Vous êtes sur la page 1sur 19

SECARA UMUM GENITOURINARY

I. ANAMNESIS
 Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.
LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome).
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
1. Gejala iritatif (storage), terdiri dari : (key: FUN)
- Frekuensi : sering BAK >8 kali/ 24 jam
- Urgensi : keinginan BAK yang mendesak/ tergesa – gesa untuk buang air
kecil.
- Nokturia : terbangun di malam hari untuk BAK (lebih dari 1 kali)
- Disuria : nyeri saat buang air keciil.
2. Gejala obstruksi (Voiding), antara lain : (key: HI POS)
- Hesitansi : menunggu lama pada awal BAK.
- Intermitensi : BAK terputus – putus.
- Pancaran miksi melemah (Power : weak stream)
- Straining : harus mengedan saat BAK.
- Retensi urin
- Inkontinensia karena overflow
Post micturition (key:RT)
- Miksi tidak puas (Incomplete emptying : residual volume >100ml)
- Menetes setelah miksi (Terminal dribbling)
 Keluhan pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi, antara lain : nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).
 Gejala di luar saluran kemih.
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

II. PEMERIKSAAN FISIK


 Status Urologis :
- CVA
- Buli
- Genital
 Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) Diagnosis banding
pada pasien dengan keluhan obstruksi, antara lain :
- striktur uretra,
- kontraktur leher vesika,
- batu buli – buli kecil,
- kanker prostat
- kelemahan destrusor (misal pada penderita asma kronik yag menggunakan obat
parasimpatolitik).
 Sedangkan pada pasien dengan keluhan iritatif, diagnosis bandingnya antara lain :
- instabilitas destrusor,
- karsinoma in situ vesika,
- infeksi saluran kemih,
- prostatitis,
- batu ureter distal
- batu vesika kecil.

III. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium: darah lengkap, elektrolit, pemeriksaan fungsi ginjal: Ur, Cr, GFR
2. Urinalisis: urin rutin dan kultur urin
3. Pemeriksaan penanda tumor prostat (PSA?Prostate Specific Antigen)
4. Pencitraan : foto polos abdomen untuk mencari batu opak saluran kemih, USG prostat
secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS) untuk mengetahui besar, bentuk, volume
prostat, Pemeriksaan USG Trans Abdominal Ultrasound (TAUS) mendeteksi
hidronefrosis ataupun
5. Sistografi atau ureterografi retrograd digunakan untuk memperkirakan besar prostata tu
mencari kelainan buli2. Berguna apabila dicurigai adanya striktur uretra.

Pemeriksaan lain
- catatan harian miksi (voiding diaries) : menilai fungsi traktus urinari
- pengukuran residual urin (post voiding residual urine) : memperkirakan deraja obstruksi
prostat
- uroflometri: mencatat pancaran urin mendeteksi gejala obstruksi pada saluran kemih
bagian bawah.

1. BPH
Laki-laki, >50 tahun dengan gejala obstruktif + iritatif
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : penonjolalan suprapubik bila terjadi retensi urin dengan buli penuh
Palpasi : buli buli teraba bulging bila retensi urin
Colok dubur : prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal
Penunjang
- urinalisis, kultur urin
- PSA
- USG prostat
- Uroflowmetri

Indikasi dilakukannya Biopsi pada prostat adalah:


1.PSAD(prostat spesific antigen density > 0.15
2.PSA> 10 (4-6 adalah area abu abu, maka itu dicek psad)
3.Pada RT ditemukan prostat asimetris dan irreguler
4.Pada hasil USG ditemukan lesi hipo atau hiperechoic)

Diagnosis : dengan anamnesis dan PF


DD: Prostatitis, Ca prostat, Cystitis
Tatalaksana
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi
yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun
kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya.
Pilihan terapi BPH, antara lain: (1) tanpa terapi (watchful waiting) IPSS<7 , (2)
medikamentosan IPSS >7 , dan (3) terapi intervensi (Tabel 1). Di Indonesia, tindakan
Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih merupakan pengobatan terpilih
untuk pasien BPH.
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau
alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-
obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan
asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Tabel 1. Pilihan Terapi pada BPH


Observasi Medikamentosa Terapi Intervensi

Pembedahan Invasif
Minimal

Watchful - Antagonis Endourologi: TUMT


waiting adrenergik-α:
tamsulosin, - TURP HIFU
terazosin

- Inhibitor - TUIP Stent uretra


reduktase-5α:
finasteride, - TULP TUNA
dutasteride
Elektrovaporisasi ILC
- Fitoterapi

Indikasi operasi pada pasien BPH


a. Indikasi absolut
1.Hematuri berulang
2.Gagal medikamentosa
3.Penurunan fungsi ginjal(ur/cr)
4.Vesicolithiasis
5.ISK berulang
6.Retensi kronis
7.Retensi berulang
8.Divertikel buli
Note: Gagal medikamentosa adalah TIDAK adanya perbaikan skor IPSS (subjektif)
atau nilai uroflowmetri(objektif) setelah penggunaan pengobatan medikamentosa
pada pasien BPH, sedangkan retensi berulang adalah terjadinya retensi ke 2 setelah
retensi pertama kali lalu dilakukan pemasangan kateter urine disertai pemberian alfa
blocker, lalu retensi pada saat TWOC(trial without catheter/pelepasan FC)
b. Indikasi relatif
1.Keinginan pasien
2.Faktor pekerjaan
3.Ada kelainan di luar bidang urologi sehubungan dengan BPH (hemoroid atau
hernia)

Edukasi
- Kurangi intake cairan menjelang tidur atau waktu spesifik lain yg dapat
mengganggu(minimal 1.5liter).
- Kurangi kafein dan alkohol.
- Teknik distraksi; latihan distraksi keinginan berkemih seperti latihan nafas, penile
squeezing, tekanan perineal, mental trik utk pengalihan gangguan iritatif.
- Bladder retraining; menahan kencing untuk meningkatkan daya tampung hingga
mencapai 400ml, dan waktu antar berkemih.
- Meninjau pengobatan yg dapat mencetuskan gejala iritatif(alfa agonis pada
penilpropalamin, obat flu dsb).
- Uretral stripping dsb.

Komplikasi : ketidakmampuan berkemih, ISK, batu saluran kemih, hematuria, kerusakan


ginjal
Prognosis: dubia ad bonam
2. Batu Saluran Kemih
gejala biasanya nyeri kolik dan terdapat keluarnya pasir2 saat berkemih,
Anamnesis:
- Rasa nyeri: kolik ? nyeri di daerah mana ? Nyeri pada awal berkemih, tengah, akhir, atau
seluruhnya ?
o membaik dengan perubahan posisi  batu buli.
- Demam
- Infeksi : hematuria ? kristaluria?
- Mual muntah ? Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) sering
menyebabkan mual muntah

PEMERIKSAAN FISIK
 Pemeriksaan Tanda Vital (hiperteensi, febris, tanda syok)
 Pemeriksaan status urologi:
- Inspeksi : Penonjolan suprapubik, bila terjadi retensi urin dengan buli penuh.
- Palpasi : nyeri tekan dan atau nyeri ketok pada regio costo-vertebra angle,
terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis dan buli-buli yang
penuh akibat retensi urin.
- Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tanda-
tanda gagal ginjal.

Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : darah lengkao, Ur, Cr, GFR
- Urinalisis: lengkap dan kultur urin
- Radiologis : BNO IVP atau CT Scan

DD : ISK, tumor traktur urogenitalis


Tatalaksana
I. EDUKASI
 Saran untuk perubahan gaya hidup;
- Meningkatkan intake cairan(minimal 1.5liter).
- Kurangi diet tinggi oksalat seperti teh, kacang-kacangan, kedelai, dsb.
- Diet rendah purin dan rendah protein hewani.
- Menghindari duduk dalam waktu lama.
- Hindari kebiasaan menahan BAK.

Prognosis : dubia

Infeksi Saluran Kemih


No. ICPC-2

No. ICD-10
 Tingkat Kemampuan


Masalah Kesehatan

: U71 Cystitis/urinary infection others
: N39.0 Urinary tract infection, site not
specified : 4A

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang
sering terjadi pada perempuan. Masalah infeksi saluran kemih tersering
adalah sistitis akut, sistitis kronik, dan uretritis.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
 Pada sistitis akut keluhan berupa:

1.Demam 


2.Susah buang air kecil 


3.Nyeri saat di akhir BAK (disuria terminal) 


4.Sering BAK (frequency) 


5.Nokturia 


6.Anyang-anyangan (polakisuria) 


7.Nyeri suprapubik 


Pada pielonefritis akut keluhan dapat juga berupa nyeri pinggang, demam
tinggi sampai menggigil, mual muntah, dan nyeri pada sudut
kostovertebra.

Faktor Risiko

1.Riwayat diabetes melitus 


2.Riwayat kencing batu (urolitiasis) 


3.Higiene pribadi buruk 


4.Riwayat keputihan 


5.Kehamilan 


6.Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya 


7.Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma 



8.Kebiasaan menahan kencing 


9.Hubungan seksual 


10. Anomali struktur saluran kemih

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik 1. Demam

558
2.Flank pain (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral angle) 


3.Nyeri tekan suprapubik 


Pemeriksaan Penunjang

1.Darah perifer lengkap 


2.Urinalisis 


3.Ureum dan kreatinin 


4.Kadar gula darah 


Pemeriksaan penunjang tambahan (di layanan sekunder) :

1.Urine mikroskopik berupa peningkatan >103 bakteri per lapang pandang


2.Kultur urin (hanya diindikasikan untuk pasien yang memiliki riwayat


kekambuhan 
 infeksi salurah kemih atau infeksi dengan
komplikasi). 


Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Banding
 Recurrent cystitis, Urethritis, Pielonefritis, Bacterial


asymptomatic

Komplikasi
 Gagal ginjal, Sepsis , ISK berulang atau kronik kekambuhan

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan

1.Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal. 


2.Menjaga higienitas genitalia eksterna 


3. Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama 3 hari dengan


pilihan

antibiotik sebagai berikut:

a. Trimetoprim sulfametoxazole b. Fluorikuinolon
 c. Amoxicillin-


clavulanate
 d. Cefpodoxime

Konseling dan Edukasi

Pasien dan keluarga diberikan pemahaman tentang infeksi saluran kemih dan hal-hal yang

1.Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit infeksi saluran kemih. 
 Penyebab in
adalah karena masuknya flora anus ke kandung kemih melalui perilaku atau higiene

2.Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih, diharapkan tidak berhubungan seks. 


3.Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih bagian atas (nyeri pinggang) dan p

559
4.Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah direncanakan. 


5.Menjaga higiene pribadi dan lingkungan. 


Kriteria Rujukan

1.Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan kesehatan 
 sekunder 


2.Jika gejala menetap dan terdapat resistensi kuman, terapi antibiotika 
 diperpanjang berd
yang sensitif dengan pemeriksaan kultur urin 


Peralatan

Pemeriksaan laboratorium urinalisa

Prognosis

Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital tetap buruk, ISK dapat berulang
kronis.

Referensi

1.Weiss,Barry.20 Common Problems In Primary Care. 


2.Rakel, R.E. Rakel, D.P. Textbook Of Family Medicine. 2011 


3.Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI. 2009 


4.Hooton TM. Uncomplicated urinary tract infection. N Engl J Med 2012;366:1028- 
 37 (Ho

2. Pielonefritis Tanpa Komplikasi


No ICPC-2 No ICD-10

Tingkat Kemampuan

Masalah Kesehatan

: U70. Pyelonephritis / pyelitis
: N10. Acute tubulo-interstitial nephritis


(applicable to: acute

pyelonephritis)

: 4A

Pielonefritis akut (PNA) tanpa komplikasi adalah peradangan parenkim


dan pelvis ginjal yang berlangsung akut. Tidak ditemukan data yang akurat
mengenai tingkat insidens PNA nonkomplikata di Indonesia. Pielonefritis
akut nonkomplikata jauh lebih jarang dibandingkan sistitis (diperkirakan 1
kasus pielonefritis berbanding 28 kasus sistitis).

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

1.Onset penyakit akut dan timbulnya tiba-tiba dalam beberapa jam atau
hari 


2.Demam dan menggigil 
 560 


3.Nyeri pinggang, unilateral atau bilateral 


4.Sering disertai gejala sistitis, berupa: frekuensi, nokturia, disuria, urgensi,


dan 
 nyeri suprapubik 

5.Kadang disertai pula dengan gejala gastrointestinal, seperti: mual,
muntah, diare, 
 atau nyeri perut 


Faktor Risiko
 Faktor risiko PNA serupa dengan faktor risiko penyakit
infeksi saluran kemih lainnya, yaitu:

1.Lebih sering terjadi pada wanita usia subur 


2.Sangat jarang terjadi pada pria berusia <50 tahun, kecuali homoseksual

3.Koitus per rektal 


4.HIV/AIDS 


5.Adanya penyakit obstruktif urologi yang mendasari misalnya tumor,


striktur, batu 
 saluran kemih, dan pembesaran prostat 


6.Pada anak-anak dapat terjadi bila terdapat refluks vesikoureteral 


Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Tampilan klinis tiap pasien dapat bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
menunjukkan tanda dan gejala menyerupai sepsis. Pemeriksaan fisis
menunjukkan tanda-tanda di bawah ini:

1.Demam dengan suhu biasanya mencapai >38,5oC 


2.Takikardi 


3.Nyeri ketok pada sudut kostovertebra, unilateral atau bilateral 


4.Ginjal seringkali tidak dapat dipalpasi karena adanya nyeri tekan dan
spasme 
 otot 


5.Dapat ditemukan nyeri tekan pada area suprapubik 


6.Distensi abdomen dan bising usus menurun (ileus paralitik) 


Pemeriksaan Penunjang Sederhana 1. Urinalisis

Urin porsi tengah (mid-stream urine) diambil untuk dilakukan pemeriksaan


dip- stick dan mikroskopik. Temuan yang mengarahkan kepada PNA
adalah:
a.Piuria, yaitu jumlah leukosit lebih dari 5 – 10 / lapang pandang besar
(LPB) 
 pada pemeriksaan mikroskopik tanpa / dengan pewarnaan
Gram, atau l 
 eukosit esterase (LE) yang positif pada pemeriksaan
dengan dip-stick. 


b.Silinder leukosit, yang merupakan tanda patognomonik dari PNA, yang


dapat 
 ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik tanpa/dengan
pewarnaan Gram. 


c. Hematuria, yang umumnya mikroskopik, namun dapat pula gross.


Hematuria biasanya muncul pada fase akut dari PNA. Bila hematuria
terus terjadi walaupun infeksi telah tertangani, perlu dipikirkan
penyakit lain, seperti batu 
 saluran kemih, tumor, atau tuberkulosis.

d.Bakteriuria bermakna, yaitu > 104 koloni/ml, yang nampak lewat


pemeriksaan 
 mikroskopik tanpa /dengan pewarnaan Gram.
Bakteriuria juga dapat dideteksi lewat adanya nitrit pada
pemeriksaan dengan dip-stick. 
 561 


3.
2.Kultur urin dan tes sentifitas-resistensi antibiotik
 Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui etiologi dan sebagai pedoman
pemberian antibiotik dan dilakukan di layanan sekunder. 


3.Darah perifer dan hitung jenis
 Pemeriksaan ini dapat menunjukkan


adanya leukositosis dengan predominansi neutrofil. 


4.Kultur darah
 Bakteremia terjadi pada sekitar 33% kasus, sehingga pada
kondisi tertentu pemeriksaan ini juga dapat dilakukan. 


5.Foto polos abdomen (BNO)
 Pemeriksaan ini dilakukan untuk


menyingkirkan adanya obstruksi atau batu di saluran kemih. 


Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan melalui


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Diagnosis banding:
 Uretritis akut, Sistitis akut, Akut abdomen,


Appendisitis, Prostatitis bakterial akut, Servisitis, Endometritis, Pelvic
inflammatory disease

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


1.Non-medikamentosa

a. Identifikasi dan meminimalkan faktor risiko 


b. Tatalaksana kelainan obstruktif yang ada 


c. Menjaga kecukupan hidrasi 


2.Medikamentosa 


a. Antibiotika empiris

Antibiotika parenteral:
 Pilihan antibiotik parenteral untuk pielonefritis akut


nonkomplikata antara lain ceftriaxone, cefepime, dan fluorokuinolon
(ciprofloxacin dan levofloxacin). Jika dicurigai infeksi enterococci
berdasarkan pewarnaan Gram yang menunjukkan basil Gram positif,
maka ampisillin yang dikombinasi dengan Gentamisin, Ampicillin
Sulbaktam, dan Piperacillin Tazobactam merupakan pilihan empiris
spektrum luas yang baik. Terapi antibiotika parenteral pada pasien dengan
pielonefritis akut nonkomplikata dapat diganti dengan obat oral setelah 24-
48 jam, walaupun dapat diperpanjang jika gejala menetap. Antibiotika
oral:
 Antibiotik oral empirik awal untuk pasien rawat jalan adalah
fluorokuinolon untuk basil Gram negatif. Untuk dugaan penyebab lainnya
dapat digunakan Trimetoprim-sulfametoxazole. Jika dicurigai
enterococcus, dapat diberikan Amoxicilin sampai didapatkan organisme
penyebab. Sefalosporin generasi kedua atau ketiga juga efektif, walaupun
data yang mendukung masih sedikit. Terapi pyeolnefritis akut
nonkomplikata dapat diberikan selama 7 hari

562
untuk gejala klinis yang ringan dan sedang dengan respons terapi yang
baik. Pada kasus yang menetap atau berulang, kultur harus dilakukan.
Infeksi berulang ataupun menetap diobati dengan antibiotik yang terbukti
sensitif selama 7 sampai 14 hari

Penggunaan antibiotik selanjutnya dapat disesuaikan dengan hasil tes

sensitifitas dan resistensi. b. Simtomatik

Obat simtomatik dapat diberikan sesuai dengan gejala klinik yang dialami
pasien, misalnya: analgetik-antipiretik, dan anti-emetik.

Konseling dan Edukasi


1.Dokter perlu menjelaskan mengenai penyakit, faktor risiko, dan cara-
cara 
 pencegahan berulangnya PNA. 


2.Pasien seksual aktif dianjurkan untuk berkemih dan membersihkan


organ 
 kelamin segera setelah koitus. 


3.Pada pasien yang gelisah, dokter dapat memberikan assurance bahwa


PNA 
 non-komplikata dapat ditangani sepenuhnya dgn antibiotik
yang tepat. 


Rencana Tindak Lanjut

1.Apabila respons klinik buruk setelah 48 – 72 jam terapi, dilakukan re-


evaluasi 
 adanya faktor-faktor pencetus komplikasi dan efektifitas
obat. 


2.Urinalisis dengan dip-stick urin dilakukan pasca pengobatan untuk


menilai 
 kondisi bebas infeksi. 


Kriteria Rujukan
 Dokter layanan primer perlu merujuk ke layanan


sekunder pada kondisi-kondisi berikut:

1.Ditemukan tanda-tanda urosepsis pada pasien. 


2.Pasien tidak menunjukkan respons yang positif terhadap pengobatan


yang 
 diberikan. 


3.Terdapat kecurigaan adanya penyakit urologi yang mendasari, misalnya:


batu 
 saluran kemih, striktur, atau tumor. 


Peralatan

1.Pot urin 


2.Urine dip-stick 


3.Mikroskop 


4. Object glass, cover glass 


5.Pewarna Gram 


Prognosis

1. Ad vitam 

2. Ad functionam 


3. Ad sanationam 


: Bonam : Bonam : Bonam

563
Referensi

1.Achmad, I.A. et al., 2007. Guidelines Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih


dan Genitalia Pria 2007 1st ed., Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Ahli
Urologi Indonesia. (Achmad, 2007) 


2.Colgan, R. et al., 2011. International Clinical Practice Guidelines for the


Treatment of Acute Uncomplicated Cystitis and Pyelonephritis in
Women : A 2010 Update by the Infectious Diseases Society of
America and the European Society for Microbiology and Infectious
Diseases. Clinical Infectious Disease, 52, pp.103–120 (Colgan, 2011)

3.Stamm, W.E., 2008. Urinary Tract Infections, Pyelonephritis, and


Prostatitis. In A. s Fauci et al., eds. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. New York: McGraw-Hill, pp. 1820–1825. (Stamm, 2008) 


3. Fimosis
No. ICPC-2
 No. ICD-10
 Tingkat Kemampuan

Masalah Kesehatan

: Y81 Phimosis : N47 Phimosis : 4A

Fimosis adalah kondisi dimana preputium tidak dapat diretraksi melewati


glans penis. Fimosis dapat bersifat fisiologis ataupun patalogis. Umumnya
fimosis fisiologis terdapat pada bayi dan anak-anak. Pada anak usia 3
tahun 90% preputium telah dapat diretraksi tetapi pada sebagian anak
preputium tetap lengket pada glans penis sehingga ujung preputium
mengalami penyempitan dan mengganggu proses berkemih. Fimosis
patologis terjadi akibat peradangan atau cedera pada preputium yang
menimbulkan parut kaku sehingga menghalangi retraksi.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
 Keluhan umumnya berupa gangguan aliran urin seperti:


1.Nyeri saat buang air kecil 


2.Mengejan saat buang air kecil 


3.Pancaran urin mengecil 


4.Benjolan lunak di ujung penis akibat penumpukan smegma. 


Faktor Risiko

1.Hygiene yang buruk 


2.Episode berulang balanitis atau balanoposthitis menyebabkan skar pada



 preputium yang menyebabkan terjadinya fimosis patalogis 


3.Fimosis dapat terjadi pada 1% pria yang tidak menjalani sirkumsisi 
 564

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

1.Preputium tidak dapat diretraksi keproksimal hingga ke korona glandis 


2.Pancaran urin mengecil 


3.Menggelembungnya ujung preputium saat berkemih 


4.Eritema dan udem pada preputium dan glans penis 


5.Pada fimosis fisiologis, preputium tidak memiliki skar dan tampak sehat

6.Pada fimosis patalogis pada sekeliling preputium terdapat lingkaran


fibrotik 


7.Timbunan smegma pada sakus preputium 


Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan


fisis

Diagnosis Banding
 Parafimosis, Balanitis, Angioedema


Komplikasi
 Dapat terjadi infeksi berulang karena penumpukan smegma.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

1.Pemberian salep kortikosteroid (0,05% betametason) 2 kali perhari


selama 2-8 
 minggu pada daerah preputium. 


2.Sirkumsisi 


Rencana Tindak Lanjut
 Apabila fimosis bersifat fisiologis seiring dengan


perkembangan maka kondisi akan membaik dengan sendirinya

Konseling dan Edukasi
 Pemberian penjelasan terhadap orang tua atau


pasien agar tidak melakukan penarikan preputium secara berlebihan
ketika membersihkan penis karena dapat menimbulkan parut.

Kriteria Rujukan
 Bila terdapat komplikasi dan penyulit untuk tindakan


sirkumsisi maka dirujuk ke layanan sekunder.

Peralatan

Set bedah minor

Prognosis

Prognosis bonam bila penanganan sesuai 565

Referensi

1.Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Salurankemihdanalatkelaminlelaki. Buku


Ajar Imu Bedah.Ed.2. Jakarta: EGC,2004. 


2.Hayashi Y, Kojima Y, Mizuno K, danKohri K. Prepuce: Phimosis,


Paraphimosis, and Circumcision. The Scientific World Journal. 2011.
11, 289–301. 


3.Drake T, Rustom J, Davies M. Phimosis in Childhood. BMJ


2013;346:f3678. 


4.TekgülS,Riedmiller H, Dogan H.S, Hoebeke P, Kocvara R,



 NijmanR,RadmayrChr, danStein R. Phimosis. Guideline of
Paediatric Urology. European Association of Urology. 2013. hlm 9-
10 

4. Parafimosis
No. ICPC-2
 No. ICD-10
 Tingkat Kemampuan

Masalah Kesehatan

: Y81. Paraphimosis
: N47.2 Paraphimosis : 4A

Parafimosis merupakan kegawatdaruratan karena dapat mengakibatkan


terjadinya ganggren yang diakibatkan preputium penis yang diretraksi
sampai di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada kondisi semula
dan timbul jeratan pada penis di belakang sulkus koronarius.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

1.Pembengkakan pada penis 


2.Nyeri pada penis 


Faktor Risiko
 Penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction)


pada laki-laki yang belum disirkumsisi misalnya pada pemasangan kateter.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

1.Preputium tertarik ke belakang glans penis dan tidak dapat dikembalikan


ke 
 posisi semula 


2.Terjadi eritema dan edema pada glans penis 


3.Nyeri 


4.Jika terjadi nekrosis glans penis berubah warna menjadi biru hingga
kehitaman 


Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis

Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis dan peneriksaan fisik

566
Diagnosis Banding
 Angioedema, Balanitis, Penile hematoma
Komplikasi
 Bila tidak ditangani dengan segera dapat terjadi ganggren

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

1.Reposisi secara manual dengan memijat glans selama 3-5 menit.


Diharapkan 
 edema berkurang dan secara perlahan preputium
dapat dikembalikan pada 
 tempatnya. 


2.Dilakukan dorsum insisi pada jeratan 


Rencana Tindak Lanjut
 Dianjurkan untuk melakukan sirkumsisi.

Konseling dan Edukasi
 Setelah penanganan kedaruratan disarankan


untuk dilakukan tindakan sirkumsisi karena kondisi parafimosis tersebut
dapat berulang.

Kriteria Rujukan
 Bila terjadi tanda-tanda nekrotik segera rujuk ke layanan


sekunder.

Peralatan

Set bedah minor

Prognosis

Prognosis bonam bila penanganan kegawatdaruratan segera dilakukan.


Referensi

1.Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Saluran kemih dan alat kelamin lelaki.


Buku Ajar Imu Bedah.Ed.2. Jakarta: EGC,2004. 


2.Hayashi Y, Kojima Y, Mizuno K, danKohri K. Prepuce: Phimosis,


Paraphimosis, and Circumcision. The Scientific World Journal. 2011.
11, 289–301. 


3.Drake T, Rustom J, Davies M. Phimosis in Childhood. BMJ


2013;346:f3678. 


4.TekgülS,Riedmiller H, Dogan H.S, Hoebeke P, Kocvara R, Nijman R,



 RadmayrChr, dan Stein R. Phimosis. Guideline of Paediatric
Urology. European Association of Urology. 2013. hlm 9-10 
 567 


Vous aimerez peut-être aussi