Vous êtes sur la page 1sur 8

Overfishing

Luas perairan laut Indonesia diperkirakan memiliki luasan sekitar +

5,8 juta km2 (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif) yang merupakan 2 per

tiga dari luas wilayahnya. Dengan perairan laut yang luas tersebut

didalamnya terdapat potensi sumber daya hayati perikanan yang

tinggi dan sudah lama dimanfaatkan masyarakatnya. Setidaknya

terdapat + 6000 jenis ikan yang belum teridentifikas semuanya yang

merupakan sumber daya hayati perikanan yang potensial apabila dikelola

pemanfaatannya secara optimal tanpa menganggu kelestariannya

sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi

kesejahteraan masyarakat Indonesia. (Ridwan,2013)

“Sumber daya ikan di perairan Indonesia merupakan salah satu modal

menuju kemakmuran bagi bangsa, apabila dikelola secara

berkelanjutan.Kajian potensi dan tingkat pemanfaatan tahun 2015,

merupakan salah satu dasar utama dalam merumuskan pengelolaan tersebut

menuju pemanfaatan sumber daya yang lestari bagi kesejahteraan bangsa.

Secara keseluruhan komposisi jenis sumber daya ikan di perairan Indonesia

didominasi kelompok ikan pelagis kecil sebesar 36 % dan ikan pelagis

besar sebesar 25 %. Potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia adalah

sebesar 9,931 juta ton per tahun dengan potensi tertinggi terdapat di WPP

718 (Laut Arafura) sebesar 1,992 juta ton/tahun (20%), di WPP 572
(Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda) sebesar 1,228

juta/tahun (12 %) dan di WPP 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut

Cina Selatan) sebesar 1,143 juta ton/tahun (12 %). Tingkat pemanfaatan

secara keseluruhan terlihat didominasi kondisi overfishing (indikator warna

merah) sekitar 49 %, diikuti kondisi fully-exploited (indkator warna

kuning) sekitar 37 % dan kondisi moderat (indikator warna hijau) hanya 14

%. Kelompok ikan yang mengalami kondisi overfishing paling tinggi

adalah kelompok udang Penaeid, lobster, kepiting dan rajungan, yang

mencapai 63 % dari kondisi overfishing saat ini. Dalam perspektif yang

demikian, opsi pengelolaan yang harus segera dilakukan adalah mengurangi

jumlah upaya penangkapan pada WPP yang mengalami kondisi overfishing

serta meningkatkan upaya pada WPP yang tingkat pemanfaatannya masih

moderat dan fully exploited.” (Ali Suman, dkk 2016).

Overfishing dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang. Dari

sudut pandang Biologi, overfishing dapat diartikan sebagai tingkat

mortalitas penangkapan yang lebih besar dari titik maksimum. Dari sisi

yang lebih sederhana, overfishing berarti upaya penangkapan yang

berlebihan terhadap suatu stok ikan. Overfishing sebagian besar disebabkan

ekspansi yang berlebihan yang bersifat open akses. (Diani Putri Utami dkk,

2012)

Ada 6 bentuk over fishing yang terjadi. :


 Pertama, growth overfishing,tangkap lebih yang diakibatkan

oleh penangkapan stok ikan sebelum sempat tumbuh menjadi

individu yang cukup dewasa sehingga tidak bisa menutupi

penurunan stok karena kematian alami. Pada kasus ini,

tangkap lebih dapat diatasi dengan cara pembatasan upaya

penangkapan, pengaturan ukuran mata jaring dan penutupan

musim atau daerah penangkapan.

 Bentuk kedua dari overfishing adalah recruitment overfishing,

tangkap lebih yang mengakibatkan jumlah indukan tidak

cukup banyak untuk melakukan rekrutmen bagi stok tersebut.

Beberapa upaya yang direkomendasikan untuk mencegah

terjadinya recruitment overfihing adalah proteksi terhadap

sejumlah stok induk yang memadai.

 Ketiga, biological overfishing, kondisi tangkap lebih

gabungan dari growth dan recruitment overfishing yang

diakibatkan penangkapan stok melebihi kemampuan stok

untuk mencapai MSY (maksimum sustainable yield).

Pencegahan terhadap biological overfishing meliputi

pengaturan upaya penangkapan dan pola penangkapan

(fishing pattern).
 Bentuk keempat dari tangkap lebih adalah economic

overfishing, tangkap lebih dimana upaya penangkapan

melampaui usaha yang dibutuhkan untuk mencapai MEY

(maksimum economic yield) dan upaya yang bisa dilakukan

untuk menghindari kondisi ini adalah dengan memperbaiki

pengelolaan dan upaya penangkapan.

 Kelima, ecosystem overfishing yang terjadi karena perubahan

komposisi jenis stok sebagai akibat dari upaya penangkapan

berlebihan pada spesies target (yang menghilang) dan tidak

digantikan sepenuhnya oleh spesies pengganti.

 Bentuk terakhir dari overfishing adalah malthusian

overfishing, tangkap lebih karena masuknya tenaga kerja

baru, yang sebelumnya bekerja di darat, dan berkompetisi

dengan nelayan tradisional untuk mengambil stok dengan

cara-cara yang tidak ramah lingkungan. (Widodo, 2008)

Penangkapan berlebih menjadi masalah karena berdasarkan data

yang diperoleh oleh organisasi Food and Agriculture Organization (FAO)

yang dipublikasikan 2 tahun sekali menyebutkan bahwa lebih dari 80% stok

ikan di dunia mengalami eksploitasi berlebihan atau telah dihabiskan atau

dalam status kolaps. Dan secara global, stok predator di laut sudah habis
sekitar 90%. Hal ini merupakan kasus yang serius karena populasi dari

predator tingkat akhir merupakan kunci indikator dari ekosistem yang sehat.

Di sebagian besar perairan Indonesia telah mengalami overfishing.

Hampir separuh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia

mengalami tangkap lebih yang sangat parah untuk ikan karang dan lobster,

sementara lebih dari separuh WPP Indonesia telah mengalami tangkap lebih

untuk udang penaeid (PRPT-BRKP dan PPPO-LIPI, 2002). Hal ini

diperparah pula dengan masih digunakannya data tangkapan per unit usaha

serta model Maximum Sustainable Yield (Tangkapan Maksimum Lestari)

yang beresiko terhadap kelestarian dan keuntungan jangka panjang

perikanan Indonesia (Mous dkk.2005).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Indonesia bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya

perikanan tangkap yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun

keanekaragamannya. Beberapa sumber daya perikanan laut di wilayah

pesisir dan lautan telah mengalami over exploitasi. Kondisi overfishing ini

tidak hanya disebabkan karena tingkat penangkapan yang melampaui

potensi lestari sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan karena

kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan

atau kerusakan akibat pencemaran dan degradasi fisik ekosistem perairan

sebagai tempat pemijahan, asuhan, dan mencari makan bagi sebagian besar
biota laut tropis. Selain itu juga,pembangunan yang tidak ramah

lingkungan, pemberian ijin untuk perikanan tangkap yang melebihi quota

dan pencurian ikan dari Negara asing juga merupakan penyebab terjadinya

penurunan ketersediaan ikan di Indonesia.

Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, melalui Ditjen Perikanan

Tangkap sudah memperketat penerbitan surat izin penangkapan ikan (SIPI)

dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Hal ini dilakukan agar

penangkapan ikan di Indonesia tak overfishing. Penertiban surat izin

operasional penangkapan kapal itu juga dimaksudkan untuk menekan

jumlah kapal asing yang masuk secara ilegal di perairan

Indonesia. Meskipun sudah diperketat perijinannya penangkapan, tetapi

keadaan yang terjadi sekarang di wilayah Indonesia Timur masih sangat

lemah pengawasannya. Masih banyak terjadi pelanggaran perikanan yang

merugikan banyak pihak, baik masyarakat maupun keberlangsungan

perikanan yang ada. Permasalahan overfishing ini harus segera diatasi agar

keberlanjutan sumberdaya ikan di Indonesia tetap dapat terjamin dengan

baik. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penataan kembali sistem

perikanan nasional dengan tindakan pengelolaan sumberdaya ikan secara

rasional (pembatasan hasil tangkapan dan upaya tangkapan). Kedua,

pengelolaan sumberdaya ikan secara bertahap dan terkontrol yang diikuti

dengan monitoring seksama. Ketiga, kegiatan pengawasan, pengendalian,


dan pemantauan terhadap armada, alat tangkap dan nelayan untuk

mengurangi resiko kegiatan overfishing.


DAFTAR PUSTAKA

Ali Suman, Hari Eko Irianto, Fayakun Satria, Khairul Amri.2015. Potensi Dan

Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia (Wpp Nri) Tahun 2015 Serta

Opsi Pengelolaannya. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. Vol. 8 No.

Lasabuda, Ridwan. 2013. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam

Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. FPIK UNSRAT :

Jurnal Ilmiah Platax Vo.1-2. No. Hal. 94-95.

Mous, PJ., Pet, JS., Arifin, Z., Djohani, R., Erdmann, MV., Halim, A., Knight, M.,

Pet-Soede, L., Wiadnya, G. 2005. Policy Needs To Improve Marine

Capture Fisheries Management and To Define A Role For Marine

Protected Areas in Indonesia. Fisheries Management and Ecology 12:

259–268

Utami, Diani Putri, Iwang Gumilar dan Sriati. 2012. Analisa Bioekonomi

Penangkapan Ikan Layur (Trichirus sp.) di Perairan Parigi Kabupaten

Ciamis. FPIK: Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3 No. 3 Halaman.

140-141

Widodo, J dan Suadi, 2008. Pengelolaan Perikanan Sumberdaya laut. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta

Vous aimerez peut-être aussi