Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
28
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah sindrom pola prilaku dan psikologik seseorang secara klinis cukup
bermakna, penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting bagi manusia,
sebagai tambahan disimpulkan bahwa disfungsi dalam segi perilaku, psikologik atau biologik.
Dan gangguan itu tidak semata-mata terletak dalam hubungan antara orang itu dengan
masyarakat (Depkes RI, 2006).
Seiring dengan semakin bertambahnya tahun dan semakin meningkatnya perkembangan
teknologi, baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial ternyata dapat menimbulkan dampak
yang akan menyebabkan nilai-nilai manusia secara utuh akan bergeser sedikit demi sedikit yang
akhirnya nilai tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Dampak yang dihasilkan ternyata akan mengarah kepada gangguan jiwa,
Berdasarkan data klien yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB, untuk klien
dengan Defisit Perawatan Diri: Pada tahun 2011, didapatkan 617 jiwa dari jumlah keseluruhan
yaitu 5207 jiwa menderita Defisit Perawatan Diri. Pada tahun 2012, didapatkan data penderita
gangguan jiwa Defisit Perawatan Diri sebanyak 966 jiwa dari jumlah keseluruhan yaitu 5554
jiwa (RSJP NTB).
Dari data tersebut menunjukkan adanya peningkatan penderita Defisit Perawatan Diri yang
dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB yang dilihat dari tahun ke tahun, oleh karena itu
dengan masih tingginya angka kesakitan ini, maka didalam penanganan pasien gangguan jiwa
diperlukan kemampuan seperti pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan
kesehatan baik secara berkesinambungan, sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan
derajat kesehatan secara optimal.
Lingkungan tempat tinggal merupakan faktor yang paling mendukung dalam mewujudkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional serta apabila keadaan lingkungan yang
memungkinkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut akan memberikan pengaruh terhadap
kesehatan jiwa seseorang. Dengan adanya pengaruh modernisasi, teknologi unsur budaya dari
luar suatu persaingan dalam hidup akan menyebabkan individu, keluarga, dan masyarakat
mencari jalan keluar dengan cara apapun yang dapat memenuhi tuntutan kehidupan, salah satu
dari gangguan jiwa tersebut adalah gangguan halusinasi seperti halusinasi pengelihatan.
Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus Defisit
Perawatan Diri sebagai judul Proposal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri
2.1.1 Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri
(Depkes 2010).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 208).
Menurut Poter dan Perry (2008), personal hygine adalah
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
Personal hygine berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang artinya perorangan
danhygine berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Tarwoto 2008).
2.1.2 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2010) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik.
2. Penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2010), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan
mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2010) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat
mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan
kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain–lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
1. Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk berprilaku
adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan
diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang klien
tidak memperhatikan perawatan dirinya,
3. Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan
perawatan saat stresor.
2.1.6 Dampak Defisit Perawatan Diri Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia.
Menurut Keliat (2009), dampak Defisit Perawatan Diri terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
manusia adalah:
1. Nutrisi
Individu dengan deficit perawatan diri biasanya memiliki pola hidup yang tidak teratur, sehingga
ia kurang memperhatikan terhadap dirinya dan akhirnya keinginan individu untuk makan tidak
ada, sehingga terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
2. Istirahat dan Tidur
Klien tidak mempunyai motivasi untuk merawat diri sehingga lebih sering malas-malasan dalam
bentuk aktifitas yang kurang serta pola tidur yang tidak teratur.
3. Personal hygiene
Kurangnya minat individu untuk mengurus dirinya sendiri sehingga individu tidak atau kurang
perhatian dan motivasi terhadap perawatan dirinya sendiri.
4. Kebutuhan aman
Kurangnya perawatan diri akan mempengaruhi status kesehatan pasien, pasien mudah untuk
terkena berbagai jenis penyakit akibat deficit perawatan diri
5. Komunikasi
Individu dengan defisit perawatan diri cenderung untuk menyendiri, inkoherent, kadang sulit
untuk memulai percakapan sehingga timbul gangguan komunikasi.
6. Sosialisasi
Individu dengan Defisit perawatan diri cenderung asyik dengan dirinya sendiri dan bersikap
masa bodoh terhadap lingkungan sehingga individu menarik diri dan berinteraksi sosial
terganggu.
7. Kebutuhan spiritual
Individu dengan deficit perawatan diri cenderung bermalas-malasan sehingga individu tidak
menyadari keberadaan dan kehilangan kontrol hidupnya. Akibatnya individu terputus dengan
sesama atau dengan tuhan sebagai sumber kehidupan, harapan dan kepercayaan. Dampaknya
adalah spiritual terganggu.
8. Aktualisasi diri
Individu dengan kecemasan semakin meningkat dan berlanjut, cenderung bersikap masa bodoh
terhadap lingkungan dan dirinya sendiri serta individu tersebut tidak mampu mengambil
keputusan yang logis dalam menggunakan pencapaian dalam aktivitas diri serta individu tersebut
tidak mampu mengambil keputusan yang logis dalam menggunakan pencapaian dalam aktivitas
diri.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelenjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dilaksanakan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi jadi dua yaitu: Evaluasi proses atau
formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan.
Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien.
Evaluasi dapat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola fikir.
S = respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O= respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A= analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P= perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
1. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
2. Rencana di modifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum
memuaskan.
3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang
ada serta diagnosa lama dibatalkan. (Stuart dan Laria, 2005)