Vous êtes sur la page 1sur 30

1.

KONSEP TEORI
a. Anatomi dan Fisiologi

a. M
a
k
r
o
s
k
o
p
i
s

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada


dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra
T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena
besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan
yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah
adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal.
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat
terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.
Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap
nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari
beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis
menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida
ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian
disalurkan ketubulus kolektivus menuju pelvis ginjal.
Nefron merupakan unit fungsional ginjal terkecil yang mampu
menghasilkan urin. Tiap ginjal bisa tersusun atas 1 juta nefron yang saling
disatukan oleh jaringan ikat. Susunan nefron-nefron ini membagi ginjal

1
menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medulla. Nefron sendiri terdiri atas
glomerulus dan tubulus. Glomerulus tersusun atas pembuluh darah-
pembuluh darah yang membentuk suatu untaian dikapsula Bowman.
Glomerulus berasal dari arteri ginjal. Arteri ini awalnya terbagi menjadi
banyak afferent arterioles yang masing-masing menuju 1 nefron dan
menjadi glomrulus. Glomerulus akan berakhir di efferent arterioles.
Arteriol terakhir tersebut lalu menjadi kapiler yang berfungsi memberi
pasokan oksigen dan energi bagi ginjal. Kapiler ini sekaligus berfungsi
menerima zat-zat reabsorbsi dan membuang zat-zat sekresi ginjal.
Tubulus ginjal tersusun atas sel-sel epitel kuboid selapis. Tubulus
ini dimulai dari kapsula Bowman lalu menjadi tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal, dan berakhir di
tubulus pengumpul.Seluruh bagian tubulus kontortus berada di korteks,
sementara lengkung Henle ada di Medulla. Jalur naik dari tubulus
kontortus distal akan lewat di antara afferent dan efferentarterioles.
Struktur ini disebut juxta glomerular apparatus. Nefron ginjal sendiri
terbagi atas 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung Henlenya hanya sedikit
masuk medulla dan memiliki kapiler peritubular, dan nefron juxta
medullary yang lengkung Henlenya panjang kedalam medulla dan
memiliki vasa recta. Vasa Recta adalah susunan kapiler yang memanjang
mengikuti bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis,
korteks ginjal akan terlihat berbintik-bintik karena adanya glomerulus,
sementara medulla akan terlihat bergaris-garis karena adanya lengkung
Henle dan tubulus kolektus.
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan
tubuh dengan cara membuang sampah-sampah sisa metabolisme dan
menahan zat-zat yang dibutuhkan tubuh. Fungsi ini amat penting bagi
tubuh untuk menjaga homeostasis. Homeostasis amat penting dijaga
karena sel-sel tubuh hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu.
Walupun begitu, ginjal tidak selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh
dalam kondisi normal. Pada keadaan minimal, ginjal harus mengeluarkan
minimal 0,5 l air per hari untuk kebutuhan pembuangan racun. Hal ini

2
tetap harus dilakukan walaupun tubuh berada dalam kondisi dehidrasi
berat.
Secara singkat, fungsi ginjal bisa diuraikan menjadi :
1) Pengeluaran sisa zat organik
Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian
hemoglobin dan hormon.
2) Pengaturan konsentrasi ion-ion penting
Ginjal mengekskresi ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat
dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan
ekskresinya melalui rute lain, seperti pada gastrointestinal dan kulit.
3) Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh
Ginjal mengendalikan ekskresi ion hydrogen, bikarbonat dan
ammonium serta memproduksi urine asam atau basa bergantung pada
kebutuhan tubuh.
4) Pengaturan produksi sel darah merah
Ginjal melepas eritropoietin yang mengatur produksi sel darah merah.
5) Pengaturan tekanan darah
Ginjal mengatur volume cairan yang esensi bagi pengaturan tekanan
darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen
penting dalam mekanisme renin angiotensin aldosteron, yang
meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi gula darah dan asam amino
darah
Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih,
bertanggung jawab atas konsentrasi nutrisi dalam darah.
7) Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan zat tambahan makanan, obat-obatan dan zat
kimia asing lain dari tubuh.
Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri
yang masuk kemedialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya
dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan
dan dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di

3
kekandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan mikturisi dan
keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung di kandung kemih
akan dikeluarkan lewat uretra.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin,
yaitu filtrasi, reabsorsi, dan sekresi. Filtrasi glomerular adalah perpindahan
cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular, dalam gradient tekanan
tertentu kedalam kapsul Bowman, kapsul Bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula,
urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan
filtrat glomerulus (urin primer). Laju filtrasi glomerulus (glomerular
filtration rate) adalah jumlah filtrat yang terbentuk per menit pada semua
nefron. Pada laki-laki GFR sekitar 125ml/menit atau 180L/24 jam, pada
perempuan GFR sekitar 110ml/menit.
Derajat konstriksi arteriol aferen dan eferen akan menentukan
aliran darah ginjal dan juga tekanan hidrostatik glomerular yang akan
mempengaruhnya meningkatnya atau menurunnya GFR. Derajat kontriksi
arteriol aferen dan eferan ini dipengaruhi oleh auto regulasi ginjal dan
stimulasi simpatis, adanya obstruksi pada saluran urinaria juga akan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapsul Bowman dan
menyebabkan penurunan GFR.
Sebagian besar filtrate kemudian akan direabsorpsi di tubulus
ginjal melalui difusi pasif gradient kima atau listrik, transport aktif
terhadap gradient tersebut atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85% natrium
klorida dan air serta semua glukosa dan asam amino dalam filtrate
glomerulus diabsorpsi dalam tubulus kontortus proksimal, walaupun
reabsorpsi berlangsung pada semua bagian nefron. Setelah proses
reabsorpsi, zat-zat seperti ion hidrogen, kalium, dan ammonium, produk
akhir metabolik, kreatinin serta zat sisa obat-obatan tertentu secara aktif
disekresi kedalam tubulus untuk kemudian dikeluarkan melalui urin.

4
a. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,
2010).
CKD atau Gagal Ginjal Kronis (GGK) didefinisikan sebagai
kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

b. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG
(Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo, 2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

c. Etiologi
1) Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis.
2) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
3) Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
4) Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal.

5
5) Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis.
6) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
7) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah :
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
8) Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

d. Tanda dan Gejala


Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
1) Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron), pitting edema (kaki, tangan,
sakrum), edema periorbital, friction rub perikardial, pembesaran vena
leher.
2) Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3) Manifestasi pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul.
4) Manifestasi gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal.
5) Manifestasi neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.

6
6) Manifestasi muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
7) Manifestasi reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

e. Epidemiologi
Diperkirakan, di Indonesia sekitar 50 orang per satu juta penduduk.
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia dan
Inggris : 77 - 283 per satu juta penduduk. Prevalensi penderita PGK yang
menjalani dialisis antara 476 - 1150 per satu juta penduduk. Perbedaan ini
disebabkan oleh perbedaan kriteria, geografis, etnik, dan fasilitas
kesehatan yang disediakan.
Diperkirakan dari data survei populasi bahwa paling sedikit 6%
dari populasi dewasa di Amerika Serikat mengidap penyakit gagal ginjal
kronik stadium 1 dan 2. Sebagian dari kelompok ini akan berlanjut ke
stadium-stadium PGK yang lebih berat. Sebanyak 4,5% dari populasi AS
diperkirakan mengidap PGK stadium 3 dan 4.
Variabilitas antar individu yang mencolok dalam laju
perkembangan menjadi PGK memiliki komponen herediter yang penting,
dan sejumlah lokus genetik yang berperan dalam perkembangan menuju
PGK telah berhasil diidentifikasi. Demikian juga, telah diketahui bahwa
wanita subur relatif terlindung dari perekembangan banyak penyakit
ginjal, dan respon spesifik jenis kelamin terhadap angiotensin II dan
blokadenya telah teridentifikasi.
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens
penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun,
dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di malaysia, dengan
populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal
pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.

7
f. Patofisiologi

Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Asterosklerosis Tertimbun di ginjal Retensi urine


antibodi
Suplai darah ke ginjal

GFR (Bun & Kreatinin )

CKD MK: Resiko ketidakefektifan perfusi


ginjal

Sekresi protein Retensi Eritropoetin


terganggu Na
Tekanan kapiler Hb
Uremia
Volume intersisial Pucat, fatigue, malaise
Pruritus
Edema MK: Intoleransi
MK: Gangguan Aktivitas
integritas kulit MK: Kelebihan
volume cairan

Insufisiensi ginjal Gangguan


keseimbangan asam
basa
Angiotensin I
Produksi asam
Angiotensin II
Asam lambung
Hipertensi

Mual, muntah MK: Mual


MK: Resiko
penurunan curah
jantung Anoreksia

MK: Gangguan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

8
g. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer
dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

h. Pemeriksaan Penunjang
1) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
2) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
3) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
4) Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
5) Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan
faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

9
6) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.
7) Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
8) Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
9) Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi
metatastik
10) Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
11) Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
12) Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a) Laju endap darah
b) Urin
Volume : biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
Warna : secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus/nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine/ureum sering 1:1.

10
c) Ureum dan Kreatinin
Ureum dan Kreatinin : biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d) Hiponatremia
e) Hiperkalemia
f) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h) Gula darah tinggi
i) Hipertrigliserida
j) Asidosis metabolik

i. Penatalaksanaan Medis
Derajat LFG (ml/mnt/1,73 m2) Rencana tatalaksana
1 >90 - Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid, evaluasi
pemburukan (progression)
fungsi ginjal, memperkecil
resiko kardiovaskular
2 60 – 89 - Menghambat pemburukan
fungsi ginjal
3 30 – 59 - Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 - Persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
5 < 15 - Terapi pengganti ginjal

1) Terapi spesifik terhadap penyakitnya


Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga
pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal masih
normal secara USG, biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi
komorbid. Faktor komorbid antara lain : gangguan keseimbangan

11
cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi tract. urinarius, obstruksi
tract urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan kontras atau
peningkatan penyakit dasarnya.
3) Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama : hiperfiltrasi glomerulus, ada 2 cara untuk
menguranginya yaitu ;
a) Pembatasan asupan protein : mulai dilakukan LFG < 60 ml/mnt.
Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hr. Jumlah kalori 30-35
kkal/kgBB/hr.
b) Terapi farmakologis : pemakaian OAH, untuk megurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa
OAH terutama ACEI, sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
c) Terapi non farmakologis
1) Pembatasan protein
Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram /kg BB/hr sesuai CCT dan
toleransi pasien, pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB
ideal/hari, pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hr.
2) Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBBideal/hr.
3) Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh
dan tak jenuh.
4) Pengaturan asupan KH : 50-60% dari total kalori.
5) Garam NaCl : 2-3 gr/hr.
6) Kalsium : 1400-1600 mg/hr.
7) Besi : 10-18 mg/hr.
8) Magnesium : 200-300 mg/hr.
9) Asam folat pasien HD : 5 mg.
10) Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss).
d) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit.

12
e) Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
1) Anemia
Defisiensi eritropoitin, defisiensi besi, kehilangan darah
(perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut
atau kronik.
Evaluasi anemia dimulai saat Hb < 10 g % atau Ht < 30%,
meliputi evaluasi status besi (kadar besi serum/serum iron),
kapasitas ikat besi total, feritin serum), mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan hemolisis, dsb.
Pemberian EPO, perhatikan status besi.
Transfusi darah yang tidak cermat : kelebihan cairan tubuh,
hiperkalemi dan pemburukan fungsi ginjal.
Sasaran Hb 11-12 gr/dl
2) Osteodistrofi renal : mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian
hormon kalsitriol.
3) Hiperfosfatemia
Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah
protein dan rendah garam). Asupan Fosfat 600-800 mg/hari.
Pemberian pengikat fosfat : garam kalsium, aluminium
hidroksida, garam magnesium. Garam kalsium yang banyak
dipakai : kalsium karbonat & kalsium acetat.
Pemberian bahan kalsium memetik (menghambat reseptor Ca
pada kelenjar paratiroid).
Pemberian kalsitriol : kadar fosfat normal, kadar hormone
paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal.
Pembatasan cairan dan elektrolit : cairan masuk = cairan keluar
Terapi pengganti ginjal (hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplan ginjal) : stadium 5 LFG < 15 ml/menit.

13
Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut :
1) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara
mencangkokkan sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor. ginjal yang
dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal yang
sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki karakteristik yang
sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi golongan darah termasuk
resus darahnya, orang yang baik menjadi donor biasanya adalah keluarga
dekat. Namun donor juga bisa diperoleh dari orang lain yang memiliki
karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua
ginjal lama, tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika
ginjal lama ini menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi.
Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus
penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi
serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak
dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan
kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat
bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan
pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.
2) Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode
terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu
membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini
dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup
individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis
dialisis :
3) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah

14
dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin
dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah
darah selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses
ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
4) Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah
dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah
tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh
mesin dialisis.
5) Obat-obatan
a) Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan pengeluaran
urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit
dari tubuh, serta bermanfaat membantu munurunkan tekanan darah.
b) Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap
dalam batas normal dan dengan demikian akan memperlambat proses
kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan darah.
c) Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini
terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon
eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini bekerja merangsang
sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan
fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami
penurunan sehingga pembentukan sel darah merah menjadi tidak
normal, kondisi ini menimbulkan anemia (kekurangan darah). Oleh
karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang
diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-
2 kali seminggu.
d) Zat besi
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada
penderita gagal ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi

15
sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia. Suplemen zat
besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi
(disuntik).
e) Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi
rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan
kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan
kalsium.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengkajian
1) Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2) Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit.
3) Riwayat penyakit
a) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH), prostatektomi.
c) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4) Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
dan dalam (kussmaul), dispnea.

16
5) Body Systems
a) Pernafasan (B1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnea nokturnal, paroksismal, batuk
dengan atau tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda : takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk produktif
dengan atau tanpa sputum.
b) Kardiovaskular (B2 : Bleeding)
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada
atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum, pitting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning, dan kecendrungan perdarahan.
c) Persyarafan (B3 : Brain)
Kesadaran : disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolen sampai
koma.
d) Perkemihan (B4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
e) Pencernaan (B5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis
erosiva dan Diare
f) Tulang Otot Integumen (B6 : Bone)
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit,
jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.

17
7) Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala : peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau
mulut (amonia)
Tanda : gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis, kuku rapuh.
c) Pola Eliminasi
Eliminasi uri : kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna
urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : diare.
d) Pola tidur dan Istirahat : gelisah, cemas, gangguan tidur.
e) Pola Aktivitas dan latihan : klien mudah mengalami kelelahan dan
lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise.

18
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
f) Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
g) Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien
mengalami disorientasi/ tidak.
h) Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
i) Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain - lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan.

19
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam
melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
l) Pemeriksan fisik
a) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas
ureum.
b) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c) Perut : adanya edema anasarka (ascites).
d) Ekstrimitas : edema pada tungkai, spatisitas otot.
e) Kulit : sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan glomerulo
filtration rate.
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan garukan akibat gatal-
gatal (pruritus).
4) Mual berhubungan dengan peningkatan asam lambung.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
6) Resiko ketidakefektifan perfusi renal berhubungan hipoperfusi akibat
hipertensi.
7) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit.

20
c. Intervensi dan Rasional
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan glomerulo
filtration rate.
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria :
a) Rasio intake dan output pada batas normal
b) Berat badan normal
c) Tekanan darah dalam batas ketentuan (140/90 mmHg) dan
elektrolit K, Ca, Mg, Fosfat, Na pada batas normal.
Intervensi :
a) Kaji adanya edema dengan distensi vena jugolaris, dispnea,
tachikardi, peningkatan tekanan darah crakles pada auskultasi.
R/ Merupakan tanda-tanda lethargi cairan yang menambah kerja
dari jantung dan menuju edema pulmoner dan gagal jantung.
b) Kaji kelemahan otot tidak adanya reflek tendon dalam, kram
abdomen dengan diare, tidak teraturnya nadi.
R/ Tanda-tanda hipernatremia dihasilkan dari tanda fungsi tubular
ginjal.
c) Kaji kelemahan, kelelahan, penurunan reflek tendon
R/ Tanda-tanda hipertermia dihasilkan dari ketidakmampuan
nefron untuk memfiltrasi keluar Na.
d) Kaji kram otot, kaku atau gatal-gatal jari, ibu jari, perubahan dalam
10 hari.
R/ Tanda-tanda hipokalsemia dihasilkan dari ketidakmampuan
ginjal untuk memetabolisme vitamin D diperlukan aibsorps Ca dari
intestinum.
e) Kaji kram otot parastesia.
R/ Tanda-tanda hipokalsemia dihasilkan dari ketidakmampuan
ginjal untuk mengeluarkan fosfat.
f) Kaji nausea, muntah, hipotensi, bradikardi dan perubahan reflek
tendon dalam.

21
R/ Tanda-tanda dari hipermagnesia di hasilkan dari
ketidakmampuan untuk mengeluarkan magnesium.
g) Monitor intake dan output setiap 4-8 jam dengan memperhatikan
output di bawah 30 ml/jam.
R/ Ketentuan batas cairan jika terjadi oliguri.
h) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam untuk meningkatkan
tekanan darah.
R/ Tanda-tanda peningkatan elektrolit.
i) Monitor BUN, kreatinin, asam urat
R/ Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN lebih dari 25
mg/dl dan kreatiniin lebih dari 1,5 mg/dl.
j) Monitor urinalisasi sampai hematuria, penurunan kreatinin
clerence, ekskesi elektrolit, penurunan gaya berat khas dan ketidak
normalan lainnya.
R/ Ketentuan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urine
ekskresi elekrolit dan kerusakan pada ginjal.
k) Monitor elektrolit untuk K, Na, Ca, Mg dan P tingkatkan.
R/ Evaluasi untuk kalium 5.0 mEq/dl Ca dibawah 6.0 mEq/dl P
lebih dari 2.0 mEq/dl Mg lebih dari 3.0 mEq/dl.
l) Kolaborasi pemberian obat diuretik, HCT
R/ Bekerja sebagai obat diuresis (untuk mengeluarkan kelebihan
cairan dalam tubuh).
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan perubahan nutrisi yang adekuat.
Kriteria :
a) Menunjukkan BB stabil
b) Tidak terjadi edema
c) Membran mukosa lembab

22
Intervensi :
a) Kaji status nutrisi seperti perubahan berat badan, pengukuran
antropometrik, dan nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN,
kreatinin, protein, transferin, dan kadar besi).
R/ Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
b) Kaji pola diet nutrisi pasien seperti riwayat diet, makanan
kesukaan, dan hitung kalori.
R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
c) Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi seperti
anoreksia, mual, muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi
pasien, depresi, kurang memahami pembatasan diet, dan stomatitis.
R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
d) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
R/ Mendorong peningkatan masukan diet.
e) Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis
tinggi seperti telur, produk susu, daging.
R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
f) Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium
diantara waktu makan.
R/ Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk
pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
g) Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan
penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
R/ Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,
urea, dan kadar kreatinin dengan penyakit renal.

23
h) Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan
anjuran untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau
kalium.
R/ Daftar yang dibuat menyediakan pendeketan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan
keluarga yang dapat digunakan dirumah.
i) Ciptakan lingkungan yang nyaman selama sewaktu makan.
R/ Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
j) Timbang berat badan harian.
R/ Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
k) Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat seperti
pembentukan edema, penyembuhan yang lambat, penurunan kadar
albumin serum.
R/ Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema, dan
perlambatan penyembuhan.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan garukan akibat gatal-
gatal (pruritus).
Tujuan : Kulit tetap utuh
Kriteria :
a) Kemerahan tidak ada
b) Pecah dan erosi kulit tidak ada akibat garukan
c) Tidak terjadi mukosa mulut
Intervensi :
a) Kaji gatal-gatal, pecah dalam kulit, kemerahan pada titik tekanan.
R/ Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit, kristalisasi urea pada
kulit (embun beku urine) tkanan konstan pada kulit menunjukkan
penurunan pada jaringan dan pecahan.
b) Kaji mukosa oral ada stomatitis dan pernafasan bau ammonia.
R/ Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari pecahan bakteri
dan urea.

24
c) Monitor suhu setiap 4 jam.
R/ Peningkatan adanya indikasi-indikasi dari CRF.
d) Monitor sputum dan kultur urine.
R/ Jumlah bakteri indikasi infeksi.
e) Kolaborasi pemberian obat anti biotik (ampicilin).
R/ Bertugas untuk menahan dingin sel, membentuk mikro
organisme.
f) Jaga tekhnik aseptik pada seluruh teknik keperawatan catatan,
pakaian.
R/ Mencegah kontaminasi yang predisposisi.
g) Kesungguhan obat yang lembut yang seperti baking soda/jagung
kaji pada bak mandi gunakan sabun dan kering rambut.
R/ Pergerakan lembut beku uremi dan memenangkan gatal-gatal.
h) Suhu ruangan dingin, kompres dingini pada daerah gatal-gatal.
R/ Meningkatkan ketenangan dan kenyamanan gatal-gatal.
i) Anjurkan klien untuk menghindari pemakaian dari bahan kapas.
R/ Menurunkan gatal-gatal.
j) Ajari klien untuk menekan area yang gatal.
R/ Menurunkan kecenderungan gatal-gatal.
k) Ajari klien gunakan aktivitas penyimpanan/ hiburan untuk
menghindari garukan.
R/ Menurunkan gatal-gatal.
4) Mual berhubungan dengan peningkatan asam lambung.
Tujuan : Tidak terjadi mual
Kriteria :
a) Pasien dapat menghindari faktor penyebab nausea dengan baik.
b) Pasien melakukan acupressure point P6 untuk mencegah
mengurangi mual.
c) Pasien mengatakan tidak mual.
d) Pasien mengatakan tidak muntah.
e) Tidak ada peningkatan sekresi saliva.

25
Intervensi :
a) Lakukan pengkajian lengkap rasa mual termasuk frekuensi, durasi,
tingkat mual, dan faktor yang menyebabkan pasien mual.
R/ Mengidentifikasi keefektifan intervensi yang diberikan.
b) Evaluasi efek mual terhadap nafsu makan pasien, aktivitas sehari-
hari, dan pola tidur pasien.
R/ Mengidentifikasi pengaruh mual terhadap kualitas hidup pasien.
c) Anjurkan makan sedikit tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan menegah mual.
d) Anjurkan pasien mengurangi jumlah makanan yang bisa
menimbulkan mual.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan menegah mual.
e) Berikan istirahat dan tidur yang adekuat untuk mengurangi mual.
R/ Untuk menghindari efek mual.
f) Lakukan akupresure point P6 3 jari dibawah pergelangan tangan
pasien. Lakukan selama 2-3 menit setiap 2 jam selama kemoterapi.
R/ Membantu mengurangi efek mual dan menegah muntah.
g) Kolaborasi pemberian antiemetik : ondansentron 4 mg IV jika
mual.
R/ Menurangi mual dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria :
Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.
Intervensi :
a) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan; anemia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah,
depresi.
R/ Menyediakan informasi tentang indikasi tingakt keletihan.
b) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.

26
R/ Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga
diri.
c) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
R/ Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
d) Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
R/ Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi
banyak pasien sangat melelahkan.
6) Resiko ketidakefektifan perfusi renal berhubungan hipoperfusi akibat
hipertensi.
Tujuan : Mengembalikan kembali keadaan tekanan darah kedalam
batas normal.
Kriteria : Tekanan darah kembali dalam batas normal.
Intervensi :
a) Pantau tekanan darah.
R/ Agar dapat mengetahui perubahan tekanan darah darah pada
klien.
b) Kaji lingkungan.
R/ Supaya klien dapat merasa rileks.
c) Pertahankan pembatasan aktivitas (di tempatan tidur atau kursi).
R/ Untuk menurunkan stres dan ketegangan yang mempengaruhi
tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
d) Lakukan tindakan -tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung
dan leher.
R/ Untuk mengurangi ketidak nyamanan dan dapat menurunkan
rangsangan simpatis.
e) Ajarkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
R/ Untuk mengurangi ketidak nyamanan dan dapat menurunkan
rangsangan simpatis.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat diuretik tiazid

27
R/ Tiazid di gunakan untuk menurunkan tekanan darah pasien.
Diuretiknya memperkuat agen- agen hipertensif lain dengan
membatasi retensi cairan.
g) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet rendah garam
dan diet rendah kolesterol.
R/ Untuk menjaga tekanan darah agar stabil.
7) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat.
Kriteria : TD dan HR dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema
perifer/kongesti vaskuler.
R/ S3/S4 dengan tonus meffled, takikardia, frekuensi jantung
teratur, dipsnea, gemerisik, mengi dan edema.
b) Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural
saat berbaring, duduk dan berdiri.
R/ Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron renin angiotensin (disebabkan oleh fungsi ginjal).
c) Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang
dengan inspirasi dalam dan posisi telentang.
R/ Hipertensi dan GJK kronik dapat menyebabkan IM, kurang
lebih pasien GGK dengan dialisis mengalami perikarditis.
d) Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental.
R/ Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penympitan nadi,
penurunan/ tidak adanya nadi perifer, penyimpangan mental cepat
menunjukkan tamponade.
e) Kaji tingkat dan respon terhadap aktivitas.
R/ Kelalahan dapat menyertai GJK juga anemia.
f) Kolaborasi : Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg),
BUN, creatinin).

28
R/ Ketidakseimbangan dapat menggangu konduksi elektrikal dan
fungsi jantung.
g) Kolaborasi : Siapkan dialysis.
R/ Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan.
d. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
1) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi, keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.
2) Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah
kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien.

e. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
Evaluasi pada pasien CKD, yaitu :
1) Terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit
2) Terjadi keseimbangan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh
3) Integritas kulit membaik
4) Mual teratasi
5) Intoleransi aktivitas teratasi
6) Tidak terjadi ketidakefektifan perfusi renal
7) Tidak terjadi penurunan curah jantung

29
III. DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier
inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby
Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2006
Suharyanto Toto dan Abdul Madjid.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta. TIM

30

Vous aimerez peut-être aussi