Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
2.1 Definisi
Lupus dalam bahasa Latin berarti "anjing hutan". Istilah ini mulai dikenal sekitar
satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini dikira mempunyai kelainan kulit, berupa
kemerahan di sekitar hidung dan pipi. Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan,
panas dan rasa lelah berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan
timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang
hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh. Dr. Rahmat Gunadi dari Fak. Kedokteran
Unpad/RSHS menjelaskan, penyakit lupus adalah penyakit sistem imunitas di mana
jaringan dalam tubuh dianggap benda asing. Reaksi sistem imunitas bisa mengenai
berbagai sistem organ tubuh seperti jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem saraf,
sistem kardiovaskuler, paru-paru, lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan, mata,
otak, maupun pembuluh darah dan sel-sel darah, (Anonim, 2009).
Buku kecil Care for Lupus (Syamsi Dhuha) menjelaskan, lupus adalah sebutan
umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus Erythematosus. Dalam istilah
sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat
tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang
berarti Serigala, (Anonim, 2009).
Penyakit lupus adalah penyakit inflamasi kronik yang diperantarai oleh sistem
imun, dimana seharusnya sistem ini melindungi tubuh dari berbagai penyakit justru
sebaliknya menyerang tubuh itu sendiri. Penyakit Lupus terjadi akibat produksi antibodi
berlebihan. Antibodi tersebut bukannya menyerang virus, kuman atau bakteri yang
masuk ke dalam tubuh, justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh
sendiri. Untuk mendiagnosis penyakit ini dengan pasti, diperlukan pemeriksaan darah
atau biopsi kulit. Keduanya untuk memeriksa antibodi-antibodi yang muncul ketika
lupus sedang aktif. Gejala-Gejala
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun,
artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh
sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi
seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara pasien yang satu dan yang lain,
2.2 Etiologi
Faktor yang diduga sangat berperan untuk seseorang terserang penyakit lupus
adalah faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan
virus. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor kepekaan dan faktor pencetus
yaitu adanya infeksi, pemakaian obat-obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian
pil KB, dan stres. Penyakit ini kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia 50
tahun namun ada juga pria yang mengalaminya. Oleh karena itu diduga penyakit ini
berhubungan dengan hormon estrogen.
Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga berkaitan
dengan kehamilan yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau pun
bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang berkebalikan juga mungkin atau bahkan
memperburuk gejala lupus. Sering dijumpai gejala Lupus muncul sewaktu hamil atau
setelah melahirkan.
Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat.
Namun, dalam penyakit ini kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat.
Penyakit Lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Dalam tubuh
seseorang terdapat antibodi yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan
masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh
muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh
2.3 Klasifikasi
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang
meninggi, skuama, sumbatan folikuler dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit
kepala, telinga wajah lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan
kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian
tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat.
Untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh
tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk
menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).
2.4 Patofisiologi
Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells (APCs)
dapat berasal dari luar seperti bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus, dan dapat
berasal dari dalam yaitu protein DNA atau RNA. Stimulus ini menyebabkan terjadinya
aktifasi sel B dan sel T. Karena terdapat antibodi antilimfosit T, menyebabkan
terjadinya limfositopenia sel T dan terjadi hiperaktifitas sel B. peningkatan sel B yang
teraktifasi menyebabkan terjadinya hipergamaglobulinemia.
Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) dan CD4+ (helper).
CD4+ membantu menginduksi terjadinya supresi dengan menyediakan signal bagi
CD8+ (Isenberg and Horsfalli, 1998). Berkurangnya jumlah sel T juga menyebabkan
berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai pada CD8+ juga berkurang
dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B yang hiperaktif. Berkurangnya
kedua subset sel T yang disebut double negatif (CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis dan
sekresi autoantibodi (Mok and Lau, 2003). Proses autoantibodi terjadi melalui 3
mekanisme yaitu :
1) Kompleks imun terjebak dalam membran jaringan dan mengaktifkan
komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan.
2) Autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang terjebak
dalam jaringan, komplemen akan teraktifasi dan terjadi kerusakan jaringan.
3) Autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktifasi komplemen
yang berperan dalam kematian sel (Epstein, 1998).
(protein DNA/RNA)
Mengaktifkan komplemen
Melepaskan enzim protease dan bahan toksik yang berasal dari metabolisme oksigen
dan arginin (oksigen radikal bebas)
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk
penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan
berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis.
2.7 Penatalaksanaan/Terapi
Kongres Internasional Lupus di New York melaporkan beberapa obat baru untuk
lupus. Salah satu obat baru adalah LymphoStat-B, bekerja menghambat protein yang
menstimulasi limfosit B (BLyS= B lymphocyte stimulator). Limfosit B adalah sel yang
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi, antibodi yang salah arah
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun
Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna (sangat jarang didapatkan remisi
yang sempurna). Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diet tinggi kalori tinggi protein
dan pemberian vitamin.
1. Monitoring teratur
2. Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup
1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam
penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis.
Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus diputuskan dulu apakah penderita
tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila
penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi
dan imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanenuntuk SLE.
Tujuan dari terapi adalahmengurangi gejala dan melindungi organdengan
mengurangi peradangan dan atautingkat aktifitas autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,2004):
a. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus
mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena
penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi
pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan di samping
pemberian obat ialah: cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah
gaya hidup.
b. Hindari merokok
Walaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak wanita
perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi, memperberat
fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat bahan
yang terkandung pada sigaret/rokok.
c. Cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan hanya
ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE khususnya dengan
keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan cuaca karena akan
mempengaruhi proses inflamasi.
2. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul.Pada
keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi
nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum penderita.Efek samping
terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan
pemeriksaan kreatinin serum secara berkala.Pemberian kortikosteroid dosis rendah
3. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5 mg/kgBB/hari,
sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednison 1-1,5
mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15
mg/kgBB selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid
oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :
a. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai
bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
b. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan
SLE
c. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
d. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk
mengendalikan gejala artritis.
e. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort ) atau
triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
f. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria, seperti
hidroksikolorokuin sulfat ( plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang membandel.
g. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah
eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan
dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus,
faskulitis dan gangguan pada SSP. (Kowalak, Welsh, Mayer . 2002).
2.8 Komplikasi
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria,
namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan wanita dan
pria 8 : 1.
b. Biasa ditemukan pada ras-ras tertentu seperti Negro, Cina, dan Filiphina.
c. Lebih sering pada usia 20-40 tahun, yaitu pada usia produktif.
d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah menderita penyakit ginjal
atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam malar-
fotosensitif, ruam diskoid-bintik-bintik eritematosa menimbul, Artralgia/arthritis,
demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, perikarditis, bengkak pada pergelangan
kaki, kejang, ulkus dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. keluhan-keluhan lain yang menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan Klorpromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid, dilantin, penisilamin, dan kuinidin.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit autoimun yang lain.
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis
B1 ( Breath )
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampilan fisik.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, leukopenia, penurunan
hemoglobin
5. Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan kelemahan atau keletihan akibat
anemia.
C. INTERVENSI
3.1 Kesimpulan
Penyakit lupus adalah penyakit inflamasi kronik yang diperantarai oleh sistem
imun, dimana seharusnya sistem ini melindungi tubuh dari berbagai penyakit justru
sebaliknya menyerang tubuh itu sendiri atau, penyakit lupus adalah penyakit sistem
imunitas di mana jaringan dalam tubuh dianggap benda asing (terjadi autoinfeksi).
Penyakit Lupus terjadi akibat produksi antibodi berlebihan. Reaksi sistem imunitas bisa
mengenai berbagai sistem organ tubuh seperti jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem
saraf, sistem kardiovaskuler, paru-paru, lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan,
mata, otak, maupun pembuluh darah dan sel-sel darah. tiga jenis lupus, yaitu :
1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus
otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-jari tangan atau kaki, lupus kulit,
lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan
lain-lain.
2. Lupus Diskoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit.
Termasuk paling banyak menyerang.
3. Lupus Obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri
dengan memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian obat
hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung
yang tidak teratur), (Aulawi, 2008).
3.1 Saran
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Untuk mencegah alergi ini kembali,.
Merubah pola hidup menjadi dasar perbaikan seluruh kondisi HIV/AIDS. Prinsip utama
dalam menangani reaksi alergi adalah menghindari pencetusnya, dan bukan memberinya
obat-obatan. Jadi, perhatikan faktor lingkungan di sekitarnya.
Anonim. 2007. Apa Itu Lupus?? http://DokterSehat.com. Diakses tanggal 30 Mei 2009
Anonim. 2009. Lupus. http://nusaindah.tripoid.com. Diakses tanggal 30 Mei 2009Djoerban,
Zubairi. 2002. Kemajuan Pengobatan Penyakit Lupus. http://www.kompas.com.
Diakses tanggal 30 Mei 2009
Anonim. 2009. Lupus Eritematosus Sistemik. http://www. WikipediaIndonesia.co.id. Diakses
tanggal 30 Mei 2009
Aulawi, Dede Farhan. 2008. Mengeal Penyakit Lupus. http://www.panduankesehatan.com. .
Diakses tanggal 30 Mei 2009
Kusnandari, Mifa Putri. 2008. Gejala Penyakit Lupus. http:// Melilea021.blogspot.com.
Diakses tanggal 30 Mei 2009
Stephanie. 2007. Kemana Harus Berobat dan Bagaimana Pengobatan Lupus?
http://stelicia.blogspot.co.id. Diakses tanggal 30 Mei 2009