Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
FRAKTUR
Di susun oleh:
KELOMPOK 1
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
Umum : Mahasiswa mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan kegawat daruratan
pada pasien dengan fraktur
Khusus:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep fraktur
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep metodologi asuhan keperawatan kegawat
daruratan pada pasien fraktur
BAB II
KONSEP TEORI
C. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (1995) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan teradi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktifitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan
bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.
D. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
3. Pemendekan ekstremitas
Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang melengket
di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Krepitus
Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.
E. Klasifikasi Fraktur
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi
menjadi 2 antara lain:
a) Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
b) Fraktur terbuka (opened)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
i. Derajat I Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
ii. Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
iii. Derajat III Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
F. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh
darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan
otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan
berkurangnyan kemampuan prawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan
dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson: 1995).
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b) Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c) Sindroma Kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh
darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang
menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal
ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian syaraf yang
mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin
tidak dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya
terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti
lengan.resiko terjadinya sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma
otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat.
Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat
dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi
secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. (Corwin: 2009)
d) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union,
dan non union.
a) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Conyoh yang khas
adalah patah tulang paha yang dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips
untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang
yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gibs dibung ternyata anggota
tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak dapat
mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral. Komplikasi seperti ini
dapat dicegah dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu melakukan reduksi,
dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin terutama pada masa awal periode
penyembuhan.
Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-fragmen tulang yang
patah dn bergeser sesudah direduksi harus diketahui sedini mungkin dengan
melakukan pemeriksaan radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali
dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan tindakan
operasi.
b) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
c) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi
dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan
bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat
baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak
(biasanya otot) diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak
yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah
tersebut dapat merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.
H. Penyembuhan Fraktur
Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah
terbentuk pada daerah tersebut, bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel
pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas.
Kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi
kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal
dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari
kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh
osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur. Persatuan
(union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih
kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami re-medolling di mana osteoblas
akan membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak
sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya. (Price:
1995)
Penyembuhan tulang
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,
mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin
besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi
rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak
selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya
fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya
fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien
dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen
patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan
lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan
yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang
ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama,
dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera.
Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang
cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan
kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur,
bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang
diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan
dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera.
Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin
jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi
(Ramadhan: 2008)
J. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel,
atau cedera hati. (Dongoes: 1999)
BAB III
ASKEP GAWAT DARURAT FRAKTUR
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Cailary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) kelemahan
d. Kenyamanan
1) nyeri tiba-tiba saat cidera
2) spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) laserasi kulit
2) perdarahan
3) perubahan warna
4) pembengkakan local
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
(NOC) Rencana Tindakan
(NIC)
Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama...jam Klien mampu merawat diri dengan baik
dengan KH :
- Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian,
toileting, makan-minum,ambulasi
- Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
-Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
-Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
-Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
-Melakukan keramas, bersisir, bercukur, membersihkan kuku, berdandan
-Makan dan minum sendiri meminta bantuan bila perlu
-Mengosongkan kandung kemih dan bowel Bantuan Perawatan Diri: Mandi, hygiene
mulut, penil/vulva, rambut, kulit
-Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus
- Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan
mulut, perinea ldananus, sesuai kondisi
- Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah makan dan bila p
erlu
- Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa
mulut, dan gangguan integritas kulit.
Bantuan perawatan diri : berpakaian
Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas yang
sakit/ terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas berpakaian
sesuai indikasi Bantuan perawatan diri : Makan-minum
-Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan
-Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
-Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan
Bantuan Perawatan Diri: Toileting
-Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia),kognitif(menahan untuk
toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)
-Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga
privasi selama toileting
-Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau
-Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur
d. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
(NOC) Rencana Tindakan
(NIC)
Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam integritas kulit dapat teratasi
dengan KH:
- Pertahanan perfusi jaringan dan mukosa baik (sensasi, elastisitas, temperature,
hidrasi)
-Tidak ada lesi, iritasi kulit/dekubitus
-Klien mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
-Proses penyembuhan luka baik Perawatan Klien dengan tirah baring total
-Pasang kasur dekubitus bila diperlukan
- Hindari kerutan/lipatan alat tenun
-Mobilisasi/ubah posisi tidur klien tiap 2 jam sesuai jadwal
Pencegahan Luka Karena Tekanan
-Kaji factor resiko kerusakan integritas kulit
-Jaga kebersihan kulit klien agar tetap bersih dan kering
-Berikan/oles kanlotion pada daerah yang tertekan
- Lakukan massage sesuai indikasi
-Berikan cairan dan nutrisi yang adekuat sesuai kondisi Pengawasan kulit
-Monitor aktivitas, mobilisasi klien dan adanya kemerahan pada kulit
-Libatkan keluarga dalam mobilisasi klien dan personal higiene
-Ajarkan perubahan posisi kepada klien & keluarga
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga
fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera,
fraktur patologi, dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu
terbuka dan tertutup. Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya
fungsi dan deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, Pembengkakan lokal dan
Perubahan warna.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi. Sementara diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
fraktur adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap
fraktur.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.
B. B.Saran
Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani
secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk
keadaan penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang
harus diperhatikan dalam menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan
fraktur. Pasien harus mendapatkan pertolongan sesegera mungkin. Untuk itu
dibutuhkan perawat yang tanggap dalam menangani pasien gawat darurat, terutama
dalam hal ini adalah pasien dengan kegawat daruratan system
muskuloskeletal, fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Edisi 8 Vol 3. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed, 3. Jakarta: EGC
Editor, Aru W Sudoyo dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Dongoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Editor, R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4 Vol.1. Jakarta: EGC
Price, Silvia Anderson dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit Edisi Vol. 2. Jakarta: EGC
Price A S, Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses penyakit Edisi Vol. 2.
Jakarta: EGC
Ramadhan. 2008. Konsep Fraktur (Patah Tulang.
http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/22/konsep-fraktur-patah-tulang/ diakses
tanggal 30 maret 2013
Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamupate.
Smeltzer Suzanne, C . 2001. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000 . Patofisiologi. Jakarta: EGC
Wilkinson M J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Ktriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC