Vous êtes sur la page 1sur 24

PENDAHULUAN

Etika sebagai ilmu yang normatif, dengan sendirinya berisi norma dan nilai-nilai yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan etika yang sudah dirasakan oleh
profesi keperawatan, walaupun belum menjadi inti perhatian bagi dunia keperawatan baik dalam
teori maupun praktek. Etika merupakan hal penting dalam profesionalisme keperawatan, proses
pembelajaran etika bukan hanya memahami difinisi tetapi juga memahami masalah-masalah yang
ada di pelayanan kesehatan saat ini, sehingga diharapakan mampu memahami teori dan mampu
mamahami masalah yang menjadi kenyataan. Diharapkan perawat dibekali cara berpikir kritis
sehingga dapat memberikan alternatif penyelesaian etik dan antisipasinya.Kompetensi yang harus
dimiliki perawat adalah perawat mampu mendifinisikan konsep etik dan mampu mengidentifikasi
masalah yang terjadi di pelayanan kesehatan, serta mampu menerapkan pelayanan keperawatan
dengan memperhatikan sikap etik dengan menggukan kode etik keperawatan sebagai pedoman.
KONSEP ETIK
Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya didalam
menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang harus berpikir secara rasional, bukan
emosional dalam membuat keputusan etis. Keputusan tersebut membutuhkan ketrampilan berpikir
secara sadar yang diperlukan untuk menyelamatkan keputusan pasien dan memberikan asuhan.
Teori dasar/prinsip-prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktik
profesional. Teori-teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara
prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Para ahli falsafah moral telah mengemukakan beberapa teori
etik, yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.

1. Teleologi.
Teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti akhir. Pendekatan ini sering disebut
dengan ungkapan the end fustifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh
hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal
dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia.Contoh penerapan teori ini misalnya bayi-bayi
yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.

1. Deontologi.
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas. Teori ini berprinsip pada aksi atau
tindakan. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus
diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut sangat
menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus
karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.
Penerapan teori ini perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam
hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Prinsip etika keperawatan
meliputi kemurahan hati (beneficence).Inti dari prinsip kemurahan hati adalah tanggung jawab
untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang
merugikan atau membahayakan pasien.
Prinsip ini seringkali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan. Berbagai tindakan yang
dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak ada kepastian yang
jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien. Dalam
hal ini yang perlu diperhatikan adalah adanya sumbangsih perawat terhadap kesejahteraan
kesehatan, keselamatan dan keamanan pasien.

1. keadilan (justice)
Prinsip keadilan ini menyatakan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat,
sedangkan yang tidak sederajat harus diperlakukan tidak sederajat sesuai dengan kebutuhan
mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan kesehatan dari mereka yang sederajat harus menerima
sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah sebanding. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan
kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang
besar pula.Keadilan berbicara tentang kejujuran dan pendistribusian barang dan jasa secara
merata. Fokus hukum adalah perlindungan masyarakat, sedangkan fokus hukum kesehatan adalah
perlindungan konsumen.

1. otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan menentukan tindakan
atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Permasalaan yang muncul dari penerapan
prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi
dll.

1. kejujuran (veracity)
Prinsip kejujuran menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki
perawat saat berhubungan dengan pasien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien. Perawat sering kali tidak memberitahukan kejadian
sebenarnya kepada pasien yang sakit parah. Kejujuran berarti perawat tidak boleh membocorkan
informasi yang diperoleh dari pasien dalam kapasitasnya sebagai seorang profesional tanpa
persetujuan pasien. Kecuali jika pasien merupakan korban atau subjek dari tindak kejahatan,
maka perbuatan tersebut dapat diajukan ke depan pengadilan dimana perawat menjadi seorang
saksi.

1. ketaatan (fidelity)
Prinsip ketaatan merupakan tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung
jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji,
mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli pada pasien
merupakan salah satu aspek dari prinsip ketaatan. Peduli kepada pasien merupakan komponen
paling penting dari praktik keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal. Prinsip
ketaatan juga mempunyai arti tidak melanggar untuk melakukan hal yang membahayakan pasien.
Permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulkan konflik
antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika
keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, dalam hal ini dikenal dengan
istilah masalah etika biomedis atau bioetis. Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari
masalah-masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang biologi dan
kedokteran

Kode Etik Keperawatan Indonesia (PPNI,2000):


Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat.
Perawatan dalam melaksanakan pengabdian senantiasa berpedoman pada tanggungjawab yang
pangkal tolaknya bersumber pada adanya kebutuhan terhadap perawatan untuk individu, keluarga
dan masyarakat,Perawatan dalam melaksanakan pengabdian dalam bidang perawatan senantiasa
memelihara situasi lingkungan yang menghormati nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan
hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.Perawatan dalam melaksanakan
kewajibannya bagi individu dan masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai
dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.Perawatan senantiasa menjalin hubungan
kerjasama yang baik dengan individu dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan
mengadakan upaya kesehatan khususnya serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai
bagian dari tugas kewajiban pada kepentingan masyarakat.
Tanggung jawab perawat terhadap tugas.
Perawatan senantiasa memelihara mutu pelayanan perawatan yang tinggi disertai kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawatan sesuai dengan
kebutuhan individu dan atau klien, keluarga dan masyarakat.Perawat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.Perawatan tidak
akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan perawatan untuk tujuan yang bertentangan
dengan norma perawatan.Perawatan dalam menunaikan tugas dan kewajiban senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh dengan pertimbangan kebangsaan,
kesukuan, keagamaan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik serta kedudukan
sosial.Perawat senantiasa melakukan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan
tugas keperawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau
mengalih tugaskan tangungjawab yang ada hubungan dengan perawatan.
Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya.
Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan dengan tenaga
kesehatan lain, baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja ataupun dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.Perawat senantiasa menyebarluaskan
pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya terhadap sesama perawat serta menerima
pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan pengetahuan dalam
bidang perawatan.Tanggung jawab perawat terhadap profesi perawatan.Perawat senantiasa
meningkatkan pengetahuan kemampuan profesional secara sendiri atau bersama-sama dengan
jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan perawatan.Perawat selalu menjungjung tinggi nama baik profesi perawatan dengan
menunjukkan tingkahlaku dan kepribadian yang luhur.Perawat senatiasa berperan dalam
penentuan pembakuan pendidikan dan pelayanan perawatan serta menerapkan dalam kegiatan
pelayanan dan pendidikan perawatan.Perawatan secara bersama-sama membina dan memelihara
mutu organisasi profesi perawatan sebagai sarana pengabdian.
Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.
Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan sebagai kebijaksanaan yang digariskan oleh
pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan.Perawatan senantiasa berperan aktif dalam
menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
dan perawatan kepada masyarakat.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN KEPUTUSAN ETIS

Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat
untuk menjalankan praktik keperawatan profesional. Dalam membuat keputusan etis, ada
beberapa unsur yang mempengaruhi seperti nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan,
konsep moral perawatan dan prinsip- prinsip etik.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etis antara lain
faktor agama dan adat istiadat, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi, legalisasi/keputusan juridis,
dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak
pasien.

1. Faktor agama dan adat istiadat.


Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama dalam membuat keputusan
etis. Setiap perawat disarankan untuk memahami nilai-nilai yang diyakini maupun kaidah agama
yang dianutnya. Untuk memahami ini memang diperlukan proses. Semakin tua dan semakin
banyak pengalaman belajar, seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai-nilai yang
dimilikinya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai
agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia
harus beragama/berkeyakinan. Ini sesuai dengan sila pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha
Esa, dimana di Indonesia menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar paling utama. Setiap warga
negara diberi kebebasan untuk memilih kepercayaan yang dianutnya.

1. Faktor sosial.
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor ini antara lain
meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, dan peraturan
perundang-undangan.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional.
Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi
pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan.

1. Faktor ilmu pengetahuan dan tekhnologi.


Pada era abad 20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang belum dicapai manusia pada abad sebelumnya. Kemajuan yang telah dicapai
meliputi berbagai bidang.
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang
usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan
bahan-bahan/obat-obatan baru. Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang
usianya berkat adanya mesin hemodialisa. Ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat diganti
dengan berbagai inseminasi. Kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan etika.

1. Faktor legislasi dan keputusan juridis.


Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosial atau
legislasi menyebabkan timbulnya tindakan yang merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi
merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum
dapat menimbulkan konflik.
Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan juridis bagi permasalahan etika kesehatan sedang
menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu, dan
perundang-undangan baru banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama
atau untuk mengantisipasi perkembangan permasalahan hukum kesehatan.

1. Faktor dana/keuangan.
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik. Untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya dengan
mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah.

1. Faktor pekerjaan.
Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam pembuatan suatu keputusan. Tidak
semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus diselesaikan dengan
keputusan/aturan tempat ia bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering
mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia mendapatkan
sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.

1. Kode etik keperawatan.


Kelly (1987), dikutip oleh Robert Priharjo, menyatakan bahwa kode etik merupakan salah satu
ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting dalam penentuan, pertahanan dan
peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab kepercayaan dari
masyarakat telah diterima oleh profesi.
Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap masalah yang menyangkut
etika, perawat harus banyak berlatih mencoba menganalisis permasalahan-permasalahan etis.

1. Hak-hak pasien.
Hak-hak pasien pada dasarnya merupakan bagian dari konsep hak-hak manusia. Hak merupakan
suatu tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi konsekuensi dan kepraktisan suatu situasi.
Pernyataan hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga negara, hak-hak hukum dan hak-
hak moral. Hak-hak pasien yang secara luas dikenal menurut Megan (1998) meliputi hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas, hak untuk diberi informasi, hak
untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan, hak untuk
diberi informed concent, hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan yang
menolong, hak untuk mempunyai pendapat kedua(secand opini), hak untuk diperlakukan dengan
hormat, hak untuk konfidensialitas (termasukprivacy), hak untuk kompensasi terhadap cedera
yang tidak legal dan hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan) termasuk menghadapi
kematian dengan bangga.

SIKAP MELINDUNGI PASIEN (ADVOCACY)

Sikap melindungi pasien (advocacy) mempunyai pemahaman kemampuan seseorang (perawat)


untuk memberikan suatu pernyataan/pembelaan untuk kepentingan pasien. Advocacy merupakan
kamampuan untuk bisa melakukan suatu kegiatan ataupun berbicara untuk kepentingan orang
lain dengan tujuan memberikan perlindungan hak pada orang tersebut .
Advocacy sering digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak-
hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advocacy menurut Ikatan
Perawat Amerika/ANA (1985) adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang
dilakukan oleh siapapun.
Perawat sebagai advokat pasien berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan
lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan pasien dan membantu
pasien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan
dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advocacysekaligus mengharuskan
perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan
terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien. Perawat juga harus melindungi dan
memfasilitasi keluarga/masyarakat dalam pelayanan keperawatan .

http://bayu-inside.blogspot.com/2011/10/etika-keperawatan.html
Sumpah Seorang Perawat
March 22, 2012

By Blog Perawat

Program Pendidikan Keperawatan memiliki beberapa jenjang, diantaranya adalah Sekolah Perawat
Kesehatan (saat ini sudah ditutup), Akademi Keperawatan, Sarjana Keperawatan, Magister Keperawatan
dan Doktoral Keperawatan. Setiap lulusan dari Program Pendidikan Keperawatan tersebut, sebelum
menjalankan tugasnya wajib mengucapkan sumpah di depan civitas akademika kampus, perwakilan
organisasi profesi, perwakilan pelayanan kesehatan dengan disaksikan oleh ahli-ahli agama dari tiap-tiap
agama yang dipeluk oleh wisudawan atau wisudawatinya.

Pengucapan sumpah ini mengikut tradisi yang sudah berlangsung selama ribuan tahun di profesi kesehatan
yang lain, sebagaimana pernah dilakukan oleh Hippokrates untuk praktik Kedokteran yang telah
dilaksanakan sejak 400 tahun sebelum masehi seperti terlihat dalam gambar berikut

ini:

Florence Nightingale juga telah mempeloporinya untuk profesi Keperawatan, yaitu beliau lakukan pada
tahun 1893 setelah lulus dari pendidikan Keperawatan pada masa itu. Sumpah beliau terlihat seperti dalam
gambar dibawah ini:
Bagi lulusan Sekolah Perawat Kesehatan maupun Akademi Keperawatan pastilah tidak asing lagi dengan
acara ‘Caping Day‘, yaitu penyematan topi khas Perawat perempuan, dilakukan semasa awal kuliah
disertai dengan diambil sumpah. Namun untuk program pendidikan Sarjana Keperawatan agak berbeda
sedikit dan tidak mengenal istilah ‘Caping Day‘ ini. Adapun akuan sumpah pada berbagai jenjang program
pendidikan Keperawatan tersebut kurang lebih seperti yang tertulis dibawah ini:

Demi Allah Subhanahuwata’alla (Sesuai agama masing-masing), Saya Bersumpah:

Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Akan Menjalankan Tugas Saya
Sebaik-baiknya, Menurut Undang-Undang Yang Berlaku, Dengan Penuh Tanggung Jawab Dan
Kesungguhan.

Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Dalam Menjalankan Tugas Atas
Dasar Kemanusiaan , Tidak Akan Membeda-bedakan Pangkat, Kedudukan, Golongan, Bangsa DAN
Agama.

Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Dalam Menjalankan Tugas Akan
Membina Kerjasama, Keutuhan Dan Kesetiakawanan Dengan Teman sejawat.

Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Tidak Akan Menceritakan
Kepada Siapapun, Segala Rahasia Yang Berhubungan Dengan Tugas Saya, Kecuali Jika Diminta
Pengadilan Untuk Keperluan Kesaksian.

Semoga Allah Subhanahuwata’ala Memberi Kekuatan Kepada Saya.


Setelah acara ‘Caping Day‘ ini biasanya mahasiswa atau mahasiwi program pendidikan Keperawatan akan
mulai aktivitasnya untuk berpraktik di beberapa lahan kritik yang tersedia guna menambah pengalaman
klinik dan memahirkan ketrampilannya dalam mengerjakan berbagai tindakan Keperawatan. Sedangkan
untuk program pendidikan Keperawatan yang lebih tinggi seperti Sarjana Keperawatan, pengucapan janji
ini akan dilaksanakan setelah lulus dari program pendidikan Profesi dimana mahasiswa dan mahasiswi
akan keluar dari kampus dan mulai untuk mengabdikan ilmunya di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.

Sumpah yang dilakukan oleh berbagai jenjang program pendidikan Keperawatan ini pada intinya adalah
bertujuan baik, yaitu memberikan kesadaran individu terhadap suatu profesi yang sudah dipilihnya sebagai
jalan hidup, selain itu sumpah tersebut juga memberikan kesadaran individu agar tidak melakukan
malpraktik dalam menjalankan profesi yang telah dipilihnya, tidak kalah penting adalah agar individu
dengan profesi Perawat tersebut dapat menjalankan peran dan tugasnya secara akuntabel dan responsible.
Semoga profesi Keperawatan Indonesia tidak hanya terikat pada sumpah profesi saja, tetapi diharapkan
dikemudian hari akan juga terikan dengan Undang-Undang Praktik Keperawatan yang saat ini sedang terus
dimatangkan dalam Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Semoga.

http://blogperawat.com/?p=334

Peranan seorang perawat


2.1. Peranan Antara Perawat dan Pasien

Dasar hubungan perawat dan pasien merupakan hubungan yang saling membutuhkan dan
pada hakekatnya hubungan yang saling ketergantungan dalan mewujudkan harapan pasien terhadap
keputusan tindakan asuhan keperawatan .

Untuk memulai memahami hubungan secara manusiawi pada pasien, perawat sebagai
pelaksana asuhan keperawatan harus memahami bahwa penyebab bertambahnya kebutuhan
manusiawi secara menyeluruh menimbulkan kebutuhan baru, dan membuat seseorang (pasien) yang
rentan untuk menyalahgunakan.
Dengan demikian bagaimanapun hakekat hubungan tersebut adalah bersifat dinamis, dimana pada
waktu tertentu hubungan tersebut dapat memperlihatkan karakteristik dari salah satu atau semua
pada jenis hubungan, dan perawat harus mengetahui bahwa pasien yang berbeda akan
memperlihatkan reaksi- reaksi yang berbeda terhadap ancaman suatu penyakit yang telah dialami,
dan dapat mengancam privasi pasien.

Oleh sebab itu sebagai perawat profesional, harus dapat mengidentifikasi komponen-
konponen yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etik. Faktor- faktor
tersebut adalah : faktor agama, social, pendidikan, ekonomi, pekerjaan/ posisi pasien termasuk
perawat, dokter dan hak-hak pasien, yang dapat mengakibatkan pasien perlu mendapat bantuan
perawat dan dokter dalan ruang lingkup pelayanan kesehatan. disamping harus menentukan
bagaimana keadaan tersebut dapat mengganggu humanitas pasien sehubungan dengan integritas
pasien sebagai manusia yang unik.
2.2. Peranan Perawat dengan Perawat

Tanggung Jawab Perawat terhadap Sejawat Tanggung jawab perawat terhadap sesama
perawat dan profesi kesehatan lain adalah sebagai berikut.

1. Perawat memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya, baik
dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh.

2. Perawat menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada sesama perawat,


serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka meningkatkan kemampuan
dalam bidang keperawatan.

2.3. Peranan Perawat dengan Profesi Lain (Dokter)

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Cara Pandang yang berbeda dalam memandang
pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan
proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya
menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat
menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing Center
(ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat
bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil yang dialami pasien
(Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi positif antara kualitas hubungan
dokter-perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang
membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat
ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak
pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara
keduanya.

Dari hasil observasi penulis di rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat
bekerja memberikan pelayanan kepada pasien hanya berdasarkan intruksi medis yang juga
didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan yang meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat rumah
sakit pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam
melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat
merupakan tenaga secara lisan, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan rumah sakit yang
kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat
menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa
pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.

2.4. Peranan Perawat dengan Masyarakat

Menjadi seorang perawat merupakan suatu pilihan hidup bahkan merupakan suatu cita-cita
bagi sebagian orang. Namun, ada pula orang yang menjadi perawat karena suatu keterpaksaan atau
kebetulan, bahkan menjadikan profesi perawat sebagai alternatif terakhir dalam menentukan pilihan
hidupnya. Terlepas dari semua itu, perawat merupakan suatu profesi yang mulia. Seorang perawat
mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien tanpa membeda-bedakan mereka dari segi
apapun. Setiap tindakan dan intervensi yang tepat yang dilakukan oleh seorang perawat, akan sangat
berharga bagi nyawa orang lain. Seorang perawat juga mengemban fungsi dan peran yang sangat
penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik kepada klien. Namun, sudahkah
perawat di Indonesia melakukan tugas mulianya tersebut dengan baik? Bagaimanakah citra perawat
ideal di mata masyarakat?

Perkembangan dunia kesehatan yang semakin pesat kian membuka pengetahuan


masyarakat mengenai dunia kesehatan dan keperawatan. Hal ini ditandai dengan banyaknya
masyarakat yang mulai menyoroti kinerja tenaga-tenaga kesehatan dan mengkritisi berbagai aspek
yang terdapat dalam pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat,
berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan,
termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, citra seorang perawat kian menjadi sorotan. Hal
ini tentu saja merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan
profesionalisme selama memberikan pelayanan yang berkualitas agar citra perawat senantiasa baik
di mata masyarakat.

Menjadi seorang perawat ideal bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi untuk membangun
citra perawat ideal di mata masyarakat. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat telah didekatkan
dengan citra perawat yang identik dengan sombong, tidak ramah, genit, tidak pintar seperti dokter
dan sebagainya. Seperti itulah kira-kira citra perawat di mata masyarakat yang banyak digambarkan
di televisi melalui sinetron-sinetron tidak mendidik. Untuk mengubah citra perawat seperti yang
banyak digambarkan masyarakat memang tidak mudah, tapi itu merupakan suatu keharusan bagi
semua perawat, terutama seorang perawat profesional. Seorang perawat profesional seharusnya
dapat menjadi sosok perawat ideal yang senantiasa menjadi panutan bagi perawat secara lisan
dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini dikarenakan perawat profesional memiliki
pendidikan yang lebih tinggi sehingga ia lebih matang dari segi konsep, teori, dan aplikasi. Namun,
hal itu belum menjadi jaminan bagi perawat untuk dapat menjadi perawat yang ideal karena begitu
banyak aspek yang harus dimiliki oleh seorang perawat ideal di mata masyarakat.

Perawat yang ideal adalah perawat yang baik. Begitulah kebanyakan orang menjawab
ketika ditanya mengenai bagaimana sosok perawat ideal di mata mereka. Mungkin kedengarannya
sangat sederhana. Namun, di balik semua itu, pernyataan tersebut memiliki makna yang besar.
Masyarakat ternyata sangat mengharapkan perawat dapat bersikap baik dalam arti lembut, sabar,
penyayang, ramah, sopan dan santun saat memberikan asuhan keperawatan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang masih menemukan perilaku kurang baik yang
dilakukan oleh seorang perawat terhadap klien saat menjalankan tugasnya di rumah sakit. Hal itu
memang sangat disayangkan karena bisa membuat citra perawat menjadi tidak baik di mata
masyarakat. Ternyata memang hal-hal seperti itulah yang memunculkan jawaban demikian dari
masyarakat.

Untuk menjadi perawat ideal di mata masyarakat, diperlukan kompetensi yang baik dalam
hal menjalankan peran dan fungsi sebagai perawat. Seorang perawat profesional haruslah mampu
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Adapun peran perawat diantaranya ialah pemberi
perawatan, pemberi keputusan klinis, pelindung klien, manajer kasus, pemberi kenyamanan,
komunikasi, penyuluh, dan peran karier. Semua peran tersebut sangatlah berpengaruh dalam
membangun citra perawat di masyarakat. Namun, disini saya akan menekankan peran yang menurut
saya paling penting dalam membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Peran–peran tersebut
diantaranya ialah peran sebagai pemberi perawatan, peran sebagai pemberi kenyaman dan peran
sebagai komunikator.

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan merupakan peran yang paling utama bagi
seorang perawat. Perawat profesional yang dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan
terampil akan membangun citra keperawatan menjadi lebih baik di mata masyarakat. Saat ini,
perawat secara lisan memang masih mendominasi praktik keperawatan di rumah sakit maupun di
tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perawat secara lisan memiliki
kemampuan aplikasi yang baik dalam melakukan praktik keperawatan. Namun, perawat memiliki
pengetahuan teoritis yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan perawat profesional. Dengan
semakin banyaknya jumlah perawat profesional saat ini, diharapkan dapat melengkapi kompetensi
yang dimiliki oleh perawat. Seorang perawat profesional harus memahami landasan teoritis dalam
melakukan praktik keperawatan. Landasan teoritis tersebut akan sangat berguna bagi perawat
profesional saat menjelaskan maksud dan tujuan dari asuhan keperawatan yang diberikan secara
rasional kepada klien. Hal ini tentu saja akan membawa dampak baik bagi terciptanya citra perawat
ideal di mata masyarakat yaitu perawat yang cerdas, terampil dan profesional.

Kenyamanan merupakan suatu perasaan subjektif dalam diri manusia. Masyarakat yang
menjadi klien dalam asuhan keperawatan akan memiliki kebutuhan yang relatif terhadap rasa
nyaman. Mereka mengharapkan perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman mereka. Oleh
karena itu, peran perawat sebagai pemberi kenyamanan, merupakan suatu peran yang cukup penting
bagi terciptanya suatu citra keperawatan yang baik. Seorang perawat profesional diharapkan mampu
menciptakan kenyamanan bagi klien saat klien menjalani perawatan. Perawat profesional juga
seharusnya mampu mengidentifikasi kebutuhan yang berbeda-beda dalam diri klien akan rasa
nyaman. Kenyamanan yang tercipta akan membantu klien dalam proses penyembuhan, sehingga
proses penyembuhan akan lebih cepat. Pemberian rasa nyaman yang diberikan perawat kepada
klien dapat berupa sikap atau perilaku yang ditunjukkan dengan sikap peduli, sikap ramah, sikap
sopan, dan sikap empati yang ditunjukkan perawat kepada klien pada saat memberikan asuhan
keperawatan. Memanggil klien dengan namanya merupakan salah satu bentuk interaksi yang dapat
menciptakan kenyamanan bagi klien dalam menjalani perawatan. Klien akan merasa nyaman dan
tidak merasa asing di rumah sakit. Perilaku itu juga dapat menciptakan citra perawat yang ideal di
mata klien itu sendiri karena klien mendapatkan rasa nyaman seperti apa yang diharapkannya.

Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap citra perawat di
mata masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan perawat dapat menjadikomunikator yang baik.
Klien juga manusia yang membutuhkan interaksi pada saat ia menjalani asuhan keperawatan.
Interaksi verbal yang dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
peningkatan kesehatan klien. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar-
sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, serta sumber informasi dan komunitas. Kualitas
komunikasi yang dimiliki oleh seorang perawat merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi
kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas. Sudah seharusnya seorang perawat profesional
memiliki kualitas komunikasi yang baik saat berhadapan dengan klien, keluarga maupun dengan
siapa saja yang membutuhkan informasi mengenai masalah keperawatan terkait kesehatan klien.

Hal-hal di atas merupakan sebagian kecil gambaran mengenai peran yang dapat dilakukan
oleh seorang perawat profesional dalam membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Masih
banyak lagi hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang perawat profesional untuk menciptakan citra
perawat ideal yang lebih baik lagi di mata masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu, tentu saja
diperlukan kompetensi yang memadai, kemauan yang besar, dan keseriusan dari dalam diri perawat
sendiri untuk membangun citra keperawatan menjadi lebih baik. Perawat yang terampil, cerdas,
baik, komunikatif, dan dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sesuai dengan kode etik,
tampaknya memang merupakan sosok perawat ideal di mata masyarakat. Semoga kita dapat
menjadi perawat profesional yang mampu menjadi panutan bagi perawat-perawat lain dalam
membawa citra perawat ideal di mata masyarakat.

http://v3aza.blogspot.com/2011/05/peranan-seorang-perawat.html

Mukadimah

Berkat bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian
untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah air, Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) menyadari bahwa perawat Indonesia yang berjiwa
pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan kewajiban dalam
bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada dasar-
dasar seperti tertera di bawah ini:

A. Perawat dan Klien

1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan


martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin,
aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan social.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat
dan kelangsungan hidup beragama dari klien
3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan
asuhan keperawatan
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh
berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

B. Perawat dan Praktik


1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang keperawatan
melalui belajar terus menerus
2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi
disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan serta
keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat
dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila
melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada
orang lain
4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan selalu menunjukkan perilaku professional

C. Perawat dan Masyarakat

1. Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai


dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan
masyarakat.

D. Perawat dan Teman Sejawat

1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat


maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara
keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh
2. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan
illegal.

E. Perawat dan Profesi

1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan


pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatan
2. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan
3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi.

F. Standar Asuhan Keperawatan

Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang


diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai.
Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan
dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan
antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat,
karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan
meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).
Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur
kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam
pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim
sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar
bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil
pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional
untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus
dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi
pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan (Kawonal, 2000).
Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti
merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar
pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi
perawat professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam
tatanan pelayanan keperawatan professional (Suparti, 2005)
PPNI telah menyusun Standar Asuhan Keperawatan sebagai panduan bagi
perawat Indonesia untuk melakukan Asuhan Keperawatannya.
Detail mengenai standar asuhan keperawatan bisa diperoleh di kantor
sekretariat PPNI.

PENDIDIKAN KEPERAWATAN

Pendidikan keperawatan di indonesia mengacu kepada UU No. 20 tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenis pendidikan keperawatan di
Indonesia mencakup:

a. Pendidikan Vokasional;

yaitu jenis pendidikan diploma sesuai dengan jenjangnya untuk memiliki


keahlian ilmu terapan keperawatan yang diakui oleh pemerintah Republik
Indonesia.

b. Pendidikan Akademik;

yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan
terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu

c. Pendidikan Profesi;

yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta


didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor. Sesuai dengan amanah UU
Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tersebut Organisasi Profesi yaitu Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia
(AIPNI), bersama dukungan dari Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas), telah menyusun dan memperbaharui kelengkapan sebagai suatu
profesi.
Perkembangan pendidikan keperawatan sungguh sangat panjang dengan berbagai
dinamika perkembangan pendidikan di Indonesia, tetapi sejak tahun 1983 saat
deklarasi dan kongres Nasional pendidikan keperawatan indonesia yang
dikawal oleh PPNI dan diikuti oleh seluruh komponen keperawatan indonesia,
serta dukungan penuh dari pemerintah kemendiknas dan kemkes saat itu serta
difasilitasi oleh Konsorsium Pendidikan Ilmu kesehatan saat itu, sepakat
bahwa pendidikan keperawatan Indonesia adalah pendidikan profesi dan oleh
karena itu harus berada pada pendidikan jenjang Tinggi.dan sejak itu
pulalah mulai dikaji dan dirangcang suatu bentuk pendidikan keperawatan
Indonesia yang pertama yaitu di Universitas Indonesia yang program
pertamannya dibuka tahun 1985.
Sejak 2008 PPNI, AIPNI dan dukungan serta bekerjasama dengan Kemendiknas
melalui project Health Profession Educational Quality (HPEQ), menperbaharui
dan menyusun kembali Standar Kompetensi Perawat Indonesia, Naskah Akademik
Pendidikan Keperawatan Indonesia, Standar Pendidikan Ners, standar borang
akreditasi pendidikan ners Indonesia. dan semua standar tersebut mengacu
pada Peraturan Presiden Nomor.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) dan sat ini sudah diselesaikan menjadi dokumen
negara yang berkaitan dengan arah dan kebijakan tentang pendidikan
keperawatan Indonesia.
Standar-standar yang dimaksud diatas juga mengacu pada perkembangan
keilmuan keperawatan, perkembangan dunia kerja yang selalu berubah, dibawah
ini sekilas saya sampaikan beberapa hal yang tertulis dalam dokumen Naskah
Akademik Pendidikan Keperawatan, yang berkaitan dengan Jenis, jenjang,
Gelar akademik dan Level KKNI;
Jenis Pendidikan Keperawatan Indonesia:

1. Pendidikan Vokasi; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada


kesiapan penerapan dan penguasaan keahlian keperawatan tertentu
sebagai perawat
2. Pendidikan Akademik; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada
penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu keperawatan yang mengcakup
program sarjana, magister, doktor.
3. Pendidikan Profesi; yaitu pendidikan yang diarahkan untuk mencapai
kompetensi profesi perawat.

Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan Indonesia dan sebutan Gelar:

1. Pendidikan jenjang Diploma Tiga keperawatan lulusannya mendapat


sebutan Ahli Madya Keperawatan (AMD.Kep)
2. Pendidikan jenjang Ners (Nurse) yaitu (Sarjana+Profesi), lulusannya
mendapat sebutan Ners(Nurse),sebutan gelarnya (Ns)
3. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan, Lulusannya mendapat gelar
(M.Kep)
4. Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari:

1) Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya (Sp.KMB)


2) Spesialis Keperawatan Maternitas, Lulusannya (Sp.Kep.Mat)
3) Spesialis Keperawatan Komunitas, Lulusannya (Sp.Kep.Kom)
4) Spesialis Keperawatan Anak, Lulusannya (Sp.Kep.Anak)
5) Spesialis Keperawatan Jiwa, Lulusannya (Sp.Kep.Jiwa)

Pendidikan jenjang Doktor Keperawatan, Lulusannya (Dr.Kep)


Lulusan pendidikan tinggi keperawatan sesuai dengan level KKNI, adalah
sebagai berikut:

1. Diploma tiga Keperawatan - Level KKNI 5


2. Ners (Sarjana+Ners) - Level KKNI 7
3. Magister keperawatan - Level KKNI 8
4. Ners Spesialis Keperawatan - Level KKNI 8
5. Doktor keperawatan - Level KKNI 9

http://fkep.unand.ac.id/in/profil/kode-etik-perawat-indonesia
A. PENGERTIAN

1. Aqidah Secara Etimologi

Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh
seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenaran terhadap
sesuatu.

Aqidah berasal dari kata “aqada” artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga
bersambung. Aqad berarti pula janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan
perjanjian.

‘Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-
tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat.

2. Aqidah secara terminologi

> Menurut Abu Bakar Jabir al Jazairy Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarakan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu
dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti
dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.

> Imam Syahid Hasan Al Bana mendefinisikan aqidah sebagai : hal-hal yang harus dibenarkan
oleh hati, tenang bagi jiwa dan keyakinan yang tidak dapat digoyahkan oleh keraguan atau
bercampur dengan kebimbangan. Pada kenyataannya kuat atau lemahnya aqidah umat ini
bermacam-macam ragamnya sesuai dengan kekuatan dalil/bukti-bukti yang mereka terima, dan
yang mereka yakini.

Aqidah menurut terminology adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat
jiwa tenang, dan menjadi keprcayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.

Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak
ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas
kepada apa yang ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah.

3. Aqidah Secara Syara’


Yaitu beriman kepada Allah, para MalaikatNya, kitab-kitabNya, para Rasulnya, dan kepada hari
Akhir serta kepada qadar baik yang baik maupun yang buruk (rukun iman). Dalilnya adalah

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Kahfi: 110).

“ Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika
kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang merugi”. (Q.S. Az Zumar: 65)

Dan juga QS. Az Zumar: 2-3, QS. An Nahl: 36, QS. Al A’raf: 59,65,73, 85

B. RUANG LINGKUP AQIDAH


1. Keesaan Allah

Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan alam ini, tetapi hal itu
berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana Tuhan itu.
Karena itu, dalam aqidah Islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan memberitahukan sifat-sifat-Nya
kepada manusia melalui firman-Nya yang disampaikan kepada utusan-Nya. Karena itu, Tuhan dalam
Islam adalah Tuhan menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah.

2. Malaikat dan Makhluk Lainnya

Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk gaib yang melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Allah.
Ia diciptakan Allah dari cahaya.

Seorang muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping manusia, jin,
dan iblis. Karena itu, iman kepada malaikat melahirkan sikap hati-hati, optimis, dan dinamis, tidak
mudah putus asa atau kecewa . demikian pula apabila orang meyakini adanya iblis atau setan, maka
ia akan senantiasa waspada untuk tidak terjerat kepada godaan yang dapat menyesatkannya.

3. Al Qur’an dan Kitab Suci Lainnya

Allah menurunkan wahyu-Nya kepada manusia melalui Rasulnya yang tertulis dalam kitab-kitab-Nya.
Kitab-kitab Allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan, dan hukum-hukum dari Allah bagi
manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia di dunia agar hidup manusia teratur,
tentram serta bahagia.

“(2).Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.(3).Dan tiadalah yang diucapkannya itu
(Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.(4).Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)”. (Q.S. An Najm: 2,3 &4)
“ Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya)”. (Q.S. Az Zumar: 2)

4. Rasul

Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang diantaranya sebagai
kuputusan-Nya. Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala
sesuatu yang datang dari Allah. Bukti kerasulannya adalah mukjizat dan kitab Allah yang tidak
tertandingi mutunya. Melalui Rasul manusia dapat mengetahui segala sesuatu tentang Allah, seolah-
olah manusia berhubungan langsung dengan Allah.

Allah
mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, Muhammad Saw. Beriman kepada
para rasul merupakan tuntutan iman kepada Allah.

“ Dan barangsiapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqqiin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (Q.S. An
Nisaa’: 69)

5. Hukum Alam dan Hari Kiamat

Alam ciptaan Tuhan terikat oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkan-Nya
(sunatullah). Sunatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak, hilang, dan berakhir.

Beriman kepada Hari Kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu melahirkan
dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia dalam
hidup ini, semua perbuatan akan dihitung.

“ Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepadamu kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku
sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Q.S. Al A’raf: 59)

6. Qadha dan Qadar

Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Semua
makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan Allah
menuntun ke arah yang seharusnya.
Beriman kepada takdir melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa dan putus asa sebab
yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir Allah. Sesuatu yang buruk
menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah. Sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak
selalu baik pula menurut Allah. Oleh karena itu, dalam kegiatan takdir ini seyogyanya lahir sikap
sabar dan tawakal dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan.

C. PENYIMPANGAN AQIDAH DAN CARA-CARA PENANGGULANGAN


1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau mempelajari dan mengajarkannya, atau
karena kurangnya perhatian terhadapnya.

2.
Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya,
sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu benar.

“ Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka
menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (Q.S. Al Baqarah: 170)

3. Taqlid Buta Dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa megetahui
dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.

4. Ghuluw (berlebihan) Dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat
mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak
mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun meolak
kemudharatan.

5. Ghaflah (lalai) Terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat
kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Qura’niyah).

“ Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Q.S. Al A’raaf: 96)

6. Enggannya media pendidikan dan media informasimelaksanakan tugasnya. Kurikulum


pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama
Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali.

Cara-cara penanggulangan penyimpangan aqidah adalah dengan :

1. Kembali pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam untuk mengambil
aqidah shahihah.

2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah di berbagai jenjang pendidikan.

3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan kitab-kitab
kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
4. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta
menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.

D. FUNGSI DAN PERANAN AQIDAH


1. Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir

Manusia sejak lahir memiliki potensi keberagamaan (fitrah) sehingga sepanjang hidupnya
membutuhkan agama dalam rangka mencari keyakinan terhadap Tuhan. Aqidah Islam berperan
memnuhi kebutuhan fitrah manusia tersebut, menuntun, dan mengarahkan manusia pada keyakinan
yang benar tentang Tuhan, tidak menduga-duga atau mengira-ngira, melainkan menunjukkan Tuhan
yang sebenarnya.

2. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa

Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong manusia untuk terus
mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan rohaniahnya dapat
terpenuhi. Ia memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa yang diperlukannya.

3. Memberikan pedoman hidup yang pasti

Keyakinan terhadap Tuhan memberikan arahan dan pedoman yang pasti sebab aqidah
menunjukkan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya. Aqidah memberikan pengetahuan asal
dan tujuan hidup manusia sehingga kehidupan manusia akan lebih jelas dan lebih bermakna.

Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang
muslim. Abu A’la Al Maududi menyebutkan pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut:

a. Menjauhi manusia dari pandangan yang sempit dan picik

b. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri

c. Menumbuhkan sifat rendah hati dan khidmat

d. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil

e. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi

f. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme

g. Menanamkan sifat ksatria, semangat dan berani; tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak
takut kepada maut

h. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha

i. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan Illahi.

E. TINGKATAN AQIDAH
Aqidah atau iman yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan oleh orang lain. Ia memiliki
tingkatan-tingkatan tertentu bergantung pada upaya orang itu. Iman pada dasarnya berkembang, ia
bisa tumbuh subur atau sebaliknya. Iman yang tidak terpelihara akan berkurang, mengecil atau hilng
sama sekali.

Tingkatan aqidah tersebut adalah:

b. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa
dipikirkan.

c. Yakin, yaitu keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai
menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dan dalil yang diperolehnya. Hal ini,
memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih rasional
dan lebih mendalam.

d. ‘Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam,
sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu
memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang datang. Ia tidak
mungkin terkecoh oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.

e. Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah,
dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil
serta mampu menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.

http://erik-acver-qincai.blogspot.com/2009/03/aqidah-islamiyah.html

PEDOMAN PELAYANAN ISLAMI

KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

DI RUMAH SAKIT ISLAM ASSYIFA SUKABUMI

AHLAK PRIBADI PERAWAT / BIDAN

1. Salimul Aqidah
Memiliki akidah yang bersih sehingga dalam menghadapi klien selalu berusaha menunjukan sikap
empati dengan mengedepankan professionalisme yang sejalan dengan aqidah Islam yang kuat.

1. Shahihul ibadah

Memberikan pelayanan terbaik kepada klien bukan semata-mata ingin mendapatkan penghargaan,

pujian atau pemberian yang bersifat materi dari klien tetapi lebih dari itu adalah untuk beribadah dan
mencari Ridho Allah SWT.

1. Mathinul Khuluq

Memberikan pelayanan kepada klien dengan integritas profesi yang memiliki kekuatan ahlaq yang
Islami yang berorientasi pada pelayanan terbaik bagi klien.

1. Mutsaqqoful Fikri

Memberikan pelayanan keperawatan kepada klien dengan menggunakan evidence base yang jelas

yang dapat dipertanggungjawabkan secara professional sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
oleh organisasi profesi.

1. Qowiyyul Jismi

Memberikan pelayanan kepada klien harus memiliki jasmani yang sehat yang tidak beresiko negatif
bagi klien maupun bagi perawat itu sendiri

1. Qodirun Alal Kasbi

Berhubungan dengan klien dengan mempertimbangkan kemampuan dirinya dalam memberikan

pelayanan secara professional, sehingga perawat tidak memberikan pelayanan di luar kompetensinya
sebagai seorang perawat.

1. Munazhzhamun Fi Syuunihi

Bekerja memberikan pelayanan kepada klien dengan konsep yang sistematis dimulai dari

Pengumpulan dan analisa data, penentuan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan

keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi keberhasilan asuhan


keperawatan.

1. Mujahadatun Linafsihi
Dalam berhubungan dengan klien harus mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga selalu

memandang pasien dengan holistic mencakup kebutuhan Bio, Psiko, Sosial dan Spiritual, dan
bekerja dengan mengedepankan empati.

1. Haritsun Ala Waqtihi

Dalam memberikan pelayanan kepada klien harus menghargai waktu dalam semua fase hubungan
dengan pasien dimulai dari fase pra interaksi, orientasi, interaksi dan terminasi.

10. Nafi’un Lighoirihi

Memberikan pelayanan terbaiknya kepada klien harus mampu mampu membangun sebuah persepsi

yang dirasakan sebagai sebuah manfaat yang secara langsung dapat dirasakan oleh klien sehingga

perawat dapat menjadi seorang care giver, advocate, educator, konselor, kolaburator, coordinator,

dan researcher yang dapat membantu klien dalam upaya mencapai tujuannya untuk hidup sehat
secara optimal.

LANDASAN KERJA DAN PERILAKU PERAWAT/BIDAN

1. Iman-Islam-Ihsan

a. Percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kebangkitan


dan qadha (peraturan) dan qadar atau kuasa-Nya

b. Merepresentasikan Keimanannya dengan amal shaleh sesuai dengan syariat Islam

c. Bekerja dengan konsep Iman dan menggunakan prinsip Ihsan sebagai fungsi control mandiri atas
prestasi kinerja yang dicapainya sebagai representasi dari Iman.

d. Mendirikan dan menjaga shalatnya dan shalat kliennya dalam kondisi apapun sesuai syaria

2. Taqwa

1. Bekerja dengan professional untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

2. Bekerja dengan senantiasa mengendalikan dorongan emosi dan penguasaan kecenderungan

hawa nafsunya dengan memenuhi dorongan itu dalam batas yang diperkenankan oleh ajaran

agama.

3. Bekerja dengan melakukan tindakan yang baik, misalnya berlaku benar, memegang amanah,
adil, dapat dipercaya, dapat menyesuaikan diri dan bergaul dengan orang lain, serta
menghindari permusuhan dan kezaliman.
3. Ilmu ( Professionalime )

1. Berupaya menerapkan konsep, teori dan prinsip dalam keilmuan yang terkait dalam asuhan
keperawatan dengan mengutamakan pedoman pada Al-Qur’an dan Hadits.

1. Melaksanakan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan Islami melalui kegiatan-

kegiatan pengkajian yang berdasarkan bukti (evidence-based Healthcare).

2. Mempertanggungjawabkan atas segala tindakan dan perbuatan dengan berdasarkan bukti

(evidence-based Healthcare).

3. Berlaku jujur, ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada pasien baik secara individu,

keluarga, kelompok maupun masyarakat dan semata-mata mengharapkan ridho Allah.

4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

dan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan yang berorientasi pada asuhan keperawatan
yang berdasarkan bukti (evidence-based Healthcare).

CIRI KHAS PERAWAT / BIDAN

1. Berpakaian bagi wanita

1. Seragam menutupi seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan

2. Tidak ketat sehingga masih menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya.

3. Tidak tipis temaram sehingga warna kulit masih bisa dilihat.

4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki

5. Tidak berwarna mencolok sehingga menarik perhatian orang.


6. Dipakai bukan dengan maksud memamerkannya.

2. Berhubungan dengan sesama muslim

1. Memberi bantuan harta dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2. Menyebarkan salam

3. Menjenguknya jika ia sakit

4. Menjawabnya jika ia bersin

5. Mengunjunginya karena Allah

6. Memenuhi undangannya

7. Tidak menyebut-nyebut aibnya dan menggunjingnya, secara terang-terangan atau sembunyi-

sembunyi

8. Berbaik sangka kepadanya.

9. Tidak boleh memata-matai dan mengawasinya, baik dengan mata maupun telinga
10. Tidak membocorkan rahasianya

11. Menampakkan perhatian dan kasih sayang kepadanya


12. Tidak mengghibahnya dan membelanya jika ada seseorang yang mengghibahnya.

13. Memaafkan kesalahan-kesalahannya


14. Mendo’akannya dari tempat yang jauh

3. Berhubungan dengan non muslim

1. Berbuat adil dan baik pada orang non muslim.

2. Boleh membantu orang non muslim yang menderita

3. Jangan menghina orang non muslim

4. Wanita Islam dilarang menikah dengan laki-laki non muslim

5. Tidak boleh memberi salam kepada orang non muslim

6. Apabila orang non muslim itu memberi salam, maka jawablah hanya dengan ucapan ‘
Wa’alaikum’

4. Hijab

1. Perawat wanita memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien wanita

2. Perawat wanita boleh memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien laki-laki

dalam kondisi khusus atau kegawatdaruratan dimana tidak ada lagi perawat laki-laki yang

memungkinkan untuk memberikan bantuan

3. Perawat laki-laki memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien laki-laki

4. Perawat laki-laki boleh memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien wanita

dalam kondisi khusus atau kegawatdaruratan dimana tidak ada lagi perawat wanita yang

memungkinkan untuk memberikan bantuan

5. Perawat memisahkan penempatan ruang perawatan antara pasien wanita dengan pasien laki-
laki dewasa, kecuali pasien anak usia 0-7 tahun

http://komitekeperawatanrsia.wordpress.com/category/serba-serbi/

Vous aimerez peut-être aussi