Vous êtes sur la page 1sur 15

GAMBARAN GEOGRAFIS DESA KANDANGSERANG

PEMBUATAN PETA GEOLOGI


Desa Kandangserang Kecamatan Kandangserang Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah
merupakan suatu desa yang terletak di ujung barat daya di wilayah Kabupaten ini.

Gambar 1. Peta Indeks Desa Kandangserang


Secara Geologi, Keadaan alam di daerah ini sangat berbeda dengan keadaan di wilayah
DI. Yogyakarta, apabila di wilayah Yogyakarta banyak banyak di pengaruhi oleh produk endapan
Gunungapi merapi. Mernurut Van Bammelen (1949) terletak di wilayah Cekungan Serayu Utara.
Cekungan Serayu Utara merupakan salah satu cekungan dari dua cekungan yang terletak di
daerah Jawa Tengah bagian utara. Zona Serayu Utara memiliki lebar 30-50 km. di selatan Tegal,
Pemalang, dan Pekalongan zona ini tertutupi produk gunungapi kuarter dari G. Slamet. Di
bagian tengah ditutupi oleh produk volkanik kuarter G. Rogojembangan, G. Ungaran, dan
Dataran Tinggi Dieng. Zona ini menerus ke Jawa barat menjadi Zona Bogor dengan batas antara
keduanya terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga Ajibarang, persis disebelah barat G.
Slamet, sedangkan di sebelah timur membentuk Zona Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor
terletak di selatan dataran alluvial Jakarta berupa Antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat
kuat dan terintrusi.

Gambar 2. Peta Regional Jawa Tengah


Berdasarkan pengumpulan hasil pengamatan menggunakan data-data pustaka, daerah
desa Kandangserang ini memiliki dilakukan pengamatan di lapangan dengan berbincang-
bincang dengan warga sekitar ketika di sela-sela pelaksanaan program lain seperti program
penyuluhan pokdarwis, pembinaan TPA dan keagamaan mengenai masalah yang di alami oleh
masyarakat karena letak daerah mereka yang berada di dalam kondisi yang demikian ini. Dari
pembicaraan dengan masyarakat bahwa beberapa masalah menyangkut bidang geologi
diantaranya susahnya mendapatkan air bersih di daerah yang memiliki jenis batuan yang
menurut warga sebagai wadas alus (batulempung), beberapa titik mengalami longsor yang
terletak di beberpa jenis batuan yang berbeda, keluarnya mata air yang hanya di batuan
vulkanik, dll. Dari situlah awal mula perlunya di lakukan pemetaan geologi di Desa
Kandangserang.
Dengan pemetaan geologi mengetahui gejala-gejala geologi yang ada di daerah
pemetaan pada saat dipetakan, merekonstruksi gejala dan proses geologi yang terjadi di daerah
pemetaan sepanjang waktu geologi, terhitung sejak pembentukan batuan tertua di daerah
pemetaan. Selain itu juga dapat mengetahui karakteristik batuan yang ada di daerah pemetaan
dan dapat di jadikan sebagai acuan dalam melakukan menyelesaikan masalah yang ada di
masyarakat yang berkaitan dengan kondisi geologi daerah tersebut.
Keterlibatan program kerja ini dalam masyarakat dapat menjadi sebagai salah satu acuan
dalam pembuatan kebijakan mengenai masalah geologi yang telah di deskripsikan. Misal
dengan mengetahui karakteristik batuan di daerah ini dapat nantinya dapat menentukan
kebijakan dalam pembangunan Desa, dari segi pertanian, insfrastruktur, dan pendidikan
berdasarkan keadaan geologi di daerah Desa Kandangserang.
Hambatan dalam pelaksanaan pemetaan geologi di daerah ini terdapat beberapa daerah
pemetaan yang masih terputus aksesnya.Tebing yang tegak, sehingga menyulitkan dalam
pengambilan data stratigrafi di daerah batuan vulkanik. Beberapa stasiun pengamatan
merupakan tempat keramat.Terbatasnya data pustaka yang menjadi acuan di daerah ini.
Dari pihak masyarakat memberikan bantuan mengenai informasi masalah-masalah yang
berkaitan dengan keadaan geologi, memberikan informasi akses termudah mengenai daerah-
daerah yang sulit dijangkau.
Dalam pembuatan peta geologi ini dilakukan beberapa tahapan, yaitu tahapan pra-
lapangan, pengambilan data lapangan dan analisis data.
Pra-lapangan
Tahap ini berupa pengumpulan data sekunder yang diperoleh berdasarkan laporan-
laporan peneliti pendahulu, studi pustaka, dan pengumpulan data lainnya. Dalam tahap ini
dilakukan analisis peta topografi yang terdiri dari pembuatan peta pola penyaluran, kelurusan-
kelurusan (perkiraan struktur), geomorfologi daerah penelitian, pendugaan batas litologi,
perkiraan jalur lintasan.

DATA PUSTAKA
Desa Kandangserang terletak di zona serayu utara, oleh karena itu diperlukan studi
mengenai keadaan regional zona serayu utara tersebut. Fisiografi dari Jawa tengah (Gambar 1)
terdiri atas dua pegunungan utama, yakni Zona Serayu Utara dan Zona Serayu Selatan. Pada
sejarah geologinya, keduanya juga memainkan peranan dalam cekungan sedimen. Zona Serayu
Serayu Utara dikembangkan dari hulu sungai Bogowonto (utara dari Purworejo)di timur lembah
sungai Citanduy ( Selatan Majenang) di sebelah barat. Secara umum, Zona Serayu Selatan
berarah Timur - Barat dan memiliki kecendrungan membuka ke bagian utara. Batas fisiografi di
sebelah timur dari zona ini tidak begitu jelas, yang mana bergabung dengan bagian samping
utara dari rangkaian Pegunungan Kulonprogo dengan arah NE –SW yang ditutupi oleh sedimen
volkanik Gunung Sumbing. Batas bagian barat sangat jelas, dengan sebuah lembah sempit yang
terbentuk oleh erosi vertikal dari sungai Cikawung yang memisahkan zona ini dan Zona Bogor
yang mirip dengan Zona Serayu Selatan. Van Bemmelem (1949) membagi zona ini ke dalam
dua (barat dan Timur) yang dipisahkan oleh dataran Jatilawang sepanjang Sungai Serayu.
Keduanya merupakan bagian dari Zona Serayu Selatan yang membentuk hubungan en echelon,
yang memberi kesan bahwa ada suatu sesar regional sinistral yang mempengaruhi bagian zona
serayu selatan. Dibagian barat sepanjang 60 km dan 15 km dengan arah trend NW – SE. Di
bagian timur sepanjang 115 km dan 35 km, yang mana terdapat singkapan batuan dasar di
Karangsambung.
Zona serayu utara perkembangannya lebih sederhana dibandingkan Zona Serayu
Selatan. Zona Serayu utara hanya terdiri dari satu bentang pegunungan timur-barat dengan
kecendrungan membuka ke arah selatan (berlawanan dengan Zona Serayu Selatan) dan
dibatasi oleh Gunung Sumbing dan Sindoro, yang mana di bagian barat oleh Gunung Slamet.
Rangkaian Pegunungan Serayu Utara membentuk rantai pegunungan yang menghubungkan
rangkaian Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di Jawa Timur. Antara
Pegunungan Serayu Utara dan Selatan dipisahkan oleh Depresi Serayu yang membentang dari
Majenang, purwokerto dan Wonosobo.
Stratigrafi yang menyusun daerah ini dikhususkan terhadap dua formasi yaitu Formasi
Rambatan dan Formasi Batuan Vulkanik Jembangan. Formasi Rambatan tersusun atas serpih,
napal, dan batupasir gampingan. Napal berselang-seling dengan batupasir gampingan
berwarna kelabu muda. Pada bagian atas terdiri dari batupasir gampingan berwarna abu-abu
muda sampai biru keabu-abuan. Umur dari Formasi Rambatan adalah Miosen Tengah dan
tebalnya diperkirakan 300 meter. Untuk Formasi Jembangan Lava Andesit dan klastika
gunungapi yang berumur sekitar pleistosen.
Hubungan stratigrafi regional dan deformasi tektonik dari jawa tengah yag terdiri dari 2
zona pegunungan, yakni Zona Serayu Utara dan Zona Serayu Selatan yang terhubung satu
dengan lainnya. Zona serayu selatan mempunyai batuan pre-tersier dan paleogen yang
tersingkap di permukaan (Karangsambung) (gambar 4). Kompleks Luk Ulo (Cretaceous Akhir),
Formasi Karangsambung dan Totogan terbentuk oleh proses gravitasional submarine setelah
kolisi dari Sundaland dan East Java Micro continent (Hall, 2012. Yang mana fragmen polimik
(batuan metamor, batuan beku, batuan sedimen laut) tercampur dalam matriks batulempung.
Ada sebuah pengembangan karakter yang menarik dari litologi yang dominansi matriks dari
kompleks Luk-Ulo dan Formasi Karangsambung menjadi dominansi fragmen dari Formasi
Totogan (Asikin dkk., 1992a dalam Jyalita dkk., 2014). Ini mengindikasikan lingkungan deposisi
laut dangkal dan pengangkatan intensif pada Paleogen akhir.

Gambar 3. Subduksi lempeng australia pada lempeng eurasia membentuk kolisi di Serayu
Selatan (Karangsambung) (Jyalita, dkk., 2014)

Pada Oligosen akhir, Jawa Tengah diasumsikan memiliki suatu volkanik arc semenjak
Eosen tengah (Hall, 2012) (gambar 5). Oleh pengembangan dari Busur vulkanik di zona Serayu
Selatan dan pemekaran dari back arc basin di zona serayu utara. Volkanisme Serayu selatan
dibuktikan oleh pengendapan formasi Gabon dibagian Selatan. (Van Bemmelen melakukan
perhitungan Breksi Gabon sebagai bagian dari Pegunungan Selatan Jawa Tengah (1949)) dan
Formasi Waturanda di bagian tengah dari Zona Serayu Selatan. Formasi Gabon tersusun atas
Breksi andesit, lapili tuf lokal, lava, dan endapan lahar yang mana kemudian mengalami proses
alterasi (Asikin dkk., 1992a). Berbeda dengan Gabon, Formasi Waturanda terdiri atas batupasir
volkanik pada bagian bawah, sisipan napal tufan, dan breksi andesit di bagian atas.

Gambar 4. Subduksi yang lebih dalam, menghasilkan Waturanda, volkanisme dan


pemerakaran di sebelah utara busur volkanik (Jyalita, dkk., 2014)
Di utara, Formasi Rambatan mulai mengalami pengendapan pada Miosen awal pada
lereng yang flank dari back arc basin (gambar 6), penutup sedimen Wora-wari yng terbentuk
pada Oligosen akhir oleh proses rifting dari back arc basin Serayu Utara (Kelompok Wora-wari
dipertimbangkan sebagai bagian dari Formasi Totogan oleh Condon, dkk., 1996). Formasi
Rambatan terdiri atas Batu pasir karbonatan dan konglomerat dengan sisipan serpih, napal, dan
tuf. Meskipun Condon dkk., (1996) mengasumsikan bahwa formasi ini diendapkan selama
Miosen awal, Lunt dkk., (2009) menginterpretasikan bahwa ia berumur lebih muda, yakni Miosen
tengah (N10-N15)

Gambar 5 : Waturanda, volkanisme terus berlanjut menghasilkan sedimentasi pada


formasi Rambatan di back arc basin (Jyalita, dkk., 2014)

Pada Miosen tengah, Serayu selatan mengalami penurunan intensitas volkanik, yang
mana mungkin disebabkan oleh efek rotasi berlawanan arah jarum jam dari Sundaland yang
mempengaruhi subduksi selatan jawa (gambar 7). Pada waktu yang sama, batugamping
terumbu dari Formasi Kalipucung diendapkan menutupi volkanik tinggi formasi Gabon (Asikin
dkk., 1992a) dan batulempung karbonatan dari Formasi Penosogan berkembang di bagian lebih
dalam dari Busur vulkanik Serayu Selatan. Napal dan tuf masih bisa ditemukan didalam Formasi
Penosogan sebagai sisipan (Asikin dkk., 1992a, b). Di bagian utara, Formasi Penosogan
menjemari dengan Formasi Rambatan yang mana secara berkelanjutan terendapkan selama
Miosen tengah.

Gambar 6. Waturanda, Volkanisme dan pemekaran pada Cekungan Serayu Utara


berakhir (Jyalita, dkk., 2014)

Akhir Miosen ditandai oleh berkembangnya busur vulkanik ganda di Jawa Tengah, dengan
kembali aktifnya volkanisme Serayu Selatan, pada waktu yang sama dengan dimulainya
volkanisme Serayu Utara (gambar 8). Secara umum, batupasir vulkanik dari Formasi Halang
didominasi oleh endapan dari kedua zona pada periode ini. Fraksi kasar dan fragmen volkanik
terkandung oleh Formasi Peniron pada Zona Serayu Selatan dan oleh Formasi Kumbang pada
Zona Serayu Utara (Asikin dkk., 1992b; Condon dkk., 1996). Pada periode yang sama,
diasumsikan bahwa back-arc basin Serayu Utara berubah menjadi Busur volkanik.

Gambar 7. Subduksi yang semakin dalam menyebakan volkanisme yang kembali aktif
(Jyalita, dkk., 2014)

Perubahan pada konfigurasi tektonik regional terjadi di waktu kedua pada Pliosen,
ditandai oleh berhentinya aktivitas volkanik dari Serayu Selatan dan menurunnya Intensitas
volkanik dari Serayu Utara (gambar 9). Hall (2012) menjelaskan bahwa kondisi ini dihubungkan
pada fase akhir dari rotasi Sundaland. Pada periode tektonik ini , terjadi sedimentasi dari
Formasi Tapak dari kedua zona Serayu. Banyak fragmen moluska yang bisa ditemukan pada
Formasi Tapak (Asikin, dkk., 1992a; Condon, dkk., 1996; Djuri, dkk., 1996). Lunt, dkk., (2009)
menginterpretasikan bahwa sedimentasi dari Formasi Tapak dimulai pada Miosen akhir (N17).
Formasi ini secara umum menghalus keatas. Pada Serayu utara, anggota Formasi Tapak terdiri
atas napal dan batugamping yang dinamakan Formasi Kalibiuk, dan pada bagian yang terdapat
lignit disebut dengan Formasi Kaliglagah (Djuri, dkk., 1996). Pada Pliosen, terjadi Lipatan yang
intensif dari Serayu Utara dan Selatan.

Gambar 8. Volkanisme berhenti dengan dimulai pembalikan pada Cekungan Serayu Utara
(Jyalita, dkk., 2014)

Pada umur Pleistosen disimbolkan oleh kembali aktifnya busur vulkanik Serayu Utara
(gambar 10), dengan beberapa daerah aktivitas vulkanik yakni Ligung, Mengger, Gintung, dan
Linggopodo di bagian barat (Djuri dkk., 1996). Aktivitas ini diikuti oleh volkanisme saat ini dari
Jembangan, Dieng, Sumbing, dan Sindoro di sebelah timur (Condon, dkk., 1996). Intensitas
yang tinggi dari aktivitas vulkanik kuarter dari zona serayu utara lalu diinterpretasikan
menghasilkan sejumlah besar beban vulkanik yang memicu pengangkatan isostatikdari zona
Serayu Selatan sebagai tahap deformasi akhir dan sangat mempengaruhi fisiografi saat ini.
Pada periode ini, intensitas pengangkatan yang tinggi menyebabkan sebuah denudasi yang
besar dari inti Zona serayu Selatan dan tersingkap batuan pra-tersier dan opaleogen di
karangsambung.

Gambar 9. Volkanisme kuarter (Jyalita, dkk., 2014)


PETA KELURUSAN
Pola kelurusan yang dibuat dengan analisis peta topografi secara manual dan kemudian di
buat menggunakan software ArcGIS Dekstop- Arc M

Dari peta tersebut kemudian kelurusan tersebut di olah menggunakan software Rockwork
sehingga dapat menghasilkan perkiraan arah gaya pembentuk struktur geologi di daerah
tersebut.

Perkiraan Gaya Tektonik dengan menggunakan kelurusan

PETA GEOMORFOLOGI
Dalam penentuan geomorfologi suatu wilayah, dapat menggunakan beberapa aspek, yaitu
dari aspek morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morphoarrangement (Zuidam, 1983).
Aspek morfologi dilihat dari relief umum dari daerah tersebut, bisa menggunakan morfografi dan
morfometri. Aspek morfogenesa berdasarkan asal dan perkembangan bentuklahan, proses yang
membentuknya dan proses yang bekerja pada daerah tersebut. Aspek morfokronologi yang
merupakan penanggalan relatif berbagai bentuk lahan dan proses yang berhubungan,
sedangkan morphoarrangement mengacu kepada susunan keruangan dan jaringan hubungan
berbagai bentuklahan dan proses yang berhubungan.
Adapun pembagian satuan geomorfologi daerah hanya didasarkan kepada morfometri dan
morfogenesa. Pembagian secara morfometri yaitu dengan melihat kenampakan bentang alam
secara kuantitatif, apakah termasuk perbukitan landai, sedang, curam atau dataran dan
sebagainya. Sedangkan pembagian secara morfogenesa adalah dengan melihat proses-proses
geologi yang membentuk bentang alam tersebut.
Satuan Relief (Topografi)
Sudut Lereng
( %)
Beda Tinggi Relatif
(m)
Datar atau hampir datar
0–2
<5
Bergelombang
3–7
5 – 50
Bergelombang – berbukit / perbukitan landai
8 – 13
25 – 75
Berbukit – perbukitan / perbukitan agak terjal / sedang
14 – 20
50 – 200
Perbukitan – tersayat tajam / perbukitan curam
21 – 55
200 – 500
Tersayat tajam - pegunungan / perbukitan sangat curam
56 – 140
500 – 1000
Pegunungan
> 140
> 1000
Tabel 2.1. Klasifikasi geomorfologi oleh Zuidam-Concelado (1979)

Berdasarkan klasifikasi diatas, daerah Desa Kandangserang ini dibagi menjadi 3 satuan
geomorfologi, yaitu Satuan Dataran Banjir, Satuan Perbukitan Vulkanik Tua Terpatahkan, dan
Satuan Perbukitan Terlipat.
Satuan Dataran Banjir ini terletak di sepanjang aliran Sungai Genteng, berisi endapan
hasil transportasi di Sungai Genteng. Satuan Perbukitan Vulkanik Tua Terpatahkan berisi batuan
vulkanik berupa breksi autoklastik dan juga breksi vulkanik dan di daerah tersebut terdapat gawir
yang merupakan produk tektonik berupa patahan batuan. Satuan Perbukitan Terlipat terdiri dari
batunapal dengan sisipan batupasir silangsiur, yang mengalami perlipatan.

Detailnya mengenai daerah morfologi ini di dapat pada kolom geomorfologi :


Salah satu titik di daerah dengan morfologi perbukitan vulkanik tua terpatahkan terdapat
potensi longsor yang membahayakan bagi keselamatan warga Desa Kandangserang, karena
titik tersebut berada di daerah padat penduduk, atau beraa di atas warga RW 02.
Pola Penyaluran
Pola Penyaluran yang ada di daerah ini adalah trellis. Pola penyaluran trelis pola
penyaluran ini terdapat pada batuan sedimen yang miring atau terlipat, batuan volkanik, atau
pada batuan metasedimen derajat rendah, pada rekahan paralel, dasar danau atau dasar laut
dengan gosong pantai yang terekspos, tipikal pola penyaluran ini adalah anak-anak sungainya
yang berukuran sama pada dua sisi bersebelahan di sepanjang sungai subsekuen berpola
paralel.
Aliran sungai di daerah ini mengalir dari selatan mengarah ke utara, dengan Sungai
Genteng sebagai aliran utama. Sungai Genteng memiliki arus yang cukup kuat, dan erosinya
cenderung vertikal. Sungai ini mengalir disepanjang daerah lipatan dan patahan sehingga sungai
ini merupakan zona lemah yang kemudian menjadi jalan air sehingga menjadi sungai.

Pengambilan Data Lapangan


Pemetaan detail meliputi penentuan jalur lintasan untuk mengumpulkan data geologi
secara cermat meliputi geomorfologi, litologi, struktur geologi, pengambilan contoh batuan untuk
analisis petrografi, pengambilan rekaman keadaan singkapan di lapangan menggunakan kamera
serta data lainnya yang terkait dalam kepentingan pemetaan geologi.
Contoh deskripsi lapangan yang dilakukan adalah sebagai berikut,
Koordinat 336410 T, 9211917 S, Cuaca Cerah, 5 Agustus 2014
Elevasi 296 meter, Akurasi GPS 2 Meter
Morfologi berupa puncak bukit, letaknya lokasi pengamatan berada di pinggir jalan raya
yang melintas barat-timur.
Deskripsi batuan, Breksi Autoklastik, Warna batuan abu-abu, keadaan lapuk, ukuran butir
halus-kasar (<1mm-4mm), struktur massif, hubungan antar Kristal subhedral, komposisi mineral
lempung, hornblende, plagioklas, dengan massa dasar mikrolit.
Potensi Positif, untuk akses jalan raya, pertanian.
Potensi negative, kelerangan di sekitarnya cukup curam, rawan terjadi gerakan massa.
Analisis Data
Pada tahap ini dihasilkan peta lintasan yang menunjukkan masing-masing stasiun
pengamatan pada suatu singkapan, peta geologi, peta geomorfologi dan penampang geologi,
kolom stratigrafi sementara yang mencerminkan posisi stratigrafi contoh batuan, kumpulan
catatan lapangan dan contoh batuan.

PETA GEOLOGI

Desa Kandangserang memiliki dua satuan geologi, yaitu stuan batunapal dan satuan
breksi autoklasik (lava). Satuan batunapal ini mengandung sisipan batupasir, tebal dari satuan ini
menurut data regional adalah 300 meter, Batunapal, warna abu-abu kehitam-hitaman, ukuran
butir lanau-lempung, struktur berlapis, komposisi material sedimen berukuran lanau-lempung,
dan mengandung karbon. Batupasir, warna coklat krem, ukuran butir pasir halus, struktur
berlapis, planar crossbedding, komposisi batuan material sedimen karbonatan, plagioklas,
kuarsa, feldspar. Batuan ini menurut data regional berumur miosen tengah.
Sifat batuan ini karena batuan tersusun dominan oleh mineral berukuran halus
(batunapal), memiliki porositas yang tinggi dan juga mempunyai permeabilitas yang rendah.
Untuk batupasir mempunya porositas yang besar dan permeabilitas yang baik.
Satuan Breksi autoklastik, breksi autoklastik ini merupakan produk aktivitas vulkanisme
suatu gunungapi. Mempunyai tebal sekitar 300 meter untuk daerah ini. Batuan berumur
pleistosen. Batuan beku berwarna abu-abu, keadaan lapuk, ukuran butir halus-kasar (<1mm-
4mm), bentuk kristal subhedral, struktur masif, komposisi mineral lempung, plagioklas ,
hornblende dan massa dasar berupa mikrolit

SAYATAN GEOLOGI PADA PETA GEOLOGI


SEJARAH GEOLOGI
Sejarah Geologi di Desa Kandangserang Kecamatan Kandangserang Kabupaten
Pekalongan ini berawal dari miosen tengah, terendapkan batu napal dengan struktur berlapis,
batuan ini terendapkan di daerah laguna. kemudian terjadi penambahan ruang akomodasi
sehingga lingkungan yang pada awalnya adalah laguna dengan energi pengendapan yang
rendah menjadi daerah pantai yang berarus, dan terendapkan batupasir dengan struktur
silangsiur, secara periodik perubahan ruang akomodasi terjadi, sehingga terjadi perselingan
antara batunapal dan batupasir dengan struktur silang siur. setelah terbentuk batuan tersebut
mengalami periode tektonik awal dengan arah gaya kompresi utara selatan, hal ini dilihat dari
orientasi antiklin yang berarah utara selatan.
Untuk waktu yang lama tidak terjadi pengendapan batuan di daerah ini sehingga pada
saat Kuarter (pleistosen) terjadi peningkatan aktivitas vulkanisme di daerah ini yang berasal dari
gunungapi purba Rojojembangan yang letaknya relatif di selatan daerah ini. terjadi beberapa kali
periode pengendapan breksi autoklastik yang merupakan produk dari aktivitas vulkanisme.
periode tektonik yang terjadi yaitu adanya sesar yang mengakibatkan terbentuknya tebing pada
daerah satuan batuan ini.
Dari data geologi yang di dapat, daerah yang rawan longsor merupakan daerah dengan
litologi batunapal, hal ini terjadi karena batuan ini lebih mudah mengalami pelapukan dan apabila
vegetasi hilang akan lebih mudah mengalami longsor. Tidak hanya itu, peta geologi atau data
geologi merupakan data primer yang sangat dibutuhkan dalam membuat berbagai macam
insfrastruktur, baik itu jalan raya, gedung, penentuan lokasi-lokasi yang strategis dan untuk
daerah rawan bencana.
Daerah yang mengalami kesulitan air juga berada pada litologi batunapal, karena
batunapal memiliki permeabilitas yang sangat rendah, dan mata air banyak di temukan di
beberapa titik pada litologi batuan vulkanik.
Potensi yang dapat di kembangkan, daerah ini bias di jadikan salah satu cagar alam
dalam keilmuan bidang kebumian, karena daerah ini memiliki singkapan berupa lipatan batuan
yang terekam cukum bagus, selain itu, terdapat tebing yang mempunyai litologi lava yang
menunjukan bahwa daerah tersebut dahulu merupakan daerah yang dekat dengan gunungapi
purba. Pengembangan lain, dari data pola penyaluran yang ada, Sungai Genteng yang melintasi
daerah ini memiliki arus yang cukup deras dan stabil, sehingga apabila di bending dapat
dimanfaatkan untuk PLTA Mikrohidro.
Potensi lain yang dapat dari mata air yang terletak di daerah litologi vulkanik dapat
dialirkan ke daerah dengan litologi batunapal sebagai sumber air bersih dan untuk mengairi
pertanian.

PEMETAAN LONGSOR DESA KANDANGSERANG

Desa kandangserang yang terletak di perbukitan dengan kemiringan 5o – 60omenjadikan desa


ini rawan bencana. Salah satu bencana yang sudah terjadi yaitu tanah longsor. Hal ini
dikarenakan banyak sekali tebing- tebing tinggi dengan struktur tanah yang labil sehingga
memungkinkan terjadi longsor di musim penghujan. Warga desa juga menjadi khawatir karena
sewaktu- waktu bencana bisa menimpa mereka.
Ø Pemetaan 1:
Lokasi : Desa Kandangserang RW 03 RT 07, STA 1 dengan koordinat X: 336754, Y:
9211794, Z: 373.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada didesa Kandangserang dusun HarjomulyoRW 03 RT
07, disamping rumah warga, sebelah utara rumah pak Cahyono, ± 100 m. Lokasi ini adalah
awal akses menuju tempat wisata Wadas Jaran.
Litologi : Berupa breksi lapuk, tanah lapuk berwarna coklat kemerahan.(Batuan)
Potensi : Berupa daerah permukiman, potensi yang dapat terjadi adalah potensi longsor jika
terjadi hujan dalam intensitas yang tinggi. Bahaya longsor dapat langsung mengenai rumah
warga yang berada di utara tanah perbukitan.
Ø Pemetaan 2:
Lokasi : Air terjun Wadas JaranDesa Kandangserang, STA 2 dengan koordinatX: 337082,
Y: 9211792, Z: 421.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada diarea perbukitan air terjun Wadas
JaranDesaKandangserang dusun Harjomulyo. ± 1,5 km dari area perumahan warga.
Litologi : Berupa batu pasir-kerikil, batuan berlapis.(Batuan)
Potensi : Berupa daerah perbukitan, dengan potensi wisata alam dan pertanian. Batuan
cenderung stabil dari bahaya longsor karena struktur batuan berlapis danbanyaknya vegetasi
yang tumbuh.
Ø Pemetaan 3:
Lokasi : Di Gua, sebelah utara air terjun Wadas Jaran, di dusun Harjomulyo, desa
Kandangserang, STA 3 dengan koordinat X: 337109, Y: 9211915, Z: 440.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada digua, berupa mata air, ±200 m sebelah utaraSTA 2 di
dusun Harjomulyo, desa Kandangserang.
Litologi : Berupa batu pasir-kerikil, batuan berwarna putih, berukuran pasir-kerikil.
Potensi : Berupa daerah perbukitan, dengan potensi wisata alam religius. Batuan cenderung
stabil dari bahaya longsor karena struktur batuan berlapis dan kebudayaan masyarakat setempat
yang telah meletakaan tulang kepala sapi/kerbau di sekitar area gua untuk menghindari bahaya
longsor.
Ø Pemetaan 4:
Lokasi : Jalan raya menuju desa Wangkelang, STA 4 dengan koordinat X: 336518,Y:
9213410, Z: 410.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada dijalan raya menuju desa Wangkelang. ± 1,5 km dari
gang masuk desa Wangkelang. Akses jalan menuju lokasi pengamatan sangat buruk. Sisi Timur
bukit terdapat jurang dan di bawah jurang terdapat area pertanian dan hutan pinus.
Litologi : Berupa breksi lapuk, struktur batuan berlapis dan berwarna putih.(Batuan)
Potensi : Berupa daerah perbukitan, cenderung stabil dari bahaya longsor karena terlihat
keadaan vegetasi yang tumbuh dengan baik, tetapi tidak menutup kemungkinan potensi bahaya
longsor saat terjadi hujan dalam intensitastinggi karena batuan berupa breksi lapuk. Jika longsor
terjadi, akses menuju desa Wangkelang akan tertutup.
Ø Pemetaan 5
Lokasi : Jalan raya di Desa Wangkelang. Koordinat yang didapat yaitu x = 336864, y =
9213883, dan z = 470 meter. Di mana z merupakan ketinggian suatu tempat di atas permukaan
laut.
Morfologi : Perbukitan. Sepanjang jalan raya di Desa Wangkelang, ditemukan perbukitan yang
ditumbuhi berbagai macam tanaman dengan mayoritas pohon pinus. Pohon pinus tersebut
tumbuh menjulang tinggi di area perbukitan tersebut. Sebagian besar bukit tersebut berada di
samping jalan raya dan dekat dengan pemukiman warga.
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor kelima yang kami tinjau berada di jalan raya Desa
Wangkelang. Lokasi pengamatan berada pada radius sekitar 1 km dari gang masuk Desa
Wangkelang. Akses untuk menuju lokasi tersebut sangatlah terjal. Hal ini dikarenakan jalan yang
kami lalui sudah rusak. Banyak sekali aspal yang sudah hancur sehingga tekstur jalan berbatu.
Bukit tersebut berada tepat persis di samping jalan raya dengan ditumbuhi berbagai macam
tanaman dan rumput liar. Di seberang bukit terdapat jurang dengan kedalaman yang beraneka
ragam.
Litologi : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi andesitberwarna
abu – abu gelap dengan ukuran fragmen berakal bongkah, sortasi buruk, dan komposisi andesit
Potensi : Bukit tersebut berpotensi longsor ketika musim penghujan yang mana tanah dan
bebatuannya dapat menutupi jalan sehingga akses warga menuju rumah mereka akan terputus.
Ø Pemetaan 6
Lokasi : Di jalan raya Desa Wangkelang. Koordinat yang didapat yaitu x = 337357, y =
9212668, dan z = 590 meter. Di mana z merupakan ketinggian suatu tempat di atas permukaan
laut.
Morfologi : Perbukitan. Sepanjang jalan raya di Desa Wangkelang, ditemukan perbukitan yang
ditumbuhi berbagai macam tanaman dengan mayoritas pohon pinus. Pohon pinus tersebut
tumbuh menjulang tinggi di area perbukitan tersebut. Sebagian besar bukit tersebut berada di
samping jalan raya dan dekat dengan pemukiman warga.
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor keenam yang kami tinjau berada di jalan raya Desa
Wangkelang. Lokasi pengamatan berada pada radius sekitar 2,5 km dari gang masuk Desa
Wangkelang. Akses untuk menuju lokasi tersebut sangatlah terjal. Hal ini dikarenakan jalan yang
kami lalui sudah rusak. Banyak sekali aspal yang sudah hancur sehingga tekstur jalan berbatu.
Bukit yang kami amati digunakan warga sekitar desa sebagai pemukiman. Padahal hal tersebut
berbahaya karena sangat tidak layak digunakan sebagai pemukiman. Hal ini bisa menimbulkan
rasa was – was pada warga sekitar, sebab sewaktu – waktu bencana bisa saja terjadi.
Litologi : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi lapuk
(soilberwarna merah), morfologi datar, dan tekstur tanah serta bebatuannya sedikit terlihat.
Potensi : Bukit tersebut berpotensi longsor ketika musim penghujan. Jika bukit tersebut
tergerus air hujan secara terus menurus maka bisa saja rumah warga akan ikut amblas sehingga
mereka akan kehilangan rumah mereka. Namun hal ini tidak begitu saja singkat terjadi,
melainkan melalui proses alam dalam rentang waktu yang tertentu yang mana kita tidak dapat
mengetahuinya.
Ø Pemetaan 7
Lokasi : Di sebelah sungai Dusun Harjomulyo, Desa Kandangserang. Koordinat yang
didapat yaitu x = 336775, y = 9211681, dan z = 378 meter. Di mana z merupakan ketinggian
suatu tempat di atas permukaan laut.
Morfologi : Dataran Bergelombang. Sepanjang dataran bergelombang tersebut terdapat
jurang, bukit, dan sungai genteng. Dataran tersebut didominasi oleh pohon pinus, bambu, dan
tumbuhan kapulaga.
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor ketujuh yang kami tinjau berada di Dusun Harjomulyo,
Desa kandangserang. Lokasi pengamatan berada pada radius sekitar 500 meter di belakang
rumah Pak Cahyoni. Akses untuk menuju lokasi tersebut berupa tanah merah. Kami tidak bisa
mengamati secara jelas karena kami tidak dapat turun ke jurang tersebut. Kami hanya
mengamati dari atas saja. Hal ini dikarenakan lokasinya tidak memungkinkan sehingga dapat
membahayakan keselamatan pengamat.
Litologi : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi lapuk, batuan
fresh berwarna coklat, dan morfologi bergelombang.
Potensi : Dataran bergelombang tersebut berpotensi longsor ketika musim penghujan.
Namun hanya berupa longsor aliran. Jika hal ini terjadi, maka material longsor berupa tanah
maupun bebatuan kemungkinan akan masuk ke sungai dan terbawa arus sungai sehingga
menyebabkan pendangkalan sungai, air sungai keruh, dan ikan-ikan bisa saja mati.
Ø Pemetaan 8
Lokasi : Perbatasan Desa Kandangserang dan Desa Bojongkoneng. Koordinat yang
didapat yaitu x = 335989, y = 9211749, dan z = 258 meter. Di mana z merupakan ketinggian
suatu tempat di atas permukaan laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor kedelapan yang kami tinjau berada di perbatasan Desa
Kandangserang dan Desa Bojongkoneng.
Litologi : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi lapukberupa tanah
berwarna merah
Potensi : Bukit tersebut berpotensi longsor ketika musim penghujan yang mana tanah dan
bebatuannya dapat menutupi jalan sehingga akses warga menuju rumah mereka akan terputus.
Selain itu memungkinkan material longsor akan masuk ke dalam sungai sehingga akan terjadi
longsor aliran di mana material akan terbawa arus sungai.
Ø Pemetaan 9
Lokasi : Desa Bojongkoneng, ±200 meter dari jembatan ke arah selatan denganKoordinat
X : 336008, Y : 9211633, Z : 278 m. Dengan Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di samping jalan raya, ± 200 meter dari jembatan ke
arah selatan.
Litologi : Batu serpih, berwarna coklat, berukuran lempung, struktur berlapis,laminasi, serta
mengalami deformasi sangat kuat.
Potensi : Longsor
Ø Pemetaan 10
Lokasi : Desa Bojongkoneng denganKoordinat X : 335264, Y : 9211074, Z : 426 m.
Dengan Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di puncak lokasi longsor Desa Bojongkoneng.
Litologi : Batu serpihtidak lapuk (Batuan)
Potensi : Longsor
Ø Pemetaan 11
Lokasi : Desa Bojongkoneng dengan Koordinat X : 335375, Y : 9210636, Z : 478 m.
Dengan Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Daerah Pemukiman
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di samping jalan raya Desa Bojongkoneng lebih
tepatnya di samping Mushola pinggir jalan raya yang hendak menuju ke daerah STA 10.
Litologi : Batu serpihtidak lapuk (Batuan)
Potensi : Potensi yang terdapat di daerah ini adalah didirikannya pemukiman warga, karena
daerah ini tergolong relatif aman. Namun akses untuk menuju daerah ini sulit untuk dilalui karena
kondisi jalan yang masih terbilang buruk.
Ø Pemetaan 12
Lokasi : Desa Wangkelang dengan Koordinat X : 337342, Y : 9212382, Z : 583 m. Dengan
Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Persawahan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di daerah persawahan di Desa Wangkelang dengan
kondisi tanah di samping sawah tersebut lapuk dan berwarna merah.
Litologi : Batu breksi lapuk, dengan kondisi tanah lapuk berwarna merah (Batuan)
Potensi : Longsor
Ø Pemetaan 13
Lokasi : Desa Lamburdengan Koordinat X : 335449, Y : 9215007, Z : 277 m. Dengan Z
merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di objek wisata Watu Ireng, terletak di desa Lambur.
Litologi : Batu Andesit , Berwarna abu-abu, ukuran kristal, halus sampai sampaisedang
(kurang dari 1 mm- 5 mm), tekstur porfiroafanitik, holokristalin, komposisi berupa plagioklas,
piroksen, hornblenda.
Potensi : Terletak di dekat daerah permukiman warga, dengan potensi wisata alam. Struktur
batuan kuat, kemungkinan terjadi longsor sangat kecil.

PEMETAAN POTENSI LONGSOR


DESA KANDANGSERANG DAN SEKITARNYA
Lokasi : Desa Kandangserang RW 03 RT 07, STA 1 dengan koordinat X: 336754,
Y: 9211794, Z: 373.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di desa Kandangserang dusun Harjomulyo
RW 03 RT 07, disamping rumah warga, sebelah utara rumah pak Cahyono, ± 100 m. Lokasi ini
adalah awal akses menuju tempat wisata Wadas Jaran.
Litologi (Batuan : Berupa breksi lapuk, tanah lapuk berwarna coklat kemerahan.
Potensi : Berupa daerah permukiman, potensi yang dapat terjadi adalah potensi
longsor jika terjadi hujan dalam intensitas yang tinggi. Bahaya longsor dapat langsung mengenai
rumah warga yang berada di utara tanah perbukitan.
Foto pada STA 1.
Kamera menghadap ke barat daya, posisi tanah perbukitan berada di sisi selatan perumahan
warga.

Lokasi : Air terjun Wadas Jaran Desa Kandangserang, STA 2 dengan koordinat
X: 337082, Y: 9211792, Z: 421.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di area perbukitan air terjun Wadas Jaran
Desa Kandangserang dusun Harjomulyo. ± 1,5 km dari area perumahan warga.
Litologi (Batuan) : Berupa batu pasir-kerikil, batuan berlapis.
Potensi : Berupa daerah perbukitan, dengan potensi wisata alam dan pertanian.
Batuan cenderung stabil dari bahaya longsor karena struktur batuan berlapis dan banyaknya
vegetasi yang tumbuh.
Foto pada STA 2.
Kamera menghadap ke timur, posisi perbukitan Wadas Jaran berada di sisi timur area pertanian.

Lokasi : Di Gua, sebelah utara air terjun Wadas Jaran, di dusun Harjomulyo, desa
Kandangserang, STA 3 dengan koordinat X: 337109, Y: 9211915, Z: 440.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di gua, berupa mata air, ±200 m sebelah
utara STA 2 di dusun Harjomulyo, desa Kandangserang.
Litologi (Batuan) : Berupa batu pasir-kerikil, batuan berwarna putih, berukuran pasir-kerikil.
Potensi : Berupa daerah perbukitan, dengan potensi wisata alam religius. Batuan
cenderung stabil dari bahaya longsor karena struktur batuan berlapis dan kebudayaan
masyarakat setempat yang telah meletakaan tulang kepala sapi/ kerbau di sekitar area gua
untuk menghindari bahaya longsor.

Foto pada STA 3.


Kamera menghadap ke timur, posisi perbukitan gua berada di sisi timur.
Lokasi : Jalan raya menuju desa Wangkelang, STA 4 dengan koordinat X:
336518, Y: 9213410, Z: 410.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di jalan raya menuju desa Wangkelang. ± 1,5
km dari gang masuk desa Wangkelang. Akses jalan menuju lokasi pengamatan sangat buruk.
Sisi Timur bukit terdapat jurang dan di bawah jurang terdapat area pertanian dan hutan pinus.
Litologi (batuan) : Berupa breksi lapuk, struktur batuan berlapis dan berwarna putih.
Potensi : Berupa daerah perbukitan, cenderung stabil dari bahaya longsor karena
terlihat keadaan vegetasi yang tumbuh dengan baik, tetapi tidak menutup kemungkinan potensi
bahaya longsor saat terjadi hujan dalam intensitas tinggi karena batuan berupa breksi lapuk. Jika
longsor terjadi, akses menuju desa Wangkelang akan tertutup.

Foto pada STA 4.


Kamera menghadap ke barat laut, posisi perbukitan berada di sisi barat area pertanian dan
hutan pinus.
Lokasi : Jalan raya di Desa Wangkelang. Koordinat yang didapat yaitu x =
336864, y = 9213883, dan z = 470 meter. Di mana z merupakan ketinggian suatu tempat di atas
permukaan laut.
Morfologi : Perbukitan. Sepanjang jalan raya di Desa Wangkelang, ditemukan
perbukitan yang ditumbuhi berbagai macam tanaman dengan mayoritas pohon pinus. Pohon
pinus tersebut tumbuh menjulang tinggi di area perbukitan tersebut. Sebagian besar bukit
tersebut berada di samping jalan raya dan dekat dengan pemukiman warga.
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor kelima yang kami tinjau berada di jalan raya
Desa Wangkelang. Lokasi pengamatan berada pada radius sekitar 1 km dari gang masuk Desa
Wangkelang. Akses untuk menuju lokasi tersebut sangatlah terjal. Hal ini dikarenakan jalan yang
kami lalui sudah rusak. Banyak sekali aspal yang sudah hancur sehingga tekstur jalan berbatu.
Bukit tersebut berada tepat persis di samping jalan raya dengan ditumbuhi berbagai macam
tanaman dan rumput liar. Di seberang bukit terdapat jurang dengan kedalaman yang beraneka
ragam.
Litologi (Batuan) : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi andesit
berwarna abu – abu gelap dengan ukuran fragmen berakal bongkah,
sortasi buruk, dan komposisi andesit.
Potensi : Bukit tersebut berpotensi longsor ketika musim penghujan yang mana
tanah dan bebatuannya dapat menutupi jalan sehingga akses warga menuju rumah mereka
akan terputus.
Foto pada STA 5.
Posisi kamera menghadap ke timur
Lokasi : Di jalan raya Desa Wangkelang. Koordinat yang didapat yaitu x =
337357, y = 9212668, dan z = 590 meter. Di mana z merupakan ketinggian suatu tempat di atas
permukaan laut.
Morfologi : Perbukitan. Sepanjang jalan raya di Desa Wangkelang, ditemukan
perbukitan yang ditumbuhi berbagai macam tanaman dengan mayoritas pohon pinus. Pohon
pinus tersebut tumbuh menjulang tinggi di area perbukitan tersebut. Sebagian besar bukit
tersebut berada di samping jalan raya dan dekat dengan pemukiman warga.
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor keenam yang kami tinjau berada di jalan raya
Desa Wangkelang. Lokasi pengamatan berada pada radius sekitar 2,5 km dari gang masuk
Desa Wangkelang. Akses untuk menuju lokasi tersebut sangatlah terjal. Hal ini dikarenakan jalan
yang kami lalui sudah rusak. Banyak sekali aspal yang sudah hancur sehingga tekstur jalan
berbatu. Bukit yang kami amati digunakan warga sekitar desa sebagai pemukiman. Padahal hal
tersebut berbahaya karena sangat tidak layak digunakan sebagai pemukiman. Hal ini bisa
menimbulkan rasa was – was pada warga sekitar, sebab sewaktu – waktu bencana bisa saja
terjadi.
Litologi (Batuan) : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi lapuk (soil
berwarna merah), morfologi datar, dan tekstur tanah serta bebatuannya sedikit terlihat.
Potensi : Bukit tersebut berpotensi longsor ketika musim penghujan. Jika bukit
tersebut tergerus air hujan secara terus menurus maka bisa saja rumah warga akan ikut amblas
sehingga mereka akan kehilangan rumah mereka. Namun hal ini tidak begitu saja singkat terjadi,
melainkan melalui proses alam dalam rentang waktu yang tertentu yang mana kita tidak dapat
mengetahuinya.

Foto pada STA 6. Posisi kamera menghadap ke barat

Lokasi : Di sebelah sungai Dusun Harjomulyo, Desa Kandangserang. Koordinat


yang didapat yaitu x = 336775, y = 9211681, dan z = 378 meter. Di mana z merupakan
ketinggian suatu tempat di atas permukaan laut.
Morfologi : Dataran Bergelombang. Sepanjang dataran bergelombang tersebut
terdapat jurang, bukit, dan sungai genteng. Dataran tersebut didominasi oleh pohon pinus,
bambu, dan tumbuhan kapulaga.
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor ketujuh yang kami tinjau berada di Dusun
Harjomulyo, Desa kandangserang. Lokasi pengamatan berada pada radius sekitar 500 meter di
belakang rumah Pak Cahyoni. Akses untuk menuju lokasi tersebut berupa tanah merah. Kami
tidak bisa mengamati secara jelas karena kami tidak dapat turun ke jurang tersebut. Kami hanya
mengamati dari atas saja. Hal ini dikarenakan lokasinya tidak memungkinkan sehingga dapat
membahayakan keselamatan pengamat.
Litologi (Batuan) : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi
lapuk,batuan fresh berwarna coklat, dan morfologi bergelombang.
Potensi : Dataran bergelombang tersebut berpotensi longsor ketika musim
penghujan. Namun hanya berupa longsor aliran. Jika hal ini terjadi, maka material longsor
berupa tanah maupun bebatuan kemungkinan akan masuk ke sungai dan terbawa arus sungai
sehingga menyebabkan pendangkalan sungai, air sungai keruh, dan ikan-ikan bisa saja mati.

Foto pada STA 7.


Posisi kamera menghadap ke selatan

Lokasi : Perbatasan Desa Kandangserang dan Desa Bojongkoneng. Koordinat


yang didapat yaitu x = 335989, y = 9211749, dan z = 258 meter. Di mana z merupakan
ketinggian suatu tempat di atas permukaan laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pemetaan longsor kedelapan yang kami tinjau berada di
perbatasan Desa Kandangserang dan Desa Bojongkoneng.
Litologi (Batuan) : Batuan yang kami temukan di lokasi pengamatan berupa breksi lapuk
berupa tanah berwarna merah
Potensi : Bukit tersebut berpotensi longsor ketika musim penghujan yang mana
tanah dan bebatuannya dapat menutupi jalan sehingga akses warga menuju rumah mereka
akan terputus. Selain itu memungkinkan material longsor akan masuk ke dalam sungai sehingga
akan terjadi longsor aliran di mana material akan terbawa arus sungai.
Foto pada STA 8 : posisi kamera menghadap ke

Lokasi : Desa Bojongkoneng, ± 200 meter dari jembatan ke arah selatan dengan
Koordinat X : 336008, Y : 9211633, Z : 278 m. Dengan Z merupakan ketinggian di atas
permukaan air laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di samping jalan raya, ± 200 meter dari
jembatan ke arah selatan.
Litologi (Batuan) : Batu serpih, berwarna coklat, berukuran lempung, struktur
berlapis,laminasi, serta mengalami deformasi sangat kuat.
Potensi : Longsor
Foto pada STA 9.
Kamera men ghadap ke arah barat. Pada foto tersebut tampak kemiringan lereng yang sangat
terjal.

Lokasi : Desa Bojongkoneng dengan Koordinat X : 335264, Y : 9211074, Z : 426


m. Dengan Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di puncak lokasi longsor Desa Bojongkoneng.
Litologi (Batuan) : Batu serpih tidak lapuk
Potensi : Longsor

Foto pada STA 10.


Kamera men ghadap ke arah barat. Pada foto tersebut tampak sebuah lokasi pasca terjadinya
longsor. Salah satu penyebab terjadinya longsor adalah pondasi jalan raya yang tidak cukup
kuat menopang beban di jalan serta kibat dari curah hujan yang sangat tinggi.

Lokasi : Desa Bojongkoneng dengan Koordinat X : 335375, Y : 9210636, Z : 478


m. Dengan Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Daerah Pemukiman
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di samping jalan raya Desa Bojongkoneng
lebih tepatnya di samping Mushola pinggir jalan raya yang hendak menuju ke daerah STA 10.
Litologi (Batuan) : Batu serpih tidak lapuk
Potensi : Potensi yang terdapat di daerah ini adalah didirikannya pemukiman
warga, karena daerah ini tergolong relatif aman. Namun akses untuk menuju daerah ini sulit
untuk dilalui karena kondisi jalan yang masih terbilang buruk.

Foto pada STA 11.

Lokasi : Desa Wangkelang dengan Koordinat X : 337342, Y : 9212382, Z : 583


m. Dengan Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Persawahan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di daerah persawahan di Desa Wangkelang
dengan kondisi tanah di samping sawah tersebut lapuk dan berwarna merah.
Litologi (Batuan) : Batu breksi lapuk, dengan kondisi tanah lapuk berwarna merah
Potensi : Longsor
Foto pada STA 12.
Kamera men ghadap ke arah barat. Pada foto tersebut tampak daerah persawahan yang cukup
luas , namun di samping daerah tersebut kondisi tanahnya lapuk dan berwarna merah.

Lokasi : Desa Lambur dengan Koordinat X : 335449, Y : 9215007, Z : 277 m.


Dengan Z merupakan ketinggian di atas permukaan air laut.
Morfologi : Perbukitan
Deskripsi : Lokasi pengamatan berada di objek wisata Watu Ireng, terletak di desa
Lambur.
Litologi (Batuan) : Batu Andesit , Berwarna abu-abu, ukuran kristal, halus sampai sampai
sedang (kurang dari 1 mm- 5 mm), tekstur porfiroafanitik, holokristalin, komposisi berupa
plagioklas, piroksen, hornblenda.
Potensi : Terletak di dekat daerah permukiman warga, dengan potensi wisata
alam. Struktur batuan kuat, kemungkinan terjadi longsor sangat kecil.

Foto pada STA 13.


Kamera menghadap selatan, batuan Watu Ireng berada di sisi barat.

Vous aimerez peut-être aussi