Vous êtes sur la page 1sur 24

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Peserta Didik : Muamar

Tanggal Praktik : 20 s/d 26 November 2017

NPM : 417.C.0006

Lahan Praktik : Ruang Kemuning

A. Definisi
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan
atau melalui hematogen sampai ke bronkus. (Sujono Riyadi dan Sukarmin,
2009).
Bronkopneumonia adalah merupakan peradangan pada parenkim paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang
ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan
dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif. (A. Aziz Alimul
Hidayat, 2008).
Bronkopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Smeltzer & Suzanne C, 2005)
Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh
eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk
gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris (Wong, 2008).
Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang
disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar
alveoli.
B. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2005)
antara lain:
1. Bakteri seperti Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus seperti Legionella pneumoniae.
3. Jamur seperti Aspergillus spesies, Candida albicans.
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-
paru.
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi
pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora
normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis
cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2004 dan Sandra M.
Nettina, 2005)
C. Epidemologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun
yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran
napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti
di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan
penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika
dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan
kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia
diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi
juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan
adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada
penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan
28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian
antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
D. Patofisiologi

Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan


dari atas untuk mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya.
Kelainan yang timbul akibat bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua
paru-paru, lebih banyak pada bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai
akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring
atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk
ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan
reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein
dalam alveoli dan jaringan interstisial. Kuman pneumokokus dapat meluas
melalui porus kohn dan alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit
mengalami pembesaran dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru (Riyadi
& Sukarmin, 2009).
Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar. Paru bisa menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan
berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli
penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi brlangsung, makrofag masuk
ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di
dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna
abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah yang mati dan
eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi
normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas (Riyadi
& Sukarmin, 2009).
Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan
baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka
membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan
gangguan proses disfusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut
akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah
penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan
mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas
paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut
menggunakan otot-otot bantu pernapasan (otot interkosta) yang dapat
menimbulkan peningkatan retraksi dada (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus tersebukan sel radang akut,
terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus rusak akan mengalami
fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul
bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat dapat terjadi karena absorbsi yang
lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung
banyak kuman penyebab (sterptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya
eksudat menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus.
Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga
penderita mengalami sesak nafas (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan parun juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia
pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatab reflek batuk. Perjalanan
patofisiologi di atas bisa berlangsung sebaliknya yaitu didahului dulu dengan
infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi pada paru
(Riyadi & Sukarmin, 2009).
E. Tanda dan Gejala
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat
bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. Kadang-
kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mulamula kering dan
kemudian menjadi produktif. Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas
daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan
dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau
sedang. (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu mungkin pada perkusi
terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar
mengeras. (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat). (Sandra M.
Nettina, 2005).
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina,
2005).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan
untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa. (Sandra M. Nettina, 2005).
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2005).
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2005)
G. Terapi
Penatalaksanaan Menurut (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009).
a. Terapi
1. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/Kg BB/hari, ditambah
dengan kloramfenikol 50-70 mg/Kg BB/hari atau diberikan antibiotik
yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini
diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi
bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi yang kemungkinan
lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotik.
2. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan
cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukusa 5 % dan Nacl
0,9 % dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10
mEq/500ml/botol infus.
3. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabilisme
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.
4. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafas.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiakan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin.
Selain bertujuan mempermudah pengeluaran dahak juga dapat
meningkatkan lebar lumen bronkus.
Terapi inhalasi merupakan istilah yang menekankan pada berbagai
terapi yang melibatkan perubahan komposisi, volume, atau tekanan gas
yang diinspirasi. Terapi ini terutama mencangkup peningkatan konsentrasi
oksigen pada gas yang diinspirasi (terapi oksigen), peningkatan uap air yang
terkandung di dalam gas inspirasi (terapi humidifikasi), penambah partikel
udara dengan zat lain yang bermanfaat (terapi aerosol), dan pemakaian
berbagai alat untuk mengendalikan atau membantu pernafasan (ventilasi
buatan, tekanan jalan nafas positif) (Wong, 2008). Terapi inhalasi adalah
pemberian obat secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran respiratori (IDAI,
2008). Terapi inhalasi yaitu merupakan obat cair yang mengandung larutan
dalam udara (Ringel Edward, 2012).
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut,
mungkin juga komplikasi lain yang dekat seperti atelektosis, emfisema, atau
komplikasi jauh seperti meningitis, komplikasi tidak terjadi bila diberikan
antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2005).
I. Analisa data

No Data data Etiologi Masalah


(subjektif- Objektif) Keperawatan
1. Ds : Virus, bakteri, jamur Bersihan jalan
napas tidak
Do : efektif

Iritasi saluran nafas


atas

Kuman berlebihan
dibronkus

Proses peradangan

Peradangan vaskuler
dan penurunan O2

Akumulasi sekret di
bronkus berlebih

Bersihan jalan napas


tidak efektif

2. Ds : Virus, bakteri, jamur Pola nafas tidak


efektif
Do :

Iritasi saluran nafas


atas

Kuman berlebihan
dibronkus

Proses peradangan

Peradangan vaskuler
dan penurunan O2

Gangguan ventilasi

Penurunan O2 dalam
arteri

Retraksi dada

Gerakan dada tidak


simetris

Pola nafas tidak efektif

3. Ds : Virus, bakteri, jamur Gangguan


pertukaran gas
Do :

Infeksi saluran nafas


bawah

Dilatasi pembuluh
darah
Eksudat masuk ke
alveoli

Gangguan disfungsi
gas

Gangguan pertukaran
gas

4. Ds : Virus, bakteri, jamur Risiko


kekurangan
Do : volume cairan

Kuman terbawa saluran


cerna

Infeksi saluran cerna

peningkatan flora
normal di usus

Peristaltik usus
meningkat

Malabsorpsi

Risiko kekurangan
volume cairan
5. Ds : Virus, bakteri, jamur Kebutuhan
nutrisi kurang
Do : dari kebutuhan
tubuh
Iritasi saluran nafas
atas

Kuman berlebihan
dibronkus

Proses peradangan

Peradangan vaskuler
dan penurunan O2

Mocus di bronkus
meningkat

Bau busuk tak sedap

Anoreksia

Intek menurun

Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
6. Ds : Virus, bakteri, jamur Hipertermi

Do :

Infeksi saluran nafas


bawah

Peradangan

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermi
J. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


produksi sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler
4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam,
menurunnya intake dan tachipnea
5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
6. Hipertermi berhubungan dengan penyakit Bronkopneumonia
K. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 Bersihan jalan nafas tidak NOC : NIC :
a. Respiratory status : Airway suction
efektif b.d peningkatan
Ventilation a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
produksi sputum b. Respiratory status : b. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Airway patency c. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
c. Aspiration Control d. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
e. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
Kriteria Hasil : memfasilitasi suksion nasotrakeal
a. Mendemonstrasikan f. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
batuk efektif dan suara g. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
nafas yang bersih, tidak kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
ada sianosis dan h. Monitor status oksigen pasien
dyspneu (mampu i. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
mengeluarkan sputum, j. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
mampu bernafas dengan menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
mudah, tidak ada pursed
lips) Airway Management
b. Menunjukkan jalan a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
nafas yang paten (klien bila perlu
tidak merasa tercekik, b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
irama nafas, frekuensi c. Identifikasipasienperlunyapemasanganalatjalannafasbuatan
pernafasan dalam d. Pasang mayo bila perlu
rentang normal, tidak e. Lakukanfisioterapi dada jikaperlu
ada suara nafas f. Keluarkansekretdenganbatukatausuction
abnormal) g. Auskultasisuaranafas, catatadanyasuaratambahan
c. Mampu h. Lakukansuctionpada mayo
mengidentifikasikan dan i. Berikanbronkodilator bila perlu
mencegah factor yang j. BerikanpelembabudaraKassabasahNaClLembab
dapat menghambat jalan k. Aturintakeuntukcairanmengoptimalkankeseimbangan.
nafas l. Monitor respirasi dan status O2

2 Pola nafas tidak efektif b.d NOC : NIC :


a. Respiratory status : Airway Management
hiperventilasi
Ventilation a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
b. Respiratory status : bila perlu
Airway patency b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Vital sign Status c. Identifika sipasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
Kriteria Hasil : buatan
a. Mendemonstrasikan d. Pasang mayo bila perlu
batuk efektif dan suara e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas yang bersih, tidak f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
ada sianosis dan g. Auskultasi suara nafas, catata danya suara tambahan
dyspneu (mampu h. Lakukan suction pada mayo
mengeluarkan sputum, i. Berikan bronko dilator bila perlu
mampu bernafas dengan j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
mudah, tidak ada pursed k. Aturin take untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
lips) l. Monitor respirasi dan status O2
b. Menunjukkan jalan Terapi Oksigen
nafas yang paten (klien a. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
tidak merasa tercekik, b. Pertahankan jalan nafas yang paten
irama nafas, frekuensi c. Atur peralatan oksigenasi
pernafasan dalam d. Monitor aliran oksigen
rentang normal, tidak e. Pertahankan posisi pasien
ada suara nafas f. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
abnormal) g. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
c. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan Vital sign Monitoring
darah, nadi, pernafasan) a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedualengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Gangguan pertukaran gas b.d NOC : NIC :
a. Respiratory Status : Gas Airway Management
perubahan membran kapiler-
exchange a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
alveolar b. Respiratory Status : bila perlu
ventilation b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Vital Sign Status c. Identifikasipasienperlunyapemasanganalatjalannafasbuatan
Kriteria Hasil : d. Pasang mayo bila perlu
a. Mendemonstrasikan e. Lakukanfisioterapi dada jikaperlu
peningkatan ventilasi f. Keluarkansekretdenganbatukatausuction
dan oksigenasi yang g. Auskultasisuaranafas, catatadanyasuaratambahan
adekuat h. Lakukansuctionpada mayo
b. Memelihara kebersihan i. Berikabronkodilatorbialperlu
paru paru dan bebas dari j. Barikanpelembabudara
tanda tanda distress k. Aturintakeuntukcairanmengoptimalkankeseimbangan.
pernafasan l. Monitor respirasi dan status O2
c. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara Respiratory Monitoring
nafas yang bersih, tidak a. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
ada sianosis dan b. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
dyspneu (mampu otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
mengeluarkan sputum, c. Monitor suara nafas, seperti dengkur
mampu bernafas dengan d. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
mudah, tidak ada pursed hiperventilasi, cheyne stokes, biot
lips) e. Catat lokasi trakea
d. Tanda tanda vital dalam f. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
rentang normal g. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
i. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya

4 Risiko kekurangan volume NOC : NIC :


Nutritional Status : food
cairan berhubungan dengan
and Fluid Intake a. Kaji adanya tanda dehidrasi
demam, menurunnya intake b. Jaga kelancaran aliran infus
Kriteria Hasil : c. Periksa adanya tromboplebitis
dan tachipnea
a. Adanya peningkatan
d. Pantau tanda vital tiap 6 jam
berat badan sesuai
dengan tujuan e. Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia suhu
b. Volume cairan normal diatas 38 C
c. Pengeluaran BAB f. Pantau balance cairan
normal (tidak terjadi g. Berikan nutrisi sesuai diit
peningkatan) h. Awasi turgor kulit
d. Tidak ada tanda
dehidrasi
e. Suhu tubuh normal
36,5-37 0C
f. Kelopak mata tidak
cekung
g. Turgor kulit baik
h. Akral hangat
5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
Nutritional Status : food Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh
and Fluid Intake a. Kaji adanya alergi makanan
b.d ketidakmampuan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
pemasukan atau mencerna
a. Adanya peningkatan c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
makanan atau mengabsorpsi berat badan sesuai d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin
dengan tujuan C
zat-zat gizi berhubungan
b. Berat badan ideal sesuai e. Berikan substansi gula
dengan faktor biologis, dengan tinggi badan f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
c. Mampu untuk mencegah konstipasi
psikologis atau ekonomi
mengidentifikasi g. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
kebutuhan nutrisi dengan ahli gizi)
d. Tidak ada tanda tanda h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
malnutrisi harian.
e. Tidak terjadi penurunan i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
berat badan yang berarti j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlahaktivitas yang biasadilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catatadanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7.
6. Hipertermi berhubungan NOC NIC
dengan penyakit
Thermoregulation Fever treatment
bronkopneumonnia
Kriteria Hasil: a. Monitor suhu sesering mungkin
- Suhu tubuh dalam b. Monitor IWL
rentang normal c. Monitor warna dan suhu kulit
- Nadi dan RR dalam d. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
rentang normal e. Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Tidak ada perubahan f. Monitor WBC, Hb, dan Hct
warna kulit dan tidak g. Monitor intake dan output
ada pusing h. Berikan anti piretik
i. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
j. Lakukan tapid sponge
k. Kolaborasi pemberian cairan intravena
l. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
m. Tingkatkan sirkulasi udara
n. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
o. Temperature regulation
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta

Nettina, S.M. 2005. Pedoman Praktik Keperawatan. EGC: Jakarta

Wong, D.L. 2008. Perawatan Pediatrik. EGC: Jakarta

Riyadi, S & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 1.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Sujono, R & S, 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi pertama.

Graha Ilmu: Yogyakarta

Surasmi, A. 2004. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC: Jakarta

Suriadi, Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung Seto:

Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi