Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Etika sebagai ilmu yang normatif, dengan sendirinya berisi norma dan nilai-nilai yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan etika yang sudah dirasakan oleh
profesi keperawatan, walaupun belum menjadi inti perhatian bagi dunia keperawatan baik dalam
teori maupun praktek. Etika merupakan hal penting dalam profesionalisme keperawatan, proses
pembelajaran etika bukan hanya memahami difinisi tetapi juga memahami masalah-masalah yang
ada di pelayanan kesehatan saat ini, sehingga diharapakan mampu memahami teori dan mampu
mamahami masalah yang menjadi kenyataan. Diharapkan perawat dibekali cara berpikir kritis
sehingga dapat memberikan alternatif penyelesaian etik dan antisipasinya.Kompetensi yang harus
dimiliki perawat adalah perawat mampu mendifinisikan konsep etik dan mampu mengidentifikasi
masalah yang terjadi di pelayanan kesehatan, serta mampu menerapkan pelayanan keperawatan
dengan memperhatikan sikap etik dengan menggukan kode etik keperawatan sebagai pedoman.
KONSEP ETIK
Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya didalam
menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang harus berpikir secara rasional, bukan
emosional dalam membuat keputusan etis. Keputusan tersebut membutuhkan ketrampilan berpikir
secara sadar yang diperlukan untuk menyelamatkan keputusan pasien dan memberikan asuhan.
Teori dasar/prinsip-prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktik
profesional. Teori-teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara
prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Para ahli falsafah moral telah mengemukakan beberapa teori
etik, yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.
1. Teleologi.
Teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti akhir. Pendekatan ini sering disebut
dengan ungkapan the end fustifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh
hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal
dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia.Contoh penerapan teori ini misalnya bayi-bayi
yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.
1. Deontologi.
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas. Teori ini berprinsip pada aksi atau
tindakan. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus
diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut sangat
menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus
karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.
Penerapan teori ini perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam
hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Prinsip etika keperawatan
meliputi kemurahan hati (beneficence).Inti dari prinsip kemurahan hati adalah tanggung jawab
untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang
merugikan atau membahayakan pasien.
Prinsip ini seringkali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan. Berbagai tindakan yang
dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak ada kepastian yang
jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien. Dalam
hal ini yang perlu diperhatikan adalah adanya sumbangsih perawat terhadap kesejahteraan
kesehatan, keselamatan dan keamanan pasien.
1. keadilan (justice)
Prinsip keadilan ini menyatakan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat,
sedangkan yang tidak sederajat harus diperlakukan tidak sederajat sesuai dengan kebutuhan
mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan kesehatan dari mereka yang sederajat harus menerima
sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah sebanding. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan
kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang
besar pula.Keadilan berbicara tentang kejujuran dan pendistribusian barang dan jasa secara
merata. Fokus hukum adalah perlindungan masyarakat, sedangkan fokus hukum kesehatan adalah
perlindungan konsumen.
1. otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan menentukan tindakan
atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Permasalaan yang muncul dari penerapan
prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi
dll.
1. kejujuran (veracity)
Prinsip kejujuran menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki
perawat saat berhubungan dengan pasien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien. Perawat sering kali tidak memberitahukan kejadian
sebenarnya kepada pasien yang sakit parah. Kejujuran berarti perawat tidak boleh membocorkan
informasi yang diperoleh dari pasien dalam kapasitasnya sebagai seorang profesional tanpa
persetujuan pasien. Kecuali jika pasien merupakan korban atau subjek dari tindak kejahatan,
maka perbuatan tersebut dapat diajukan ke depan pengadilan dimana perawat menjadi seorang
saksi.
1. ketaatan (fidelity)
Prinsip ketaatan merupakan tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung
jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji,
mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli pada pasien
merupakan salah satu aspek dari prinsip ketaatan. Peduli kepada pasien merupakan komponen
paling penting dari praktik keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal. Prinsip
ketaatan juga mempunyai arti tidak melanggar untuk melakukan hal yang membahayakan pasien.
Permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulkan konflik
antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika
keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, dalam hal ini dikenal dengan
istilah masalah etika biomedis atau bioetis. Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari
masalah-masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang biologi dan
kedokteran
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat
untuk menjalankan praktik keperawatan profesional. Dalam membuat keputusan etis, ada
beberapa unsur yang mempengaruhi seperti nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan,
konsep moral perawatan dan prinsip- prinsip etik.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etis antara lain
faktor agama dan adat istiadat, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi, legalisasi/keputusan juridis,
dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak
pasien.
1. Faktor sosial.
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor ini antara lain
meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, dan peraturan
perundang-undangan.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional.
Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi
pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan.
1. Faktor dana/keuangan.
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik. Untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya dengan
mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah.
1. Faktor pekerjaan.
Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam pembuatan suatu keputusan. Tidak
semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus diselesaikan dengan
keputusan/aturan tempat ia bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering
mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia mendapatkan
sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.
1. Hak-hak pasien.
Hak-hak pasien pada dasarnya merupakan bagian dari konsep hak-hak manusia. Hak merupakan
suatu tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi konsekuensi dan kepraktisan suatu situasi.
Pernyataan hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga negara, hak-hak hukum dan hak-
hak moral. Hak-hak pasien yang secara luas dikenal menurut Megan (1998) meliputi hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas, hak untuk diberi informasi, hak
untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan, hak untuk
diberi informed concent, hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan yang
menolong, hak untuk mempunyai pendapat kedua(secand opini), hak untuk diperlakukan dengan
hormat, hak untuk konfidensialitas (termasukprivacy), hak untuk kompensasi terhadap cedera
yang tidak legal dan hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan) termasuk menghadapi
kematian dengan bangga.
http://bayu-inside.blogspot.com/2011/10/etika-keperawatan.html
Sumpah Seorang Perawat
March 22, 2012
By Blog Perawat
Program Pendidikan Keperawatan memiliki beberapa jenjang, diantaranya adalah Sekolah Perawat
Kesehatan (saat ini sudah ditutup), Akademi Keperawatan, Sarjana Keperawatan, Magister Keperawatan
dan Doktoral Keperawatan. Setiap lulusan dari Program Pendidikan Keperawatan tersebut, sebelum
menjalankan tugasnya wajib mengucapkan sumpah di depan civitas akademika kampus, perwakilan
organisasi profesi, perwakilan pelayanan kesehatan dengan disaksikan oleh ahli-ahli agama dari tiap-tiap
agama yang dipeluk oleh wisudawan atau wisudawatinya.
Pengucapan sumpah ini mengikut tradisi yang sudah berlangsung selama ribuan tahun di profesi kesehatan
yang lain, sebagaimana pernah dilakukan oleh Hippokrates untuk praktik Kedokteran yang telah
dilaksanakan sejak 400 tahun sebelum masehi seperti terlihat dalam gambar berikut
ini:
Florence Nightingale juga telah mempeloporinya untuk profesi Keperawatan, yaitu beliau lakukan pada
tahun 1893 setelah lulus dari pendidikan Keperawatan pada masa itu. Sumpah beliau terlihat seperti dalam
gambar dibawah ini:
Bagi lulusan Sekolah Perawat Kesehatan maupun Akademi Keperawatan pastilah tidak asing lagi dengan
acara ‘Caping Day‘, yaitu penyematan topi khas Perawat perempuan, dilakukan semasa awal kuliah
disertai dengan diambil sumpah. Namun untuk program pendidikan Sarjana Keperawatan agak berbeda
sedikit dan tidak mengenal istilah ‘Caping Day‘ ini. Adapun akuan sumpah pada berbagai jenjang program
pendidikan Keperawatan tersebut kurang lebih seperti yang tertulis dibawah ini:
Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Akan Menjalankan Tugas Saya
Sebaik-baiknya, Menurut Undang-Undang Yang Berlaku, Dengan Penuh Tanggung Jawab Dan
Kesungguhan.
Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Dalam Menjalankan Tugas Atas
Dasar Kemanusiaan , Tidak Akan Membeda-bedakan Pangkat, Kedudukan, Golongan, Bangsa DAN
Agama.
Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Dalam Menjalankan Tugas Akan
Membina Kerjasama, Keutuhan Dan Kesetiakawanan Dengan Teman sejawat.
Bahwa Saya, Sebagai Ahli Madya Keperawatan (Sarjana Keperawatan), Tidak Akan Menceritakan
Kepada Siapapun, Segala Rahasia Yang Berhubungan Dengan Tugas Saya, Kecuali Jika Diminta
Pengadilan Untuk Keperluan Kesaksian.
Sumpah yang dilakukan oleh berbagai jenjang program pendidikan Keperawatan ini pada intinya adalah
bertujuan baik, yaitu memberikan kesadaran individu terhadap suatu profesi yang sudah dipilihnya sebagai
jalan hidup, selain itu sumpah tersebut juga memberikan kesadaran individu agar tidak melakukan
malpraktik dalam menjalankan profesi yang telah dipilihnya, tidak kalah penting adalah agar individu
dengan profesi Perawat tersebut dapat menjalankan peran dan tugasnya secara akuntabel dan responsible.
Semoga profesi Keperawatan Indonesia tidak hanya terikat pada sumpah profesi saja, tetapi diharapkan
dikemudian hari akan juga terikan dengan Undang-Undang Praktik Keperawatan yang saat ini sedang terus
dimatangkan dalam Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Semoga.
http://blogperawat.com/?p=334
Dasar hubungan perawat dan pasien merupakan hubungan yang saling membutuhkan dan
pada hakekatnya hubungan yang saling ketergantungan dalan mewujudkan harapan pasien terhadap
keputusan tindakan asuhan keperawatan .
Untuk memulai memahami hubungan secara manusiawi pada pasien, perawat sebagai
pelaksana asuhan keperawatan harus memahami bahwa penyebab bertambahnya kebutuhan
manusiawi secara menyeluruh menimbulkan kebutuhan baru, dan membuat seseorang (pasien) yang
rentan untuk menyalahgunakan.
Dengan demikian bagaimanapun hakekat hubungan tersebut adalah bersifat dinamis, dimana pada
waktu tertentu hubungan tersebut dapat memperlihatkan karakteristik dari salah satu atau semua
pada jenis hubungan, dan perawat harus mengetahui bahwa pasien yang berbeda akan
memperlihatkan reaksi- reaksi yang berbeda terhadap ancaman suatu penyakit yang telah dialami,
dan dapat mengancam privasi pasien.
Oleh sebab itu sebagai perawat profesional, harus dapat mengidentifikasi komponen-
konponen yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etik. Faktor- faktor
tersebut adalah : faktor agama, social, pendidikan, ekonomi, pekerjaan/ posisi pasien termasuk
perawat, dokter dan hak-hak pasien, yang dapat mengakibatkan pasien perlu mendapat bantuan
perawat dan dokter dalan ruang lingkup pelayanan kesehatan. disamping harus menentukan
bagaimana keadaan tersebut dapat mengganggu humanitas pasien sehubungan dengan integritas
pasien sebagai manusia yang unik.
2.2. Peranan Perawat dengan Perawat
Tanggung Jawab Perawat terhadap Sejawat Tanggung jawab perawat terhadap sesama
perawat dan profesi kesehatan lain adalah sebagai berikut.
1. Perawat memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya, baik
dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh.
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Cara Pandang yang berbeda dalam memandang
pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan
proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya
menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat
menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing Center
(ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat
bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil yang dialami pasien
(Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi positif antara kualitas hubungan
dokter-perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang
membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat
ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak
pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara
keduanya.
Dari hasil observasi penulis di rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat
bekerja memberikan pelayanan kepada pasien hanya berdasarkan intruksi medis yang juga
didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan yang meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat rumah
sakit pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam
melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat
merupakan tenaga secara lisan, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan rumah sakit yang
kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat
menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa
pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.
Menjadi seorang perawat merupakan suatu pilihan hidup bahkan merupakan suatu cita-cita
bagi sebagian orang. Namun, ada pula orang yang menjadi perawat karena suatu keterpaksaan atau
kebetulan, bahkan menjadikan profesi perawat sebagai alternatif terakhir dalam menentukan pilihan
hidupnya. Terlepas dari semua itu, perawat merupakan suatu profesi yang mulia. Seorang perawat
mengabdikan dirinya untuk menjaga dan merawat klien tanpa membeda-bedakan mereka dari segi
apapun. Setiap tindakan dan intervensi yang tepat yang dilakukan oleh seorang perawat, akan sangat
berharga bagi nyawa orang lain. Seorang perawat juga mengemban fungsi dan peran yang sangat
penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik kepada klien. Namun, sudahkah
perawat di Indonesia melakukan tugas mulianya tersebut dengan baik? Bagaimanakah citra perawat
ideal di mata masyarakat?
Menjadi seorang perawat ideal bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi untuk membangun
citra perawat ideal di mata masyarakat. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat telah didekatkan
dengan citra perawat yang identik dengan sombong, tidak ramah, genit, tidak pintar seperti dokter
dan sebagainya. Seperti itulah kira-kira citra perawat di mata masyarakat yang banyak digambarkan
di televisi melalui sinetron-sinetron tidak mendidik. Untuk mengubah citra perawat seperti yang
banyak digambarkan masyarakat memang tidak mudah, tapi itu merupakan suatu keharusan bagi
semua perawat, terutama seorang perawat profesional. Seorang perawat profesional seharusnya
dapat menjadi sosok perawat ideal yang senantiasa menjadi panutan bagi perawat secara lisan
dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini dikarenakan perawat profesional memiliki
pendidikan yang lebih tinggi sehingga ia lebih matang dari segi konsep, teori, dan aplikasi. Namun,
hal itu belum menjadi jaminan bagi perawat untuk dapat menjadi perawat yang ideal karena begitu
banyak aspek yang harus dimiliki oleh seorang perawat ideal di mata masyarakat.
Perawat yang ideal adalah perawat yang baik. Begitulah kebanyakan orang menjawab
ketika ditanya mengenai bagaimana sosok perawat ideal di mata mereka. Mungkin kedengarannya
sangat sederhana. Namun, di balik semua itu, pernyataan tersebut memiliki makna yang besar.
Masyarakat ternyata sangat mengharapkan perawat dapat bersikap baik dalam arti lembut, sabar,
penyayang, ramah, sopan dan santun saat memberikan asuhan keperawatan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang masih menemukan perilaku kurang baik yang
dilakukan oleh seorang perawat terhadap klien saat menjalankan tugasnya di rumah sakit. Hal itu
memang sangat disayangkan karena bisa membuat citra perawat menjadi tidak baik di mata
masyarakat. Ternyata memang hal-hal seperti itulah yang memunculkan jawaban demikian dari
masyarakat.
Untuk menjadi perawat ideal di mata masyarakat, diperlukan kompetensi yang baik dalam
hal menjalankan peran dan fungsi sebagai perawat. Seorang perawat profesional haruslah mampu
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Adapun peran perawat diantaranya ialah pemberi
perawatan, pemberi keputusan klinis, pelindung klien, manajer kasus, pemberi kenyamanan,
komunikasi, penyuluh, dan peran karier. Semua peran tersebut sangatlah berpengaruh dalam
membangun citra perawat di masyarakat. Namun, disini saya akan menekankan peran yang menurut
saya paling penting dalam membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Peran–peran tersebut
diantaranya ialah peran sebagai pemberi perawatan, peran sebagai pemberi kenyaman dan peran
sebagai komunikator.
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan merupakan peran yang paling utama bagi
seorang perawat. Perawat profesional yang dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan
terampil akan membangun citra keperawatan menjadi lebih baik di mata masyarakat. Saat ini,
perawat secara lisan memang masih mendominasi praktik keperawatan di rumah sakit maupun di
tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perawat secara lisan memiliki
kemampuan aplikasi yang baik dalam melakukan praktik keperawatan. Namun, perawat memiliki
pengetahuan teoritis yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan perawat profesional. Dengan
semakin banyaknya jumlah perawat profesional saat ini, diharapkan dapat melengkapi kompetensi
yang dimiliki oleh perawat. Seorang perawat profesional harus memahami landasan teoritis dalam
melakukan praktik keperawatan. Landasan teoritis tersebut akan sangat berguna bagi perawat
profesional saat menjelaskan maksud dan tujuan dari asuhan keperawatan yang diberikan secara
rasional kepada klien. Hal ini tentu saja akan membawa dampak baik bagi terciptanya citra perawat
ideal di mata masyarakat yaitu perawat yang cerdas, terampil dan profesional.
Kenyamanan merupakan suatu perasaan subjektif dalam diri manusia. Masyarakat yang
menjadi klien dalam asuhan keperawatan akan memiliki kebutuhan yang relatif terhadap rasa
nyaman. Mereka mengharapkan perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman mereka. Oleh
karena itu, peran perawat sebagai pemberi kenyamanan, merupakan suatu peran yang cukup penting
bagi terciptanya suatu citra keperawatan yang baik. Seorang perawat profesional diharapkan mampu
menciptakan kenyamanan bagi klien saat klien menjalani perawatan. Perawat profesional juga
seharusnya mampu mengidentifikasi kebutuhan yang berbeda-beda dalam diri klien akan rasa
nyaman. Kenyamanan yang tercipta akan membantu klien dalam proses penyembuhan, sehingga
proses penyembuhan akan lebih cepat. Pemberian rasa nyaman yang diberikan perawat kepada
klien dapat berupa sikap atau perilaku yang ditunjukkan dengan sikap peduli, sikap ramah, sikap
sopan, dan sikap empati yang ditunjukkan perawat kepada klien pada saat memberikan asuhan
keperawatan. Memanggil klien dengan namanya merupakan salah satu bentuk interaksi yang dapat
menciptakan kenyamanan bagi klien dalam menjalani perawatan. Klien akan merasa nyaman dan
tidak merasa asing di rumah sakit. Perilaku itu juga dapat menciptakan citra perawat yang ideal di
mata klien itu sendiri karena klien mendapatkan rasa nyaman seperti apa yang diharapkannya.
Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap citra perawat di
mata masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan perawat dapat menjadikomunikator yang baik.
Klien juga manusia yang membutuhkan interaksi pada saat ia menjalani asuhan keperawatan.
Interaksi verbal yang dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
peningkatan kesehatan klien. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar-
sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, serta sumber informasi dan komunitas. Kualitas
komunikasi yang dimiliki oleh seorang perawat merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi
kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas. Sudah seharusnya seorang perawat profesional
memiliki kualitas komunikasi yang baik saat berhadapan dengan klien, keluarga maupun dengan
siapa saja yang membutuhkan informasi mengenai masalah keperawatan terkait kesehatan klien.
Hal-hal di atas merupakan sebagian kecil gambaran mengenai peran yang dapat dilakukan
oleh seorang perawat profesional dalam membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Masih
banyak lagi hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang perawat profesional untuk menciptakan citra
perawat ideal yang lebih baik lagi di mata masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu, tentu saja
diperlukan kompetensi yang memadai, kemauan yang besar, dan keseriusan dari dalam diri perawat
sendiri untuk membangun citra keperawatan menjadi lebih baik. Perawat yang terampil, cerdas,
baik, komunikatif, dan dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sesuai dengan kode etik,
tampaknya memang merupakan sosok perawat ideal di mata masyarakat. Semoga kita dapat
menjadi perawat profesional yang mampu menjadi panutan bagi perawat-perawat lain dalam
membawa citra perawat ideal di mata masyarakat.
http://v3aza.blogspot.com/2011/05/peranan-seorang-perawat.html
Mukadimah
Berkat bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian
untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah air, Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) menyadari bahwa perawat Indonesia yang berjiwa
pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan kewajiban dalam
bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada dasar-
dasar seperti tertera di bawah ini:
PENDIDIKAN KEPERAWATAN
a. Pendidikan Vokasional;
b. Pendidikan Akademik;
yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan
terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu
c. Pendidikan Profesi;
http://fkep.unand.ac.id/in/profil/kode-etik-perawat-indonesia
A. PENGERTIAN
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh
seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenaran terhadap
sesuatu.
Aqidah berasal dari kata “aqada” artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga
bersambung. Aqad berarti pula janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan
perjanjian.
‘Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-
tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat.
> Menurut Abu Bakar Jabir al Jazairy Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarakan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu
dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti
dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
> Imam Syahid Hasan Al Bana mendefinisikan aqidah sebagai : hal-hal yang harus dibenarkan
oleh hati, tenang bagi jiwa dan keyakinan yang tidak dapat digoyahkan oleh keraguan atau
bercampur dengan kebimbangan. Pada kenyataannya kuat atau lemahnya aqidah umat ini
bermacam-macam ragamnya sesuai dengan kekuatan dalil/bukti-bukti yang mereka terima, dan
yang mereka yakini.
Aqidah menurut terminology adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat
jiwa tenang, dan menjadi keprcayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak
ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas
kepada apa yang ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Yaitu beriman kepada Allah, para MalaikatNya, kitab-kitabNya, para Rasulnya, dan kepada hari
Akhir serta kepada qadar baik yang baik maupun yang buruk (rukun iman). Dalilnya adalah
“
Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Kahfi: 110).
“ Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika
kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang merugi”. (Q.S. Az Zumar: 65)
Dan juga QS. Az Zumar: 2-3, QS. An Nahl: 36, QS. Al A’raf: 59,65,73, 85
Manusia dapat saja mempercayai bahwa ada Tuhan yang menciptakan alam ini, tetapi hal itu
berdasarkan pikirannya. Manusia tidak akan dapat mengetahui siapa dan bagaimana Tuhan itu.
Karena itu, dalam aqidah Islam, Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan memberitahukan sifat-sifat-Nya
kepada manusia melalui firman-Nya yang disampaikan kepada utusan-Nya. Karena itu, Tuhan dalam
Islam adalah Tuhan menurut Tuhan sendiri yang tidak mungkin salah.
Allah menciptakan malaikat, yaitu makhluk gaib yang melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Allah.
Ia diciptakan Allah dari cahaya.
Seorang muslim wajib mengimani adanya malaikat sebagai makhluk Allah di samping manusia, jin,
dan iblis. Karena itu, iman kepada malaikat melahirkan sikap hati-hati, optimis, dan dinamis, tidak
mudah putus asa atau kecewa . demikian pula apabila orang meyakini adanya iblis atau setan, maka
ia akan senantiasa waspada untuk tidak terjerat kepada godaan yang dapat menyesatkannya.
Allah menurunkan wahyu-Nya kepada manusia melalui Rasulnya yang tertulis dalam kitab-kitab-Nya.
Kitab-kitab Allah berisi informasi-informasi, aturan-aturan, dan hukum-hukum dari Allah bagi
manusia. Kitab-kitab Allah itu menjadi pedoman hidup manusia di dunia agar hidup manusia teratur,
tentram serta bahagia.
“(2).Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.(3).Dan tiadalah yang diucapkannya itu
(Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.(4).Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)”. (Q.S. An Najm: 2,3 &4)
“ Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya)”. (Q.S. Az Zumar: 2)
4. Rasul
Allah menurunkan wahyu tidak kepada semua orang, tetapi dipilih salah seorang diantaranya sebagai
kuputusan-Nya. Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala
sesuatu yang datang dari Allah. Bukti kerasulannya adalah mukjizat dan kitab Allah yang tidak
tertandingi mutunya. Melalui Rasul manusia dapat mengetahui segala sesuatu tentang Allah, seolah-
olah manusia berhubungan langsung dengan Allah.
Allah
mengutus Rasulnya sejak Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, Muhammad Saw. Beriman kepada
para rasul merupakan tuntutan iman kepada Allah.
“ Dan barangsiapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqqiin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (Q.S. An
Nisaa’: 69)
Alam ciptaan Tuhan terikat oleh ruang, waktu serta hukum-hukum yang ditetapkan-Nya
(sunatullah). Sunatullah yang ditetapkan pada segala ciptaan adalah rusak, hilang, dan berakhir.
Beriman kepada Hari Kiamat adalah meyakini akan kedatangannya. Keimanan itu melahirkan
dampak bagi kehidupan seorang muslim, yaitu meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia dalam
hidup ini, semua perbuatan akan dihitung.
“ Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepadamu kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku
sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Q.S. Al A’raf: 59)
Takdir berasal dari kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Semua
makhluk dikenai takdir oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan Allah
menuntun ke arah yang seharusnya.
Beriman kepada takdir melahirkan sikap optimisme, tidak mudah kecewa dan putus asa sebab
yang menimpa setelah segala usaha dilakukan merupakan takdir Allah. Sesuatu yang buruk
menurut kita, tidak selalu buruk menurut Allah. Sebaliknya, yang menurut kita itu baik, tidak
selalu baik pula menurut Allah. Oleh karena itu, dalam kegiatan takdir ini seyogyanya lahir sikap
sabar dan tawakal dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan.
2.
Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya,
sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu benar.
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka
menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (Q.S. Al Baqarah: 170)
3. Taqlid Buta Dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa megetahui
dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.
4. Ghuluw (berlebihan) Dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat
mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak
mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun meolak
kemudharatan.
5. Ghaflah (lalai) Terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat
kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Qura’niyah).
“ Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Q.S. Al A’raaf: 96)
1. Kembali pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam untuk mengambil
aqidah shahihah.
3. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan kitab-kitab
kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
4. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta
menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.
Manusia sejak lahir memiliki potensi keberagamaan (fitrah) sehingga sepanjang hidupnya
membutuhkan agama dalam rangka mencari keyakinan terhadap Tuhan. Aqidah Islam berperan
memnuhi kebutuhan fitrah manusia tersebut, menuntun, dan mengarahkan manusia pada keyakinan
yang benar tentang Tuhan, tidak menduga-duga atau mengira-ngira, melainkan menunjukkan Tuhan
yang sebenarnya.
Agama sebagai kebutuhan fitrah akan senantiasa menuntut dan mendorong manusia untuk terus
mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan rohaniahnya dapat
terpenuhi. Ia memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa yang diperlukannya.
Keyakinan terhadap Tuhan memberikan arahan dan pedoman yang pasti sebab aqidah
menunjukkan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya. Aqidah memberikan pengetahuan asal
dan tujuan hidup manusia sehingga kehidupan manusia akan lebih jelas dan lebih bermakna.
Aqidah Islam sebagai keyakinan akan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang
muslim. Abu A’la Al Maududi menyebutkan pengaruh aqidah tauhid sebagai berikut:
e. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi
g. Menanamkan sifat ksatria, semangat dan berani; tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak
takut kepada maut
i. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan Illahi.
E. TINGKATAN AQIDAH
Aqidah atau iman yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan oleh orang lain. Ia memiliki
tingkatan-tingkatan tertentu bergantung pada upaya orang itu. Iman pada dasarnya berkembang, ia
bisa tumbuh subur atau sebaliknya. Iman yang tidak terpelihara akan berkurang, mengecil atau hilng
sama sekali.
b. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa
dipikirkan.
c. Yakin, yaitu keyakinan yang didasarkan atas bukti, dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai
menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dan dalil yang diperolehnya. Hal ini,
memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil-dalil lain yang lebih rasional
dan lebih mendalam.
d. ‘Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah dan mendalam,
sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu
memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang datang. Ia tidak
mungkin terkecoh oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.
e. Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah,
dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil
serta mampu menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.
http://erik-acver-qincai.blogspot.com/2009/03/aqidah-islamiyah.html
1. Salimul Aqidah
Memiliki akidah yang bersih sehingga dalam menghadapi klien selalu berusaha menunjukan sikap
empati dengan mengedepankan professionalisme yang sejalan dengan aqidah Islam yang kuat.
1. Shahihul ibadah
Memberikan pelayanan terbaik kepada klien bukan semata-mata ingin mendapatkan penghargaan,
pujian atau pemberian yang bersifat materi dari klien tetapi lebih dari itu adalah untuk beribadah dan
mencari Ridho Allah SWT.
1. Mathinul Khuluq
Memberikan pelayanan kepada klien dengan integritas profesi yang memiliki kekuatan ahlaq yang
Islami yang berorientasi pada pelayanan terbaik bagi klien.
1. Mutsaqqoful Fikri
Memberikan pelayanan keperawatan kepada klien dengan menggunakan evidence base yang jelas
yang dapat dipertanggungjawabkan secara professional sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
oleh organisasi profesi.
1. Qowiyyul Jismi
Memberikan pelayanan kepada klien harus memiliki jasmani yang sehat yang tidak beresiko negatif
bagi klien maupun bagi perawat itu sendiri
pelayanan secara professional, sehingga perawat tidak memberikan pelayanan di luar kompetensinya
sebagai seorang perawat.
1. Munazhzhamun Fi Syuunihi
Bekerja memberikan pelayanan kepada klien dengan konsep yang sistematis dimulai dari
1. Mujahadatun Linafsihi
Dalam berhubungan dengan klien harus mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga selalu
memandang pasien dengan holistic mencakup kebutuhan Bio, Psiko, Sosial dan Spiritual, dan
bekerja dengan mengedepankan empati.
Dalam memberikan pelayanan kepada klien harus menghargai waktu dalam semua fase hubungan
dengan pasien dimulai dari fase pra interaksi, orientasi, interaksi dan terminasi.
Memberikan pelayanan terbaiknya kepada klien harus mampu mampu membangun sebuah persepsi
yang dirasakan sebagai sebuah manfaat yang secara langsung dapat dirasakan oleh klien sehingga
perawat dapat menjadi seorang care giver, advocate, educator, konselor, kolaburator, coordinator,
dan researcher yang dapat membantu klien dalam upaya mencapai tujuannya untuk hidup sehat
secara optimal.
1. Iman-Islam-Ihsan
c. Bekerja dengan konsep Iman dan menggunakan prinsip Ihsan sebagai fungsi control mandiri atas
prestasi kinerja yang dicapainya sebagai representasi dari Iman.
d. Mendirikan dan menjaga shalatnya dan shalat kliennya dalam kondisi apapun sesuai syaria
2. Taqwa
1. Bekerja dengan professional untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
hawa nafsunya dengan memenuhi dorongan itu dalam batas yang diperkenankan oleh ajaran
agama.
3. Bekerja dengan melakukan tindakan yang baik, misalnya berlaku benar, memegang amanah,
adil, dapat dipercaya, dapat menyesuaikan diri dan bergaul dengan orang lain, serta
menghindari permusuhan dan kezaliman.
3. Ilmu ( Professionalime )
1. Berupaya menerapkan konsep, teori dan prinsip dalam keilmuan yang terkait dalam asuhan
keperawatan dengan mengutamakan pedoman pada Al-Qur’an dan Hadits.
(evidence-based Healthcare).
3. Berlaku jujur, ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada pasien baik secara individu,
4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan yang berorientasi pada asuhan keperawatan
yang berdasarkan bukti (evidence-based Healthcare).
1. Seragam menutupi seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan
2. Menyebarkan salam
6. Memenuhi undangannya
sembunyi
9. Tidak boleh memata-matai dan mengawasinya, baik dengan mata maupun telinga
10. Tidak membocorkan rahasianya
6. Apabila orang non muslim itu memberi salam, maka jawablah hanya dengan ucapan ‘
Wa’alaikum’
4. Hijab
1. Perawat wanita memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien wanita
2. Perawat wanita boleh memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien laki-laki
dalam kondisi khusus atau kegawatdaruratan dimana tidak ada lagi perawat laki-laki yang
3. Perawat laki-laki memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien laki-laki
4. Perawat laki-laki boleh memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien wanita
dalam kondisi khusus atau kegawatdaruratan dimana tidak ada lagi perawat wanita yang
5. Perawat memisahkan penempatan ruang perawatan antara pasien wanita dengan pasien laki-
laki dewasa, kecuali pasien anak usia 0-7 tahun
http://komitekeperawatanrsia.wordpress.com/category/serba-serbi/