Vous êtes sur la page 1sur 18

AKHLAK ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN MURID TERHADAP GURU

Akhlak berasal dari bahasa arab yaitu alkhulq, al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat. Secara istilah
akhlak menurut Ibnu Maskawi adalah sesuatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-
tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal
dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya
tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat
dan akhlak.

A. Akhlak terhadap orang tua

Orang tua adalah penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada.
Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya., plus
berbagi rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap
jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa
beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka
memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.
Dengan demikian, menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi
kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab,
seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk allah mempunyai peranan yang sangat besar,
tentunya siapa tahu pula bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan
baik., bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah
memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan
berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang\orang yang bersedia berkorban
demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.

1. Kewajiban kepada ibu

Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun merawatnya, mencari
nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disanping dusaha ibu. Kalau mulai
menganduna sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu
sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya
dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan
ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka
secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah. Coba
bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya
seorang ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh
seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti
ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam
cara memuliakan orang tua.

2. Berbuat baik kepada ibu dan ayah, walaupun keduanya lalim

Seorang anak menusut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan
bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya
orang tua berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si
anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, allah tidak
meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya.

Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan aniaya kepada ananya. Kalaulah itu terjadi
penaniayaan kepada orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si anak itu sendiri yang
menyebabkan marah dan aniayanya orang tua kepada anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si orang
tua marh kepada anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, allah pun tidak
meridhai si anak tersebut lantaran orang tua.

3. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah

Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak. Dalam hal berkata
pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun akan berkata
halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan
kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang
lebih mudah ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak
berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang
tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut
ajaran islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata mulia.

4. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia

Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal ini menurut
tuntunan ajaran islam sebagaimana yang disiarkan oleh rasulullah dari Abu usaid :

Artinya : Abu usaid berkata


:”kami pernah berada pada suatu majelis bersama nabi, seorang bertanya kepada rasulullah: wahai rasulullah,
apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan
kepada kedua orang tuaku. “rasulullah bersabda: ”ya, ada empat hal :mendoakan dan memintakan ampun
untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan
bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua.

Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau itu sudah tiada
yaitu:

 Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada allah dari segala dosa orang tua
kita.
 Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang,
maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik
haj, yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua
tersebut.
 Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai teman
akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat. Maka untuk
berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus
memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
 Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua. Maka
terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal itu termasuk
berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.

Tetapi bagaimana jikalau kita ingin berbuat baik kepada ibu dan ayah serta patuh terhadapnya,
terkadang perintah yang di berikannya tidak sesuai dengan ketentuan islam.

Adapun cara menghadapi perintah kedua orang tua yang bertentanga dengan ajaran islam:

 Jika suatu saat kamu disuruh berbohong oleh ibu atau ayah, sebaiknya katakan kepada keduanya
bahwasanya allah melihat kita.
 Jangan sekali-kali membantah perintah orang tua dengan nada kesal dan ngotot, sebab tidak akan
mambuahkan hasil. Akan tetapi hadapi dengan tenang dan penuh keyakinan dan percaya diri.
 Ayah dan ibu itu manusia biasa yang tak luput dari kesalaha dan kekurangan. Jangan posisikan kedua
orang tua seperti nabi yang tak pernah berbuat salah. Maafkan mereka, bila kita anggap cara dan
perintah orang tua bertentangan dari hati nurani atau nilai-nilai yang kamu yakini kebenarannya.

B. Akhlak murid terhadap guru

Guru merupakan orang yang bejasa terhadap sang murid.dengan kata lain guru merupakan orang yang
mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada murid diluar bimbingan orang tua dirumah,sehingga
akhlakul karima terhadap guru perlu di rerapkan sebagaimana akhlak kita terhadap orang tua.

Adapun kode etik terhadap guru meliputi :

Ibn jama’ah menyusun kode etik yaitu:

 Murid harus mengikuti guru yang dikenal baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun
dan penyayang. Ia tidak mengikuti guru yang tinggi ilmunya tetapi tidak saleh, tidak waras, atau
tercela akhlaknya.
 Murid harus mengikuti dan mematuhi guru. Menurut ibn jama’ah rasa hina dan kecil di depan guru
merupakan pangkal keberhasilan dan kemuliaan. Ia memberikan umpama lain, yaitu penuntut ilmu
ibarat orang lari dari kebodohan seperti lari dari singa ganas. Ia percaya kepada orang penunjuk jalan
lari.
 Murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang yang berhasil hingga
menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh berhenti menghormati guru.
 Murid harus mengingat hak guru atas dirinya sepanjang hayat dan setelah wafa. Ia menghormati
sepanjang hidup guru, meski wafat. Murid tetap mengamalkan dan mengembangkan ajaran guru.
 Murid bersikap sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak buruk guru. Hendaknya berusaha untuk
memaafkan perlakuan kasar, turut memohon ampun dan bertaubat untuk guru.
 Murid harus menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru. Melalui itulah ia mengetahui
apa yang harus dilakukan dan dihindari. Ia memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Meskipun
guru menyampaikan informasi yang sudah di ketahui murid, ia harus menunjukan rasa ingin tahu
tinggi terhadap informasi.
 Murid tidak mendatangi guru tanpa izin lebih dahulu, baik guru sedang sendiri maupun bersama orang
lain. Jika telah meminta izin dan tidak memperoleh. Ia tidak boleh mengulangi minta izin. Jika ragu
apakah guru mendengar suaranya, ia bisa mengulanginya paling banyak tiga kali.
 Harus duduk sopan didepan guru. Missalnya, duduk bersila dengan tawadu’, tenang, diam, posisi
duduk sedapat mungkin berhadapan dengan guru, atentif terhadap perkataan guru sehingga tidak
membuat guru mengulangi perkataan. Tidak di benarkan berpaling atau menoleh tanpa keperluan
jelas, terutama saat guru berbicara kepadanya.
 Bekomunikasi dengan guru secara santun dan lemah- lembut. Ketika guru keliru baik khilaf atau
karena tidak tahu, sementara murid mengetahui, ia harus menjaga perasaan agar tidak terlihat
perubahan wajahnya. Hendaknya menunggu sampai guru menyadari kekeliruan. Bila setelah
menunggu tidak ada indikasi guru menyadari kekeliruan, murid mengingatkan secara halus.
 Jika guru mengungkapkan satu soal, atau kisah atau sepenggal sair yang sudah dihafal murid, ia
harus tetap mendengarkan dengan antusias, seolah-olah belum pernah mendengar.
 Murid tidak boleh menjawab pertanyaan guru meskipun mengetahui, kecuali guru memberi isyaratia
memberi jawaban.
 Murid harus mengamalkan tayamun (mengutamakan yang kanan). Ketika memberi sesuatu kepada
guru. Harus menjaga sikap wajar, tidak terlalu dekat hingga jaraknya terkesan mengganggu guru.
Tidak pula terlalu jauh hingga harus merentangkan tangan secara berlebihan yang mengesankan
kurang serius
Adab Kepada Orang Tua Dan Guru
Ghufron Fikrianto | 30 April 2015 | Islam | 2 Komentar
Beranda / Islam / Adab Kepada Orang Tua dan Guru

Abdullah Ibnu Amar al-‘Ash r.a. berkata : Bahwa


Nabi Muhammad saw. bersabda : “Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua.” (HR.
Tirmidzi). Dari hadits diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa adab kepada orang tua dan guru sangatlah
penting. Berikut adalah beberapa adab atau sikap kita kepada orang-orang yang telah berjasa dalam hidup
kita, khususnya orang tua dan guru.
A. ADAB KEPADA ORANG TUA
Orang tua merupakan orang yang secara jasmani menjadi asal keturunan anak, orang tua merupakan
sosok yang paling dekat hubungannya dengan anaknya. Pengorbanan orang tua sungguh tiada tara,
mereka mendidik kita dan menyerahkan hidupnya untuk keselamatan anaknya.

Islam mengajarkan agar seorang anak untuk selalu menaati orang tuanya selama tidak bertentangan
dengan agama. Dalam Al-Qur’an Allah sering mengiringkan perintah ta’at kepada-Nya diikuti dengan
berbuat baik pada orang tua, karena merekalah tangan kedua setelah Allah. Sebagaimana Firman Allah
swt. dalam surah An-Nisa’ ayat 36 sebagai berikut.
Artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu memperekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisa 4:36).

Dalam ayat tersebutm dijelaskan bahwa kita diwajibkan beribadah kepada Allah swt., juga berbuat baik
kepada orang tua. Terutama seorang Ibu yang secara khusus Allah menyebutkan betapa berat mendidik
anaknya, sejak dalam kandungan, melahirkan, menyusui, serta mendidik ke tahap selanjutnya.

Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw. ditanya, kepada siapa lebih awal berbuat baik? Beliau menjawab
“kepada Ibumu, lalu Ibumu, dan Ibumu baru kemudian kepada bapakmu.”

Selanjutnya Allah swt. memerintahkan bersyukurlah atas ni’mat iman dan ihsan serta bersyukurlah kepada
orang tua mu atas ni’mat tarbiyyah (pendidikan). Karena keduanya penyebab adanya kamu dan karena
pendidikan mereka yang baik sehingga menjadi kuat.

Kita harus selalu berbuat baik kepada kedua orang, sebagaimana Firman Allah dalam surah Luqman ayat
14.

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS.
Luqman 31:14).

Dan yang harus menjadi pertimbangan adalah pendidikan dan kasih sayang orang tua terhadap anaknya
tidaklah hanya dua tahun. Sebagaimana tuntunan Al-Qur’an, pendidikan anak diberikan sampai sang anak
dewasa, bahkan sampai sang anak berkeluarga, seorang ibu pun sering membimbing anaknya.

Tetapi perlu diperhatikan, jika kedua orang tua membawa kita untuk kekufuran dan syirik kepada Allah
swt., maka tidak perlu untuk di ta’ati.

Akan tetapi, tetaplah bergaul dalam urusan dunia baik dengan baik dan Ihsan sekalipun mereka musyrik.
Karena kekufuran , mereka terhadap Allah, tidaklah menghilangkan kelelahannya dalam mendidik anak-
anaknya, maka wajarlah jika Allah memerintahkan kita untuk merawat kedua orang tua kita pada masa
tuanya ditunjukkan dalam firman Allah swt. QS. Al-Isra ayat 23 berikut.

Artinya : Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan kepada-Nya dan
berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang mereka atau keduanya telah tua dalam
pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka janganlah engkau katakan kepada keduanya “ah” dan janganlah
engkau bentak keduanya, dan berkatalah kepada keduanya perkataan yang mulia (23). Dan rendahkanlah
dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku! Sayangilah
keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil (24)” (QS. Al-Isra 17 : 23-24).

Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa adab kepada orang tua (yang masih hidup) adalah
sebagai berikut.

1. Jangan berkata kasar yang dapat menyakiti perasaan kedua orang tua.
2. Berkata baik, sopan dan santun kepada kedua orang tua
3. Bertanggung jawab atas kehidupan dan kesejahteraannya di hari tuanya
4. Merendahkan diri di hadapan kedua orang tua.
5. Jangan membentak atau memarahi kedua orang tua

Maka merugilah orang yang bersama kedua orang tuanya tetapi ia tidak bisa memeliharanya dengan baik
dan berbakti kepada keduanya. Hal ini sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw. yang artinya

Dari Suhail, dari ayahnya dan Abu Hurairah. Rasulullah saw. bersabda, “Merugilah ia (sampai 3 kali)”. Para
sahabat bertanya, “Siapa ya Rasulullah?”. Rasulullah saw. bersabda, “merugilah seseorang yang hidup
bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, tetapi ia tidak masuk surga”.
(HR. Muslim).

B. ADAB KEPADA GURU


Guru merupakan ‘orang tua kedua’ kita, merekalah yang berjasa dalam mendidik kita setelah orang tua,
Ilmu yang kita peroleh saat ini tidak lepas dari peranan seorang guru, seseorang dapat membedakan baik
dan buruk karena ilmu. Islam meletakkan ilmu di atas yang lainnya, dan Islam juga meninggikan derajat
orang yang berilmu dibanding yang lain.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya “Umamah Al-Bahili berkata bahwasannya Rasulullah
saw. bersabda : “Kelebihan orang alim (ulama) atas ahli ibadah seperti kelebihanku atas orang yang paling
rendah di antara kamu. Kemudian Baginda besabda lagi : Sesungguhnya para malaikat dan penduduk
langit dan bumi hingga semut dalam lubangnya serta ikan bersalawat (berdoa) untuk orang-orang yang
mengejar kebaikan kepada manusia” (HR. Imam Tirmidzi).

Selain itu biasanya Orang tidak memiliki banyak waktu untuk mengajarkan berbagai macam ilmu kepada
anaknya, maka dari itu peran guru adalah mengajarkan berbagai macam ilmu. Setelah hormat dan ta’at
kepada orang tua, setiap muslim wajib hormat dan menghargai gurunya, karena gurunya merupakan orang
yang perannya sangat penting dalam mendidik kita. Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang siswa
menghargai dan menghormati gurunya Sebagaimana diperintahkan dalam sabda Nabi Muhammad saw.
berikut.

Muliakanlah orang-orang

Artinya : muliakanlah orang-orang yang telah memberikan pelajaran kepadamu. (HR. Abu Hasan).
Orang yang berilmu tidaklah pandai begitu saja tanpa proses belajar. Proses belajar bisa dilakukan secara
formal maupun non-formal. Proses belajar biasanya membutuhkan pembina yang biasa disebut guru, yang
mempunyai andil besar dalam proses belajar. Guru akan membukakkan pintu-pintu ilmu lain baginya, yang
menunjukkan bila kita salah, agar tidak tergelincir pada kekeliruan. Hendaknya orang yang sedang belajar
dan berilmu itu bersikap baik terhadap guru.

Berikut adalah beberapa adab murid kepada guru.

1. MULIAKAN DAN MENGHORMATI GURU


Memuliakan orang yang berilmu/guru termasuk perkara yang dianjurkan, sebagaimana Rasulullah saw.
berikut.

Ibnu Abbas r.a berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Bukan termasuk golongan umatku orang yang tidak
menyayangi yang muda, tidak menghormati yang tua, tidak memerintahkan kebajikan dan tidak melarang
kemungkaran” (HR. Tirmidzi).

Agar mendapat ilmu dan taufik, seorang murid hendaknya memuliakan dan menghargai guru, serta berlaku
lemah lembut dan sopan santun, jangan memotong pembicaraannya, dan memperhatikan dengan baik.

Agar kita mendapat ilmu yang bermanfaat, aamiin

2. MENDOAKAN UNTUK KEBAIKAN BAGI GURU


Rasulullah saw. bersabda :

Ibnu Umar r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda : “Jika ada orang yang memberimu, maka balaslah
pemberian itu, jika tidak bisa membalasnya, maka doakanlah ia, sehingga kamu memandang telah cukup
membalas kebaikan tersebut”.

Ibnu Jama’ah ra. berkata : “Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunyqa sepanjang masa,
memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya, dan menunaikan haknya apabila telah wafat”. “Dan karena
ilmu yang telah diberikannya juga, hendaknya seorang murid mendoakan gurunya, semoga ia diberikan
pahala atas ilmu yang telah diberikan kepada muridnya”.

3. REDAH HATI KEPADA GURU


Sama halnya dengan adab kepada orang tua, kita juga harus merendahkan hati kepada guru, walaupun
sang murid lebih pintar, hendaknya menghidari perdebatan dengan guru, dalam hal ini seorang murid
hendaklah bersikap rendah hati kepada gurunya, karena sesungguhnya rendah hatinya seorang murid
kepada gurunya adalah kemuliaan dan tunduknya adalah kebangaan, sebagaimana Ibnu Jama’ah pernah
mengatakan demikian.

Nabi Muhammad saw. bersabda, yang artinya : “Abu Hurairah ra. berkata : bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda :”Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu ketenangan dan kesopanan, dan rendahkanlah dirimu terhadap
orang yang kamu ambil ilmunya” (HR. Tabrani). Ibnu Abbas juga peenah menyampaikan :”Aku
merendahkan diri tatkala aku menuntut ilmu, maka aku dimuliakan tatkala aku menjadi guru”.

4. MENCONTOH AKHLAKNYA
Guru adalah teladan bagi muridnya, oleh karenanya, hendaklah seorang murid mencontoh akhlak dan
kepribadian gurunya yang baik. Seperti mencontoh kebiasaan dan ibadahnya. Seorang guru pasti
membrikan hal-hal yang baik secara lisan atau perbuatan terhadap murid-muridnya.

5. MENENANGKAN HATI GURU


Seorang murid hendaknya tidak membuat gusar gurunya. Imam Syafi’i dalam pertemuannya dengan
gurunya, Imam Malik, pada tahun 170 H, hampir tidak pernah meninggalkan gurunya sampai gurunya
wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i tidak pernah meninggalkannya, kecuali ketika ia pergi ke Mekah
untuk menjenguk ibunya ataupun pergi ke pusat ilmu atau faqoh. Itupun setelah diperoleh izin dan restu
daru gurunya.

Ada sebuah cerita tentang Imam Syafi’i, ketika beliau berziarah ke makam Abu Hanifah, ia datang bersama
dengan salah satu murid seniornya Abu Hanifah, bernama Hasan Asy-Syaibani. Setelah tiba di makam,
Hasan Asy-Syaibani mempersilahkan Imam Syafi’i untuk menjadi imam shalat subuh.

Pada rakaat kedua Imam Syafi’i tidak membaca qunut; padahal dalam mahzabImam Syafi’i sendiri
membaca qunut asalah sunat ab’ad, tetapi beliau meninggalkan membaca qunut.

Setelah selesai shalat, Hasan Syaibani bertanya, “Mengapa Anda tidak membaca qunut wahai Syafi’i?
Bukankah engkau berpendapat bahwa qunut subuh sebuah amalan sunat yang perlu dibaca?” Aku malu
dengan pemilik kuburan ini” Sahut Imam Asy-Syafi’i.

Jazzakallah…
HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU
4.1 Menjelaskan isi Q.S Al-Isra / 17:23-24
Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
ٍّ ُ ‫سانًا إِ اما يَ ْبلُغ اَن ِع ْندَكَ ْال ِكبَ َر أ َ َح ُد ُه َما أ َ ْو ك ََِل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لَ ُه َما أ‬
‫ف َو ََّل ت َ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل‬ َ ْ‫ضى َربُّكَ أ َ اَّل ت َ ْعبُدُوا إِ اَّل إِيااهُ َوبِ ْال َوا ِل َدي ِْن إِح‬
َ َ‫َوق‬
‫لَ ُه َما قَ ْو ًَّل ك َِري ًما‬
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya
perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.”
(Qs. Al Israa’ [17]:23)
َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربايَانِي‬
‫صغ‬ ْ ‫ب‬ ‫ِض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ٍِّل مِ نَ ا‬
ِ ٍّ ‫الرحْ َم ِة َوقُ ْل َر‬ ْ ‫ِو‬
ْ ‫اخف‬ َ ِ ‫يرا‬.
ً
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil’.”
(Qs. Al Israa’ [17]:24)
Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter. Definisi dari
karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang lain atau dengan kata
lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim berupa moral, budipekerti, adab,
sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa Al-
Qur’an dan Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah
filsafat. Kembali kepada pengertian dari Surah Al-Isra ayat 23 disebutkan bahwa yang
pertama Allah memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk menyembah Dia semata,
tidak ada sekutu bagi-Nya.yang kedua, kita harus berbakti kepada orang tua. Lalu pada ayat
24 disebutkan bahwa anak hendaknya mendoakan kedua orang tuanya. Ulama
menegaskan bahwa doa kepada kedua orang tua yang dianjurkan adalah bagi yang muslim,
baik yang masih hidup atau telah meninggal. Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak
beragama islam telah meninggal, maka terlarang bagi anak untuk mendoakannya. Dari
penjelasan di atas sangat jelas bahwa ketika kita menghargai dan menyayangi orang tua
kita dengan baik maka akan menumbuhkan akhlak serta moral yang baik pula bagi anak
sedangkan jikalau kita acuh maka akan timbuh akhlak dan moral yang tidak baik. Dengan
kata lain, hal ini sangat berpengaruh dalam pendidikan karakter. Antara orangtua sebagai
pendidik dan anak. Segala sesuatu yang diajarkan dengan baik pada mulanya akan
menanamkan karakter yang baik pula pada anak. Untuk itu berbakti kepada orang tua
merupakan suatu cara yang harus dilakukan.
4.2 Menjelaskan isi hadis-hadis yang terkait dengan hormat dan patuh kepad orang
tua dan guru

1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.

ُ‫س َخط‬
َ ‫س َخطُ هللا فى‬
َ ‫الوا ِل َدي ِْن و‬
َ ‫ضى‬ َ ‫ ِر‬:‫ع ْمرو رضي هللا عنهما قال قال رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم‬
َ ‫ضى هللاُ فى ِر‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫ع ْب ُد هللا بن‬ َ
(‫الوا ِل َدي ِْن ) اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم‬ َ
Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “
Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada
murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-
Hakim)[1][1]

1. Hadis Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.

‫ص َحابَتِي؟‬ ِ ٍّ‫يرة َ رضي هللا عنه قال َجا َء َر ُج ٌل الى رسو ِل هللا صلى هللا عليه وسلم فقال يَا رسو َل هللا َم ْن ا َ َح ًّق الن‬
َ ‫اس بِ ُحس ِْن‬ َ ‫ع ْن اَبِي ه َُر‬
َ
(‫ ثم اَب ُْوكَ )اخرجه البخاري‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ثم ا ُّمك قال‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ ث ُ ام ا ُ ُّمك قال‬:‫ ث ُ ام َم ْن؟ قال‬:‫ ا ُ ُّمك قال‬:‫قال‬
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli
dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”,
lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa?
Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]

1. Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.

‫ ال ا‬:‫ي ْالعَ َم ِل ا َ َحبُّ الى هللا قال‬


‫ث ُ ام بِ ُّر‬:‫ ثم اي قال‬:‫ص ََلة ُ على َو ْقتِ َها قال‬ ‫سا َ ْلتُ النابِ ا‬
ُّ ‫ي صلى هللا عليه وسلم ا‬ َ ‫ع ْب ُد هللا بن َم ْسعُود قال‬
َ
(‫سبِ ْي ِل هللا ) اخرجه البخاري و مسلم‬ َ ‫الج َها ُد فى‬
ِ :‫ ثم اي قال‬:‫ال َوال َدي ِْن قال‬ ْ ْ

Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal
apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “
saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada kedua orang
tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan
Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]

1. Hadis Al-Mughirah bin Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak
kewajiban, meminta yang bukan haknya.

‫ ان هللا حرم عليكم عقوق اَّلمهات ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل وقال‬: ‫عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
(‫وكثرة السؤال واضاعة المال )اخرجه البخاري‬
Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh
Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang
bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang
yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]

1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.

‫ قيل‬. ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل والديه‬: ‫عن عبد هللا بن عمر ورضى هللا عنهما قال‬
(‫ يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب ) أخر جه امام بخاري‬:‫و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل‬.‫رسول هللا‬
Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “
diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat
bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?”
Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu
membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki
ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]
4.3 Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada
orang tua dan guru
PEMBAHASAN
A. Birrul Walidain

1. Pengertian Birrul Walidain

Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya
kebajikan dan al-walidainartinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul
Walidain adalah berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.

2. Kedudukan Birrul Walidain

Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-
Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada
keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada
keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang
sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu
dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak,
sekalipun tidak ikut mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah,
membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri
bahkan sampai waktu yang sangat tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk
berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]

3. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain

Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:

1. Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan
perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat
maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan
baik.
2. Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah
laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.[1][7]
3. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan,
pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan
ajaran Islam.
4. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri
sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
5. Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia
dan akhirta.
6. Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
7. Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
8. Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain:
– Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
– Melunasi semua hutang-hutangnya
– Melaksanakan wasiatnya
– Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
– Memuliakan sahabat-sahabatnya
– Mendoakannya.

4. Doa Anak untuk Orang Tua

Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat
suci Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt
agar dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa
yang telah mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41

41. Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari
terjadinya hisab (hari kiamat)”.

Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24

24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

1. ‘Uququl Walidain

‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua
adalah dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah
di dunia ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran
Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu
tidak bisa diganti dengan apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat,
mulai dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar,
menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-
macam tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di
dalam Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua
yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah
berusia lanjut)
Akhlak Kepada Guru

 Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi lebih baik
sebagaimana yang diridhoi Alloh ‘azza wa jalla. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang
tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan
syari’at agama.

 Di antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau mencaci-maki guru,
sebagaimana sabda Rosululloh saw :
 ‫ِيرنَا‬
َ ‫صغ‬ َ ‫ْس مِ ناا َم ْن لَ ْم ي َُوقٍِّ ْر َك ِب‬
َ ‫يرنَا َو يَ ْر َح ْم‬ َ ‫لَي‬
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak
menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah mendatangi tempat belajar dengan ikhlas dan penuh semangat,
sebagaimana sabda Rosululloh saw :

 ‫ط ِريقًا إِلَى ْال َجنا ِة‬


َ ‫َّللا لَهُ بِ ِه‬ َ ‫س فِي ِه ع ِْل ًما‬
ُ ‫س اه َل ا‬ ُ ِ‫ط ِريقًا يَ ْلتَم‬
َ َ‫سلَك‬
َ ‫َم ْن‬

“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu padanya, Alloh mudahkan
baginya dengannya jalan menuju syurga.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi
dan Ibnu Majah )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan penampilan yang rapi,
sebagaimana sabda Rosululloh saw :
 َ‫َّللا َجمِ ي ٌل يُحِ بُّ ْال َج َمال‬
َ ‫ِإنا ا‬

“Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim dan Al-
Hakim )

 Di antara akhlaq kepada guru yaitu diam memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan,
sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :
 ‫علَى ُر ُءو ِس ِه ْم ا‬
‫الطي َْر‬ َ ‫اس كَأَنا‬
ُ ‫س َكتَ النا‬
َ ‫َو‬

“Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-Bukhori )

 Imam Sufyan Ats-Tsauri rohimahullohberkata : “Bila kamu melihat ada anak muda yang bercakap-
cakap padahal sang guru sedang menyampaikan ilmu, maka berputus-asalah dari kebaikannya,
karena dia sedikit rasa malunya.”( AR. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ilas-Sunan )
 Di antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum dia mengerti
dengan cara baik. Alloh berfirman :
 َ‫فَاسْأَلُ ْوا أ َ ْه َل ال ِ ٍّذ ْك ِر ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم َّلَ ت َ ْعلَ ُم ْون‬

“Bertanyalah kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-Nahl : 43
dan Al-Anbiya’ : 7 )

 Rosululloh saw bersabda :


 ُ‫ي الس َُّؤال‬ ٍِّ ِ‫سأَلُ ْوا إِ ْذ لَ ْم يَ ْعلَ ُموا فَإِنا َما ِشفَا ُء ْالع‬
َ َ‫أََّل‬

“Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan
adalah bertanya ?” ( HSR. Abu Dawud )

 Dan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar mengolok-olok atau yang
dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu Alloh berfirman :
 ‫ع ْن أ َ ْشيَا َء إِ ْن ت ُ ْب َد لَ ُك ْم تَسُؤْ ُك ْم‬
َ ‫يَا أَيُّ َها الا ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َّلَ تَسْأَلُ ْوا‬

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan sesuatu yang bila dijawab
niscaya akan menyusahkan kalian.” ( Qs. Al-Maidah : 101 )

 Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :


 ‫ش ْيء لَ ْم يُ َح ار ْم فَ ُح ِ ٍّر َم مِ ْن أَجْ ِل َمسْأَلَ ِت ِه‬
َ ‫ع ْن‬ َ ‫ظ َم ْال ُم ْسلِمِ يْنَ ُج ْر ًما َم ْن‬
َ ‫سأ َ َل‬ َ ‫ِإنا أ َ ْع‬
“Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya
tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas menjadi diharamkan lantaran pertanyaannya
itu.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim )

 Ketika bertanya mestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang bagus.

Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang bagus menunjukkan separuh dari
kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami’ )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah menegur guru bila melakukan kesalahan dengan cara yang
penuh hormat, sebagaimana sabda Rosululloh :
 ‫َلِل َو ِل ِكتَابِ ِه َو ل َِرسُو ِل ِه َو أل َ ِئ ام ِة ْال ُمس‬
ِ ‫ ِل َم ْن ؟ قَا َل ِ ا‬: ‫ قُ ْلنَا‬, ُ‫ص ْي َحة‬
ِ ‫عا ام ِت ِه ْمِْال ِ ٍّديْنُ النا‬
َ ‫لِمِ ينَ َو‬

“Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk siapa ?” Beliau menjawab :
“Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya untuk para pemimpin
kaum muslimin dan untuk orang-orang umum.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-
Tirmidzi dll )

1. Akhlak terhadap orang tua menurut etika :

Orang tua adalah oran yang telah merawat kita, menjaga, memelihara, dan mendidik
kita sejak kecil hingga kita menjadi dewasa. Mereka melakukannya secara sunguh-sungguh
dan penuh kasih sayang demi mengharapkan kehidupan kita yang lebih baik. Bahkan orang
tua dengan susah payah bekerja mencari nafkah untuk membahagiakan kita.
Sedemikian besar peran orang tua dalam hidup kita, sehingga sudah sepantasnya kita
sebagai orang yang berpengetahuan haruslah menjaga etika kita terhadap orang tua.
Diantara bentuk-bentuk perbuatan kita yang sesuai dengan etika adalah :

1. Selalu taat kepada keduanya dan menjalankan segala perintahnya, asalkan perintah itu tidak
bertentangan dengan ajaran agama dan tidak melanggar hukum yang berlaku di suatu tempat.
Meskipun orang tua kita berbuat aniaya kepada kita, tetaplah kita tidak boleh menyinggung perasaan
mereka ataupun membalas perbuatan yang mereka terhadap kita. Baik bagaimanapun mereka
tetaplah orang tua kita yang telah merawat kita semenjak kita kecil.

Menurut ukuran umum, orang tua tidak akan berbuat aniaya kepada anaknya sendiri.
Jikalau terjadi aniaya, biasanya disebabkan oleh perbuatan si anak yang berbuat keterlaluan
kepada orang tua.

2. Jika hendak pergi hendaklah meminta izin kepada keduanya. Apabila tidak diizinkan kita harus
menerimanya dengan lapang dada.
3. Berbicaralah dengan lemah lembut, bermuka manis, dan berseri-seri. Janganlah meninggikan suara
ketika berbicara kepada orang tua dan jangan pula menggunakan kata-kata yang kasar kepada
keduanya.
4. Perhatikan nasihat-nasihat orang tua dan janganlah memotong pembicaraannya.
5. Membantu pekerjaan orang tua dengan sekuat tenaga, terutama jika orang tua sudah berusaha lanjut.
6. Selalu bersikap baik dan sopan santun baik dalam perbuatan maupun perkataan.
7. Selalu menyambung silaturahim kepada keduanya meskipun kita dalam perantauan ataupun kita
sudah memiliki keluarga sendiri, selalu menepati janji kita, dan menghormati sahabat-sahabat orang
tua dengan baik.
8. Selalu mendoakan orang tua agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah swt.
Sementara itu menurut imam al-Ghazali, etika anak terhadap orang tuanya adalah sebagai
berikut:

1. Mendengarkan pembicaraannya.
2. Melaksanakan perintahnya.
3. Tidak berjalan di depannya.
4. Tidak mengeraskan suara ketika berbicara kepadanya.
5. Menjawab panggilannya.
6. Berkemauan keras menyenangkan hatinya.
7. Menundukkan badannya.
8. Tidak mengungkit kebaikan kita terhadap mereka.
9. Tidak memandang dengan mata melotot dan tidak menatap matanya.

Itulah sebagian kecil bentuk akhlak anak terhadap orang tua menurut etika

1. Akhlak Kepada Guru Menurut Etika

Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru. Demi
untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau pengetahuan
yang telah diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah memiliki akhlak atau
etika yang benar terhadap gurunya.
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Seorang murid hendaklah hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2. Seorang murid hendaklah memberi salam terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap atau
berjumpa dengan beliau.
3. Seorang murid hendaklah memandang gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa gurunya itu
memiliki derajat kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil manfaat dari
beliau.
4. Seorang murid hendaklah mengetahui dan memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya dan
tidak melupakan jasanya.
5. Seorang murid hendaklah bersikap sabar jika menghadapi seorang guru yang memiliki perangai kasar
dan keras.
6. Seorang murid hendaklah duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang, merendahkan diri,
hormat sambil mendengarkan, memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan oleh gurunya.

Jangan duduk sambil menengok kanan kiri kecuali untuk suatu kepentingan.

7. Seorang murid hendaklah ketika mengadap gurunya dalam keadaan sempurna dengan badan dan
pakaian yang bersih.
8. Seorang murid hendaklah jangan banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan hal-hal yang
tidak berguna.
9. Seorang murid hendaklah jangan bertanya dengan tujuan untuk mengujinya dan menampakkan
kepandaian kepada guru.
10. Seorang murid hendaklah jangan bersenda gurau di hadapan guru
11. Seorang murid hendaklah jangan menanyakan masalah kepada orang lain ditengah majlis guru.
12. Seorang murid hendaknya tidak banyak bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak berguna
13. Jika guru berdiri, Seorang murid hendaklah ikut berdiri sebagai penghormatan kepada beliau.
14. Seorang murid hendaklah tidak bertanya suatu persoalan kepada guru ketika sedang di tengah jalan.
15. Seorang murid hendaklah tidak menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal yang tidak
berguna.
16. Seorang murid hendaklah tidak berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan oleh guru ( guru lebih
mengetahui tentang apa yang dikerjakannya).
17. Seorang murid hendaklah tidak mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama.
18. Ketika guru sedang memberi penjelasan/ berbicara hendaklah murid tidak memotong pembicaraannya.
Kalaupun ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya menunggu hingga beliau selesai
berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan atau tanggapan disampaikan dengan sopan
dan dalam bahasa yang baik.
19. Apabila ingin menghadap atau bertemu untuk sesuatu hal maka sebaiknya murid memberi konfirmasi
terlebih dahulu kepada guru dengan menelphon atau mengirim pesan, untuk memastikan
kesanggupannya dan agar guru tidak merasa terganggu.
20. Murid haruslah berkata jujur apabila guru menanyakan suatu hal kepadanya.
21. Seorang murid hendaklah menyempatkan diri untuk bersilaturahim ke rumah guru di waktu-waktu
tertentu, sebagai bentuk rasa saying kita terhadap beliau.
22. Meskipun sudah tidak dibimbing lagi oleh beliau ( karena sudah lulus) murid hendaklah tetap selalu
mengingat jasanya dan tetap terus mendoakan kebaikan –kebaikan atas mereka.

Bagaimanapun juga guru merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita yang di
rumah. Mereka adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi sebagaiman kita
menghormati orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus menghormati guru kita.
Sebagaimana disyiratkan dalam sabda Rasulullah SAW :
“Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami, tidak
mengasihi orang yang lebih kecil dari kami dan tidak mengetahui hak orang alim dari kami.”
(HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)
“Pelajarilah oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan)
ketenangan, kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian menuntut
ilmu darinya.” (HR. Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)

1. Kedudukan Guru

“ Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung “. Sebab, Ibu Bapak itu mendewasakan dari
segi jasmani yang bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari segi
rohani yang bersifat spiritual dan universal.
Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita menjadi
orang yang beramal sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur
pusaka dalam menjalankansyari’at, akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang terdekat
dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).
Sehubungan dengan hadist tersebut, maka kita diperintahkan untuk menghormati para
Ulama, meski bukan Guru kita. Begitupula dengan para Da’I dan Muballigh selaku penyalur
risalah kenabian, yang kini disebut Da’wah atau Kulyah Agama. Adapun Ulama yang
sebenarnya adalah yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta ilmudan amalanya
tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
BERBUAT BAIK KEPADA IBU DAN AYAH, WALAUPUN KEDUANYA ZALIM

Nama : Isma Fauzurana

NIM : 1507101130025
Seorang anak menurut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam
keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya,
walaupun seandainya orang tua berbuat zalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak
semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi
ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Allah tidak meridhainya sehingga orang tua itu
meridhainya.

Nama : Nurbaiti

NIM : 1507101130035

Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya anaknya.
Walaupun memang ada sebagian orang tua yang menganiaya anaknya tanpa alasan atau ada
kesalahan apapun. Kalaulah terjadi penaniayaan kepada orang tua kepada anaknya
disebabkan perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan orang tua sehingga
menganiaya anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada
anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah pun tidak meridhai
si anak tersebut lantaran orang tua.

Atsar dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma :

“ Tidaklah seorang Muslim yang memiliki kedua orang tua yang dia pada setiap hari berbuat
baik kepada keduanya, kecuali Allah akan membukakan baginya dua pintu (surga). Kalau
orang tua itu tinggal seorang diri, maka satu pintu yang Allah bukakan. Kalau dia membuat
marah/murka dari keduanya, maka Allah tidak akan ridha hingga orang tuanya ridha.”
Seseorang berkata, “ Seandainya kedua orang tuanya dzalim ?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “
Walaupun orang tuanya dzalim!”

Jadi, sudah sepatutnya kita berbuat baik kepada kedua orang tua kita walaupun kedua orang
tua kita dzalim.

Vous aimerez peut-être aussi