Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker.
Tidak sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang
penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap
tahunnya.
Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat.
Namun, apa jadinya jika kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat.
Penyakit lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Penyakit ini
tergolong misterius. Dokter kadang bingung mendiagnosis penyakit ini.
Jumlah penderita lupus ini tidak terlalu banyak. Menurut data pustaka, di
Amerika Serikat ditemukan 14,6 sampai 50,8 per 100.000. Di Indonesia bisa dijumpai
sekitar 50.000 penderitanya. Sedangkan di RS Ciptomangunkusumo Jakarta, dari 71
kasus yang ditangani sejak awal 1991 sampai akhir 1996 , 1 dari 23 penderitanya adalah
laki-laki. Saat ini, ada sekitar 5 juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap tahun
ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki-laki, dan
perempuan.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit Lupus biasanya
menyerang wanita produktif. Meski kulit wajah penderita Lupus dan sebagian tubuh
lainnya muncul bercak-bercak merah, tetapi penyakit ini tidak menular. Terkadang kita
meremehkan rasa nyeri pada persendian, seluruh organ tubuh terasa sakit atau terjadi
kelainan pada kulit, atau tubuh merasa kelelahan berkepanjangan serta sensitif terhadap
sinar matahari. Semua itu merupakan sebagian dari gejala penyakit Lupus.
Faktor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah faktor
lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan virus. Oleh
karena itu, bagi para penderita lupus dianjurkan keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau
sesudah pukul 16.00. Saat bepergian, penderita memakai sun block atau sun screen
(pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada bagian kulit yang akan terpapar.

Keperawatan Medikal Bedah II Page 1


1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Lupus?


2. Apa etiologi dari Lupus?
3. Apa sajakah klasifikasi dari Lupus?
4. Bagaimana patofisiologi dari Lupus?
5. Bagaimanakah manifestasi klinis dari Lupus?
6. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang dari Lupus?
7. Bagaimanakah penatalaksanan/terapi dari Lupus?
8. Apa sajakah komplikasi dari Lupus?
9. Bagaimana pencegahan dari Lupus?
10. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan dari Lupus?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Lupus


2. Untuk mengetahui Apa etiologi dari Lupus
3. Untuk Apa sajakah klasifikasi dari Lupus
4. Untuk engetahui Bagaimana patofisiologi dari Lupus
5. Untuk mengetahui Bagaimanakah manifestasi klinis dari Lupus
6. Untuk mengetahui Bagaimanakah pemeriksaan penunjang dari Lupus
7. Untuk mengetahui Bagaimanakah penatalaksanan/terapi dari Lupus
8. Untuk mengetahui Apa sajakah komplikasi dari Lupus
9. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dari Lupus
10. Untuk mengetahui Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan dari Lupus

Keperawatan Medikal Bedah II Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Lupus dalam bahasa Latin berarti "anjing hutan". Istilah ini mulai dikenal sekitar
satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini dikira mempunyai kelainan kulit, berupa
kemerahan di sekitar hidung dan pipi. Bercak-bercak merah di bagian wajah dan lengan,
panas dan rasa lelah berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap bengkak dan
timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang
hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh. Dr. Rahmat Gunadi dari Fak. Kedokteran
Unpad/RSHS menjelaskan, penyakit lupus adalah penyakit sistem imunitas di mana
jaringan dalam tubuh dianggap benda asing. Reaksi sistem imunitas bisa mengenai
berbagai sistem organ tubuh seperti jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem saraf,
sistem kardiovaskuler, paru-paru, lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan, mata,
otak, maupun pembuluh darah dan sel-sel darah, (Anonim, 2009).
Buku kecil Care for Lupus (Syamsi Dhuha) menjelaskan, lupus adalah sebutan
umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus Erythematosus. Dalam istilah
sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat
tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang
berarti Serigala, (Anonim, 2009).
Penyakit lupus adalah penyakit inflamasi kronik yang diperantarai oleh sistem
imun, dimana seharusnya sistem ini melindungi tubuh dari berbagai penyakit justru
sebaliknya menyerang tubuh itu sendiri. Penyakit Lupus terjadi akibat produksi antibodi
berlebihan. Antibodi tersebut bukannya menyerang virus, kuman atau bakteri yang
masuk ke dalam tubuh, justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh
sendiri. Untuk mendiagnosis penyakit ini dengan pasti, diperlukan pemeriksaan darah
atau biopsi kulit. Keduanya untuk memeriksa antibodi-antibodi yang muncul ketika
lupus sedang aktif. Gejala-Gejala
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun,
artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh
sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi
seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara pasien yang satu dan yang lain,

Keperawatan Medikal Bedah II Page 3


maka gejalanya juga sering kali berbeda, misalnya pasien yang satu dengan kaki dan
perut bengkak akibat kerusakan di ginjal, pasien yang lain bisa dengan anemia berat atau
jumlah trombosit yang amat rendah
Umumnya penderita lupus mengalami gejala seperti. kulit yang mudah gosong
akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan, penderita sering merasa
lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama
didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang. Pada
kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu.
Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di
kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik.
Gejala-gejala penyakit lupus dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik
(LES). Eritomatosus artinya kemerahan, sedangkan sistemik bermakna menyebar luas
keberbagai organ tubuh. Istilahnya disebut LES atau Lupus.
Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:
1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan
pencernaan.
2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan,
demam dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif,
sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-
kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram
bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat
banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih
gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.
4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh
penyakit lupus ini.
5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan, (Dahlan Iskan, 2007).

Menurut American College Of Rheumatology 1997, diagnosis SLE harus


memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala
tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan
kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.

Keperawatan Medikal Bedah II Page 4


2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai adanya
jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
3. Fotosensitif, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari
4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini
dijumpai pada 90 % odapus.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan.
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
8. Gangguan pada otak atau sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-
lain.
9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit
berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia.
10. Tes ANA (Antinuclear Antibody) positif.
11. Gangguan sistem kekebalan tubuh, (Kusnandari, 2008).

2.2 Etiologi
Faktor yang diduga sangat berperan untuk seseorang terserang penyakit lupus
adalah faktor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan
virus. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor kepekaan dan faktor pencetus
yaitu adanya infeksi, pemakaian obat-obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian
pil KB, dan stres. Penyakit ini kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia 50
tahun namun ada juga pria yang mengalaminya. Oleh karena itu diduga penyakit ini
berhubungan dengan hormon estrogen.
Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga berkaitan
dengan kehamilan yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau pun
bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang berkebalikan juga mungkin atau bahkan
memperburuk gejala lupus. Sering dijumpai gejala Lupus muncul sewaktu hamil atau
setelah melahirkan.
Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat.
Namun, dalam penyakit ini kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat.
Penyakit Lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebih. Dalam tubuh
seseorang terdapat antibodi yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan
masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh
muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh

Keperawatan Medikal Bedah II Page 5


yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas . Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk
ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu :
Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti
pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang
mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia.
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan
antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun. Gabungan antibodi dan
antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan
menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-
sel radang (fagosit) Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi
dengan baik. Sel-sel radang tersebet bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim,
yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan
berkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya,
hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka
panjang fungsi organ tubuh akan terganggu, (Anonim, 2009).

2.3 Klasifikasi

Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus,


systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.

1. Discoid Lupus

Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang
meninggi, skuama, sumbatan folikuler dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit
kepala, telinga wajah lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan
kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian
tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).

2. Systemic Lupus Erythematosus

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan


oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap
dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid

Keperawatan Medikal Bedah II Page 6


dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).

3. Lupus yang diinduksi oleh obat

Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat.
Untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh
tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk
menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).

2.4 Patofisiologi
Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells (APCs)
dapat berasal dari luar seperti bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus, dan dapat
berasal dari dalam yaitu protein DNA atau RNA. Stimulus ini menyebabkan terjadinya
aktifasi sel B dan sel T. Karena terdapat antibodi antilimfosit T, menyebabkan
terjadinya limfositopenia sel T dan terjadi hiperaktifitas sel B. peningkatan sel B yang
teraktifasi menyebabkan terjadinya hipergamaglobulinemia.
Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) dan CD4+ (helper).
CD4+ membantu menginduksi terjadinya supresi dengan menyediakan signal bagi
CD8+ (Isenberg and Horsfalli, 1998). Berkurangnya jumlah sel T juga menyebabkan
berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai pada CD8+ juga berkurang
dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B yang hiperaktif. Berkurangnya
kedua subset sel T yang disebut double negatif (CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis dan
sekresi autoantibodi (Mok and Lau, 2003). Proses autoantibodi terjadi melalui 3
mekanisme yaitu :
1) Kompleks imun terjebak dalam membran jaringan dan mengaktifkan
komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan.
2) Autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang terjebak
dalam jaringan, komplemen akan teraktifasi dan terjadi kerusakan jaringan.
3) Autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktifasi komplemen
yang berperan dalam kematian sel (Epstein, 1998).

Pada sel B, terjadi peningkatan reseptor sitokin, IL-2, sehingga dapat


meningkatkan heat shock protein 90 (hsp 90) dan CD4+ pada sel B. Namun terjadi

Keperawatan Medikal Bedah II Page 7


penurunan terhadap CR 1 ( complement reseptor 1) dan juga fagositosis yang inadekuat
pada igG2 dan igG3 karena lemahnya ikatan reseptor FcγRIIA dan FcγRIIIA. Hal ini
juga berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen C1, C2, C4. Adanya
gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun
dan terjadinya deposisi kompleks imun pada berbagai macam organ sehingga terjadi
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktifasi komplemen
yang menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi radang.
Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan atau gejala pada organ atau
tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, kulit dan sebagainya (Albar,
2003).
Secara ringkas, proses perjalanan penyakit lupus eritematosus sistemikadalah
sebagai berikut :
Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells (APCs)
yang berasal dari luar (bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus) dan dari dalam

(protein DNA/RNA)

Terdapatnya antibodi antilimfosit T

Limfositopenia sel T, Hiperaktivitas sel B, fungsi sel T supresor abnormal

Double negatif (CD4-CD8-), hipergamaglobulinemia, penimbunan kompleks ag-ab


(igG/igM) dalam jaringan/pembuluh darah

Mengaktifkan komplemen

Komplemen melepaskan MCF (Macrophage chemotactic factor)

Makrofag dikerahkan ke tempat tersebut

Melepaskan enzim protease dan bahan toksik yang berasal dari metabolisme oksigen
dan arginin (oksigen radikal bebas)

Merusak jaringan sekitarnya (autoimun)

Keperawatan Medikal Bedah II Page 8


Lupus Eritematosus Sistemik

2.5 Manifestasi Klinis


1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

2. Sistem integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.

3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.

4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.

5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.

7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk
penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

2.6 Pemeriksaan penunjang

Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan
berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis.

Keperawatan Medikal Bedah II Page 9


Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis
atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya
mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan :


a. Hematologi, Ditemukan anemia, leukopenia, trombocytopenia.
b. Kelainan imunologi, Ditemukan ANA, Anti-Ds-DNA, rheumatoid factor, STS false
positive, dan lain-lain

2.7 Penatalaksanaan/Terapi

Pengobatan Lupus tergantung dari :


1. Tipe Lupus.
2. Berat ringannya Lupus.
3. Organ tubuh yang terkena.
4. Komplikasi yang ada.

Tujuan pengobatan Lupus adalah :


1. Mengurangi peradangan pada jaringan tubuh yang terkena.
2. Menekan ketidaknormalan sistem kekebalan tubuh.

Pada pengobatan Lupus digunakan dua kategori obat :


1. Kortikosteroid. Golongan ini berfungsi untuk mencegah peradangan dan merupakan
pengatur kekebalan tubuh. Bentuknya bisa salep, krem, pil atau cairan. Untuk Lupus
ringan, digunakan dalam bentuk tablet dosis rendah. Jika kondisi sudah berat,
digunakan kortikosteroid bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi. Bila kondisi
teratasi maka penggunaan dosis diturunkan hingga dosis terendah untuk mencegah
kambuhnya penyakit.
2. Nonkortikosteroid. Kegunaan obat ini adalah untuk mengatasi keluhan nyeri dan
bengkak pada sendi dan otot, (Stephanie, 2007).

Kongres Internasional Lupus di New York melaporkan beberapa obat baru untuk
lupus. Salah satu obat baru adalah LymphoStat-B, bekerja menghambat protein yang
menstimulasi limfosit B (BLyS= B lymphocyte stimulator). Limfosit B adalah sel yang
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi, antibodi yang salah arah

Keperawatan Medikal Bedah II Page 10


pada pasien lupus.LymphoStat-B termasuk obat golongan antibodi monoklonal, yang
mengenal secara khusus aktivitas biologis protein BLyS yang menstimulasi limfosit B ,
kemudian menghambat aktivitas protein tersebut sehingga limfosit B tidak bisa
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Berkurangnya produksi
antibodi menyebabkan aktivitas penyakit lupus mudah dikontrol.
Obat baru ini telah mendapat persetujuan FDA, melalui jalur cepat, karena
dianggap amat potensial sebagai obat penyakit SLE. Uji klinik telah membuktikan
manfaat dan keamanan obat ini untuk mengobati penyakit lupus. Aktivitas penyakit
lupus menurun. Obat tersebut juga memulihkan aktivitas auto imun kembali ke normal.
Pada uji klinik tersebut juga dijumpai pengurangan jumlah limfosit B sebesar 12 persen-
40 persen serta pengurangan kadar anti-dsDNA (double-stranded DNA); anti-dsDNA
adalah salah satu kriteria penting untuk penyakit lupus. Obat lain yang serupa
LymphoStat B yang dilaporkan hasil uji kliniknya adalah rituximab (antilimfosit B) dan
infliximab, yang mempunyai aktivitas anti-TNF (Tumor Necrosing Factor).
Peneliti lain melaporkan dehydroepiandrosterone (DHEA) dapat mengurangi
keperluan dosis prednisone untuk pasien lupus. Khusus untuk pasien lupus dengan
gangguan di ginjal (lupus nefritis), setelah mendapat obat siklofosfamid, sekarang ada 2
pilihan untuk obat pemeliharaan (maintenance), yaitu azatioprin atau mycophenolate
mofetil yang ternyata hasilnya lebih baik dibandingkan dengan siklofosfamid. Masih
dalam penelitian awal adalah pengobatan lupus dengan cangkok sumsum tulang, yang
hasilnya cukup memberi harapan, (Djoerban, 2002).

1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun

Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna (sangat jarang didapatkan remisi
yang sempurna). Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diet tinggi kalori tinggi protein
dan pemberian vitamin.

Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan eksaserbasi pada SLE,yaitu:

1. Monitoring teratur
2. Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup

Keperawatan Medikal Bedah II Page 11


3. Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan pemberian sun
screen lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
4. Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang
adekuat.
5. Rencanakan kehamilan/hindari kehamilan .

1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam
penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis.
Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus diputuskan dulu apakah penderita
tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila
penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi
dan imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanenuntuk SLE.
Tujuan dari terapi adalahmengurangi gejala dan melindungi organdengan
mengurangi peradangan dan atautingkat aktifitas autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,2004):
a. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus
mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena
penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi
pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan di samping
pemberian obat ialah: cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah
gaya hidup.
b. Hindari merokok
Walaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak wanita
perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi, memperberat
fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat bahan
yang terkandung pada sigaret/rokok.
c. Cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan hanya
ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE khususnya dengan
keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan cuaca karena akan
mempengaruhi proses inflamasi.

Keperawatan Medikal Bedah II Page 12


d. Stres dan trauma fisik
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik
dapat mempengaruhi sistem imun melalui: penurunan respons mitogen limfosit,
menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan menaikkan aktivitas sel NK
(NaturalKiller). Keadan stress tidak selalu mempengaruhi aktivasi penyakit,
sedangkan trauma fisik dilaporkan tidak berhubungan dengan aktivasi SLE-nya.
Umumnya beberapa peneliti sependapat bahwa stress dan trauma fisik sebaiknya
dikurangi atau dihindari karena keadaan yang prima akan memperbaiki
penyakitnya.
e. Diet
Tidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang berimbang
dapat memperbaiki kondisi tubuh.Beberapa penelitian melaporkan bahwa minyak
ikan (fish oil) yang mengandung eicosapentanoic acid dan docosahexanoic acid
dapat menghambat agregasi trombosit, leukotrien dan 5-lipoxygenase di sel
monosit dan polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita dengan hiperkolesterol
perlu pembatasan makanan agar kadar lipid kembali normal.
f. Sinar matahari (sinar ultra violet)
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang, dua dari
tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm) berperan dalam proses fototoksik.
Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10 pagi s/d pukul 3 sore, sehingga
semua pasien SLE dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari pada
waktu-waktu tersebut.
g. Kontrasepsi oral
Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan memperberat
LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan penyakitnya.
Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala atau tromboflebitis jangan
menggunakan obat yang mengandung estrogen.

2. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul.Pada
keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi
nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum penderita.Efek samping
terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan
pemeriksaan kreatinin serum secara berkala.Pemberian kortikosteroid dosis rendah

Keperawatan Medikal Bedah II Page 13


15 mg, setiap pagi.Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas.
Sebagian besar sunscreen topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang
mengandung PABA dan esternya, benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat
menyerap sinar ultraviolet A dan B atausteroid topikal berkekuatan sedang, misalnya
betametason valerat dan triamsinolon asetonid.

3. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5 mg/kgBB/hari,
sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednison 1-1,5
mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15
mg/kgBB selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid
oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :
a. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai
bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
b. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan
SLE
c. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
d. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk
mengendalikan gejala artritis.
e. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort ) atau
triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
f. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria, seperti
hidroksikolorokuin sulfat ( plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang membandel.
g. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah
eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan
dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus,
faskulitis dan gangguan pada SSP. (Kowalak, Welsh, Mayer . 2002).

2.8 Komplikasi

o Vaskulitis (radang pembuluh)


o Pericarditis
o Myocarditis

Keperawatan Medikal Bedah II Page 14


o Anemia hemolitik
o Intravaskular thrombosis
o Glukokortikoid disebut juga sebagai salah satu pilihan obat untuk pasien SLE.
Namun, obat ini bisa juga memperburuk kondisi SLE jika diberikan dengan dosis
yang tinggi.
2.9 Pencegahan

Dalam melakukan pencegahan ada berbagai masalah yang dihadapi pengidap


lupus. Masalah pertama adalah seringnya penyakit pasien terlambat diketahui dan diobati
dengan benar karena cukup banyak dokter yang tidak mengetahui atau kurang waspada
tentang gejala penyakit lupus dan dampak lupus terhadap kesehatan. Di Indonesia,
rendahnya kompetensi dokter untuk mendiagnosis penyakit secara dini dan mengobati
penyakit lupus dengan tepat tercermin dari pendeknya survival 10 tahun yang masih
sekitar 50 persen, dibandingkan dengan negara maju, yang 80 persen.
Biasanya paramedis akan melakukan pemeriksaan ANA (Anti Nuclear Antibodi)
bisa positif, di laboratorium dan patologi. Bila sudah diketahui diagnosanya lupus, maka
pihak medis akan memberikan pengobatan berupa terapi, theraphy sintomatik
(penghilangan gejala), kortikortiroid (antipenurun kekebalan tubuh), serta menekan daya
tahan tubuh berlebihan, dengan pemberian obat demam dan penghilang rasa sakit. Hanya
saja, untuk terapi yang dilakukan berbeda-beda dengan setiap penderita.
Penyembuhannya pun bisa memakan waktu berbulan-bulan, itupun dengan catatan
penderita rajin memeriksakan diri. Bahkan tak jarang, terkadang diagnosa baru didapat
justru setelah penderita meninggal. Atau penyakit lupusnya tiba-tiba sembuh sendiri.
Karena itulah, fokus pengobatan dokter adalah dengan melakukan pencegahan dengan
meminimalisir meluasnya penyakit sehingga tidak menyerang organ vital tubuh lainnya.
Oleh karena itu, untuk melakukan upaya preventif terhadap penyakit lupus perlu
ditingkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun semua
pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Selain itu, peningkatan kompetensi
petugas-petugas pelayan kesehatan juga harus di tingkatkan agar tidak terjadi kesalahan-
kesalahan yang akan membahayakan jiwa pasien. Pengembangan metode pengobatan
yang lebih baik dan efisien juga perlu dilakukan. Pasien juga harus diberi penyuluhan
tentang apa itu lupus, apa bahayanya dan bagaimana gejalanya agar pasien bisa turut
berperan aktif dalam upaya pencegahan penyakit lupus.

Keperawatan Medikal Bedah II Page 15


Masalah berikutnya adalah belum terpenuhinya kebutuhan pasien lupus dan
keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan lupus.
Dirasakan penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk
penyakit lupus terhadap kesehatan. Masalah lupus tidak hanya berdampak buruk pada
kesehatan pasien, namun juga mempunyai dampak psikologi dan sosial yang cukup berat
untuk pasien maupun keluarganya. Dalam hal ini peran sarjana kesehatan masyarakat
selaku tenaga kesehatan yang berorientasi pada upaya preventif dan promotif sangat
diperlukan. Masyarakat harus secara intensif diberi penyuluhan tentang apa itu lupus,
gejala yang ditimbulkan, dampak yang ditimbulkan,serta bagaimana cara
pencegahannya. Kebersiahan dan kesehatan lingkungan juga harus diperhatikan karena,
seperti yang telah dijelaskan dalam subbab “penyebab” bahwa faktor yang diduga
menyebabkan lupus ada berberapa macam diantaranya faktor lingkungan.
Masalah lain adalah kurangnya prioritas di bidang penelitian medik untuk
menemukan obat-obat penyakit lupus yang baru, yang aman dan efektif, dibandingkan
dengan penelitian penyakit-penyakit lain, yang sebanding besaran masalahnya. Upaya
preventif yang harus dilakukan adalah berusaha mengembangkan penelitian-penelitian
mengenai penyakit lupus mengingat bahaya dan dampak negatif yang bisa ditimbulkan
oleh penyakit ini.
Hal yang harus dilakukan penderita lupus (odipus) agar penyakit lupusnya tidak
kambuh adalah :
1. Menghindari stress
2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
3. mengurangi beban kerja yang berlebihan
4. menghindari pemakaian obat tertentu.
Odipus dapat memeriksakaan diri pada dokter-dokter pemerhati penyakit ini,
dokter spesialis penyakit dalam konsultasi hematologi, rheumatology, ginjal, hipertensi,
alergi imunologi, jika lupus dapat tertanggulangi, berobat dengan teratur, minum obat
teratur yang di berikan oleh dokter (yang biasanya diminum seumur hidup), odipus akan
dapat hidup layaknya orang normal, (Anonim, 2009). Dukungan keluarga juga sangat
dibutuhkan, mengingat keluarga adalah orang yang paling dekat dan yang selalu
berinteraksi dengan odipus. Dukungan (social support) dalam teori ilmu psikologi
merupakan salah satu media bertahan dari stress (coping stress) yang mampu memberi
pengaruh besar.

Keperawatan Medikal Bedah II Page 16


2.10 Konsep Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria,
namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan wanita dan
pria 8 : 1.
b. Biasa ditemukan pada ras-ras tertentu seperti Negro, Cina, dan Filiphina.
c. Lebih sering pada usia 20-40 tahun, yaitu pada usia produktif.
d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah menderita penyakit ginjal
atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam malar-
fotosensitif, ruam diskoid-bintik-bintik eritematosa menimbul, Artralgia/arthritis,
demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, perikarditis, bengkak pada pergelangan
kaki, kejang, ulkus dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. keluhan-keluhan lain yang menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan Klorpromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid, dilantin, penisilamin, dan kuinidin.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit autoimun yang lain.
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis
B1 ( Breath )

Keperawatan Medikal Bedah II Page 17


Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot nafas
tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales, ronchii), nyeri saat inspirasi, produksi
sputum, reaksi alergi.Patut dicurigai terjadi pleuritis atau efusi pleura. .
B2 ( Blood )
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada, suara jantung ( S1,S2,S3), bunyi systolic
click ( ejeksi click pulmonal dan aorta ), bunyi mur-mur.Friction rub perikardium
yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan
B3 ( Brain )
Mengukur tingkat kesadaran( efek dari hipoksia ) Glasgow Coma Scale secara
kuantitatif dan respon otak ; compos mentis sampai coma (kualitatif), orientasi
klien.Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang
B4 ( Bladder )
Pengukuran urine tampung ( menilai fungsi ginjal ), warna urine (menilai filtrasi
glomelorus),
B5 ( Bowel )
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan., turgor kulit.
Nyeri perut, nyeri tekan, apakah ada hepatomegali, pembesaran limpa.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampilan fisik.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, leukopenia, penurunan
hemoglobin
5. Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan kelemahan atau keletihan akibat
anemia.

C. INTERVENSI

Keperawatan Medikal Bedah II Page 18


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kerusakan integritas NOC : NIC : Pressure Management


kulitberhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin Anjurkan pasien untuk menggunakan
Eksternal : and Mucous Membranes pakaian yang longgar
- Hipertermia atau Wound Healing : primer Hindari kerutan pada tempat tidur
hipotermia dan sekunder Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
- Substansi kimia Setelah dilakukan dan kering
- Kelembaban tindakan keperawatan Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
- Faktor mekanik selama….. kerusakan setiap dua jam sekali
(misalnya : alat yang integritas kulit pasien Monitor kulit akan adanya kemerahan
dapat menimbulkan luka, teratasi dengan kriteria Oleskan lotion atau minyak/baby oil
tekanan, restraint) hasil: pada derah yang tertekan
- Immobilitas fisik  Integritas kulit yang Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Radiasi baik bisa Monitor status nutrisi pasien
- Usia yang ekstrim dipertahankan Memandikan pasien dengan sabun dan
- Kelembaban kulit (sensasi, elastisitas, air hangat
- Obat-obatan temperatur, hidrasi, Kaji lingkungan dan peralatan yang
Internal : pigmentasi) menyebabkan tekanan
- Perubahan status  Tidak ada luka/lesi Observasi luka : lokasi, dimensi,
metabolik pada kulit kedalaman luka, karakteristik,warna
- Tonjolan tulang  Perfusi jaringan baik cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Defisit imunologi  Menunjukkan tanda-tanda infeksi lokal, formasi
- Berhubungan dengan pemahaman dalam traktus
dengan perkembangan proses perbaikan Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
- Perubahan sensasi kulit dan mencegah perawatan luka
- Perubahan status nutrisi terjadinya sedera Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
(obesitas, kekurusan) berulang TKTP, vitamin
- Perubahan status cairan  Mampu melindungi Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan pigmentasi kulit dan Lakukan tehnik perawatan luka dengan
- Perubahan sirkulasi mempertahankan steril

Keperawatan Medikal Bedah II Page 19


- Perubahan turgor kelembaban kulit dan Berikan posisi yang mengurangi
(elastisitas kulit) perawatan alami tekanan pada luka
 Menunjukkan
DO: terjadinya proses
- Gangguan pada bagian penyembuhan luka
tubuh
- Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
- Gangguan permukaan
kulit (epidermis)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
jaringan Setelah dilakukan dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: kriteria hasil: mencari dan menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, menentukan intervensi
menyeringai) mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa napas dala, relaksasi, distraksi, kompres

Keperawatan Medikal Bedah II Page 20


- Fokus menyempit nyeri berkurang dengan hangat/ dingin
(penurunan persepsi menggunakan  Berikan analgetik untuk mengurangi
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri nyeri: ……...
berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri  Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang (skala, intensitas,  Berikan informasi tentang nyeri seperti
dan lingkungan) frekuensi dan tanda penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Tingkah laku distraksi, nyeri) berkurang dan antisipasi
contoh : jalan-jalan,  Menyatakan rasa ketidaknyamanan dari prosedur
menemui orang lain nyaman setelah nyeri  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
dan/atau aktivitas, berkurang pemberian analgesik pertama kali
aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam
- Respon autonom (seperti rentang normal
diaphoresis, perubahan  Tidak mengalami
tekanan darah, perubahan gangguan tidur
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Keperawatan Medikal Bedah II Page 21


Gangguan body image NOC: NIC :
berhubungan dengan:  Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis),  Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal
kognitif/persepsi (nyeri Setelah dilakukan respon klien terhadap tubuhnya
kronis), kultural/spiritual, tindakan keperawatan - Monitor frekuensi mengkritik
penyakit, krisis situasional, selama …. gangguan dirinya
trauma/injury, pengobatan body image - Jelaskan tentang pengobatan,
(pembedahan, kemoterapi, pasien teratasi dengan perawatan, kemajuan dan prognosis
radiasi) kriteria hasil: penyakit
DS:  Body image positif - Dorong klien mengungkapkan
- Depersonalisasi bagian  Mampu perasaannya
tubuh mengidentifikasi - Identifikasi arti pengurangan
- Perasaan negatif tentang kekuatan personal melalui pemakaian alat bantu
tubuh  Mendiskripsikan - Fasilitasi kontak dengan individu
- Secara verbal menyatakan secara faktual lain dalam kelompok kecil
perubahan gaya hidup perubahan fungsi
DO : tubuh
- Perubahan aktual struktur  Mempertahankan
dan fungsi tubuh interaksi sosial
- Kehilangan bagian tubuh
- Bagian tubuh tidak
berfungsi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif control  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan dan  Risk control sesudah tindakan keperawatan

Keperawatan Medikal Bedah II Page 22


peningkatan paparan Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
lingkungan tindakan keperawatan alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak  Ganti letak IV perifer dan dressing
- Peningkatan paparan mengalami infeksi dengan sesuai dengan petunjuk umum
lingkungan patogen kriteria hasil:  Gunakan kateter intermiten untuk
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda menurunkan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan dan gejala infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
sekunder (penurunan Hb,  Menunjukkan  Berikan terapi
Leukopenia, penekanan kemampuan untuk antibiotik:.................................
respon inflamasi) mencegah timbulnya  Monitor tanda dan gejala infeksi
- Penyakit kronik infeksi sistemik dan lokal
- Imunosupresi  Jumlah leukosit dalam  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi batas normal  Inspeksi kulit dan membran mukosa
- Pertahan primer tidak  Menunjukkan perilaku terhadap kemerahan, panas, drainase
adekuat (kerusakan kulit, hidup sehat  Monitor adanya luka
trauma jaringan,  Status imun,  Dorong masukan cairan
gangguan peristaltik) gastrointestinal,  Dorong istirahat
genitourinaria dalam
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
batas normal gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Keperawatan Medikal Bedah II Page 23


Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien
 Tirah Baring atau  Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
imobilisasi  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang
 Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan keperawatan selama ….  Monitor nutrisi dan sumber energi
antara suplei oksigen Pasien bertoleransi terhadap yang adekuat
dengan kebutuhan aktivitas dengan Kriteria  Monitor pasien akan adanya
Gaya hidup yang Hasil : kelelahan fisik dan emosi secara
dipertahankan.  Berpartisipasi dalam berlebihan
DS: aktivitas fisik tanpa  Monitor respon kardivaskuler
 Melaporkan secara disertai peningkatan terhadap aktivitas (takikardi,
verbal adanya kelelahan tekanan darah, nadi dan disritmia, sesak nafas, diaporesis,
atau kelemahan. RR pucat, perubahan hemodinamik)
  Mampu melakukan
Adanya dyspneu atau  Monitor pola tidur dan lamanya
ketidaknyamanan saat aktivitas sehari hari tidur/istirahat pasien
(ADLs) secara mandiri
beraktivitas.  Kolaborasikan dengan Tenaga
DO :  Keseimbangan aktivitas
Rehabilitasi Medik dalam
dan istirahat merencanakan progran terapi yang
 Respon abnormal dari tepat.
tekanan darah atau nadi  Bantu klien untuk mengidentifikasi
terhadap aktifitas aktivitas yang mampu dilakukan
 Perubahan ECG :  Bantu untuk memilih aktivitas
aritmia, iskemia konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek

Keperawatan Medikal Bedah II Page 24


 Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

Keperawatan Medikal Bedah II Page 25


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit lupus adalah penyakit inflamasi kronik yang diperantarai oleh sistem
imun, dimana seharusnya sistem ini melindungi tubuh dari berbagai penyakit justru
sebaliknya menyerang tubuh itu sendiri atau, penyakit lupus adalah penyakit sistem
imunitas di mana jaringan dalam tubuh dianggap benda asing (terjadi autoinfeksi).
Penyakit Lupus terjadi akibat produksi antibodi berlebihan. Reaksi sistem imunitas bisa
mengenai berbagai sistem organ tubuh seperti jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem
saraf, sistem kardiovaskuler, paru-paru, lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan,
mata, otak, maupun pembuluh darah dan sel-sel darah. tiga jenis lupus, yaitu :
1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus
otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-jari tangan atau kaki, lupus kulit,
lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan
lain-lain.
2. Lupus Diskoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit.
Termasuk paling banyak menyerang.
3. Lupus Obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri
dengan memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian obat
hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung
yang tidak teratur), (Aulawi, 2008).

3.1 Saran
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Untuk mencegah alergi ini kembali,.
Merubah pola hidup menjadi dasar perbaikan seluruh kondisi HIV/AIDS. Prinsip utama
dalam menangani reaksi alergi adalah menghindari pencetusnya, dan bukan memberinya
obat-obatan. Jadi, perhatikan faktor lingkungan di sekitarnya.

Keperawatan Medikal Bedah II Page 26


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Apa Itu Lupus?? http://DokterSehat.com. Diakses tanggal 30 Mei 2009
Anonim. 2009. Lupus. http://nusaindah.tripoid.com. Diakses tanggal 30 Mei 2009Djoerban,
Zubairi. 2002. Kemajuan Pengobatan Penyakit Lupus. http://www.kompas.com.
Diakses tanggal 30 Mei 2009
Anonim. 2009. Lupus Eritematosus Sistemik. http://www. WikipediaIndonesia.co.id. Diakses
tanggal 30 Mei 2009
Aulawi, Dede Farhan. 2008. Mengeal Penyakit Lupus. http://www.panduankesehatan.com. .
Diakses tanggal 30 Mei 2009
Kusnandari, Mifa Putri. 2008. Gejala Penyakit Lupus. http:// Melilea021.blogspot.com.
Diakses tanggal 30 Mei 2009
Stephanie. 2007. Kemana Harus Berobat dan Bagaimana Pengobatan Lupus?
http://stelicia.blogspot.co.id. Diakses tanggal 30 Mei 2009

Keperawatan Medikal Bedah II Page 27

Vous aimerez peut-être aussi