Vous êtes sur la page 1sur 18

Atrial Septal Defect (ASD)

1. KONSEP PENYAKIT
1.1 Definisi
Defek Septum Atrium (Atrial Septal Defect, ASD) merupakan penyakit
jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum inter atrial (sekat antara
serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum inter atrial semasa
janin (Aspiani, 2014).
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan anatomi jantung yang sudah
terdapat sejak dalam kandungan. Kelainan jantung ini tidak selalu memberi
gejala segera setelah lahir, bahkan sampai dewasa gejala tidak tampak
(Markum, 1991 dalam Susilaningrum, Nursalam, dan Utami, 2013).
ASD adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung
bagian atas (atrium kanan dan atrium kiri). Kelainan jantung ini mirip dengan
VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan.
Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD
(Aspiani, 2014).
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan (PJB)
merupakan sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah
besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks
terutama ditemukan pada bayi dan anak (Muttaqin, 2009).
PJB Asianotik
penyakit jantung bawaan yang tidak disertai dengan warna kebiruan pada
mukosa tubuh. Jenis yang termasuk PJB asianotik, sebagai berikut :
a) Ventrikulasr Septal Defect (VSD), yakni adanya defect atau celah antara
ventrikel kiri dan ventrikel kanan.
b) Atrial Septal Defect (ASD), yakni adanya defect atau celah antara atrium kiri
dan atrium kanan.
c) Patent Ductus Arteriosus (PDA), ), yakni adanya defect atau celah pada duktus
arteriosus yang seharusnya telah menutup pada usia tiga hari setelah lahir.
d) Aortic Stenosis (AS), adanya penyempitan pada katup aorta yang dapat
diakibatkan penebalan katup.
e) Stenosis Pulmonal (SP), adanye penyempitan pada katup pulmonal.
Terdapat celah menyebabkan adanya pirau (kebocoran) darah dari jantung
sebelah kiri ke kanan, karena jantung sebelah kiri mempunyai tekanan yang
lebih besar. Besarnya pirau tergantung besarnya celah.
PJB Sianotik
Penyakit jantung bawaan yang disertai warna kebiru-biruan pada mukosa
tubuh. Beberapa macam PJB sianotik, sebagai berikut :
a) Tetralogi of Fallot (TOF), yakni kelainan janutng yang timbul sejak bayi
dengan gejala sianosis karena terdapat kelaianan yakni, VSD, stenosis
pulmonal, hypertrofi ventrikel kanan, dan overiding aorta.
b) Transposisi arteri besar (TAB) atau Transposition of the great arteries (TGA),
yakni kelainan yang terjadi karena pemindahan letak aorta dan arteri
pulmonalis, sehingga aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis dari ventrikel kiri.
PJB sianotik pada anak dapat mengakibatkan kegawatan pada anak apabila
tidak ditangani secara benar, yakni gagal jantung dan serangan sianosis
(sianotic spell) (Susilaningrum, Nursalam, dan Utami, 2013).
1.2 Anatomi Fisiologi Atrium
ATRIUM KANAN
Atrium kanan berdinding tipis yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
darah dan sebagai penyalur darah dari vena sirkulasi sistemik ke dalam
ventrikel kanan kemudian ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh
vena ini masuk dalam atrium kanan melalui vena kava superior , inferior,
dan sinus koronarius. Dalam muara vena kava, tidak ada katup sejati, oleh
sebab itu vena kava dan atrium dipisahkan oleh lipatan katup atau pita otot.
ATRIUM KIRI
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru melalui empat vena
pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak ada katup sejati. Oleh
sebab itu, perubahan tekanan dalam atrium kiri mudah sekali membalik (retrograde)
mundur ke dalam pembuluh paru. Peningkatan tekanan atrium kiri yang akut akan
menyebabkan bendungan paru. Atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan
rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup
mitral.
Fungsi atrium sebagai pemompa, dalam keadaan normal darah mengalirdari vena
besar kedalam atrium. Sekitar 70% aliran ini langsung mengalir dari atrium ke
ventrikel walaupun atrium belum berkontraksi. Kontraksi atrium mengadakan
pengisian tambahan 30% karena atrium berfungsi hanya seagai pompa primer
yang meningkatkan efektivitas ventrikel. Jantung terus dapat bekerja dengan
sangat memuaskan dalam keadaan normal (Aspiani, 2014).
1.3 Etiologi
Penyebab pasti defek septum atrium atau PJB asianotik maupun sianotik
belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang diduga memiliki
pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD, yakni :
a. Faktor Prenatal
a) Ibu menderita infeksi rubela
b) Ibu alkoholisme
c) Usia ibu lebih dari 40 tahun
d) Ibu menderita IDDM
e) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b. Faktor genetik
a) anak yang lahir sebelumya menderita PJB
b) ayah atau ibu menderita PJB
c) Kelainan kromosom misalnya Down Sindrom
d) Lahir dengan kelainan bawaan lain (Aspiani, 2014).
1.4 Patofisiologi
Faktor prenatal dan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya ASD,
hal ini dikarenakan ketidaksempurnaan dari foramen ovale. Atrium kiri
lebih besar dari atrium kanan sehingga darah dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan, yang menyebabkan overload di atrium kanan dan ventrikel
kanan, pada kondisi ini akan menyebabkan jantung tidak cukup mensuplai
darah ke otot skeletal yang menimbulkan kelelahan, selain itu akan terjadi
peningkatan kapilari pulmo lebih besar dari tekanan onkotik plasma
sehingga cairan berpindah ke jaringan interstisiil paru.
Overload di atrium kanan dan ventrikel kanan akan menyebabkan
kelainan arteri koronari sehingga terjadi gangguan perfusi koroner yang
berakhir pada iskemia jaringan, dengan keadaan overload maka ventrikel
kanan harus mendorong lebih banyak darah dari ventrikel kiri karena
adanya left to right shunt, sehingga akan terjadi overload pada jantung
kanan yang bersifat konstan, yang akan menyebabkan overload di semua
vaskularisasi pulmo, menyebabkan edema paru sehingga terjadi hipertensi
pulmonal.
1.5 Manifestasi Klinis

Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala


(asimptomatik) pada masa kecil, kecuali pada ASD besar yang dapat
menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada
sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4
dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).

Gejala yang muncul pada masa bayi dan anak-anak, yakni :

a) Infeksi saluran napas bagian bawah berulang yang ditandai dengan batuk
dan panas hilang timbul (tanpa pilek)
b) Sesak napas
c) Kesulitan menyusu
d) gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat kelelahan saat aktivitas fisik
pada anak yang lebih besar.
e) Dispnea
f) Palpitasi, dan
g) Aritmia
Pada kelainan yang bersifat ringan hingga sedang, mungkin sama sekali
tidak ditemukan gejala atau gejala baru muncul pada usia pertengahan
(Aspiani, 2014).
1.6 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi lubang, defek septum atrium diklasikfikasikan dalam
tiga tipe, yakni :
a) Ostium primum
lubang terletak di bagian tengah septum dan dapat disertai kelainan katup
mitral.
b) Ostium sekundum
lubang terletak ditengah
c) Defek sinus venosus
lubang terletak diantara vena kava superior dan atrium kanan (Aspiani,
2014).
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
a) Foto thorax
Pada penderita ASD dengan pirau bermakna, foto thorax antero posterior
(AP) menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan kornus
pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan
vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
b) Elektrokardiografi
Menunjukkan pola sekatan cabang berkas kanan (right bundle branch block,
RBBB) pada 95% yang menunjukkan beban volume ventrikel kanan.
Deviasi sumbu QRS ke kanan pada ASD defek sekundum
membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu
kiri. Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek
sekundum.
c) Ekokardiografi
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi apada ASD adalah
mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain
mengidentifikasi secara tepat defek di antara kedua atrium,
memvisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis, menyingkirkan lesi
tambahan lainnya, dan menilai ukuran ruang jantung (dilatasi).
d) Kateterisasi Jantung
Kateterisasi hanya dilakukan apabila terdapat keraguan akan adanya
penyakit penyerta atau hipertensi pulmonal (Aspiani, 2014).
1.8 Penatalaksanaan
a) Terapi medis
(-) Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-10
tahun. Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila
terjadi sindrom Eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis buruk.
Seluruh penderita ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek
tersebut karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, jika tidak
ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa.
(-) Amplazer septal ocluder (ASO).
(-) sadap jantung bila diperlukan.
(b) Terapi intervensi non bedah
ASO adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum
secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat
pembuluh darah lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri atas 2 buah
cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari
anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan
ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang poliester yang dapat
merangsang trombosis sehingga lubang atau hubungan antara atrium kiri
dan kanan akan tertutup sempurna (Aspiani, 2014).

1.9 Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Penyakit pembuluh darah paru
c. Endokarditis
d. Aritmia (Aspiani, 2014).
2. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
(1) Identitas (data biografi)
ASD sering ditemukan pada anak-anak, gejalanya baru muncul pada usia
pertengahan. ASD juga dapat diturunkan secara genetik dari oarang tua
yang menderita jantung bawaan atau karena kelainan kromosom.
(2) Keluhan utama
pasien dengan ASD biasanya sering mengalami infeksi saluran pernapasan,
kesulitan bernapas.
(3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan ASD, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda infeksi
saluran pernapasan, dispnea, sesak napas ketika melakukan aktivitas,
jantung berdebar-debar.
(4) Riwayat penyakit terdahulu
mengkaji riwayat persalinan apakah pasien lahir prematur atau ibu
menderita infeksi dari rubela, konsumsi jamu atau obat-obatan.
(5) Riwayat penyakit keluarga
mengkaji riwayat kesehatan keluarga, apakah ada anggota keluarga yang
menderita ASD atau kelainan jantung atau kelainan kromosom.
(6) Riwayat psikososial
bagaimana perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaimana perilaku anak
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, perkembangan anak,
koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluaraga terhadap
penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.

(7) Pengkajian fisik (review of system, ROS)


B1 (pernapasan)
napas cepat dan dangkal, sesak napas, sering mengalami infeksi saluran
napas, sesak napas ketika melakukan aktivitas, sianosis, bunyi napas ronchi
kasar dan kering, mengi.
B2 (kardiovaskular)
takikardia, jantung berdebar, denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
dengan bunyi jantung abnormal. Bunyi jantung abnormal, dapat terdengar
murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis,
juga dapat terdengar akibat peningkatan aliran darah yang mengalir melalui
katup trikuspidalis pada pirau yang besar. Pembesaran jantung terkadang
mengubah konfigurasi dada. Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat
yang dapat dilihat, jari tabuh.
B3 (persarafan)
otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
B4 (perkemihan)
produksi urine dalam batas normal
B5 (pencernaan)
nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
kelelahan (Aspiani, 2014).
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan malformasi jantung
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya status kesehatan
5) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
x
2.3 Rencana Tindakan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... Perawatan Jantung
berhubungan dengan x 24 jam pasien menunjukkan curah jantung a Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi,
malformasi jantung adekuat, dengan kriteria : durasi, dan faktor pencetus nyeri).
a Tekanan darah dalam rentang normal b Lakukan penilaian komprehensif terhadap sirkulasi
b Toleransi terhadap aktivitas perifer (cek nadi perifer, edema, pengisian kapiler, dan
c Nadi perifer kuat suhu ekstremitas).
d Ukuran jantung normal c Catat adanya disritmia jantung
e Tidak ada distensi vena jugularis d Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
f Tidak ada disritmia e Monitor tanda-tanda vital
g Tidak ada bunyi jantung abnormal f Monitor status kardiovaskular
h Tidak ada angina g Monitor disritmia jantung termasuk gangguan irama
i Tidak ada edema perifer dan konduksi.
j Tidak ada edema paru h Monitor status respirasi terhadap gejala gagal jantung
k Tidak ada diaporesis i Monitor keseimbangan cairan
l Tidak ada mual j Kenali adanya perubahan tekanan darah
m Tidak ada kelelahan k Kenali pengaruh psikologis yang mendasari kondisi
pasien
l Evaluasi respons pasien terhadap disritmia
m Kolaborasi dalam pemberian terapi antiaritmia sesuai
kebutuhan
n Monitor respons pasien terhadap pemberian terapi
arirmia
o Instruksikan pasien dan keluarga tentang pembatasan
aktivitas
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan x 24 jam pasien menunjukkan pertukaran gas a Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
kongesti pulmonal adekuat, dengan kriteria : b Auskultasi bunyi napas, area penurunan ventilasi atau
a Status mental dalam rentang normal tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas
b Klien bernapas dengan mudah tambahan.
c Tidak ada dispnea c Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau lakukan
d Tidak ada kegelisahan suction sesuai kebutuhan
e Tidak ada sianosis d Anjurkan pasien untuk bernapas pelan, napas dalam
f Tidak ada somnolen dan batuk
g PaO2 dalam batas normal e Ajarkan pasien cara menggunakan inhaler
h PCO2 dalam batas normal f Atur posisi pasien untuk mengurangi dispnea
i pH arteri dalam batas normal g Atur asupan cairan untuk mengoptimalkan
j Saturasi O2 dalam batas normal keseimbangan cairan
k Ventilasi perfusi seimbang
Terapi Oksigen
a Bersihkan mulut, hidung, dan trakea dari sekresi sesuai
kebutuhan
b Pertahankan kepatenan jalan naps
c Siapkan perlengkapan oksigen dan atur sistem
humidifikasi
d Berikan tambahan oksigen sesuai permintaan
3 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... Manajemen Nutrisi :
kurang dari kebutuhan x 24 jam pasien dapat meningkatkan status a Tanyakan pada pasien tentang alergi terhadap
tubuh berhubungan dengan nutrisi, dengan kriteria : makanan
kelelahan pada saat makan a Asupan nutrisi adekuat b Tanyakan makanan kesukaan pasien
dan meningkatnya b Asupan makanan dan cairan adekuat c Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan
kebutuhan kalori. c Energi meningkat tipe nutrisi yang dibutuhkan.
d Berat badan meningkat d Anjurkan asupan kalori yang tepat yang sesuai dengan
gaya hidup.
e Anjurkan peningkatan asupan zat besi yang sesuai
f Anjurkan peningkatan asupan protein dan vitamin C
g Anjurkan untuk banyak makan buah dan minum
h Berikan pasien diet tinggi kalori, tinggi protein.
4 Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... Kontrol Infeksi
dengan menurunnya status x 24 jam pasien dapat : a Bersihkan lingkungan secara tepat setelah digunakan
kesehatan 1 Meningkatkan pertahanan tubuh, dengan oleh pasien
kriteria : b Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
a Status gastrointestinal dalam rentang normal c Batasi jumlah pengunjung
b Status respirasi dalam rentang normal d Anjurkan dan ajarkan pasien untuk cci tangan dengan
c Status genitourinari dalam rentang normal tepat
d Suhu tubuh dalam rentang normal e Anjurkan pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan
e Integritas kulit, membran mukosa normal setelah meninggalkan ruangan
f Nilai sel darah putih dalam batas normal f Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien
g Tidak ada infeksi ulang g Gunakan sarung tangan steril
h Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan
2 Pengetahuan pasien dan keluarga tentang i Anjurkan istirahat
kontrol infeksi meningkat, dengan kriteria :
a Menerangkan cara penyebaran infeksi Proteksi Infeksi
b Menerangkan faktor yang berperan dalam a Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
penyebaran infeksi b Monitor nilai sel darah putih
c Menjelaskan tanda infeksi c Batasi pengunjung sesuai kebutuhan
d Menjelaskan aktivitas yang dapat d Kelola pemberian antibiotik
meningkatkan resistensi terhadap infeksi e Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap adanya
kemerahan, panas, atau adanya pengeluaran cairan.
5 Gangguan pertumbuhan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Peningkatan Perkembangan Anak
dan perkembangan diharapkan pertumbuhan dan perkembangan a Bina hubungan saling percaya dengan anak
berhubungan dengan tidak anak adekuat, dengan kriteria : b Identifikasi kebituhan khusus anak dan penerimaan
adekuatnya suplai oksigen a Anak mencapai pertumbuhan normal yang yang dibutuhkan.
dan zat nutrisi ke jaringan. diharapkan sesuai usianya dengan berat badan, c Bina hubungan saling percaya dengan pemberi
tinggi badan, lingkar lengan, lingkar lengan atas perawatan
dalam rentang normal. d Ajarkan pemberi perawatan tentang tahapan penting
b Aanak mencapai tahapan perubahan fisik, perkembangan normal dan perilaku yang berhubungan.
kognitif dan kemajuan psikososial sesuai usia e Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan
tanpa keterlambatan perkembangan. perkembangan kepada pemberi perawatan
c Anak mencapai kematangan fisik yang f Fasilitasi pemberi perawatan untuk berhubungan
berkembang secara normal. dengan sumber komunitas sesuai kebutuhan
g Fasilitasi integrasi antara anak dengan teman
sebayanya
h Berikan aktivitas yang meningkatkan interaksi diantara
anak-anak.
i Dukung anak untuk mengekspresikan diri melalui
pujian atau umpan balik positif atas usaha yang
dilakukannya.
j beri mainan atau benda yang sesuai dengan usianya
k bernyanyi dan berbicara dengan anak
i motivasi anak untuk bernyanyi dan menari
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular. Jakarta : EGC.
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Susilaningrum, R., Nursalam., dan Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan
Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Vous aimerez peut-être aussi