Vous êtes sur la page 1sur 55

DIAGRAM WAKTU PEMERIKSAAN

26 Oktober 27 Oktober 31 Oktober 1 November


2017 2017 2017 2017

MRS RS K Pemeriksaan Pemantauan


Diagnosis : pertama oleh selesai Pelaporan
Sindroma peserta ujian
Nefrotik
Resisten
Steroid Pemantauan
dimulai

1
STATUS PEMERIKSAAN PENDERITA
Oleh : dr. Hilda Tasiringan

I. IDENTITAS
1.1. IDENTITAS PENDERITA
Nomor register : 50.XX.XX
Nama penderita : WB
Tanggal lahir : 3 Maret 2000
Usia : 17 tahun 7 bulan
Tempat lahir : Puskesmas
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Anak ke : 2 dari 3 anak
Jaminan kesehatan : Penderita menggunakan BPJS kelas III
Tanggal MRS : 26 Oktober 2017, Pkl. 11.00

1.2. IDENTITAS ORANG TUA


AYAH IBU
Nama : TS NG
Umur : 52 tahun 46 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA SMA

II. ANAMNESIS
(dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap orangtua
penderita dan dari catatan medis rumah sakit)
 Keluhan Utama : Bengkak pada wajah
 Keluhan Tambahan : Penderita datang untuk menjalani terapi
siklofosfamid (CPA) pulse siklus II

2
2.1 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Penderita masuk rumah sakit (RS) tanggal 26 Oktober 2017 pukul
11.00 dengan keluhan bengkak pada wajah. Bengkak dialami oleh
penderita sejak ± 3 minggu sebelum masuk RS. Bengkak awalnya
tampak pada kelopak mata, nampak lebih jelas pada pagi hari, lama
kelamaan bengkak bertambah di seluruh wajah.
Penderita memiliki nafsu makan yang baik, orangtua penderita
mengatakan selama ini penderita makan dengan makanan rumah
tangga 3 kali sehari. Penderita menyangkal adanya buang air kecil
(BAK) warna kemerahan seperti cucian daging ataupun nyeri saat
berkemih. Penderita juga menyangkal adanya keluhan demam
maupun batuk beringus. Keluhan buang air besar (BAB) tidak
didapatkan pada penderita.
Penderita pertama kali didiagnosis dengan sindroma nefrotik
pada akhir bulan Juli tahun 2017, saat itu penderita dirawat di RS L
dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh dan diberikan obat
prednison. Akan tetapi tidak didapatkan perubahan pada kondisi
klinis penderita, sehingga penderita kemudian dirujuk ke RS K untuk
melanjutkan pengobatannya. Penderita terdiagnosis dengan
sindroma nefrotik resisten steroid pada akhir bulan Agustus 2017.
Pada saat ini penderita telah dirawat selama 1 hari dengan
diagnosis sindroma nefrotik resisten steroid. Penderita sudah pernah
menjalani terapi CPA pulse siklus I pada bulan September 2017 dan
saat ini datang untuk menjalani terapi CPA pulse siklus II.

2.2 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Penderita pertama kali diketahui oleh ibunya mengalami bengkak
seluruh tubuh pada awal bulan Juli 2017, kemudian dibawa ke dokter
praktek umum dan kemudian dirujuk ke RS L untuk pemeriksaan
lebih lanjut. Keluhan bengkak seluruh tubuh penderita juga disertai
dengan BAK yang keruh. Riwayat kencing warna merah seperti air

3
cucian daging disangkal, riwayat nyeri menelan atau infeksi pada
kulit sebelumnya disangkal. Penderita didiagnosis dengan sindroma
nefrotik pada akhir bulan Juli 2017 dan diterapi dengan obat
prednison selama 4 minggu, akan tetapi tidak didapatkan perbaikan
klinis dan laboratorium, sehingga kemudian penderita melanjutkan
terapi dengan CPA pulse siklus I pada bulan September 2017.

2.3 RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA


Dalam keluarga hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini.

SILSILAH KELUARGA

SUSUNAN ANGGOTA KELUARGA

No Nama Hubungan Kelamin Umur Ket

1. TS Ayah L 52 tahun Sehat


2. NG Ibu P 46 tahun Sehat
3. FB Anak L 22 tahun Sehat
4. WB Anak L 17 tahun Penderita
5. KB Anak L 13 tahun Sehat

4
2.4. RIWAYAT SOSIAL
A. RIWAYAT ANTENATAL DAN KEHAMILAN
Selama hamil ibu melakukan pemeriksaan antenatal secara
teratur (6 kali) di puskesmas. Ibu mendapat imunisasi TT 2 kali
dan minum tablet besi. Selama hamil ibu sehat.

B. RIWAYAT PERSALINAN
Penderita lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gram
dan lahir di Puskesmas, langsung menangis, ditolong oleh bidan,
secara spontan letak belakang kepala.

C. RIWAYAT PASCA LAHIR


Penderita tidak tampak kuning pada kulit ataupun kebiruan jika
menangis. Penderita dapat menetek dengan baik. Penderita
dibawa kontrol ke puskesmas secara rutin untuk imunisasi.

D. RIWAYAT MAKANAN
Penderita mendapat ASI sejak lahir hingga usia 4 bulan,
kemudian PASI usia 4 bulan hingga 2 tahun. Bubur susu
diberikan sejak usia 6 bulan, kemudian diganti bubur saring sejak
usia 9 bulan. Pada usia 10 bulan penderita diberikan bubur biasa
dan dilanjutkan dengan nasi lunak pada usia 12 bulan. Sejak usia
2 tahun hingga sekarang penderita makan nasi dan lauk pauk.
Penderita makan dengan frekuensi 3 kali sehari porsi utama
kurang lebih 1 piring, dengan jenis makanan rumah tangga
berupa nasi, ikan, telur dan sayur-mayur.

E. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


Membalik : 3 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 7 bulan

5
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 12 bulan
Tertawa : 3 bulan
Berceloteh : 4 bulan
Memanggil mama/papa : 10 bulan

F. RIWAYAT IMUNISASI
Penderita mendapat vaksinasi BCG dengan parut (+) pada lengan
kanan, polio 5 (lima) kali, DPT 4 (empat) kali, hepatitis B 3 (tiga)
kali, campak 2 (dua) kali

G. RIWAYAT KEBUTUHAN DASAR ANAK


Asuh (fisis biomedis) :
Penderita mendapat kebutuhan primer (makanan, pakaian dan
tempat tinggal) yang memadai.
Asih (kebutuhan emosional) :
Kasih sayang didapatkan dari kedua orangtua dan anggota
keluarga yang lain.
Asah (stimulasi mental dini) :
Penderita saat ini duduk di kelas 11 dan dapat mengikuti
pelajaran di sekolah dengan baik.

H. KEADAAN SOSIAL-EKONOMI KELUARGA


Keluarga penderita berasal dari tingkat sosio-ekonomi menengah
ke bawah. Dengan pendapatan sekitar Rp. 2.000.000,- per bulan.
Penderita tinggal dengan kedua orangtua di rumah semi
permanen beratapkan seng, dinding papan, lantai semen dengan
3 buah kamar. Rumah dihuni oleh 5 orang, yaitu 3 orang dewasa
dan 2 orang anak. Kamar mandi dan WC terdapat di dalam
rumah. Sumber penerangan listrik dari PLN. Sumber air minum

6
dan keperluan keluarga diambil dari air isi ulang. Penanganan
sampah dengan cara dibuang.

KEADAAN PENDERITA SEBELUM DIJADIKAN KASUS PANJANG


Penderita masuk rumah sakit (RS) tanggal 26 Oktober 2017 pukul 11.00
dengan keluhan bengkak pada wajah. Bengkak dialami oleh penderita
sejak ± 3 minggu sebelum masuk RS. Bengkak awalnya tampak pada
kelopak mata, nampak lebih jelas pada pagi hari, lama kelamaan bengkak
bertambah di seluruh wajah.
Penderita memiliki nafsu makan yang baik, orang tua penderita
mengatakan selama ini penderita makan dengan makanan rumah tangga
3 kali sehari. Penderita menyangkal adanya buang air kecil (BAK) warna
kemerahan seperti cucian daging ataupun nyeri saat berkemih. Penderita
juga menyangkal adanya keluhan demam maupun batuk beringus.
Keluhan buang air besar (BAB) tidak didapatkan pada penderita.
Penderita pertama kali didiagnosis dengan sindroma nefrotik pada
akhir bulan Juli tahun 2017, saat itu penderita dirawat di RS L dengan
keluhan bengkak di seluruh tubuh dan diberikan obat prednison. Akan
tetapi tidak didapatkan perubahan pada kondisi klinis penderita, sehingga
penderita kemudian dirujuk ke RS K untuk melanjutkan pengobatannya.
Penderita terdiagnosis dengan sindroma nefrotik resisten steroid pada
akhir bulan Agustus 2017.
Pada saat ini penderita telah dirawat selama 1 hari dengan diagnosis
sindroma nefrotik resisten steroid. Penderita sudah pernah menjalani
terapi CPA pulse siklus I pada bulan September 2017 dan saat ini datang
untuk menjalani terapi CPA pulse siklus II.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk RS didapatkan berat badan 52
kg, tinggi badan 165 cm, status gizi baik. Penderita dalam keadaan
kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88 kali/menit (kuat
angkat, isi cukup), pernafasan 20 kali/menit, suhu 36,5˚C aksila. Pada
pemeriksaan kepala terdapat edema pada palpebra dan wajah, tampak

7
moon face. Pada dada tidak ditemukan retraksi, suara pernafasan normal.
Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan asites, hepar dan lien tidak
teraba membesar. Pada pemeriksaan genitalia tidak didapatkan kelainan,
sedangkan pada ekstremitas bawah tidak didapatkan edema pitting
pretibial pada kedua tungkai.
Pada pemeriksaan laboratorium darah saat masuk RS didapatkan
hemoglobin 14,1 g/dL, hematokrit 41,5 %, leukosit 12.600/mm3, trombosit
365.000/mm3, SGOT 16 U/L, SGPT 18 U/L, ureum 20 mg/dL, kreatinin 0,8
mg/dL (LFG 144,3 ml/menit/1,73m2LPB), asam urat 4,45 mg/dL, albumin
2,85 g/dL, kolesterol total 212 mg/dL, HDL 49 mg/dL, LDL 120 mg/dL,
trigliserida 100 mg/dL, elektrolit serum natrium 136 mEq/L, kalium 3,95
mEq/L, klorida 94,4 mEq/L, CRP < 6 mg/L. Hapusan darah tepi: eritrosit
normokrom normositik, anisositosis negatif, eritrosit berinti negatif, malaria
negatif. Leukosit jumlah cukup, tidak tampak vakuolisasi dan granulasi
toksik, hitung jenis: 0/0/25/35/35/5. Trombosit jumlah normal, morfologi
dalam batas normal. Kesan hapusan darah dalam batas normal. Urinalisis
warna kuning muda, jernih, BJ urin 1,015, pH 7, leukosit - /LPB, eritrosit 2-
3/LPB, protein positif 3, nitrit negatif, glukosa negatif, keton negatif,
urobilinogen dan bilirubin negatif. Pada pemeriksaan feses, didapatkan
warna coklat, konsistensi lembek, lendir negatif, leukosit negatif, eritrosit
negatif, telur/larva cacing negatif.
Penderita didiagnosis awal dengan sindroma nefrotik resisten
steroid. Terapi yang diberikan saat penderita masuk rumah sakit adalah
prednison 1 x 12 tablet alternating dose, kaptopril 3 x 12,5 mg, simvastatin
1 x 10 mg per oral, suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral dan
saat ini direncanakan untuk persiapan terapi dengan CPA pulse siklus II.

III. PEMERIKSAAN FISIK SAAT DIJADIKAN KASUS PANJANG


Pemeriksaan dilakukan di ruang perawatan nefrologi anak, pada tanggal
26 Oktober 2017 (perawatan hari ke-1).
Keadaan umum : tampak sakit Kesadaran : kompos mentis

8
Antropometri
BB aktual : 52kg
BB koreksi : 52 kg BB normal (CDC tahun 2000)
BB/U : 52/66x 100% = 78%
Tinggi badan : 165cm  Tinggi badan normal (CDC tahun 2000)
TB/U : 165/176 x 100% = 93%
BB/TB : 52/52x 100% = 100%
 Gizi baik (CDC tahun 2000)

Tanda vital : Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88kali/menit


(regular,isi cukup), pernapasan 20kali/menit torakal,
suhu badan 36,5°C (aksila)
Keterangan :
Persentil tekanan darah
Persentil 90 : 122/77 mmHg Persentil 99 : 133/89 mmHg
Persentil 95 : 126/81mmHg Krisis hipertensi : ≥180/120 mmHg

Kulit : warna sawo matang, tidak ada effloresensi, tidak


ada hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, parut
BCG ada pada lengan kanan

Kepala dan leher


Kepala : bentuk normosefal, lingkar kepala 54 cm (antara -2SD
dan +2 SD)normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut,
ubun-ubun besar sudah menutup. moon face (+)
Mata : edema palpebra +/+, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterus, pupil bulat isokor diameter 3-3 mm, refleks
cahaya +/+, bola mata letak di tengah, gerakan bola
mata normal, lensa jernih, refleks kornea +/+
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)

9
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : sianosis sirkumoral (-), mukosa basah, atrofi papil
lidah (-), sulkus nasolabialis simetris, gigi karies (-),
stomatitis (-), lidah keputihan (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : trakea letak di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening, tidak terdapat kaku kuduk, JVP tidak
meningkat
Dada : bentuk simetris kanan=kiri, ruang interkostal tidak
melebar, tidak terdapat tarikan sela iga

Jantung
Periksa Pandang : iktus kordis tidak tampak, precordial bulging (-).
Periksa Raba : iktus kordis teraba di linea midklavikularis kiri pada
ruang sela iga V, tidak melebar, thrill (-).
Periksa Ketuk : batas kanan pada linea parasternalis kanan, batas
kiri pada linea midklavikularis kiri, batas atas
setinggi sela iga III kiri.
Periksa Dengar : frekuensi detak jantung 88 kali/menit, regular, bunyi
jantung I/II tunggal, tidak terdengar bising.

Paru-paru
Periksa Pandang : pergerakan napas simetris kanan=kiri, tidak tampak
retraksi, sela iga tidak melebar.
Periksa Raba : vokal fremitus kanan=kiri
Periksa Ketuk : sonor kanan=kiri, dullness -/-
Periksa Dengar : suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Perut
Periksa Pandang : datar, mengikuti gerakan nafas, venektasi (-)

10
Periksa Raba : dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba
membesar, tidak ada nyeri tekan suprapubik,
lingkar perut 72 cm
Periksa Ketuk : pekak berpindah (-), nyeri kostovertebra (-)
Periksa Dengar : bising usus kesan normal

Genitalia : laki-laki, edema tidak ada, panjang penis 6 cm,


testis +/+
Status pubertas : Skala Tanner 5
Anggota gerak : Akral hangat, tidak tampak adanya sianosis, tidak
ada deformitas, tonus otot dan kekuatan otot
normal, edema tidak ada, CRT ≤ 2 detik
Refleks : refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada
Sensorik : normal
Motorik : kekuatan keempat anggota gerak tubuh
5/5
5/5

Pemeriksaan Nervus Kranialis :


NI = tidak ada gangguan dalam penciuman
N II = tidak ada gangguan penglihatan
N III, IV, VI = pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+, tidak ada strabismus dan ptosis,
pergerakan bola mata normal
NV = tidak ada kelainan
N VII = sulkus nasolabialis simetris, lagoftalmus (-)
N VIII = tidak ada gangguan pendengaran dan keseimbangan
N IX = artikulasi jelas, bisa menelan dengan baik
NX = tidak ada kelainan
N XI = dapat mengangkat bahu kiri dan kanan ke atas
N XII = tidak ada deviasi lidah

11
Laboratorium (26/10/2017)
Urinalisis:
 Warna : kuning - Nitrit : (-)
 Kejernihan : jernih - Protein : +3
 Sedimen : sel epitel 0-1 - Keton : (-)
 Leukosit : -/lpb - Glukosa : (-)
 Eritrosit : 2-3/lpb - Urobilinogen: (-)
 Silinder : (-) - Bilirubin : (-)
 Kristal : (-) - pH :7
 Berat Jenis : 1,015

RESUME
Penderita masuk rumah sakit (RS) tanggal 26 Oktober 2017 pukul
11.00 dengan keluhan bengkak pada wajah. Bengkak dialami oleh
penderita sejak ± 3 minggu sebelum masuk RS. Bengkak awalnya
tampak pada kelopak mata, nampak lebih jelas pada pagi hari, lama
kelamaan bengkak bertambah di seluruh wajah.
Penderita pertama kali didiagnosis dengan sindroma nefrotik pada
akhir bulan Juli tahun 2017, saat itu penderita dirawat di RS L dengan
keluhan bengkak di seluruh tubuh dan diberikan obat prednison. Akan
tetapi karena tidak didapatkan perubahan pada kondisi klinis dan
laboratorium, penderita kemudian dirujuk ke RS K untuk mendapatkan
perawatan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk RS didapatkan berat badan 52
kg, tinggi badan 165 cm, status gizi baik. Penderita dalam keadaan
kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88 kali/menit (kuat
angkat, isi cukup), pernafasan 20 kali/menit, suhu 36,5˚C aksila. Pada
pemeriksaan kepala terdapat edema pada palpebra dan wajah, tampak
moon face. Pada pemeriksaan dada tidak ada retraksi, suara
pernafasan normal. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan
asites, hepar dan lien tidak teraba membesar. Pada pemeriksaan

12
genitalia tidak didapatkan kelainan, sedangkan pada ekstremitas
bawah tidak didapatkan edema.
Pada pemeriksaan laboratorium darah saat masuk RS didapatkan
hemoglobin 14,1 g/dL, hematokrit 41,5 %, leukosit 12.600/mm3,
trombosit 365.000/mm3, SGOT 16 U/L, SGPT 18 U/L, ureum 20
mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL (LFG 144,3 ml/menit/1,73m2LPB), asam
urat 4,45 mg/dL, albumin 2,85 g/dL, kolesterol total 212 mg/dL, HDL
49 mg/dL, LDL 120 mg/dL, trigliserida 100 mg/dL, elektrolit serum
natrium 136 mEq/L, kalium 3,95 mEq/L, klorida 94,4 mEq/L, CRP
<6mg/L. Hapusan darah tepi: eritrosit normokrom normositik,
anisositosis negatif, eritrosit berinti negatif, malaria negatif. Leukosit
jumlah cukup, tidak tampak vakuolisasi dan granulasi toksik, hitung
jenis: 0/0/25/35/35/5. Trombosit jumlah normal, morfologi dalam batas
normal. Kesan hapusan darah dalam batas normal. Urinalisis warna
kuning muda, jernih, BJ urin 1,015, pH 7, leukosit - /LPB, eritrosit 2-
3/LPB, protein positif 3, nitrit negatif, glukosa negatif, keton negatif,
urobilinogen dan bilirubin negatif. Pada pemeriksaan feses,
didapatkan warna coklat, konsistensi lembek, lendir negatif, leukosit
negatif, eritrosit negatif, telur/larva cacing negatif.
Penderita didiagnosis awal dengan sindroma nefrotik resisten
steroid. Terapi yang diberikan saat penderita masuk rumah sakit
adalah 1 x 12 tablet alternating dose, kaptopril 3 x 12,5 mg, simvastatin
1 x 10 mg per oral, suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral
penderita direncanakan untuk persiapan terapi dengan CPA siklus II.

IV. DIAGNOSIS KERJA


Sindroma Nefrotik Resisten Steroid (N00-N08)

V. PERMASALAHAN
1. Permasalahan diagnosis

13
Untuk menentukan tipe kelainan histopatologi sindroma nefrotik
pada penderita ini masih belum bisa dilakukan karena harus
dengan biopsi ginjal. Penegakan diagnosis histopatologi penting
dilakukan karena masing-masing tipe mempunyai prognosis yang
berbeda. USG abdomen juga belum dilakukan pada penderita ini.
2. Permasalahan tatalaksana
Dapat terjadi efek samping akibat pemberian sitostatika dan
kortikosteroid yang lama.
3. Permasalahan pemantauan
Perbaikan klinis belum dicapai pada kasus ini. Pemantauan pada
kasus sindroma nefrotik resisten steroid tidak hanya pada
komplikasi yang mungkin timbul tetapi juga perlu diperhatikan efek
samping kortikosteroid dan sitostatika.

VI. RENCANA PENGELOLAAN


1. Rencana kerja diagnosis
Pemeriksaan biopsi ginjal dan USG abdomen
2. Rencana kerja untuk penatalaksanaan
Terapi medikamentosa:
 Siklofosfamid 770 mg intravena
 Prednison 40 mg/m2LPB/hari (alternating dose) = 60 mg per oral
(1 x 12 tablet)
 Kaptopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3mg/kgBB/kali) per oral
 Simvastatin 1 x 10 mg per oral
 Suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral

14
3. Asuhan nutrisi pediatrik :
a. Penilaian status gizi
Berat badan aktual : 52 kg berat badan koreksi : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
Status gizi : BB/TB : 52/52x 100% = 100%
 Gizi baik (CDC tahun 2000)
Luas permukaan tubuh : 1,54 /m2
b. Penentuan kebutuhan berdasar Recommended Daily
Allowances (RDA)
Berat badan ideal = 52 kg
Kebutuhan kalori = 45 kkal/kgBB/hari = 2.340 kkal/hari
Kebutuhan protein = 0,8 g/kgBB/hari = 42 g/hari
Kebutuhan cairan = Insensible Water Loss + jumlah urin 24jam
= 1.040 ml + 1.200 ml = 2.220 ml/hari
c. Penentuan cara pemberian
Nutrisi dapat diberikan secara oral.
d. Penentuan jenis makanan, diberikan dalam bentuk :
- Susu Nefrisol® (@ 200ml, 250 kkal, protein 5 g) 2x1 gelas
- Makanan padat (@550 kkal, protein 10 g) 3x1 porsi
- Snack (@50 kkal) 3x1 porsi
- Garam 0,8g/hari
- Air putih 1.800 mL

15
Variasi menu:
PAGI SIANG MALAM
¾ gelas nasi ¾ gelas nasi ¾ gelas nasi
1 potong ikan bakar 1 potong sedang 1 potong daging
Orak arik wortel daging sapi ayam
Sayur labu 1 potong sedang 1 potong sedang
Pisang tahu tempe
Sayur kacang Sup sayur
panjang Pisang
Pepaya

Pk 10.00 WITA Pk 21.00 WITA


Susu 1 gelas Susu 1 gelas

e. Pemantauan dan evaluasi


Pemantauan secara berkala terhadap toleransi makanan, berat
badan, mual/muntah dan diare.

4. Rencana kerja untuk pemantauan


 Pemantauan tanda vital, berat badan, lingkar perut, balans
cairan dan diuresis
 Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT,
SGPT, profil lipid, protein total, albumin dan urinalisa.
 Kultur urin
 Pemantauan efek samping steroid dan sitostatika serta obat lain
yang dberikan kepada penderita
 Pemantauan nutrisi
 Pengawasan kebersihan bagi orang tua, pengasuh, tenaga
medis
 Edukasi orangtua

16
5. Rencana kerja untuk konseling
 Perjalanan penyakit, terapi, prognosis, dan tindak lanjut di
rumah

Asuhan keperawatan :
1. Pemantauan tanda vital
2. Perawatan kebersihan umum penderita
3. Pengawasan kebersihan bagi orangtua, perawat, dan tenaga medis
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Pengukuran lingkar perut tiap hari
6. Input dan output monitoring
7. Dukungan mental dan emosional

17
VII. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS

27 Oktober 2017 (Pengamatan hari ke-1, perawatan hari ke-2)


S demam (-), bengkak (+) wajah, intake oral baik
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : kompos mentis
TD : 100/70 mmHg Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 20 x/menit Suhu badan : 36,7° C (aksila)
BB : 52Kg LPB : 1,54/m2
Balans cairan : - 58 mL Diuresis : 1,9 ml/kg/jam
Mata : edema palpebra (+), edema wajah (+), konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Dada : retraksi dinding dada (-)
Paru - jantung : dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Lingkar perut 72 cm, asites (-)
Genitalia : laki-laki, normal, edema (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (+), CRT <2 detik

A Sindroma Nefrotik Resisten Steroid (N00-N08)

P Medikamentosa :
- Prednison tablet 5 mg 1 x 12 tablet (AD)
- Kaptopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3mg/kgBB/kali) per oral
- Simvastatin 1 x 10 mg per oral
- Suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral

Pro : CPA siklus II


Hiperhidrasi IVFD NaCl 0,45% in D5% + 20 mEq Natrium Bikarbonat =
160 ml/jam (selama 12 jam)
IVFD Mesna 154 mg dalam NaCl 0,9% 100 ml
IVFD siklofosfamide 770 mg + Mesna 308 mg dalam NaCl 0,9% 500 ml
Hiperhidrasi IVFD NaCl 0,45% in D5% + 20 mEq Natrium Bikarbonat =
160 ml/jam (selama 12 jam)

Pemantauan :
Balans cairan dan hitung diuresis
Timbang berat badan dan lingkar perut

Asuhan gizi :
Asuhan nutrisi pediatrik :

18
a. Penilaian status gizi
Berat badan aktual : 52 kg  berat badan koreksi : 52 kg

Tinggi badan : 165 cm


Status gizi : BB/TB : 52/52 x 100% = 100%
 Gizi baik (CDC tahun 2000)
Luas permukaan tubuh : 1,54 /m2
b. Penentuan kebutuhan berdasar Recommended Daily
Allowances (RDA)
Berat badan ideal = 52 kg
Kebutuhan kalori = 45 kkal/kgBB/hari = 2.340 kkal/hari
Kebutuhan protein = 0,8 g/kgBB/hari = 42 g/hari
Kebutuhan cairan = Insensible Water Loss + jumlah urin
24 jam
= 1.040 ml + 2.300 ml = 3.340 ml/hari
c. Penentuan cara pemberian
Nutrisi dapat diberikan secara oral.
d. Penentuan jenis makanan, diberikan dalam bentuk :
- Susu Nefrisol® (@ 200ml, 250 kkal, protein 5 g) 2x1 gelas
- Makanan padat (@ 550 kkal, protein10 g) 3x1 porsi
- Snack (@ 50 kkal) 3x1 porsi
- Garam 0,8 g/hari
- Air putih 2.900 mL

Variasi menu :
PAGI SIANG MALAM
¾ gelas nasi ¾ gelas nasi ¾ gelas nasi
1 potong ikan bakar 1 potong sedang 1 potong daging
Orak arik wortel daging sapi ayam
Sayur labu 1 potong sedang 1 potong sedang
Pisang tahu tempe
Sayur kacang Sup sayur
panjang Pisang
Pepaya

Pk 10.00 WITA Pk 21.00 WITA


Susu 1 gelas Susu 1 gelas

Asuhan keperawatan :
1. Pemantauan tanda vital
2. Perawatan kebersihan umum penderita

19
3. Pengawasan kebersihan bagi orangtua/pengasuh, perawat, tenaga
medis
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Pengukuran lingkar perut tiap hari
6. Input dan outputmonitoring
7. Dukungan mental dan emosional

28 Oktober 2017 (Pengamatan hari ke-2, perawatan hari ke-3)


S demam (-), bengkak (+) wajah, intake oral baik
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : komposmentis
TD : 100/70 mmHg Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20 x/menit Suhu badan : 36,6°C (aksila)
BB : 52Kg LPB : 1,54/m2
Balans cairan :- 88 mL Diuresis : 1,85 ml/kg/jam
Mata : edema palpebra (+), edema wajah (+), konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Dada : retraksi dinding dada (-)
Paru - jantung : dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Lingkar perut 72 cm, asites (-)
Genitalia : laki-laki, normal, edema (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (+), CRT <2 detik

A Sindroma Nefrotik Resisten Steroid (N00-N08)

20
P Medikamentosa :
- Prednison tablet 5 mg 1 x 12 tablet (AD)
- Kaptopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3mg/kgBB/kali) per oral
- Simvastatin 1 x 10 mg per oral
- Suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral

Pemantauan :
Balans cairan dan hitung diuresis
Timbang berat badan dan lingkar perut

Asuhan gizi :
Asuhan nutrisi pediatrik :
a. Penilaian status gizi
Berat badan aktual : 52 kg
 berat badan koreksi : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
Status gizi : BB/TB : 52/52 x 100% = 100%
 Gizi baik (CDC tahun 2000)
Luas permukaan tubuh : 1,54 /m2
b. Penentuan kebutuhan berdasar Recommended Daily
Allowances (RDA)
Berat badan ideal = 52 kg
Kebutuhan kalori = 45 kkal/kgBB/hari = 2.340 kkal/hari
Kebutuhan protein = 0,8 g/kgBB/hari = 42 g/hari
Kebutuhan cairan = Insensible Water Loss + jumlah urin
24 jam
= 1.040 ml + 2.300 ml = 3.040 ml/hari
c. Penentuan cara pemberian
Nutrisi dapat diberikan secara oral.
d. Penentuan jenis makanan, diberikan dalam bentuk :
- Susu Nefrisol® (@ 200ml, 250 kkal, protein 5 g) 2x1
gelas
- Makanan padat (@ 550 kkal, protein10 g) 3x1 porsi
- Snack (@ 50 kkal) 3x1 porsi
- Garam 0,8 g/hari
- Air putih 2.900 mL
Variasi menu :

21
PAGI SIANG MALAM
¾ gelas nasi ¾ gelas nasi ¾ gelas nasi
1 potong ayam 1 potong sedang 1 potong ikan
bakar daging sapi goreng
Orak arik buncis 1 butir telur 1 potong sedang
Sayur kangkung Sayur kacang tempe
Apel panjang Sup sayur
Pepaya Pisang

Pk 10.00 WITA Pk 21.00 WITA


Susu 1 gelas Susu 1 gelas

Pemantauan :
Balans cairan dan hitung diuresis
Timbang berat badan dan lingkar perut

Asuhan keperawatan :
1. Pemantauan tanda vital
2. Perawatan kebersihan umum penderita
3. Pengawasan kebersihan bagi orangtua/pengasuh, perawat, tenaga
medis
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Pengukuran lingkar perut tiap hari
6. Input dan output monitoring
7. Dukungan mental dan emosional

29 Oktober 2017 (Pengamatan hari ke-3, perawatan hari ke-4)


S demam (-), bengkak (+) wajah, intake oral baik
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : kompos mentis
TD : 100/70 mmHg Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit Suhu badan : 36,7° C (aksila)
BB : 52 Kg LPB : 1,54/m2
Balanscairan : - 90 mL Diuresis : 1,69 ml/kg/jam
Mata : edema palpebra (+), edema wajah (+), konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterus -/-

22
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Dada : retraksi dinding dada (-)
Paru - jantung : dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Lingkar perut 72 cm, asites (-)
Genitalia : laki-laki, normal, edema (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (+), CRT <2 detik

A Sindroma Nefrotik Resisten Steroid (N00-N08)

P Medikamentosa :
- Prednison tablet 5 mg 1 x 12 tablet (AD)
- Kaptopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3mg/kgBB/kali) per oral
- Simvastatin 1 x 10 mg per oral
- Suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral

Pemantauan :
Balans cairan dan hitung diuresis
Timbang berat badan dan lingkar perut

Asuhan gizi :
Asuhan nutrisi pediatrik :
a. Penilaian status gizi
Berat badan aktual : 52 kg  berat badan koreksi : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
Status gizi : BB/TB : 52/52 x 100% = 100%
 Gizi baik (CDC tahun 2000)
Luas permukaan tubuh : 1,54 /m2
b. Penentuan kebutuhanberdasar Recommended Daily
Allowances (RDA)
Berat badan ideal = 52 kg
Kebutuhan kalori = 45 kkal/kgBB/hari= 2.340 kkal/hari
Kebutuhan protein = 0,8 g/kgBB/hari= 42 g/hari
Kebutuhan cairan = Insensible Water Loss + jumlah urin
24 jam
= 1.040 ml + 2.109 ml = 3.149 ml/hari
c. Penentuan cara pemberian
Nutrisi dapat diberikan secara oral.
d. Penentuan jenis makanan, diberikan dalam bentuk :
- Susu Nefrisol® (@ 200ml, 250 kkal, protein 5 g) 2x1
gelas

23
- Makanan padat (@ 550 kkal, protein10 g) 3x1 porsi
- Snack (@ 50 kkal) 3x1 porsi
- Garam 0,8 g/hari
- Air putih 2.700 mL
Variasi menu :
PAGI SIANG MALAM
¾ gelas nasi ¾ gelas nasi ¾ gelas nasi
1 potong ayam 1 potong sedang 1 potong daging
goreng ikan bakar sapi
Orak arik telur dan 1 potong sedang 1 potong sedang
wortel tahu tempe
Sayur buncis sayur kangkung Sup sayur
Jeruk Pisang Pepaya

Pk 10.00 WITA Pk 21.00 WITA


Susu 1 gelas Susu 1 gelas

Asuhan keperawatan :
1. Pemantauan tanda vital
2. Perawatan kebersihan umum penderita
3. Pengawasan kebersihan bagi orangtua/pengasuh, perawat, tenaga
medis
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Pengukuran lingkar perut tiap hari
6. Input dan output monitoring
7. Dukungan mental dan emosional

30 Oktober 2017 (Pengamatan hari ke-4, perawatan hari ke-5)


S demam (-), bengkak (+) wajah berkurang, intake oral baik
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : komposmentis
TD : 100/70 mmHg Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20 x/menit Suhu badan : 36,5° C (aksila)
BB : 52 Kg LPB : 1,54/m2
Balans cairan : - 90 mL Diuresis : 1,87 ml/kg/jam
Mata : edema palpebra (+), edema wajah (+),
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)

24
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Dada : retraksi dinding dada (-)
Paru - jantung : dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Lingkar perut 72 cm, asites (-)
Genitalia : laki-laki, normal, edema (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (+), CRT <2 detik

Laboratorium
Hb : 15,6 g/dL SGOT/SGPT : 16/18 U/L
Ht : 45,6 % Ureum/Kreatinin : 23/0,5 mg/dl
Leukosit : 16.100/mm3 LFG : 181,5mL/
menit/1,73 m²
Trombosit : 328.000/mm3 Albumin : 4,23 g/dL
Natrium : 136 mEq/L Kolesterol : 212 mg/dL
Kalium : 3,37 mEq/L HDL : 53 mg/dL
Chlorida : 94,4 mEq/L LDL : 119 mg/dL
Calsium : 9,18 mg/dL Trigliserida : 200 mg/dL

A Sindroma Nefrotik Resisten Steroid (N00-N08)

P Medikamentosa :
- Prednison tablet 5 mg 1 x 12 tablet (AD)
- Kaptopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3mg/kgBB/kali) per oral
- Simvastatin 1 x 10 mg per oral
- Suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral

Pemantauan :
Balans cairan dan hitung diuresis
Timbang berat badan dan lingkar perut

Asuhan gizi :
Asuhan nutrisi pediatrik :
a. Penilaian status gizi
Berat badan aktual : 52 kg  berat badan koreksi : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
Status gizi : BB/TB : 52/52 x 100% = 100%
 Gizi baik (CDC tahun 2000)
Luas permukaan tubuh : 1,54 /m2
b. Penentuan kebutuhan berdasar Recommended Daily
Allowances (RDA)
Berat badan ideal = 52 kg

25
Kebutuhan kalori = 45 kkal/kgBB/hari= 2.340 kkal/hari
Kebutuhan protein = 0,8 g/kgBB/hari= 42 g/hari
Kebutuhan cairan = Insensible Water Loss + jumlah urin
24 jam
= 1.040 ml + 2.300 ml = 3.040 ml/hari
c. Penentuan cara pemberian
Nutrisi dapat diberikan secara oral.
d. Penentuan jenis makanan, diberikan dalam bentuk :
- Susu Nefrisol® (@ 200ml, 250 kkal, protein 5 g) 2x1
gelas
- Makanan padat (@ 550 kkal, protein10 g) 3x1 porsi
- Snack (@ 50 kkal) 3x1 porsi
- Garam 0,8 g/hari
- Air putih 2.900 mL
Variasi menu :
PAGI SIANG MALAM
¾ gelas nasi ¾ gelas nasi ¾ gelas nasi
1 potong ayam 1 potong sedang 1 potong ikan
bakar daging sapi goreng
Orak arik buncis 1 butir telur 1 potong sedang
Sayur kangkung Sayur buncis tempe
Apel Pepaya Sup sayur
Pisang

Pk 10.00 WITA Pk 21.00 WITA


Susu 1 gelas Susu 1 gelas

Asuhan keperawatan :
1. Pemantauan tanda vital
2. Perawatan kebersihan umum penderita
3. Pengawasan kebersihan bagi orangtua/pengasuh, perawat, tenaga
medis
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Pengukuran lingkar perut tiap hari
6. Input dan output monitoring
7. Dukungan mental dan emosional

26
31 Oktober 2017 (Pengamatan hari ke-5, perawatan hari ke-6)
S demam (-), bengkak (+) wajah berkurang, intake oral baik
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : komposmentis
TD : 100/70 mmHg Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 20 x/menit Suhu badan : 36,5° C (aksila)
BB : 52 Kg LPB : 1,54/m2
Balanscairan : - 80 mL Diuresis : 1,68 ml/kg/jam
Mata : edema palpebra (+), edema wajah (+),
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Dada : retraksi dinding dada (-)
Paru - jantung : dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Lingkar perut 72 cm, asites (-)
Genitalia : laki-laki, normal, edema (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (+), CRT <2 detik

A Sindroma Nefrotik Resisten Steroid (N00-N08)

P Medikamentosa :
- Prednison tablet 5 mg 1 x 12 tablet (AD)
- Kaptopril 3 x 12,5 mg (dosis 0,3mg/kgBB/kali) per oral
- Simvastatin 1 x 10 mg per oral
- Suplementasi kalsium 500 mg 3 x 1 tablet per oral

Pemantauan :
Balans cairan dan hitung diuresis
Timbang berat badan dan lingkar perut

Asuhan gizi :
Asuhan nutrisi pediatrik :
a. Penilaian status gizi
Berat badan aktual : 52 kg  berat badan koreksi : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
Status gizi : BB/TB : 52/52 x 100% = 100%
 Gizi baik (CDC tahun 2000)
Luas permukaan tubuh : 1,54 /m2
b. Penentuan kebutuhanberdasar Recommended Daily
Allowances (RDA)
Berat badan ideal = 52 kg
Kebutuhan kalori = 45 kkal/kgBB/hari= 2.340 kkal/hari

27
Kebutuhan protein = 0,8 g/kgBB/hari= 42 g/hari
Kebutuhan cairan = Insensible Water Loss + jumlah urin
24 jam
= 1.040 ml + 2.096 ml = 3.136 ml/hari
c. Penentuan cara pemberian
Nutrisi dapat diberikan secara oral.
d. Penentuan jenis makanan, diberikan dalam bentuk :
- Susu Nefrisol® (@ 200ml, 250 kkal, protein 5 g) 2x1
gelas
- Makanan padat (@ 550 kkal, protein10 g) 3x1 porsi
- Snack (@ 50 kkal) 3x1 porsi
- Garam 0,8 g/hari
- Air putih 2.700 mL
Variasi menu :
PAGI SIANG MALAM
¾ gelas nasi ¾ gelas nasi ¾ gelas nasi
1 potong daging 1 potong sedang 1 potong ikan
sapi daging sapi goreng
Orak arik buncis 1 butir telur 1 potong sedang
dan wortel Sayur kangkung tempe
Sayur selada Pepaya Sup sayur
Jeruk Pisang

Pk 10.00 WITA Pk 21.00 WITA


Susu 1 gelas Susu 1 gelas

Asuhan keperawatan :
1. Pemantauan tanda vital
2. Perawatan kebersihan umum penderita
3. Pengawasan kebersihan bagi orangtua/pengasuh, perawat, tenaga
medis
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Pengukuran lingkar perut tiap hari
6. Input dan output monitoring
7. Dukungan mental dan emosional

28
VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

29
30
26
DIAGRAM ANALISIS KASUS

LoE

31
27
ANALISIS KASUS
Sindroma nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal yang paling sering
ditemukan pada anak. Insidens SN pada anak di Amerika Serikat dan
Inggris adalah 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi
berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak.1 Di Belanda, insidens SN berkisar
1,52 kasus per 100.000 anak per tahun.2 Penelitian yang dilakukan
Kikunaga dkk3, didapatkan insidens anak dengan SN di Jepang sebanyak
6,49 kasus per 100.000 anak per tahun, dimana 3-4 kali lebih tinggi
dibandingkan negara Barat.3 Pada penelitian oleh Banh dkk4, yang
dilakukan di Eropa dan Asia pada tahun 2001-2010, mengenai data
epidemiologi anak dengan sindroma nefrotik, diketahui bahwa terdapat
peningkatan insidens sindroma nefrotik dari 1,99 per 100.000 anak
menjadi 4,71 per 100.000 anak usia 1-18 tahun.4 Negara berkembang
memiliki insidens SN yang lebih tinggi. Insiden SN di Indonesia sendiri
didapatkan 6 kasus per 100.000 per tahun pada anak berusia <14 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Lebih dari 90% kasus
sindroma nefrotik adalah idiopatik.5 Sebagian besar anak responsif
terhadap terapi dengan steroid, namun sekitar 20% anak akan mengalami
resistensi terhadap terapi steroid, dimana anak tersebut gagal mencapai
remisi komplit setelah terapi inisial dengan kortikosteroid.6
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik
(LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain-lain. Pada anak sebagian
besar (90%) merupakan SN idiopatik, yang mana memiliki gambaran
patologi anatomi sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM). Kasus
SNKM sering terdapat pada ras Asia, Hispanik, Arab, dan Kaukasian. 1,4
Pada praktek klinis, sindrom nefrotik diklasifikasikan berdasarkan respon
inisial pasien terhadap terapi kortikosteroid. Sebagian besar sensitif
terhadap pemberian steroid dan mengalami remisi (sindrom nefrotik
sensitif steroid). Akan tetapi, sekitar 10-20 %penderita tidak berespon

28
terhadap terapi dengan kortikosteroid sehingga digolongkan sebagai
sindrom nefrotik resisten steroid.1,7
Proteinuria masif pada SN sebagai akibat dari peningkatan
permeabilitas dari dinding membran glomerulus. Hal ini menyebabkan
penurunan kadar serum protein dalam darah, sehingga terjadi
perbandingan terbalik antara albumin serum dan globulin serum (1:2).
Selain itu hipoalbuminemia terjadi karena proses katabolisme protein yang
meningkat dalam tubuh dan adanya kebocoran pada ginjal.
Hipoalbuminemia akan menyebabkan hati mencoba meningkatkan
sintesis dari albumin, namun hal ini tidak berlangsung secara optimal.
Hipoalbuminemia ini menyebabkan terjadinya edema dan hiperlipidemia
sebagai kompensasi untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma.
Selain protein, kimia darah lain yang ikut terbuang akibat peningkatan
permeabilitas membran adalah immunoglobulin (Ig), hormon, mineral,
elektrolit serum (Na,K,Cl,Mg) dan faktor-faktor pembekuan dalam darah.
Hal ini akan mempermudah terjadinya trombus dalam pembuluh darah,
selain itu hiperlipidemia juga dapat mencetuskan terjadinya agregasi
trombosit yang mengakibatkan mudahnya terbentuk trombus dalam
pembuluh darah.5,7
Ada 2 mekanisme patofisiologi pada SN (teori klasik) yaitu, teori
underfill dan overfill. Teori underfill mengatakan akibat keluarnya albumin
melalui urin, maka volume plasma dalam vaskuler akan menurun,
sehingga ginjal akan merespon dan melakukan kompensasi dengan
menyebabkan retensi air dan natrium. Akibatnya volume plasma akan
meningkat, namun tekanan onkotik menurun, karena yang
mempertahankan tekanan onkotik intravaskuler adalah albumin plasma.
Hal ini yang menyebabkan terjadinya edema. Teori overfill mengatakan
adanya gangguan terhadap pengaturan ANP (Atrial Natriuretic Peptide),
sehingga merangsang terjadinya retensi air dan natrium pada ginjal
akibatnya akan menyebabkan peningkatan volume plasma. Peningkatan
volume plasma secara langsung akan meningkatkan volume darah dan

29
secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah dan hal ini juga
diakibatkan dengan adanya retensi natrium.5,8
Berdasarkan patofisiologi tersebut, maka edema anasarka sering
merupakan keluhan utama yang terjadi pada penderita sindroma nefrotik.
Pada penderitadidapatkan keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak
akhir bulan Juli 2017. Bengkak tersebut awalnya terlihat pada kelopak
mata, terutama pada pagi hari, namun kemudian didapatkan juga keluhan
perut yang semakin membesar dan diikuti bengkak pada tungkai bawah.
Saat ini terdapat beberapa teori baru mengenai terjadinya sindroma
nefrotik ini, antara lain mengenai disregulasi imun, yang sebagian besar
melibatkan imunitas yang dimediasi sel (cell mediated immunity).
Abnormalitas sel T juga dilaporkan pada sindroma nefrotik dengan
kelainan minimal. Presentasi antigen terhadap sel T menginduksi respon
imun, dimana bisa pada tipe 1 (yang didominasi oleh interferon alfa,
interleukin (IL)-2) atau tipe 2 (IL4, IL 10, dan IL13). Terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa aktivasi innate immunity akibat aktivasi TLR (toll like
receptors) oleh produk mikroba, dapat secara langsung mempengaruhi
podosit.9
Diagnosis sindroma nefrotik berdasarkan adanya proteinuria masif
(>40mg/m2LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu >2mg atau dipstik ≥+2), hipoalbuminemia (albumin <2,5 g/dl),
edema dan dapat disertai dengan adanya hiperkolesterolemia (kolesterol
total >200 mg/dL). Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah darah
lengkap perifer, albumin serum, protein serum, ureum serum, kreatinin
serum. Sindroma nefrotik resisten steroid terjadi apabila setelah 4 minggu
terapi inisial menggunakan prednison dosis penuh (2 mg/kg/hari) tidak
terjadi remisi.5,8,10,11 Pada suatu studi di Mesir yang dilakukan oleh Seif
dkk8, terhadap anak usia 1,5-16 tahun dengan sindroma nefrotik resisten
steroid ditemukan bahwa 100% anak mengalami keluhan bengkak pada
ekstrimitas bawah dan 17% anak mengalami hematuria.8

30
Penderita didiagnosis dengan sindroma nefrotik berdasarkan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penderita datang
dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak bulan Juli 2017. Saat
ini penderita masih memiliki keluhan adanya bengkak pada wajah, pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema palpebral dan wajah. Pada
hasil laboratorium didapatkan adanya proteinuria masif, dengan hasil +3
pada urinalisis, hipoalbuminemia (albumin 2,85 g/dL), dan disertai dengan
hiperkolesterolemia (kolesterol total 212 mg/dL).
Anak dengan manifestasi klinis SN untuk pertama kali, sebaiknya
dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan
dan evaluasi pengaturan diit, penangulangan edema, memulai
pengobatan steroid, dan edukasi orang tua. Sebelum pengobatan steroid
dimulai, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: pemeriksaan fisik secara
umum, tanda-tanda edema, fokus-fokus infeksi dan tes Mantoux. Bila hasil
tes Mantoux positif maka diberikan profilaksis INH (isoniazid) selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan
obat anti tuberkulosis (OAT). 1,5-7
Penderita pertama kali didiagnosis sebagai sindroma nefrotik pada
akhir bulan Juli 2017. Sebelum memulai terapi, penderita telah menjalani
serangkaian pemeriksaan untuk mencari fokus infeksi, yang diketahui
melalui anamnesis pada orang tua penderita, diketahui bahwa penderita
diperiksa antara lain foto thorax dan tes Mantoux. Setelah diagnosis
sindroma nefrotik ditegakkan terapi dengan kortikosteroid (full dose) telah
diberikan selama 4 minggu, namun tidak memberikan remisi yang komplit.
Pada pemeriksaan awal saat penderita datang MRS, masih didapatkan
proteinuria masif yaitu protein +3 dari hasil urinalisis. Dengan demikian
diagnosis resisten steroid ditegakkan pada penderita ini.
Berdasarkan ISKDC (International Study of Kidney Diseases in
Children) pada saat anak tidak memberikan respon klinis setelah 4
minggu pengobatan dengan dosis penuh prednison, maka anak tersebut
terjadi resistensi steroid.12 Teori mengenai terjadinya resistensi steroid

31
telah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Gen merupakan salah
satu yang diduga mendasari terjadinya resistensi steroid ini. Mutasi yang
paling umum ditemukan adalah pada gen-gen yang mengkode nephrin,
podocin dan WT1, sehingga skrining pada gen ini disarankan untuk
mengarahkan manajemen klinis dan untuk memberikan anjuran secara
genetik.13 Beberapa penelitian terakhir juga menyarankan pemeriksaan
genetik untuk menghindari terapi steroid jangka panjang yang mungkin
tidak akan memberikan hasil yang memuaskan pada anak pembawa gen
tersebut.12
Padasaat terjadinya resistensi steroid, dapat dipertimbangkan
pemberian siklofosfamid (CPA).1,5,14-18 Florentina Cucer dkk15, melaporkan
bahwa penderita sindroma nefrotik resisten steroid yang diberikan
pengobatan CPA didapatkan angka remisi komplit sebesar 11,8% -
17,6%. Kejadian angka remisi komplit meningkat menjadi 25% bila
diberikan bersamaan dengan prednison oral secara alternating dose.15
Pada studi yang dilakukan oleh Roy dkk19 di Bangladesh, didapatkan
response rate sebesar 65,63% pada penderita yang diterapi dengan
siklofosfamid intravena bersamaan dengan kortikosteroid. 19 Efek samping
yang perlu dimonitor pada saat pemberian sitostatika adalah mual,
muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia,
dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena
itu, perlu pemantauan pemeriksaan darah yaitu kadar Hb, leukosit,
trombosit, setiap 1-2x seminggu. Bila leukosit <3.000/ul, Hb<8 g/dl,
trombosit <100.000/mm3, obat dihentikan sementara dan diteruskan
kembali bila leukosit >5.000/ul.1,5,9-12 Pada penderita ini diberikan terapi
dengan siklofosfamidpuls intravena dan prednison oral alternating dose
untuk terapi sindroma nefrotik resisten steroid.
Pemberian diuretika pada sindroma nefrotik dianjurkan terutama
bila terdapat edema anasarka, pilihan pertama adalah furosemid (loop
diuretika) yang dapat diberikan 1-3 mg/kg/hari. Bila dengan pemberian
diuretika tidak ada perbaikan, meskipun telah diberikan kombinasi

32
diuretika untuk mengatasi edema berat maka dapat dipertimbangkan
pemberian albumin. Indikasi pemberian albumin intravena 20-25% apabila
didapatkan kadar albumin serum ≤ 1 gram/dl, dan diberikan dengan dosis
1 gram/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb.10,11
Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor adalah obat anti hipertensi
yang mencegah terbentuk angiotensin 2 yang berfungsi sebagai
vasokonstriksi, sehingga meningkatkan resistensi vaskular. Sebuah
ulasan sistematis dari Cochrane DatabasedanThe Kidney Disease:
Improving Global Outcomes (KDIGO) menganjurkan pemberian ACE
inhibitor pada penderitasindroma nefrotik resisten steroid karena
menunjukkan perbaikan proteinuria sebanyak 56%, mempertahankan
kendali tekanan darah lebih baik dibanding anti hipertensi lain.11,13 Efek
lain dari ACE inhibitor adalah memiliki efek anti remodelling dari pembuluh
darah, seperti yang diketahui pada penderita sindroma nefrotik mengalami
hiperlipidemia, ini dapat menimbulkan aterosklerosis bila berlanjut. ACE
inhibitor juga memiliki efek renoprotektor melalui penurunan sintesis
transforming growth factor (TGF)-ß1 dan plasminogen activator inhibitor
(PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang berperan dalam proses
glomerulosklerosis.13 Berdasarkan 2 uji acak terkontrol terdahulu, KDIGO
merekomendasikan pemberian ACE inhibitor pada penderita dengan
SNRS.6
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi
karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus.
Bila diit rendah protein akan menyebabkan terjadinya malnutrisi energi
protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Maka dari
itu dianjurkan diit protein normal sesuai dengan angka kecukupan gizi
(AKG) yaitu 1,5-2 gram/kg/hari, diit rendah garam 1-2 gram/hari. Lemak
dapat diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30% dari jumlah total
keseluruhan, lebih dianjurkan memberikan karbohidrat kompleks daripada

33
gula sederhana.5,8 Restriksi intake cairan, hanya diperlukan bila terjadi
edema berat. Pada keadaan tersebut, intake cairan dibatasi sesuai
dengan insensible water loss ditambahkan jumlah urin sehari sebelumnya.
Pada penderita dengan sembab ringan tidak memerlukan diuretik. Dimulai
dengan furosemid 1-3 mg/kgBB/hari 2 kali sehari. Bila tidak berespons,
dapat dinaikkan hingga 4-6 mg/kgBB/hari bersama dengan spironolakton
(antagonis aldosteron) 2-3 mg/kgBB/hari, sebagai potassium-sparing
agent (diuretik hemat kalium). Bila dengan terapi tersebut masih gagal,
dapat ditambahkan thiazide (hidroklorothiazide). Namun dalam
pemberiannya perlu pemantauan terhadap terjadinya hipovolemia dan
pemantauan elektrolit serum.7,8
Sindroma nefrotik ditandai dengan gangguan metabolisme yang
menyebabkan peningkatan tingkat sirkulasi lipoprotein.
Hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia dalam hal ini mungkin
tergantung pada reduksi katabolisme lipoprotein yang kaya akan
trigliserida dan juga peningkatan sintesis hepatik lipoprotein yang
mengandung Apo B. Perubahan ini merupakan titik awal dari mekanisme
pertahanan diri, yang dapat mempercepat perkembangan gagal ginjal
kronis. Hiperlipidemia dapat mempengaruhi fungsi ginjal, meningkatkan
proteinuria dan mempengaruhi kecepatan glomerulosklerosis, sehingga
meningkatan risiko dialisis. Statin sudah dikenal untuk efektivitas mereka
pada pencegahan kardiovaskular primer. Pada penyakit atau gangguan
ginjal, terapi statin telah terbukti untuk mencegah penurunan klirens
kreatinin dan juga memperlambat penurunan fungsi ginjal, terutama dalam
kasus proteinuria. Oleh karena itu statin dapat memberikan perlindungan
jaringan melalui mekanisme lipid-independen, yang dapat dipicu oleh
mediator lain, seperti angiotensin receptor blocker. Jalur yang
memungkinkan untuk memberikan efek protektif statin, selain efek
hipokolesterolemik, adalah: keseimbangan selular apoptosis/proliferasi,
produksi sitokin inflamasi, dan regulasi transduksi sinyal. Statin juga

34
berperan dalam regulasi respon inflamasi dan kekebalan tubuh, proses
koagulasi, neovaskularisasi, tonus pembuluh darah, dan tekanan arteri. 20
Hiperlipidemia merupakan karakteristik yang penting pada
sindroma nefrotik. Hiperlipidemia sering ditemukan pada sindroma nefrotik
dengan kelainan minimal dengan 95% anak memiliki kadar kolesterol
serum lebih dari 200 mg/dL. Ini termasuk peningkatan level kolesterol
serum, trigliserida, LDL, dan VLDL. HDL didapatkan rendah, normal atau
meningkat.21,22
Peningkatan level plasma lipid menjadi faktor risiko untuk terjadinya
aterosklerosis dan berkembangnya kerusakan glomerular. Hiperlipidemia
dapat memengaruhi ginjal baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hiperlipidemia juga bertanggung jawab terhadap penyakit kardiovaskular
dan progresivitas kerusakan glomerular kearah gagal ginjal.16,17
Pada penderita ini juga terjadi hiperkolesterolemia, dimana
pemberian terapi dengan anti kolesterol sangat berguna dalam mereduksi
hydroxymethylglutaryl CoA. Kadar kolesterol dapat kembali normal apabila
penderita sudah mengalami remisi.23,24
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan kolesterol bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak, sedangkan pada SN resisten steroid,
pemberian obat untuk menurunkan kadar kolestrol dapat dipertimbangkan.
Pada penderita ini diberikan preparat statin. Hipokalsemia sering dijumpai
pada penderita SN, oleh karena itu pada penderita SN perlu diberikan
suplementasi kalsium.1,5,9
Anak dengan SNRS cenderung berkembang menjadi gangguan
ginjal tahap terminal/ ESRD (end stage renal disease) karena kerusakan
yang progresif pada barrier filtrasi glomerulus.12 Rheault MN dkk25,
melakukan penelitian pada anak dengan sindroma nefrotik pada 17 pusat
nefrologi anak di seluruh Amerika Utara dari tahun 2010-2012,
mendapatkan hasil bahwa gangguan ginjal akut muncul sekitar 58,6% dari

35
336 anak dan 50,9% dari 615 anak yang dirawat inap (27,3% di stadium
risk, 17,2 % di stadium injury, dan 6.3% di stadium failure).25
Trautmann dkk26, dalam peneitian yang dilakukan terhadap 1.354
anak dengan sindroma nefrotik resisten steroid, didapatkan 890 anak
berespon terhadap pemberian terapi imunosupresan dalam tahun pertama
pengobatan, sedangkan 464 anak didapatkan tidak berespon terhadap
pemberian terapi imunosupresan. Pada 5 tahun pertama pengamatan
didapatkan fungsi ginjal yang masih dapat dipertahankan sebesar 74%
(95% CI, 71%- 77%), 58% pada 10 tahun(95% CI, 53%- 61%) dan 48%
pada 15 tahun (95% CI, 43%- 53%). (Level of evidence 2B, rekomendasi
B).26
Hjorten dkk27, dalam penelitian mengenai luaran jangka panjang
anak dengan sindroma nefrotik, didapatkan sindroma nefrotik resisten
steroid mempunyai luaran paling buruk, dimana 34-46% dapat
berkembang menjadi End Stage Renal Disease (ESRD) dalam jangka
waktu 10 tahun setelah terdiagnosis. (level of evidence 2B, rekomendasi
B).27
Inaba dkk28, dalam penelitian yang dilakukan terhadap 69 anak
dengan sindoma nefrotik resisten steroid, didapatkan 9 penderita
berkembang menjadi ESRD. Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya
ESRD meliputi usia >11 tahun saat terdiagnosis sindroma nefrotik resisten
steroid (HR=36,3; 95%CI 2,2-604,6; p=0,012) dan hasil biopsi tipe FSGS
(HR 10,7; 95%CI 1,3-89,7; p=0.029). (Level of evidence 2B, rekomendasi
B).28
Roy dkk19, dalam penelitian yang dilakukan terhadap 32 penderita
usia 1-18 tahun dengan sindroma nefrotik resisten steroid yang diterapi
dengan siklofosfamid intravena dan kortikosteroid pada periode Januari
2011 hingga Juni 2014 didapatkan 65,63% penderita SNRS berespon
terhadap terapi, 12,5% berkembang mengalami penurunan fungsi ginjal
sampai tahap ESRD, dan15,63% meninggal dunia. (Level of evidence 2B,
rekomendasi B).19

36
Prognosis SN resisten steroid ditentukan berdasarkan dari usia,
saat onset, penyebab dan jenis kerusakan ginjal yang terjadi. Terdapat
peningkatan remisi menjadi 25 % pada SN resisten steroid yang diberikan
siklofosfamid bersama dengan prednison. Pada kasus ini, prognosis ad
vitamdan ad functionam adalah dubia ad bonam karena pada saat
perawtan keadaan umum penderita baik terhadappemberian CPA puls
dan prednisone selang sehari, selian itu pada penderita ini belum
didapatkan adanya gangguan fungsi ginjal ataupun komplikasi yang lain.
Prognosis ad sanationam penderita adalah dubia ad malam. Hal ini
dikarenakan faktor usia, resistensi terhadap steroid, perjalanan penyakit
penderita yang disertai manifestasi klinis hematuria serta onset timbulnya
sakit saat penderita berusia 17 tahun merupakan prediktor
berkembangnya penyakit menjadi ESRD. Faktor psikologis anak dengan
sindroma nefrotik perlu diperhatikan karena perawatan dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan dampak emosional baik terhadap
penderita maupun keluarga. Efek samping dari pemberian steroid jangka
panjang seperti gangguan pertumbuhan, hipertensi, osteoporosis, moon
face, dan obesitas dapat menimbulkan kekhawatiran dari keluarga.

37
38
DAFTAR PUSTAKA

1. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus


tatalaksana sindroma nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: UKK
Nefrologi IDAI, 2012; h: 1-20.
2. El BL, Rodrigues PR, Kuik DJ, Ket JC, van Wijk JA. Nephrotic
syndrome in The Netherlands: a population-based cohort study and
a review of the literature. Pediatr Nephrol.2011;26:1241–6.
3. Kikunaga K, Ishikura K, Terano C, Sato M, Komaki F, Hamasaki Y,
et al. High incidence of idiopathic nephrotic syndrome in East Asian
children: a nationwide survey in Japan (JP-SHINE) study. Clin Exp
Nephrol. 2016;16:1-7.
4. Bahn THM, Hussain-Shamsy N, Patel V, Vasilevska-Ristovska J,
Borges K, Sibbald C. Ethnic differences in incidence and outcomes
of childhood nephrotic syndrome. Clin J Am Soc Nephrol.
2016;11:1760-8.
5. Noer MS. Sindroma nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso
NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, dkk,
penyunting. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: BP IDAI, 2011; h.
72-88.
6. Lombel RM, Hodson EM, Gipson DS. Treatment of steroid-resistant
nephrotic syndrome in children: new guidelines from KDIGO.
Pediatr Nephrol. 2012. 1-6.
7. Becherucci F, Mazzinghi B, Provenzano A, Murer L, Giglio S,
Romagnani P. Lessons from genetics: is it time to revise the
therapeutic approach to children with steroid-resistant nephrotic
syndrome?. J Nephrol. 2016;1:1-8.
8. Seif EI, Ibrahim EAS, Elhefnawy NG, Salman MI. Histopathological
patterns od idiopathic steroid resistant nephrotic syndrome in
Egyptian children: a single center study. J Nephropathology.
2013;2:53-60.

39
9. Rahman MH, JEsmin T, Muinuddin G. An update of Management of
idiopathic nephrotic syndrome: a review article. Bangladesh J Child
Health. 2013;37:102-21
10. Trihono PP, Pardede SO, Alatas H, Sekarwana A, Rusdidjas, Noer
SM, dkk. Sindroma nefrotik. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B,
Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
penyunting. Pedoman pelayanan medis IDAI. Jakarta: BP IDAI,
2010; h. 274-6.
11. Dantas S, Vera HK, Maria DF,Yassuhiko O. Influence of nephrotic
state on the Infectious profile in childhood idiopathic Nephrotic
syndrome. Rev. Hosp. Clín. Fac. Med. S. Paulo.2004;59:273-8.
12. Renda R, Aydog O, Bulbul M, Cakici EK. Children with steroid-
resistant nephrotic syndrome: 1 single center study. Int J Pediatr.
2016;4:1233-42.
13. Saleem MA. New development insteroid-resistant nephrotic
syndrome. Pediatr Nephrol. 2012;1-9
14. Hidayati EL, Pardede SO, Trihono PP. Comparison of oral and
intravenous siklofosfamid in children with steroid resistant nephrotic
syndrome. Paediatrica Indonesiana.2011;vol 51(5):266-271.
15. Florentina C, Ingrith M, Robert M, Codruta IH. Treatment with
cyclophospamide for steroid resistant nephrotic syndrome in
children. Journal of Clinical Medicine. 2010;5(3):167-71.
16. Hodson EM, Willis NS, Craig JC. Interventions for idiopathic steroid
resistant nephrotic syndrome in children. Cochrane Database Syst
Rev. 2010;11: CD003594. doi: 10.1002/14651858.CD003594.pub4.
17. Rebecca M. Lombel & Elisabeth M. Hodson & Debbie S. Gipson.
Treatment of steroid-resistant nephrotic syndrome in children: new
guidelines from KDIGO. 2012. Pediatr Nephrol. DOI
10.1007/s00467-012-2304-8

40
18. Van Husen M, Kemper MJ. New therapies in steroid-sensitive and
steroid resistant idiopathic nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol.
2011;26:881-92
19. Roy RR, HAque SMS, Mamun AA, Muinuddin G, Rahman MH.
Steroid resistant nephrotic syndrome in children: clinical
presentation, renal histology, complications, treatment and outcome
at Bangabandhu Sheikh Mujib Medical University, Dhaka,
Bangladesh. IOSR J Pharm. 2014;4:1-7.
20. Buemi N, Nostro L, Crasci E, Barilla A, Consentini V, Aloisi C, et al.
Statins in Nephrotic Syndrome: A New Weapon Againts Tissue
Injury. Med Res Rev. 2006; 26(2): 269-70.
21. Mitch WE, Klahr S. Management of lipid abnormalities in patients
with renal disease. In: Mitch WE, Klahr S, editors. Handbook of
nutrition and the kidney. 4thed. Philadelphia:Lippincott,2003;p.126-
32.
22. Lawang SA, Rauf S, Lisal JS, Albar H, Daud D. Plasma lipids as
risk factors in relapsing nephrotic syndrome. Paediatr Indones.
2008;48:322-7.
23. Rasheed G, William E.S. Nephrotic Syndrome.
Curent.2008;12:205-17.
24. Rajendra Bhimma. Steroid Sensitive Nephrotic Syndrome in
Children.J Nephrol Therapeutics.2014;003:1-10.
25. Rheault RM, Zhang L, Selewski DT, Kallash M, et al. AKI in
Children Hospitalized with Nephrotic Syndrome. Clin J Am Soc
Nephrol. 2015;10:1-9.
26. Trautmann A, Schnaidt S, Bodria M, Ozaltin F, Emma F, Anarat Ali,
dkk. Long- Term Outcome of Steroid-Resistant Nephrotic
Syndrome in Children. J Am Soc Nephrol. 2017;28: 3055-65.
27. Hjorten R, Anwar Z, Reidy KJ. Long-term Outcomes of Childhood
Onset Nephrotic Syndrome. Front Pediatr. 2016;4:1-7.

41
28. Inaba A, Hamasaki Y, Ishikura K, Hamada R, Sakai T, Hataya H, et
al. Long-term outcome of idiopathic steroid-resistant nephrotic
syndrome in children. Pediatr Nephrol. 2016;31:425-32.

42
DAFTAR PUSTAKA PENELUSURAN KLINIS

19. Roy RR, HAque SMS, Mamun AA, Muinuddin G, Rahman MH.
Steroid resistant nephrotic syndrome in children: clinical
presentation, renal histology, complications, treatment and
outcome at Bangabandhu Sheikh Mujib Medical University, Dhaka,
Bangladesh. IOSR J Pharm. 2014;4:1-7.
26. Trautmann A, Schnaidt S, Bodria M, Ozaltin F, Emma F, Anarat
Ali, dkk. Long- Term Outcome of Steroid-Resistant Nephrotic
Syndrome in Children. J Am Soc Nephrol. 2017;28: 3055-65.
27. Hjorten R, Anwar Z, Reidy KJ. Long-term Outcomes of Childhood
Onset Nephrotic Syndrome. Front Pediatr. 2016;4:1-7.
28. Inaba A, Hamasaki Y, Ishikura K, Hamada R, Sakai T, Hataya H, et
al. Long-term outcome of idiopathic steroid-resistant nephrotic
syndrome in children. Pediatr Nephrol. 2016;31:425-32.

43
DAFTAR SINGKATAN

ACE Angiotensin Converting Enzyme


AD Alternating Dose
AKG Angka Kecukupuan Gizi
ANP Atrial Natriuretic Peptide
Apo B Apoprotein B
ASI Air Susu Ibu
BAB Buang Air Besar
BAK Buang Air Kecil
BB Berat Badan
BB/TB Berat badan per Tinggi Badan
BB/U Berat Badan per umur
BCG Bacillus Calmette Guerin
BJ Berat Jenis
BPJS Badan penyelenggara jaminan sejahtera
Ca Kalsium
CDC Centers for disease Control and Prevention
Cl klorida
Cm centimeter
CPA Cyclophosphamide
CRP C- Reactive Protein
CRT Capillary Refill Time
dkk dan kawan-kawan
DPT Difteri Pertusis Tetanus
ESRD End Stage Renal Disease
FSGS Focal Segmental Glomeulosclerosis
g Gram
g/dL gram per desiliter
Hb Hemoglobin
Ht Hematokrit
HDL High Density Lipoprotein
HR Hazard Ratio
Ig Imunoglobulin
IgA Imunoglobulin A
IL Interleukin
INH Isoniazid
IRT Ibu Rumah Tangga
ISKDC International Study of Kidney Disease in Children
IVFD Intravenous Fluid Drips
JVP Jugular Venouse Pressure
K Kalium
KDIGO The Kidney Disease: Improving Global Outcomes
Kg Kilo Gram
KGB Kelenjar Getah Bening
KgBB Kilo Gram Berat Badan

44
Kkal Kilo Kalori
LDL Low Density Lipoprotein
LES Lupus Eritematosus Sistemik
LPB Lapang Pandang Besar
LFG Laju Filtrasi Glomerulus
MCG Minimal Change Glomerulopathy
MEP Malnutrisi Energi Protein
mEq/L Mili Equivalen per Liter
Mg MiliGram
MG Magnesium
Mg/dL MiliGram per desi Liter
mL miliLiter
Mm Millimeter
mmHg millimeter air Raksa
mm3 millimeter kubik
MRS masuk Rumah Sakit
Na Natrium
NaCL Natrium Clorida
OAT Obat anti Tuberkulosis
PAI Plasminogen Activator Inhibitor
PASI Pendamping Air Susu Ibu
PLN Perusahaan Listrik Negara
RDA Recommended Daily Allowances
RIFLE Risk, Injury, Failure, Loss, End Stage
RS Rumah Sakit
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
RSUP Rumah Sakit Umum Pusat
SD Standar Deviasi
SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SMA Sekolah Menengah Atas
SMP Sekolah Menengah Pertama
SN Sindroma Nefrotik
SNKM Sindroma Nefrotik Kelainan Minimal
SNRS Sindroma Nefrotik Resisten Steroid
Tab Tablet
TB Tinggi Badan
TB/U Tinggi Badan per umur
TD Tekanan darah
TGF Transforming Growth Factor
TLR Toll Like Receptors
TT Tetanus Toksoid
USG Ultrasonografi
U/L Unit per Liter
VLDL Very Low Density Lipoprotein
WC Water Closet

45
LAMPIRAN
Foto Penderita

46
STATUS GIZI PENDERITA
Status Antropometri : Anak ♂, umur 17 tahun 7 bulan, TB: 165 cm
BB aktual: 52 Kg, BB koreksi: 52 kg

WB

BB/U = 52/65 x 100 %


= 80%
TB/U = 165/175 x 100 %
= 94 %
BB/TB = 52/52 x 100 %
= 100 %
Status Gizi = Baik

47
KURVA LINGKAR KEPALA PENDERITA
Lingkar Kepala 54 cm = Normocephal

48
STATUS GIZI PENDERITA
Status Antropometri : Anak ♂, umur 13 tahun, TB: 155 cm
BB aktual: 51 Kg, BB koreksi: 40,8 kg

MDE

BB/U = 40,8/45 x 100 %


= 91%
TB/U = 155/156 x 100 %
= 99 %
BB/TB = 40,8/45 x 100 %
= 91%
Status Gizi = Baik

49
KURVA LINGKAR KEPALA PENDERITA
Lingkar Kepala 52 cm = Normocephal

H
d
g
f
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g 50
g
g
g
HASIL ULTRASONOGRAFI ABDOMEN

51

Vous aimerez peut-être aussi