Vous êtes sur la page 1sur 22

ACARA I.

PENGERINGAN

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Satuan Operasi IV Acara I. Pengeringan adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui kurva karakteristik pengeringan suatu bahan
2. Menentukan waktu pengeringan suatu bahan
3. Menghitung efisiensi pengeringan

B. Tinjauan Pustaka
Pengeringan menjadi salah satu aspek penting dalam proses pengolahan
makanan dan merupakan teknik umum dalam pengawetan makanan untuk
menghasilkan bentuk baru produk. Metode pengeringan yang sering dipakai
pada industri makanan secara konvensional adalah pengeringan metode oven
menggunakan udara panas, yang bekerja dengan cara menguapkan air dari
bahan. Penggunaan oven untuk mengeringkan produk pangan membutuhkan
waktu lama dan dapat menyebabkan penurunan kualitas pada produk kering
(Trisnawati dkk, 2014).
Pengeringan merupakan metode tertua dalam pengawetan pangan. Saat
ini pengeringan bukan hanya merupakan proses pengawetan bahan pangan,
akan tetapi juga untuk meningkatkan nilai tambah produk pangan. Kehilangan
air dan komponen volatil yang terjadi selama proses pengeringan menghasilkan
perubahan struktural besar bahan sehingga menyebabkan perbedaan
karakteristik sensori dan tekstur dari produk segarnya (Ramos et al., 2006).
Pengeringan adalah salah satu cara/metode untuk mengawetkan bahan
pangan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum
digunakan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kandungan air dari suatu
produk sampai batas tertentu sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroba maupun reaksi yang tidak diinginkan. Selain itu pengeringan juga
dapat menurunkan biaya dan memudahkan pengemasan, pengangkutan, dan
penyimpanan. Bahan yang dikeringkan menjadi padat, ringan, dan volume

1
mengecil. Keberhasilan proses pengeringan dipengaruhi faktor sifat bahan
yang dikeringkan, dan faktor yang berhubungan dengan udara pengering.
Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan adalah jenis dan ukuran bahan,
ketebalan bahan yang dikeringkan, temperatur bahan, serta kandungan air
bahan. Sedangkan yang berhubungan dengan udara pengeringan adalah
kelembaban udara, kecepatan aliran udara, temperatur udara, serta luas
permukaan bahan yang berhubungan dengan udara
(Asfar dan Musaddad, 2008).
Pengeringan adalah sebuah proses dimana kandungan air dihilangkan
dari bahan pangan sebagai hasil dari transfer massa dan transfer panas. Panas
diaplikasikan melalui konduksi, konveksi, dan radiasi untuk membuat air
menguap, penghilangan uap dicapai dengan penggunaan udara. Buah dan
sayur mengandung kadar air tinggi melebihi 80% sehingga menyebabkannya
mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri. Metode
pengeringan dapat diklasifikasikan menjadi pengeringan alami dan buatan.
Pengeringan alami memanfaatkan energi matahari untuk menghilangkan kadar
air bahan. Metode ini memiliki kekurangan karena bergantung pada kondisi
cuaca. Sedangkan pengeringan buatan menggunakan bantuan mesin atau
peralatan listrik. Pengeringan buatan memiliki keuntungan diantaranya dapat
menurunkan kadar air bahan secara besar dengan lebih efisien. Selain itu
proses pengeringan buatan dapat dikontrol melalui beberapa faktor seperti
suhu, aliran udara pengeringan, dan waktu pengeringan (Maisnam et al., 2016).
Prinsip pengeringan hasil pertanian adalah menguapkan air yang ada
dalam bahan, karena ada perbedaan kandungan uap air diantara udara dan
bahan yang dikeringkan. Udara panas mempunyai kandungan uap air yang
lebih kecil dari pada bahan sehingga dapat mengurangi uap air dari bahan yang
dikeringkan. Salah satu faktor yang dapat mempercepat proses pengeringan
adalah udara yang mengalir. Dengan adanya aliran udara maka udara yang
sudah jenuh dapat diganti oleh udara kering sehingga proses pengeringan dapat
berjalan secara terus menerus. Pengeringan dilakukan sebagai alternatif untuk
menambah masa simpan hasil pertanian (Hani, 2012).

2
Pengeringan didefinisikan sebagai proses penghilangan kadar air karena
trasfer massa dan transfer panas. Tujuan dari proses pengeringan adalah untuk
menurunkan air hingga level dimana bakteri pembusuk dan reaksi kerusakan
dapat diminimalkan. Ada berbagai metode pengeringan yang dapat dilakukan,
pemilihan metode pengeringan bergantung pada bahan yang akan dikeringkan
dan tingkatan kebersihan yang dibutuhkan (Kabiru et al., 2013).
Tujuan proses pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air pada
bahan sampai pada batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme
seperti bakteri, khamir atau kapang yang dapat menyebabkan pembusukan
dapat dihentikan sehingga bahan dapat disimpan lebih lama. Pengeringan
menyebabkan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi
berkurang sehingga mempermudah transport, dengan demikian diharapkan
biaya produksi lebih murah. Disamping keuntungan-keuntungannya,
pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan
yang dikeringkan dapat berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya,
penurunan mutu, dan sebagainya. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan
cara alami maupun dengan cara buatan (artificial drying) dengan memakai alat
pengering seperti oven (Martunis, 2012).
Proses pengeringan suatu bahan pangan dapat memperpanjang umur
simpan produk secara signifikan. Proses pengeringan bertujuan untuk
menghilangkan kadar air bahan dan sekaligus mengawetkannya. Pengeringan
dapat mempengaruhi karakteristik bahan yang dikeringkan, diantaranya rasa,
flavor, aroma, viskositas, kekerasan, aktivitas enzim, dan mikroba pembusuk.
Tehnik pengeringan udara panas adalah tehnik yang paling banyak digunakan
untuk menghasilkan buah dan sayuran kering (Izli et al, 2017).
Proses dehidrasi atau pengeringan merupakan teknologi proses yang
berbasis pada penurunan kadar air bahan, misalnya dengan meningkatkan
konsentrasi bahan dapat larut untuk mencapai stabilitas penyimpanan pangan.
Untuk sayuran, pengeringan menurukan kadar air alami bahan hingga tingkatan
dimana aktivitas dan perkembangan mikroorganisme terhambat. Proses

3
pegeringan bergantung pada beberapa faktor diantaranya suhu agen
pengeringan, aliran agen pengeringan, kelembapan relatif udara, dan juga
parameter (kadar air dan bentuk) produk yang dikeringkan
(Velescu et al., 2013).
Pengeringan pada buah dan sayur memiliki keuntungan dan kerugian.
Beberapa keuntunganya yaitu buah dan sayur menjadi lebih awet dengan
volume lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan. Sedangkan kerugiannya meliputi perubahan
sifat asal bahan, seperti perubahan bentuk, sifat fisik, dan sifat kimia, serta
penurunan mutu. Proses pengeringan pada buah dan sayur dapat dilakukan
dengan beberapa metode diantaranya: 1) Penjemuran atau pemanasan langsung
dengan sinar matahari, 2) Dehydro freezing, yaitu proses pengeringan yang
diikuti dengan proses pembekuan, 3) Freezze drying, yaitu proses pengeringan
melalui proses pembekuan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan,
4)Pengepresan atau pemerasan, 5) Penguapan 6) Destilasi atau penyaringan.
Selama proses pengeringan akan terjadi perubahan warna, tekstur, dan aroma
pada bahan yang dikeringkan (Saptoningsih dan Ajat, 2012).
Blanching merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan
menggunakan uap air dalam waktu yang singkat. Blanching bertujuan untuk
menonaktifkan enzim yang terdapat pada permukaan bahan, dan selain itu juga
untuk mempermudah pengeringan. Perlakuan blanching berpengaruh pada
bahan yang akan dikeringkan dan juga membuat tekstur bahan menjadi lebih
lunak. Hal tersebut terjadi karena pengurangan kadar air pada bahan akibat
perlakuan blanching pada bahan sebelum dilakukan pengeringan
(Ginting dkk, 2016).
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut menggunakan energi panas. Dengan cara ini bahan menjadi lebih awet
dan volumenya menjaid lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat
ruang pengangkutan. Pengeringan dapat dikombinasikan dengan metode
pengawetan yang lain untuk meningkatkan nilai tambah suatu produk,

4
misalnya produk manisan buah kering. Pengolahan manisan buah kering
menggunakan larutan gula untuk menaikkan tekanan osmotik dan menurunkan
aktivitas air (Aw) buah, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dicegah karena
sebagian air tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme. Tetapi
beberapa jenis kapang dan khamir toleran terhadap tekanan osmotik tinggi
sehingga perlu dilakukan proses pengeringan untuk mencegah tumbuh dan
berkembangnya kapang dan khamir (Ayustaningwarno dkk, 2014).

C. Metodologi
1. Alat
a. Baskom
b. Cabinet dryer
c. Karet gelang
d. Kompor
e. Panci
f. Pisau
g. Termometer basah
h. Termometer kering
i. Timbangan analitik
j. Timbangan biasa
2. Bahan
a. Air
b. Singkong

5
3. Cara Kerja

Singkong

Penimbangan 250 gram (untuk masing-masing perlakuan)

Pengupasan dan pencucian

Pemotongan dadu Perajangan

Blanching Tanpa Blanching Tanpa


700C (2 menit) blanching 700C (2 menit) blanching

Penataan diatas tray dengan 5 titik yang berbeda

Pengukuran suhu bola basah dan suhu bola kering serta


penimbangan tiap sampel

Pemasukan dalam cabinet dryer

Pengukuran suhu bola kering dan bola basah lingkungan serta


suhu ruang pengering menit ke-0

Suhu bola Suhu bola Suhu ruang Suhu bahan Suhu bahan
kering kering pengering keluar bola keluar bola
lingkungan lingkungan kering basah

Pengamatan pada menit ke-30, 60, 90, 120, 150, dan 180

Pencatatan data

Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Pengeringan

6
D. Hasil dan Pembahasan
Menurut Ramos et al., (2006) pengeringan merupakan metode tertua
dalam pengawetan pangan. Pengeringan bukan hanya merupakan proses
pengawetan bahan pangan, akan tetapi juga untuk meningkatkan nilai tambah
produk pangan. Pengeringan adalah salah satu cara/metode untuk
mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi
penyimpanan sebelum digunakan (Asfar dan Musaddad, 2008). Pengeringan
adalah sebuah proses dimana kandungan air dihilangkan dari bahan pangan
sebagai hasil dari transfer massa dan transfer panas. Panas diaplikasikan
melalui konduksi, konveksi, dan radiasi untuk membuat air menguap,
penghilangan uap dicapai dengan penggunaan udara (Maisnam et al., 2016).
Menurut Hani (2012) prinsip pengeringan hasil pertanian adalah
menguapkan air yang ada dalam bahan, karena ada perbedaan kandungan uap
air diantara udara dan bahan yang dikeringkan. Udara panas mempunyai
kandungan uap air yang lebih kecil dari pada bahan sehingga dapat mengurangi
uap air dari bahan yang dikeringkan. Tujuan proses pengeringan adalah untuk
mengurangi kadar air pada bahan sampai pada batas tertentu dimana
perkembangan mikroorganisme seperti bakteri, khamir atau kapang yang dapat
menyebabkan pembusukan dapat dihentikan sehingga bahan dapat disimpan
lebih lama (Martunis, 2012).
Metode pengeringan dapat diklasifikasikan menjadi pengeringan alami
dan buatan. Pengeringan alami memanfaatkan energi matahari untuk
menghilangkan kadar air bahan. Metode ini memiliki kekurangan karena
bergantung pada kondisi cuaca. Sedangkan pengeringan buatan menggunakan
bantuan mesin atau peralatan listrik. Pengeringan buatan memiliki keuntungan
diantaranya dapat menurunkan kadar air bahan secara besar dengan lebih
efisien. Selain itu proses pengeringan buatan dapat dikontrol melalui beberapa
faktor seperti suhu, aliran udara pengeringan, dan waktu pengeringan
(Maisnam et al., 2016). Menurut Saptoningsih dan Ajat (2012) proses
pengeringan pada buah dan sayur dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya: penjemuran, dehydro freezing, freeze drying, pengepresan,

7
penguapan, dan destilasi. 1) Penjemuran atau pemanasan langsung dengan
sinar matahari, 2) Dehydro freezing, yaitu proses pengeringan yang diikuti
dengan proses pembekuan, 3) Freezze drying, yaitu proses pengeringan melalui
proses pembekuan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan, 4)Pengepresan
atau pemerasan, 5) Penguapan 6) Destilasi atau penyaringan. Selama proses
pengeringan akan terjadi perubahan warna, tekstur, dan aroma pada bahan yang
dikeringkan.
Menurut Asfar dan Musaddad (2008) keberhasilan proses pengeringan
dipengaruhi faktor sifat bahan yang dikeringkan, dan faktor yang berhubungan
dengan udara pengering. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan adalah
jenis dan ukuran bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, temperatur bahan,
serta kandungan air bahan. Sedangkan yang berhubungan dengan udara
pengeringan adalah kelembaban udara, kecepatan aliran udara, temperatur
udara, serta luas permukaan bahan yang berhubungan dengan udara.
Sedangkan menurut Velescu et al., (2013) proses pegeringan bergantung pada
beberapa faktor diantaranya suhu agen pengeringan, aliran agen pengeringan,
kelembapan relatif udara, dan juga parameter (kadar air dan bentuk) produk
yang dikeringkan .
Blanching merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan
menggunakan uap air dalam waktu yang singkat. Blanching bertujuan untuk
menonaktifkan enzim yang terdapat pada permukaan bahan, dan selain itu juga
untuk mempermudah pengeringan. Perlakuan blanching berpengaruh pada
bahan yang akan dikeringkan dan juga membuat tekstur bahan menjadi lebih
lunak. Hal tersebut terjadi karena pengurangan kadar air pada bahan akibat
perlakuan blanching pada bahan sebelum dilakukan pengeringan
(Ginting dkk, 2016).
Pada praktikum ini terdapat lima macam perlakuan suhu yang diamati
yaitu suhu bola kering lingkungan, suhu bola basah lingkungan, suhu ruang
pengering, suhu keluar bahan bola kering, dan suhu keluar bahan bola basah.
Suhu bola kering lingkungan diperoleh dengan cara mengukur suhu pada
cerobong cabinet dryer menggunakan termometer. Suhu bola basah lingkungan

8
diperoleh dengan cara mengukur suhu pada cerobong cabinet dryer
menggunakan termometer yang ujungnya dibalut dengan kapas basah. Suhu
ruangan diperoleh dengan cara mengamati suhu pada termometer yang
digantungkan di dalam cabinet dryer. Untuk suhu keluar bahan bola kering,
diperoleh dengan cara mengukur salah satu sampel (acak) pada tray dengan
menggunakan termometer biasa. Pengukuran suhu keluar bahan bola basah
dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja ujung termometer dibalut dengan
kapas basah.

9
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Tekanan dan Suhu selama Proses Pengeringan
Kelom Perlakuan Menit P Suhu (0C)
pok ke- (atm) 1 2 3 4 5
8 dan 9 Rajang dan 0 1 53 35 42 30 30
Blanching 30 1 52 35 52 26 31
60 1 50 37 51 28 30
90 1 54 39 54 31 30
120 1 44 39 46 28 28
150 1 48 36 45 35 30
180 1 47 38 47 30 28
10 Rajang dan 0 1 53 35 42 27 26
Tanpa 30 1 52 35 52 25 28
Blanching 60 1 50 37 51 29 31
90 1 54 39 54 26 28
120 1 44 39 46 31 32
150 1 48 36 45 30 32
180 1 47 38 47 27 31
11 dan Potong 0 1 53 35 42 30 30
12 Dadu dan 30 1 52 35 52 27 31
Blanching 60 1 50 37 51 31 32
90 1 54 39 54 32 31
120 1 44 39 46 33 33
150 1 48 36 45 31 29
180 1 47 38 47 31 29
13 dan Potong 0 1 53 35 42 28,5 24,6
14 Dadu dan 30 1 52 35 52 25 28,5
Tanpa 60 1 50 37 51 29 30
Blanching
90 1 54 39 54 26 29
120 1 44 39 46 31 32
150 1 48 36 45 31 32
180 1 47 38 47 26 31
Sumber : Laporan Sementara

Keterangan :
1 : suhu bola kering lingkungan
2 : suhu bola basah lingkungan
3 : suhu pengeringan
4 : suhu keluar bahan bola kering
5 : suhu keluar bahan bola basah

10
Dari hasil praktikum pengamatan tekanan dan suhu selama proses
pengeringan (Tabel 1.1) dapat dilihat bahwa tekanan pada proses pengeringan
untuk semua sampel menit ke 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 tidak mengalami
perubahan yakni 1 atm. Pada pengamatan suhu, sampel rajang dan blanching
menit ke 0, 30, 60, 90 120, 150, dan 180 pada pengukuran suhu bola kering
lingkungan secara berturut-turut adalah 530C, 520C, 500C, 540C, 440C, 480C,
dan 470C, suhu bola basah lingkungan 350C, 350C, 370C, 390C, 390C, 360C,
suhu bola kering bahan 300C, 310C, 300C, 300C, 280C, 300C, 280C, suhu bola
basah bahan 300C, 260C. Untuk sampel rajang tanpa blanching menit ke 0, 30,
60, 90 120, 150, dan 180 pada pengukuran suhu bola kering lingkungan secara
berturut-turut adalah 530C, 520C, 500C, 540C, 440C, 480C, 470C, suhu bola
basah lingkungan 350C, 350C, 370C, 390C, 390C, 360C, 380C, suhu bola kering
bahan 420C, 520C, 510C, 540C, 460C, 450C, 470C, suhu bola basah bahan 260C,
280C, 310C, 280C, 320C, 320C, 320C, 310C. Untuk sampel potong dadu
blanching suhu bola kering lingkungan 530C, 520C, 500C, 540C, 440C, 480C,
470C, suhu bola basah lingkungan 350C, 350C, 370C, 390C, 390C, 360C, 380C,
suhu bola kering lingkungan 300C, 310C, 320C, 310C, 330C, 290C, 290C. Untuk
sampel potong dadu dan tanpa blanching suhu bola kering lingkungan 530C,
520C, 500C, 540C, 440C, 480C, 470C, suhu bola basah lingkungan 350C, 350C,
370C, 390C, 390C, 360C, 380C, suhu bola kering bahan 28,50C, 250C, 290C,
260C, 310C, 310C, 260C, suhu bola basah bahan 24,60C, 28,50C, 300C, 290C,
320C, 320C, 310C.
Secara garis besar suhu bola kering lebih tinggi daripada suhu bola
basah baik pada pengukuran lingkungan pengeringan maupun pada pengukuran
bahan. Menurut Munir (2011) termometer yang lazim digunakan untuk
mengukur suhu adalah termometer bola kering. Sensor panas (bulb)
termometer yang digunakan untuk mengukur suhu dijaga dalam kondisi kering
maka termometernya disebut sebagai termometer bola kering. Sensor panas
(bulb) termometer yang digunakan sengaja dikondisikan menjadi basah, yaitu
sengaja ditutup oleh kain yang higroskopis maka ukuran suhu yang diperoleh
disebut sebagai ukuran suhu bola basah. Kondisi biasa maka adanya cairan

11
yang melingkupi sensor panas ini, maka penunjukan skala suhu bola basah
akan lebih rendah dengan penunjukan suhu bola kering, tetapi bila kandungan
uap air di udara mencapai titik maksimalnya (titik jenuh) maka penunjukkan
kedua jenis termometer tersebut menjadi sama. Suhu pengeringan mengalami
perubahan yang tidak konstan (naik-turun). Menurut Widjanarko dkk (2012)
Pada proses pengeringan, air dari bahan basah diuapkan dengan media seperti
gas atau udara dengan introduksi panas. Panas yang dibawa udara ini akan
memanasi permukaan bahan basah, sehingga suhunya naik, dan air akan
teruapkan.

12
Tabel 1.2 Pengamatan Berat Sampel selama Proses Pengeringan
Berat sampel (gram) Rata-
Kel. Perlakuan Menit ke-
A B C D E rata
0 2,3 1,6 1,5 2,1 1,9 1,88
30 1,5 0,9 0,8 1,5 1,2 1,18
60 1,1 0,6 0,5 1,0 0,9 0,82
8 dan Rajang dan
90 0,8 0,5 0,5 0,7 0,7 0,74
9 Blanching
120 0,8 0,5 0,5 0,6 0,6 0,60
150 0,7 0,5 0,4 0,6 0,6 0,56
180 0,7 0,5 0,5 0,6 0,6 0,58
0 1,4 1,8 1,4 1,8 0,9 1,46
30 0,8 1,1 0,9 1,0 0,4 0,84
Rajang dan 60 0,7 0,8 0,7 0,9 0,4 0,70
10 Tanpa 90 0,7 0,8 0,7 0,8 0,4 0,68
Blanching 120 0,7 0,7 0,6 0,8 0,4 0,64
150 0,7 0,7 0,6 0,8 0,4 0,64
180 0,7 0,7 0,6 0,8 0,4 0,64
0 2,0 2,5 1,6 2,2 2,3 2,12
30 1,7 2,2 1,3 1,8 2,0 1,80
11 60 1,5 1,9 1,3 1,7 1,7 1,62
Potong Dadu
dan 90 1,4 1,8 1,2 1,5 1,5 1,48
dan Blanchig
12 120 1,3 1,7 1,1 1,5 1,5 1,42
150 1,2 1,6 1,0 1,4 1,4 1,32
180 1,2 1,6 0,9 1,3 1,3 1,26
0 1,8 1,7 1,5 1,6 1,6 1,64
30 1,1 1,8 1,3 1,4 1,3 1,38
13 Potong Dadu 60 1,4 1,5 1,1 1,2 1,1 1,26
dan dan Tanpa 90 1,2 1,3 0,9 1,1 1,0 1,10
14 Blanching 120 1,2 1,2 0,8 0,9 0,9 1,00
150 1,1 1,1 0,7 0,8 0,8 0,90
180 1,1 1,1 0,7 0,7 0,8 0,90
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
A = diletakkan di tepi kiri belakang tray cabinet dryer
B = diletakkan di tepi kanan belakang tray cabinet dryer
C = diletakkan di tepi kanan depan tray cabinet dryer
D = diletakkan di tepi kiri depan tray cabonet dryer
E = diletakkan di tengah-tengah tray cabinet dryer

13
Berdasarkan Tabel 1.2 Pengamatan Berat Sampel selama proses
Pengeringan setelah pengeringan selama 3 jam, data dengan perlakuan rajang
dan blanching didapatkan rata-rata berat bahan pada menit ke 0 adalah 1,88
gram, menit ke 30 adalah 1,18 gram, menit ke 60 adalaah 0,82 gram, menit 90
adalah 0,74 gram, menit ke 120 adalah 0,60 garm, menit ke 150 adalah 0,56
gram, dan menit ke 180 adalah 0,58 gram. Data dengan perlakuan rajang dan
tanpa blanching didapatkan rata-rata berat bahan pada menit ke 0 adalah 1,46
gram, menit ke 30 adalah 0,84 gram, menit ke 60 adalaah 0,70 gram, menit 90
adalah 0,68 gram, menit ke 120 adalah 0,64 gram, menit ke 150 adalah 0,64
gram, dan menit ke 180 adalah 0,64 gram.
Pengeringan setelah pengeringan selama 3 jam, data dengan perlakuan
potong dadu dan blanching rata-rata berat bahan didapatkan pada menit ke 0
adalah 2,12 gram, menit ke 30 adalah 1,80 gram, menit ke 60 adalaah 1,62
gram, menit 90 adalah 1,48 gram, menit ke 120 adalah 1,42 gram, menit ke 150
adalah 1,32 gram, dan menit ke 180 adalah 1,26 gram. Data dengan perlakuan
dadu dan tanpa blanching didapatkan rata-rata berat bahan pada menit ke 0
adalah 1,64 gram, menit ke 30 adalah 1,38 gram, menit ke 60 adalaah 1,26
gram, menit 90 adalah 1,10 gram, menit ke 120 adalah 1,0 gram, menit ke 150
adalah 0,90 gram, dan menit ke 180 adalah 0,90 gram. Dari keseluruhan data
pengamatan berat sampel selama proses pengeringan diketahui bahwa semakin
lama proses pengeringan maka berat bahan yang dikeringkan juga akan
semakin menurun. Menurut Widjanarko dkk (2012) pada proses pengeringan,
air dari bahan basah diuapkan dengan media seperti gas atau udara dengan
introduksi panas. Panas yang dibawa udara ini akan memanasi permukaan
bahan basah, sehingga suhunya naik, air akan teruapkan dan berat bahan akan
menurun seiring bertambahnya waktu pengeringan. Berdasarkan hasil
praktikum tersebut, perlakuan blanching memberikan penurunan berat yang
lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa blanching. Dengan kata lain,
perlakuan pendahuluan blanching menghasikan tingkat pengeringan yang lebih
baik dibandingkan tanpa blanching. Hasil praktikum ini sesuai dengan teori
Doymaz (2012), bahwa blanching sangat memberikan pengaruh pada

14
penurunan waktu pengeringan ketika suhu pengeringan dinaikkan. Sampel
blanching memiliki waktu pengeringan yang lebih pendek dibandingkan
sampel kontrol. Bahan yang tipis juga mempercepat pengeringan karena jarak
perpindahan air dari dalam keluar bahan menjadi lebih kecil.

Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Laju Pengeringan


Menit Kadar Air yang Laju Pengeringan
Kelompok Perlakuan
ke- Teruapkan (gram) (gram/menit)
0 0 0
30 0,7 0,0116
Rajang 60 0,36 0,0117
8 dan 9 dan 90 0,18 0,0095
Blanching 120 0,04 0,0085
150 0,04 0,0073
180 0,02 0,0063
0 0 0
30 0,62 0,0103
Rajang 60 0,14 0,0084
10 dan Tanpa 90 0,02 0,0065
Blanching 120 0,04 0,0055
150 0 0,0045
180 0 0,0039
0 0 0
30 0,32 0,0053
Potong 60 0,18 0,0055
11 dan 12 Dadu dan 90 0,14 0,0053
Blanching 120 0,06 0,0046
150 0,1 0,0044
180 0,06 0,0041
0 0 0
30 0,26 0,0043
Potong 60 0,12 0,0042
Dadu dan
13 dan 14 90 0,16 0,0045
Tanpa
Blanching 120 0,1 0,0043
150 0,1 0,0041
180 0 0,0035
Sumber : laporan sementara

15
Berdasarkan Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Laju Pengeringan, Sampel
singkong kelompok 8 dan 9 dengan perlakuan pendahuluan rajang dan
blanching kadar air yang teruapkan pada menit ke-0 yaitu 0 gram dan laju
pengeringan 0 gr/menit. Pada menit ke-30 kadar air yang teruapkan yaitu 0,70
gram dan laju pengeringan 0,0116 gr/menit. Pada menit ke-60 kadar air yang
teruapkan yaitu 0,36 gram dan laju pengeringan 0,0117 gr/menit. Pada menit
ke-90 kadar air yang teruapkan yaitu 0,18 gram dan laju pengeringan 0,0095
gr/menit. Pada menit ke-120 kadar air yang teruapkan yaitu 0,04 gram dan laju
pengeringan 0,0085 gr/menit. Pada menit ke-150 kadar air yang teruapkan
yaitu 0,04 gram dan laju pengeringan 0,0073 gr/menit. Sedangkan pada menit
ke-180 kadar air yang teruapkan yaitu 0,02 gram dan laju pengeringan 0,0063
gr/menit.
Pada sampel singkong kelompok 10 dengan perlakuan pendahuluan
rajang tanpa blanching kadar air yang teruapkan pada menit ke-0 yaitu 0 gram
dan laju pengeringan 0 gr/menit. Pada menit ke-30 kadar air yang teruapkan
yaitu 0,62 gram dan laju pengeringan 0,0103 gr/menit. Pada menit ke-60 kadar
air yang teruapkan yaitu 0,14 gram dan laju pengeringan 0,0084 gr/menit. Pada
menit ke-90 kadar air yang teruapkan yaitu 0,02 gram dan laju pengeringan
0,0065 gr/menit. Pada menit ke-120 kadar air yang teruapkan yaitu 0,04 gram
dan laju pengeringan 0,0055 gr/menit. Pada menit ke-150 kadar air yang
teruapkan yaitu 0 gram dan laju pengeringan 0,0054 gr/menit. Sedangkan pada
menit ke-180 kadar air yang teruapkan yaitu 0 gram dan laju pengeringan
0,0039 gr/menit.
Pada sampel singkong kelompok 11 dan 12 dengan perlakuan
pendahuluan dadu dan blanching kadar air yang teruapkan pada menit ke-0
yaitu 0 gram dan laju pengeringan 0 gr/menit. Pada menit ke-30 kadar air yang
teruapkan yaitu 0,32 gram dan laju pengeringan 0,0053 gr/menit. Pada menit
ke-60 kadar air yang teruapkan yaitu 0,18 gram dan laju pengeringan 0,0055
gr/menit. Pada menit ke-90 kadar air yang teruapkan yaitu 0,14 gram dan laju
pengeringan 0,0053 gr/menit. Pada menit ke-120 kadar air yang teruapkan
yaitu 0,06 gram dan laju pengeringan 0,0046 gr/menit. Pada menit ke-150

16
kadar air yang teruapkan yaitu 0,10 gram dan laju pengeringan 0,0044
gr/menit. Sedangkan pada menit ke-180 kadar air yang teruapkan yaitu 0,06
gram dan laju pengeringan 0,0041 gr/menit.
Pada sampel singkong kelompok 13 dan 14 dengan perlakuan
pendahuluan dadu tanpa blanching kadar air yang teruapkan pada menit ke-0
yaitu 0 gram dan laju pengeringan 0 gr/menit. Pada menit ke-30 kadar air yang
teruapkan yaitu 0,26 gram dan laju pengeringan 0,0043gr/menit. Pada menit
ke-60 kadar air yang teruapkan yaitu 0,12 gram dan laju pengeringan 0,0042
gr/menit. Pada menit ke-90 kadar air yang teruapkan yaitu 0,16 gram dan laju
pengeringan 0,0045 gr/menit. Pada menit ke-120 kadar air yang teruapkan
yaitu 0,10 gram dan laju pengeringan 0,0043 gr/menit. Pada menit ke-150
kadar air yang teruapkan yaitu 0,10 gram dan laju pengeringan 0,0041
gr/menit. Sedangkan pada menit ke-180 kadar air yang teruapkan yaitu 0gram
dan laju pengeringan 0,0035 gr/menit. Berdasarkan hasil praktikum tersebut,
perlakuan blanching memberikan penurunan berat yang lebih besar
dibandingkan perlakuan tanpa blanching. Dengan kata lain, perlakuan
pendahuluan blanching menghasikan tingkat pengeringan yang lebih baik
dibandingkan tanpa blanching. Hasil praktikum ini sesuai dengan teori Sujarwo
(2012) yaitu sampel blanching memiliki waktu pengeringan yang lebih pendek
dibandingkan sampel kontrol, selain itu blanching dapat berpengaruh pada
penurunan waktu pengeringan ketika suhu pengeringan dinaikkan. Bahan yang
tipis juga mempercepat pengeringan karena jarak perpindahan air dari dalam
keluar bahan menjadi lebih kecil.

17
Gambar 1.2 Grafik Hubungan Kadar Air yang Teruapkan terhadap
Waktu Pengeringan

Dari grafik hubungan antara kadar air yang teruapkan terhadap waktu
pengeringan dapat dilihat bahwa kadar air bahan yang teruapkan pada 40 menit
pertama mengalami peningkatan, sedangkan pada menit ke 60 mulai
mengalami penurunan dan kenaikan yang relatif. Secara garis besar, kadar air
yang teruapkan akan semakin berkurang seiring dengan bertambah lamanya
waktu pengeringan. Hal ini dapat terjadi karena kandungan air yang ada di
dalam bahan juga semakin berkurang.

Gambar 1.3 Grafik Hubungan Laju Pengeringan terhadap Waktu Pengeringan

18
Dari grafik hubungan antara laju pengeringan bahan terhadap waktu
dapat dilihat bahwa, pada 20 menit pertama laju pengeringan sangat tinggi,
kemudian mengalami perubahan (kenaikan-dan penurunan) yang tidak terlalu
signifikan. Laju pengeringan mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya lama waktu proses.

E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Satuan Industri Pangan IV, Acara I.
Pengeringan ini adalah sebagai berikut:
1. Pengeringan adalah sebuah proses dimana kandungan air dihilangkan dari
bahan pangan sebagai hasil dari transfer massa dan transfer panas.
2. Suhu bola kering lebih tinggi daripada suhu bola basah baik pada
pengukuran lingkungan pengeringan maupun pada pengukuran bahan.
3. Perlakuan pendahuluan blanching menghasikan tingkat pengeringan yang
lebih baik dibandingkan tanpa blanching, hal ini dapat dilihat dari
berkurangnya waktu pengeringan dengan perlakuan blanching.
4. Kadar air yang teruapkan dan laju pengeringan akan semakin berkurang
seiring dengan bertambah lamanya waktu pengeringan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ayustaningwarno, G., Iqlima S., Neni A., Ferdian S., Chomsatun U., Martha S.
W. R. 2014. Aplikasi Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Deepublish.
Ginting, R. W., Ida B. P. G., Ida A. R. P. P. 2016. Pengaruh Pelayuan dan Suhu
Pengeringan Daging Buah Nanas pada Alat Pengering Vakum terhadap
Mutu Produk yang Dihasilkan. Beta (Biosistem dan Teknik Pertanian)
Vol 4, No.2.
Hani, A. M. 2012. Pengeringan Lapisan Tipis Kentang ( Solanum Tuberosum. L)
Varietas Granola [Skripsi]. Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Izli, N., Izli G., Taskin, O. 2017. Influence of Different Drying Techniques on
Drying Parameters of Mango. Food Sci. Technol, Campinas ,Vol. 3,
No.4.
Kabiru, A. A. Adedokun, A. J., dan Abdulganiy O. R. 2013. Effect of Slice
Thickness and Temperature on the Drying Kinetics of Mango
(Mangifera Indica). IJRRAS Vol. 15, No.1.
Maisnam D., Prasad R., Anirban D., Sawinder K., dan Chayanika S. 2017. Recent
Advances in Conventional Drying of Foods. J Food Technol Pres. 2017.
Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas dan
Kualitas Pati Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia Vol. 4, No.3.
Saptoningsih, dan Ajat J. 2012. Membuat Olahan Buah. Jakarta Selatan:
Agromedia Pustaka.
Sujarwo, B. A., Bambang S. A., dan Siswanti. 2015. Kinetika Pengeringan Temu
Hitam (Curcuma Aeruginosa Roxb.) Menggunakan Cabinet Dryer
dengan Perlakuan Pendahuluan Blanching. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian, Vol. VIII, No. 1
Trisnawati, W.,Ketut S., Ketut S., dan Nengah K. P. 2014. Pengaruh Metode
Pengeringan Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat Pangan dan
Komposisi Gizi Tepung Labu Kuning. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Vol. 3, No.4.
Velescu, I., Ioan T., Petru C., dan Vasile D. 2013. Experimental Study of Drying
Behaviour of Potato. Lucrări Ştiinţifice – vol. 56, No.1.
Widjanarko, A., Ridwan., dan M. Djaeni R. 2012. Penggunaan Zeolite Sintetis
dalam Pengeringan Gabah Fluidisasi Indirect Contact. Jurnal Tehnik
Kimia dan Industri Vol.2 No.2.

20
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Berat rata-rata Pengeringan pada Perlakuan Potong Dadu Tanpa


Blanching
1,8+1,7+1,5+1,6+1,6
Menit ke-0 = =1,64 gram
5
1,1+1,8+1,3+1,4+1,3
Menit ke-30 = =1,38 gram
5
1,4+1,5+1,1+1,2+1,1
Menit ke-60 = =1,26 gram
5
1,2+1,3+0,9+1,1+1,0
Menit ke-90 = =1,10 gram
5
1,2+1,2+0,8+0,9+0,9
Menit ke-120 = =1,00 gram
5
1,1+1,1+0,7+0,8+0,8
Menit ke-150 = = 0,90 gram
5
1,1+1,1+0,7+0,7+0,8
Menit ke-180 = = 0,90 gram
5

2. Kadar Air yang Teruapkan


Menit ke-0 = 0 gram
Menit ke-30 = 1,64-1,38 = 0,26 gram
Menit ke-60 =1,38-1,26 = 0,12 gram
Menit ke-90 = 1,26-1,10 =0,16 gram
Menit ke-120 = 1,10-1,00 = 0,10 gram
Menit ke-150 =1,00-0,9 = 0,10 gram
Menit ke-180 = 0,90-0,90 = 0 gram
3. Laju Pengeringan
0
Menit ke-0 = 30 = 0 gram/menit
(0+0,26)/2
Menit ke-30 = = 0,0043 gram/menit
30
(0+0,26+0,12)/3
Menit ke-60 = = 0,0042 gram/menit
30
(0+0,26+0,12+0,16)/4
Menit ke-90 = = 0,0045 gram/menit
30
(0+0,26+0,12+0,16+0,1)/5
Menit ke-120 = = 0,0043 gram/menit
30
(0+0,26+0,12+0,16+0,1)/6
Menit ke-150 = = 0,0041 gram/menit
30
(0+0,26+0,12+0,16+0,1)/7
Menit ke-180 = = 0,0035 gram/menit
30

21
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1.4 Pengukuran Suhu Singkong


Selama Proses Pengeringan

Gambar 1.5 Pengukuran Suhu Singkong


Selama Proses Pengeringan

22

Vous aimerez peut-être aussi