Vous êtes sur la page 1sur 11

ASKEP Tn.

F dengan Post Op Amputasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan
beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan
sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau
keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas. Penyebab / faktor
predisposisi terjadinya amputasi Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi Fraktur
multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki, Kehancuran jaringan kulit yang tidak
mungkin diperbaiki, Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat,Infeksi yang berat
atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya,Adanya tumor pada organ yang tidak
mungkin diterapi secara konservatif Deformitas organ.
Adanya kecenderungan yang terus naik setiap tahunnya atas penderita kecacatan yang
mengalami amputasi di Indonesia Pada akhir tahun 2009 menunjukkan data terjadinya kasus
amputasi anggota gerak bawah kaki adalah sebesar 25% per tahunnya, yang terbagi untuk
amputasi kaki diatas lutut atau prothese jenis above knee amputation (AKA) sebesar 18% dan
amputasi dibawah lutut atau prothese jenis below knee amputation (BAK) sebesar 7%.
Sedangkan kejadian amputasi pada anggota gerak atas (tangan) sebesar 15%, yang terbagi
amputasi dibawah siku tangan atau prothese jenis below elbow amputation (BEA) sebesar 10%
dan amputasi diatas siku tangan atau prothese jenis above elbow amputation (AEA) sebesar 5%.
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati jakarta di ruang Orthopedi periode Januari
2010 s/d Mei 2010 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang
mengalami amputasi berjumlah 31 orang (5,59%).
Di Sumatra utara selama periode bulan januari 2007 sampai 2009 telah datang kasus patah
tulang yang harus diamputasi ke RSUP HAM Medan. Jumlah 864 kasus dimana 463 (53,6%)kasus
yang baru datang belum lewar satu minggu setelah kecelakaan. 401 (46,6%) kasus lagi datang ke
RS lebih dari satu minggu setelah kecelakaan semua golongan pada kelompok kasus yang
terlantar.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang asuhan keperawatan Tn. F dengan Post Op
Amputasi Atas Lutut Sinistra di Ruang RB 3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan Tn. F dengan Post Op Amputasi Atas Lutut
Sinistra di Ruang RB 3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Mampu merumuskan diagnosa klien dengan Post Op Amputasi Atas Lutut Sinistra di Ruang RB
3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Mampu melakukan tindakan atau menyusun rencana asuhan keperawatan dengan Post Op
Amputasi Atas Lutut Sinistra di Ruang RB 3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
Dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan dengan Post Op Amputasi Atas Lutut Sinistra
di Ruang RB 3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3 Ruang Lingkup Penulisan


Penulis membatasi makalah ini pada satu kasus yaitu asuhan keperawatan dengan Post Op
Amputasi Atas Lutut Sinistra di Ruang RB 3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan tahun 2010 yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Makalah ini, penulis menggunakan metode
deskriptif yaitu metode yang menggambarkan asuhan keperawatan yang nyata dan jelas dan
dengan pendekatan studi kasus dengan cara :
1. Observasi : Melakukan pengamatan terhadap penatalaksanaan proses keperawatan dan
pencatatan yang sistematis
2. Wawancara : Dengan cara Tanya jawab langsung dengan klien, Orang tua klien, perawat,
untuk mendapat informasi tentang penyakit dan masalah yang dihadapi klien
3. Studi Kepustakaan : Yaitu dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku tentang
hepatitis dan mencari artikel dari internet yang berhubungan dengan Makalah ini.

1.5 Manfaat Penulisan


Adapaun manfaat dari penulisan Makalah ini adalah :
1. Agar penulis mendapatkan gambaran dan menambah wawasan pengetahuan asuhan
keperawatan dengan Post Op Amputasi Atas Lutut Sinistra di Ruang RB 3 Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik.
2. Untuk perawat, agar perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan dapat menerapkan
asuhan keperawatan pada klien dengan Post Op Amputasi Atas Lutut Sinistra di Ruang RB 3
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
3. Untuk pasien hepatitis, menambah pengetahuan pasien tentang pencegahan penatalaksanaan
dan penanggulangan penyakit
4. Untuk Rumah Sakit, sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan
standard operasional prosedur pelaksanaan penanggulangan penyakit hepatitis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Medis
2.1.1 Defenisi
Amputasi adalah pembuangan suatu anggota badan atau suatu penumbuhan dari badan
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatic
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.

2.1.2 Klasifikasi Amputasi :


a. Berdasarkan Ekstremitas :
Amputasi ektremitas bawah : Amputasi Atas Lutut (AL), Disartikulasi lutut, Amputasi Bawah
Lutut (BL), dan Syne.
Amputasi ekstremitas atas : Amputasi Atas Siku (AS), Amputasi Bawah Siku (BS)
b. Berdasarkan sifat :
1. Amputasi terbuka : dilakukan untuk infeksi berat, ini meliputi pemotongan tulang dan
jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi, dan luka dibiarkan terbuka
untuk mengalir.
2. Amputasi tertutup : menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang
kira-kira dua inchi lebih pendek daripada kulit dan otot

2.1.3 Anatomi Fisiologi


Anatomi
Gambar : Anggota gerak pada ekstremitas bawah
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya
struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh
darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut
benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan
tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun
dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang
disebut Kanal Haversian.Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan
sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli.Tiap
sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu.Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang
panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal
Volkman.Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa
metabolisme keluar tulang.
Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat
Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut
Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone
Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah
melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika
dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
b. Fisiologi
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel
pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada
matriks.Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang
yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut
matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi
dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah
metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam
kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah
dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.
Tulang Panjang Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat.
Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang.Epifisis
(ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan
sendi.Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan,
karena tulang rawan sisinya halus dan licin.
Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang.Metafisis
merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini
merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan
penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis
Fungsi Tulang
1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2) Tempat melekatnya otot.
3) Melindungi organ penting.
4) Tempat pembuatan sel darah.
5) Tempat penyimpanan garam mineral.

2.1.4 Web Of Caution (WOC)

2.1.5 Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :

1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan
artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

2.1.6 Manifestasi klinis


Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran
ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan
darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga
merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan.Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan
kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit.Karena ada pembuluh
darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada
semua pembedahan ; dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi
traumatic, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis
dapat menyebabkan kerusakan kulit.

2.1.7 Penatalaksanaan
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi.Pada waktu
memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak
diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi
stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol.
Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7
– 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan
mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia,
kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist
serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid
dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan
cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi
dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan
elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan
meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak
baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut
setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat
mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 –
14 post operasi.Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan
bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

2.2 Tinjauan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas Istirahat
Gejala : Keterbatasan aktual/ antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi/ amputasi
b. Integritas ego
Gejala : Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain,
perasaan putus asa, tidak berdaya.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu.
c. Seksualitas
Gejala : Masalah tentang keintiman
d. Interaksi sosial
Gejala : Masalah sehubungan dengan penyakit/ kondisi, Masalah tentang peran fungsi, reaksi
orang lain.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ataupun
potensial.
Adapun diagnosa keperawatan menurut (Marilynn E Doeges) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran, perubahan berhubungan dengan factor bio
fisikal ; kehilangan bagian tubuh, antisipasi perubahan pola hidup ; takut penolakan/ reaksi
orang lain.
2. Nyeri, (akut) berhubungan dengan cedera fisik/ jaringan dan trauma saraf, dampak psikologi
terhadap kehilangan bagian tubuh.
3. Perfusi jaringan, perubahan ; perifer, resiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/
arterial ; edema jaringan, pembentukan hematoma.
4. Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan pertahanan primer ( kulit robek, jaringan
traumatik) prosedur invasif ; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan status
nutrisi.
5. Mobilitas fisik, kerusakan berhubungan dengan kehilangan tungkai (terutama ekstremitas
bawah) ; nyeri/ ketidaknyamanan, gangguan perceptual ( perubahan rasa keseimbangan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.

2.2.3 Perencanaan/ Pelaksanaan/ Evaluasi


Diagnosa Keperawatan I :
Gangguan harga diri/ citra diri, penampilan peran, perubahan berhubungan dengan faktor bio
fisikal ; kehilangan bagian tubuh, antisipasi perubahan pola hidup ; takut penolakan/ reaksi
orang lain.
Tujuan : Menerima situasi dengan realistis
Kriteria hasil : Mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa
harga diri negative.
Perencanaan/ Penatalaksanaan :
a. Beri penguatan informasi pasca operasi termasuk tipe/lokasi amputasi, tipe prospese bila
tepat ( segera, lambat), harapan tindakan pasca operasi, termasuk control nyeri dan rehabilitasi
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk menanyakan dan mengasimilasi informasi dan mulai menerima
perubahan gambaran diri dan fungsi, yang dapat membantu penyembuhan.
b. Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana
pasien melihat dirinya dalam pola/ peran fungsi yang biasanya.
Rasional :
Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu
pemecahan masalah.Sebagai contoh, takut kehilangan kemandirian, kemampuan bekerja dan
sebagainya.
c. Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Berikan kesempatan untuk memandang/
merawat puntung menggunakan waktu untuk menunjukan tanda positif penyembuhan.
Rasional :
Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri. Meskipun penyatuan puntung
dalam gambaran diri dapat memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun melihat
puntung dan mendengar pernyataan positif ( dibuat dengan cara, waktu yang normal).
d. Dorong/berikan kunjungan orang-orang yang telah diamputasi, khususnya seorang yang telah
diamputasi.
Rasional :
Teman senasib yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak sebagai model peran dan
dapat juga memberikan pernyataan juuga harapan untukpemulihan dan masa depan normal.
Evaluasi :
Dukung penilaian psikologis dan fisiologi

Diagnosa Keperawatan II :
Nyeri, (akut) berhubungan dengan cedera fisik/ jaringan dan trauma saraf, dampak psikologi
terhadap kehilangan bagian tubuh
Tujuan :
Nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil :
Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
Tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Perencanaan/Pelaksanaan :
a. Catat lokasi dan intesitas nyeri (skala 0-10) selidiki perubahan karakteristik nyeri, contoh
kebas, kesemutan.
Rasional :
Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keektifan intervensi. Perubahan dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi , contoh nekrosis/infeksititif.
b. Tinggikan bagian yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur atau menggunakan
bantal/guling untuk amputasi tungkai atas.
Rasional :
Mengurangi terbentuknya edema dengan peningkatan aliran balik vena, menurunkan kelelahan
otot dan tekanan kulit/jaringan.
c. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan punggung) dan aktivitas
teraupetik.dorong penggunaan teknik manajemen stress (contoh latihan nafas dalam, visualisasi,
pedoman khayalan) dan sentuhan teraupetik.
Rasional :
Mengfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan kemampuan
koping dan dapat menurunkan terjadinya nyeri fantom tungkai.
d. Berikan pijatan lembutan pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah dilepas.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot.
e. Berikan obat sesuai indikasi, contoh analgesic, relaksan otot, intruksi pada APD.
Rasional :
Menurunkan nyeri/spasme otot.catatan: APD menentukan obat tepat waktu yang mencegah
feluktuasi nyeri sehubungan denga tegangan/spasme.
Evaluasi :
Hilangkan rasa nyeri.
Diagnosa Keperwatan III :
Perfusi jaringan, perubahan ; perifer, resiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/
arterial ; edema jaringan, pembentukan hematoma.
Tujuan :
Komplikasi tercegah atau minimal
Kriteria hasil :
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer teraba dan kulit
hangat/ kering.
Perencanaan / Pelaksanaan :
a. Lakukan pengkajian neuro vaskuler periodic, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan
suhu.
Rasional :
Edema jaringan pasca operasi pembentukan hematoma, atau balutan terlalu ketat dapat
mengganggu sirkulasi pada puntung, mengakibatkan nekrosis jaringan.
b. berikan tekanan langsung pada sisi pendarahan, bila terjadi pendaran. Hubungi dokter dengan
segera.
Rasional :
Tekanan langsung pada pendarahan dapt diteruskan dengan penggunaan balutan serat
pengaman dengan balutan elastis bila pendarahan terkontrol.
c. Evaluasi tungkai bawah yang tak dioperasi untuk adnya inflamasi, tanda human positif.
Rasional :
Peningkatan insiden pembentukan thrombus pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer
sebelumnya/ perubahan diabetic.
d. Berikan cairan IV / produk darah sesuai indikasi
Rasional :
Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi jaringan
Evaluasi :
Tidak terjadinya komplikasi.

Diagnosa Keperawatan IV :
Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan pertahanan primer ( kulit robek, jaringan
traumatik) prosedur invasif ; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan status
nutrisi.
Tujuan :
Mobilitas/ fungsi ditingkatkan kembali atau dikompensasi.
Kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan tepat pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema ; dan tidak
demam.
Menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas
Perancanaan/ Pelaksanaan :
a. pertahankan teknik antiseptic bila mengganti balutan/ merawat luka.
Rasional :
Meminimalkan kesempatan introduksi bakteri
b. Infeksi balutan dan luka, perhatikan karateristik drainase.
Rasional :
Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan
mencegah kuomplikasi lebih serius (contoh, osteomielitis)
c. Pertahankan potensi dan pengosongan alat drainase secara rutin.
Rasional :
Hemovac, drain jakson-pratt membantu membuang drainase, meningkatkan penyebuhan luka dan
mnurunkan resiko infeksi.
d. Tutup balutan dengan plastic bila menggunakan pispot atau bila inkontinensia
Rasional :
Mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai bawah
e. Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional :
Antibiotic spectrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau terapi antibiotic mungkin
disesuaikan terhadap organisme khusus.
Evaluasi :
Meningkatkan mobilitas/kemampuan fungsi.
Diagnosa Keperawatan V :
Mobilitas fisik, kerusakan berhubungan dengan kehilangan tungkai (terutama ekstremitas
bawah) ; nyeri/ ketidaknyamanan, gangguan perceptual ( perubahan rasa keseimbangan.
Tujuan :
Mempertahankan posisi fungsi.
Kriteria hasil :
Menunjukkan teknik atau prilaku yang memampukan tindakan aktivitas.
Menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan.
Perancanaan /Pelaksanaan :
a. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang tak sakit mulai secara dini
pada tahap pasca operasi.
Rasional :
Mencegah kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat
memperlambat penggunaan prostese.
b. Dorong latihan aktif/ isometric untuk paha atas dan lengan atas.
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot untuk membantu pemindahan/ ambulasi.
c. intruksikan pasien untuk berbaring dengan posisi tengkurap sesuai toleransi sedikitnya dua
kali sehari dengan bantal dibawah abdomen dan puntung ekstremitas bawah.
Rasional :
Menguatkan otot ekstensor dan mencegah kontrakrur fleksi pada panggul
d. Berikan gulungan untuk paha sesuai indikasi
Rasional :
Mencegah rotasi eksternal puntung tungkai bawah
e. Tunjukkan atau Bantu teknik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas, contoh trapeze,
kruk atau walker.
Rasional :
Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien.Teknik pemindahan yang dapat mencegah
cedera abrasi dari kulit karena lari cepat.
Evaluasi :
memberikan teknik atau prilaku yang memampukan tindakan aktivitas
Diagnosa Keperawatan VI :
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan :
Prosedur bedah, prognosis, dan program terapetik dipahami.
Kriteria hasil :
Melakukan dengan benar prosedur tertentu dan menjelaskan alas an tindakan.
Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan pengobatan.
Perencanaan /pelaksanaan :
a. Intruksikan perawatan balutan/luka, inspeksi puntung menggunakan cermin untuk semua
semua area, pijat kulit, dan tutup puntung dengan tepat.
Rasional :
Meningkatkan perawatan diri kompeten ; membantu penyembuhan dan pemasangan prostese
dan menurunkan potensial untuk komplikasi.
b. Tunjukkan perawatan alat prostesi. Tekankan pentingnya pemeliharaan rutin/ pemasangan
ulang periodic.
Rasional :
Dorong pemasangan tepat, menurunkan resiko komplikasi dan memperpanjang hidup prostese.
c. tekankan pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional :
Memenuhi kebutuhan nutrient untuk regerasi jaringan/ penyembuhan, membantu dalam
mempertahankan volume sirkulasi dan fungsi organ normal, dan mempertahankan berat tepat
(berat badan mengubah pengaruh pemasangan prostese).
d. Anjurkan penghentian merokok.
Rasional :
Merokok berpotansi untuk vasokonstriksi verifier, gangguan sirkulasi juga oksigenasi jaringan.
Evaluasi :
Memberikan informasi tentang prosedur bedah atau prognosis dan kebutuhan pengobatan

Vous aimerez peut-être aussi