat terjadi akibat peralatan-peralatan berat yang bekerja pada proses
pengembangan lapangan. Tingkat kebisingan tersebut akan diukur dan dipantau serta
diberikan jarak aman (embarkasi) sehingga dapat ditentukan batas aman baik bagi pekerja
maupun bagi warga sekitar yang dekat dengan dengan daerah operasi karena dapat
berpotensi mengganggu warga, bahkan pada level yang terlampau tinggi dapat
membahayakan pendengaran tenaga kerja dan warga. Tingkat kebisingan tempat kerja
untuk 8 jam per hari (24 jam) tidak boleh melebihi 85 dba. Tingkat kebisingan melebihi 85
dba akan menurunkan daya pendengaran tenaga kerja dan warga sekitar, oleh karena itu
alat pelindung telinga wajib dikenakan bagi para tenaga kerja.

8.6. Corporate Social Resposibility (CSR)


Corporate Social Resposibility (CSR)berlandaskan UU No.22 Tahun 2001 tentang
Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Bab VIII pasal 40 ayat 3,4,5 dan 6 yang berisikan
Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat
setempat.
Dalam hal ini karena letak operasi lapangan Andalusia di perairan lepas, maka CSR yang
tepat adalah penanaman Terumbu Karang pada area yang sensitif dalam hal ini perairan
tanjung batu.

8.6.1. Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang sangat kaya akan
keanekaragaman hayati. Ekosistem ini merupakan simbiosa berbagai organisme laut yang
membentuk jaring-jaring makanan yang kompleks, sebagai sistem alami, terumbu karang
memiliki fungsi dan peranan penting bagi kesuburan perairan laut. Ekosistem terumbu
karang merupakan komunitas unik diantara komunitas laut lainnya dimana terbentuk dari
aktivitas biologi, selain merupakan ekosistem khas perairan tropik dan sebagai habitat
berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam rantai yang seimbang. Sifat
yang menonjol dari terumbu karang adalah produktifitas dan keanekaragamannya yang
tinggi baik spesies maupun jumlahnya, serta morfologi yang sangat bervariasi.

102
Teknologi transplanstasi karang (coral transplantation) adalah usaha
mengembalikan terumbu karang melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup
untuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan,
bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Terumbu karang
buatan (artificial reef) dibuat untuk meniru terumbu karang alami untuk
mengumpulkan/mendapatkan spesies target tertentu.
Terumbu buatan yang dimasukkan kedalam suatu perairan secara langsung akan
menambah habitat bagi biota laut ditempat tersebut. Penambahan ini berlangsung dengan
bertambahnya luasan dan ruang yang disebabkan oleh adanya suatu struktur tertentu yang
dimasukkan ke dalam kolam perairan. Penambahan luasan dan ruang ini akan lebih
memperbesar kesempatan bagi biota laut dalam mencari tempat tinggal, baik dengan jalan
menempel maupun, memanfaatkan ruang yang ada.

8.6.2. Tujuan & Sasaran


Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah :
1. Menjaga program rehabilitasi terumbu karang yang mengalami kerusakan sebagai
bentuk kepedulian UPN Petro.
2. Sebagai penahan abrasi pantai tempat penyediaan makanan bagi biota air baik jenis
biota air yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi maupun biota yang langka.
3. Sebagai pengembangan kawasan konservasi laut daerah dan pengelolaan wilayah pesisir
serta daerah perlindungan laut.
4. Peningkatan perekonomian masyarakat wilayah pesisir dalam rangka menciptakan
objek wisata bahari bawah laut.

Sasaran kegiatan terumbu karang buatan dan transplantasi karang adalah:


1. Peningkatan pemahaman semua pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan
terumbu karang.
2. Menciptakan kondisi perairan yang optimal sehingga dapat meningkatkan ekonomi
masyarakat pesisir baik produksi dan produktivitas masyarakat itu sendiri.
3. Tercapainya peningkatan upaya-upaya pelestarian terumbu karang di Indonesia

8.6.3. Pembuatan Terumbu Karang


Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan terumbu karang buatan dengan
beton ringan adalah kerikil, semen dan air. Kerikil sebaiknya dari batu pecah ukuran 0.5

103
1 cm agar mempunyai ikatan Karang Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan
terumbu karang buatan dengan beton ringan adalah kerikil, semen dan air. Kerikil
sebaiknya dari batu pecah ukuran 0.5 1 cm agar mempunyai ikatan yang lebih kuat.
Semen yang digunakan yakni portland cement tipe II atau lebih tinggi karena akan dipakai
untuk lingkungan laut. Terumbu karang buatan yang dibuat terdiri dari 4 kepingan/elemen
beton yang digabung membentuk piramida terpotong. Kepingan/elemen beton penyusun
modular terumbu karang buatan dengan tinggi 60 cm, lebar bawah 60 cm, lebar atas 30 cm
dan ketebalan 5 cm. Tulangan yang dipergunakan dalam membentuk kepingan/elemen
modular terumbu karang karang minimal berdiameter 6 mm yang dibentuksesuai dengan
pola kepingan/elemen.
Peralatan pokok yang digunakan adalah cetakan dan pengaduk beton. Cetakan
dibuat dari bahan kayu atau plat besi yang dibuat sesuai dimensi kepingan/elemen modular
terumbu karang yakni 60x60x5 cm. Untuk kepentingan praktis cetakan sebaiknya dibuat
beberapa unit sekaligus sehingga mempercepat proses pencetakan. Penggunaan plastik cor
pada cetakan juga akan membantu mempermudah ketika cetakan/bekisting dilepaskan.
Cetakan disiapkan diatas plastik cor, siapkan tulangan dari besi berdiameter 6 mm
atau lebih sesuai bentuk cetakan. Jumlah tulangan disesuaikan dengan dimensi beton.
Karena pembuatan modular beton terdiri dari 4 kepingan/elemen yang dirakit menjadi satu
maka perlu disiapkan lubang dan pen sehingga mempermudah dalam perakitan modular
dan tentunya dengan memperhatikan ketahanan hasil perakitan modular terumbu karang
buatan. Selain itu perlu disiapkan pegangan pada tiap kepingan sebelum pelaksanaan
pengecoran. Campuran beton digunakan 1:2:3 setelah melakukan pengecoran pada cetakan
dilakukan perawatan coran dengan menutupi coran dengan karung goni basah atau
dilakukan penyiraman setiap hari. Pelepasan beton dari cetakan dilakukan setelah
mencapai umur coran 7 hari, kemudian disimpan ditempat yang teduh dan pada umur 21
hari dapat dilakukan pengangkutan ke lokasi.
Terumbu karang buatan yang telah disiapkan di lokasi, terlebih dahulu
lembaran/kepingan terumbu karang dirakit terlebih dahulu menjadi modular terumbu
karang. Pengangkutan ke lokasi area penempatan terumbu karang harus memperhatikan
kemampuan kapasistas kapal yang digunakan dan penempatan terumbu karang buatan
selama pengangkutan untuk menghindari kerusakan yang dapat terjadi. TOR Artificial Reef
and Coral Transplantation 8 Ketepatan lokasi penempatan terumbu karang di dasar laut
ditentukan terlebih dahulu menggunakan alat bantu kompas atau GPS dan echosounder.

104
Peluncuran modular terumbu karang diikat dengan seutas tali dan diturun secara perlahan
dan hati-hati hingga mencapai dasar perairan.

8.6.4. Pemeliharaan dan Pemantauan


Pemeliharaan terumbu karang buatan tidak ada yang khusus, tetapi hal yang perlu
diperhatikan ketika melakukan pemeliharaan pada karang transplanstasi juga melakukan
pengecekan pada terumbu karang buatan terhadap kondisi posisi bangunan/terumbu yang
dibuat apakah mengalami kerusakan akibat pengaruh alam atau manusia.
Pemantauan terhadap karang yang ditransplantasikan meliputi pengukuran
pertumbuhan dan perhitungan karang yang mati. Pengukuran pertumbuhan dilakukan
setiap bulan sekali. Perhitungan kematian karang yang disemaikan dilakukan dengan cara
mengumpulkan (menarik kembali) karang yang telah mengalami kematian. Tanda-tanda
karang yang telah mengalami kematian antara lain seluruh koloni diselimuti alga, koloni
berwarna pucat memutih atau berubah warna menjadi gelap jika sudah mengalami
kematian yang cukup lama.

105
BAB IX
ABANDONMENT AND SITE RESTORATION PLAN

Jika gas sudah tidak komersial lagi untuk diproduksikan atau sumur sudah tidak
dapat lagi berproduksi maka akan dilakukan plug dan abandonment. Menurut peraturan
pemerintah agar dilakukan penyemenan plug disetiap lapisan poros yang mengandung gas
atau hidrokarbon dan setiap lapisan yang bertekanan tinggi 100 ft diatas dan 100 ft
dibawah zona yang akan diplug. Pada sumur ini akan dilakukan plug dan abandonment
dengan prosedur sebagai berikut :
1. Lakukan plug penyemenan 100 ft diatas perforasi dan 100 ft dibawah perforasi.
2. Lakukan plug penyemenan sedalam 100 ft pada kedalaman 2500 ft.
3. Lakukan plug dengan penambahan 10 sacks semen dipermukaan seabed.
4. Lepas semua peralatan permukaan.
Prosedur penutupan sumur mengikuti prosedur penutupan sumur produksi pada
umumnya, yaitu menggunakan tipe, jumlah dan penempatan (termasuk ketinggian bagian
atas dan bawah) penutup (plugs) tertentu, dengan jenis, kualitas dan kuantitas semen
tertentu berdasarkan perhitungan. Jenis semen yang digunakan harus memiliki tipe yang
kuat dan tidak bocor untuk digunakan pada sumur injeksi. Metode yang digunakan
sebelum ditempatkan penutup (plugs) adalah menempatkan sumur ke dalam kondisi
kesetimbangan.

9.1 Peninggalan Sumur Secara Permanen


a) Isolasi zona pada lubang terbuka
Pada lubang terbuka (yang tidak bercasing), sumbat semen harus dipasang minimal
100 feet di atas lapisan yang mengandung minyak, gas atau air untuk mengisolasi fluida
pada lapisan tersebut di mana mereka ditemukan dan untuk mencegah aliran ke lapisan
lain ke permukaan. Penempatan sumbat semen tambahan untuk mencegah perpindahan
fluida dalam lubang sumur mungkin dibutuhkan. Apabila terdapat lubang terbuka di
bawah casing, sumbat semen harus ditempatkan pada casing terdalam dengan metoda
pendorong semen minimal 100 feet di atas sepatuu casing. Sebagai pengganti sumbat
semen di sepanjang sepatu casing, dapat dilakukan metoda berikut:

106
1. Pemasangan cement retainer dan sumbat semen,. Cement retainer harus memiiki
kontrol tekanan balik yang efektif dan harus dipasang minimum 50 feet dan 100 feet di
atas sepatu casing. Sumbat semen harus dipasang setidaknya 100 feet di bawah sepatu
casing dan sedikitnya 50 kaki di atas retainer.
2. Apabila terjadi atau diduga akan terjadi kondisi sirkulasi yang hilang, permanent
type bridge plug dapat dipasang pada 150 feet di atas sepatu casing dengan sumbat
semen minimal 50 feet di atas bridge plug. Bridge plug ini harus di uji sesuai
ketentuan.
3. Penyumbatan atau pengisolasian interval perforasi sumbatan semen harus dipasang
dengan metoda pendorong dan seluruh perforasi yang belum disemen tekan. Sumbat
semen harus menjangkau 100 feet di atas interval perforasi sampai dengan 100 feet di
bawah interval perforasi atau sampai sumbat casing terdekat. Sebagai pengganti dari
penempatan sumbat dapat dilakukan metode berikut.
Cement retainer dan sumabt semen harus dipasang. Cement retainer tersebut harus
memiliki kontrol tekanan balik yang efektif dan harus dipasang minimum 100
kaku di atas puncak interval perforasi. Sumbat semen harus menjangkau setidak-
tidaknya 100 feet di bawah inteval perforasi dan 50 kaku di atas retainer.
Permanent-type bridge plug harus dipasang pada 150 feet di atas puncak dari
inteval perforasi dengan minimum 50 feet semen di atas bridge plug
Sumbat semen yang panjangnya harus dipasang dengan metoda pendorong
dengan dasar sumbat tersebut pada jarak 100 feet di atas puncak interval perforasi.
Penyumbat tunggul casing apabila casing dipotong dan dicabut maka tunggil
casing harus disumbat denga cara Tunggul di dalam rangkaian casing harus
disumbat dengan sumbat semen yang menjangkau sedikitnya 100 feet diatas dan
100 feet dibawah tunggul. Sebagai pengganti pemasangan sumbat semen yang
menutup tunggul. Bila tunggul berada di bawah casing yang lebih besar,
penyumbatan zona atau pengisoalasian lubang terbuka harus dilakukan.
4. Penyumbatan ruang annulus, ruang annulus manapun yang berhubungan dengan
sembarang lubang terbuka yang mencapai mud line harus disumbat sedikitnya dengan
semen sedalam 200 feet.
5. Sumbat permukaan, sumbat semen yang sedikitnya memiliki panjang 150 kaki harus
dipasang dengan puncak penyumbat berada pada 150 kaki di bawah mud line. Sumbat
harus ditempatkan pada casing terkecil yang mencapai mud line.

107
6. Penempatan sumbat. Penempatan dan lokasi sumbat pertama di bawah sumbat
permukaan harus ditunjang oleh salah satu metoda di bawah ini :
Operator harus melaksanakan uji beban seberat minimum 15.000 pound pada
sumbat cement retainer, atau bridge plug. Semen yang dipasang di atas sumbat
pemisah atau retainer tidak perlu diuji.
Operator harus melaksanakan uji tekan sumbat semen dengan tekanan minimum
1000 psi dengan hasil yang tidak boleh kurang dari 10 % dari tekanan uji selama
15 menit per perioda.
7. Cairan yang tinggal di dalam lubang, setiap interval berturut-turut dari lubang di antara
berbagai sumbat semen harus diisi cairan dengan berat jenis yang cukup agar
mempunyai tekanan hidrostatik yang cukup melebihi tekanan formasi terbesar dalam
interval-interval antara sumbat pada saat ditinggalkan
8. Pembersihan lokasi, sluruh wellhead (kepala sumur), casing (selubung), tiang pancang,
dan gangguan yang lain harus disingkirkan sampai kedalaman sedikitnya 15 kaku di
bawah mud line. Lokasi tersebut harus bebas dari segala macam gangguan.

Gambar 9.1.
Well Skecth Granada

108
9.2 Proses Restorasi Pada Site Pemboran dan Abandont Well
Proses restorasi lokasi pemboran dan abandon well adalah proses mengembalikan
kondisi lingkungan seperti semula sebelum dilakukan operasi pemboran dan produksi.
Limbah pemboran cair di groundpit harus diolah sampai memenuhi baku mutu limbah
yang diizinkan. Groundpitharus dalam kondisi kering dan ditimbun. Cutting hasil
pemboran biasa digunakan untuk menimbun groundpit, namun sebelum digunakan harus
diolah terlebih dahulu dan dibersihkan dari bahan-bahan beracun.

109
Tabel X-1
Jadwal Pelaksanaan Skenario 1

Tabel X-2
Jadwal Pelaksanaan Skenario 2

110
BAB X
PROJECT SCHEDULE & ORGANIZATION
Tabel X-3
Jadwal Pelaksanaan Skenario 3

111
Tabel X-4
Jadwal Pelaksanaan Skenario 4
Tabel X-5
Jadwal Pelaksanaan Skenario 5

112
BAB XI
LOCAL CONTENT

Berdasarkan PEDOMAN TATA KERJA BP MIGAS No 007 Revisi-


II/PTK/I/2011 Tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kerja Sama, maka
pengaturan penggunaan produk dalam negeri diatur sebagai berikut :
A. Barang kebutuhan operasional Kontraktor KKS terdiri dari:
1. Barang kebutuhan utama, meliputi semua jenis barang danperalatan yang
dibutuhkan dan harus tersedia dalam kegiatanoperasional eksplorasi dan produksi
minyak dan gas bumi sertabersifat spesifik untuk kegiatan tersebut.
2. Barang kebutuhan pendukung, meliputi semua jenis barang danperalatan yang
dibutuhkan dan harus tersedia dalam kegiatanoperasional Kontraktor KKS namun
tidak bersifat spesifik untukkegiatan kegiatan operasional eksplorasi dan produksi
minyakdan gas bumi.
B. Pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa khususnya dalamrangka mengutamakan
penggunaan barang Produksi DalamNegeri dan mengutamakan pemanfaatan jasa
dalam negeri,menggunakan Buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri (bukuAPDN),
yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yangmembidangi industri minyak dan gas
bumi. Kontraktor KKS wajibmenggunakan buku APDN tersebut sebagai acuan untuk
menetapkan strategi pengadaan serta menetapkan persyaratandan ketentuan
pengadaan.Daftar tersebut berisikan informasi tentang:
1. Barang Wajib Dipergunakan, berisi jenis barang kebutuhanutama kegiatan
eksplorasi dan produksi yang telah diproduksi didalam negeri dan salah satu
pabrikan telah mencapaipenjumlahan TKDN ditambah bobot manfaat perusahaan
(BMP)minimal 40% (empat puluh persen).
2. Barang Dimaksimalkan, berisi jenis:
Barang kebutuhan utama yang telah diproduksi di dalamnegeri dan salah satu
pabrikan telah mencapai TKDNminimal 25% (dua puluh lima persen), namun
belum adapabrikan yang mencapai penjumlahan TKDN
ditambahbobotmanfaat perusahaan (BMP) minimal 40% (empatpuluh persen).
Barang kebutuhan pendukung yang telah diproduksi didalam negeri dan salah
satu pabrikan telah mencapai TKDNminimal 25% (dua puluh lima persen).

113
3. Barang Diberdayakan, berisi daftar barang kebutuhan kegiatanoperasional
Kontraktor KKS yang telah diproduksi di dalamnegeri dan TKDN salah satu
pabrikan telah mencapai minimal5% (lima persen), namun belum ada pabrikan
denganpencapaian TKDN 25% (dua puluh lima persen).
4. Jasa Dalam Negeri, berisi daftar jasa yang telah pernahdiselesaikan oleh
Perusahaan Dalam Negeri dan PerusahaanNasional di wilayah negara Republik
Indonesia dalam kurunwaktu 7 (tujuh) tahun terakhir, dengan pencapaian
TKDNminimal 30% (tiga puluh persen).
C. Pada dasarnya proses pengadaan dilakukan denganmetode pelelangan terbatas bagi
barang Produksi DalamNegeri. Panitia Pengadaan mengundang semua pabrikandalam
negeri atau agen tunggal yang bertindak sebagaidistributor tunggal yang ditunjuk oleh
pabrikan dalam negeriyang tercantum dalam buku APDN, dengan pencapaianTKDN
minimal 15% (lima belas persen).

114
BAB XII
COMMERCIAL

Berdasarkan data rencana pengembangan lapangan gas Andalusia, meliputi


pemboran, produksi, dan reservoir, kami telah memperkirakan besarnya investasi yang kita
perlukan. Biaya biaya tersebut meliputi capital expenditure dan operating cost telah kita
estimasi sedemikian rupa.

12.1. Biaya Proyek


Dalam pelaksanaan proyek pengembangan lapangan ini, telah ada beberapa data
untuk menghitung keekonomian proyek ini. Data tersebut yang diperlukan untuk
perhitungan keekonomian antara lain :
Waktu Proyek : 10 Tahun
Harga Gas : 8 US$/MMBTU
GOI Gas Share : 65%
Cont. Gas Share : 35%
GOI Oil Share : 80%
Cont. Oil Share : 20%
FTP : 20%
Tax : 44%
Sunk Cost : 63.081 MMUS$ (seismic, pemboran, admin, etc)

BIAYA INVESTASI
Pemboran
Andalusia-A1 : 10.25 MMUS$
Andalusia-A2 : 7.25 MMUS$
Andalusia-A3 : 7.85 MMUS$
Andalusia-A4 : 9.35 MMUS$
Andalusia-A5 : 10 MMUS$

115
Fasilitas Produksi
Wellhead Tower :3 MMUS$
Production/Quarters Platform : 40 MMUS$
Compression : 10 MMUS$
Pipeline (300 km x 18) : 216.45MMUS$
Onshore Facilities :2 MMUS$

Tabel XII-1
Analisis Keekonomian
ROR 17%
POT 5.824106648 Years
NPV $ 75.94 MM
PIR 1.173515504
DPIR 0.240211618
Government Take $ 1,199.78 MM
Contractor Take $ 849.95 MM
Recoverable Gas 256,217.23 MMSCF

12.2. Analisis Sistem Keekonomian


Sistem ekonomi yang digunakan adalah PSC (Production Sharing Contract)
untuk lapangan gas yaitu bagian yang terlibat dalam share hanya pemerintah dan
kontraktor. Bagian untuk pemerintah adalah 65% % dan bagian untuk kontraktor adalah
35%.

116
Gambar 12.1.
Flow Project PSC Contract
12.3. Analisis Sensitivitas
Nilai harga gas, produksi, pengeluaran untuk modal dan operasional pada
kenyataannya berubah-rubah terhadap waktu. Nilai harga gas tergantung dari
ketetapan pemerintah dan juga kesepakatan antara seller dan buyer dari gas itu sendiri.
Produksi gas dari reservoir secara alamiah akan terus menurun tapi kita harus dapat
memanajemen produksi tersebut agar dapat konstan memenuhi kebutuhan. Perubahan
harga dan produksi akan berdampak pada perubahan gross revenue. Besarnya

117
pengeluaran baik modal maupun operasional juga tergantung dari dinamika di
lapangan. Parameter parameter keekonomian yang digunakan berdasarkan peramalan
yang merupakan pendekatan pendekatan dari segi teknis. Hal tersebut menyebabkan
apabila lapangan dinyatakan terbukti secara ekonomis, tetap ada faktor ketidakpastian
yang harus diperhitungkan terutama untuk lapangan yang baru yang belum pernah
berproduksi. Berikut adalah hasil dari analisa sensitivitas lapangan kami.

Gambar 12.2.
Spider Diagram (NPV)

Gambar 12.3.
Spider Diagram (ROR)

118
12.4. Analisis Ekonomi
Dengan ini kita dapat mengetahui bahwa lapangan ini cukup berprospek untuk
dikembangkan dengan nilai ROR sebesar 17%. Masa pengembalian modal selama 5 tahun
9 bulan NPV yang dihasilkan 75.94 MMUS$.

119
BAB XIII
CONCLUSION AND RECOMMENDATION

13.1. Kesimpulan
1. Pada lapangan Andalusia dari hasil perhitungan volumetrik didapatkan hasil
Original Gas in Place (OGIP) sebesar 310 Bscf.
2. Berdasarkan kajian geologi, reservoir, dan produksi serta keekonomian, lapangan
Andalusia layak untuk dikembangkan dengan scenario pengembangan lapangan
yang dipilih adalah Skenario 3, yaitu menambah satu sumur produksi dan satu
kompresor.
3. Kumulatif produksi pada lapangan Andalusia yang dihasilkan dari Skenario 3
adalah sebesar 293 Bscf dengan Recovery Factor sebesar 94,38%.
4. Skenario 3 menghasilkan ROR sebesar 17%. Masa pengembalian modal selama 5
tahun 9 bulan NPV yang dihasilkan 75.94 MMUS$.
5. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan yaitu Bioremidiasi untuk drill cutting,
pemanfaatan limbah organic untuk pupuk kompos, pengurangan emisi udara
dengan pengurangan gas flare, kebisingan udara dengan penentuan jarak aman
(embarkasi), limbah B3 dikumpulkan dan dikemas untuk dikirim ke pengolahan
limbah B3.
6. CSR (Corporate Social Responsibility) yang dikembangkan yaitu pembudidayaan
terumbukarang pada perairan Tanjng Batu dengan tujuan peningkatan ekonomi
serta daya tarik wisata masyarakat.
7. Abandonment disesuaikan pada peraturan dan standar yang berlaku pada ketentuan
migas, sedangakan untuk site restoration menggunakan tanaman setempat yang
dikembangkan sehingga dapat tumbuh dengan baik sesuai karakteristik lingkungan.
13.2. Rekomendasi
1. Melakukan uji sumur terhadap seluruh sumur yang dilakukan acidizing untuk
mengevaluasi performance sumur yang bersangkutan.
2. Melakukan studi lebih lanjut terhadap kemungkinan adanya water aquifer melalui
data produksi dan pengujian water content (salinity) sehingga dapat dilakukan
evaluasi terhadap harga OGIP.
3. Membuat desain kompresor yang lebih detail dan akurat sesuai offtake target.

120

Vous aimerez peut-être aussi