Vous êtes sur la page 1sur 31

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN

ANEMIA DIRUANG ANTURIUM


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Di Susun Oleh :

Desi Indah Wahyuni


14.401.15.023

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2018
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Anemia
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count) berkaitan pada penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen oleh darah (Nurarif, 2016 : 21).
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari
41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada
wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan
eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu
penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen
ke jaringan
Anemia adalah hilangnya darah, kerusakan pada sel darah merah dalam
kaitan dengan perubahan atau kerusakan hemoglobin (hemolisis), kerusakan
gizi (zat besi, vitamin B12, asam folat), ketiadaan produksi RBC (DiGiulio &
Jackson, 2014 : 179).
Jadi anemia adalah suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari
normal anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang kurang dari normal di
dalam sirkulasi. Akibatnya jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan
tubuh juga berkurang (Suddarth, 2013 : 30).

2. Etiologi
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
a. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin
B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
b. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi
rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah
menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
c. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin
menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
d. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus
di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat
menyebabkan anemia.
e. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan
perdarahan lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat
menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid,
pil KB, antiarthritis, dll).
f. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini
dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan
vitamin B12.
g. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya
dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan
sel darah merah.
h. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang,
malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (didisese entity),
tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease).
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: gangguan pembentukan
eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar tubuh (pendarahan),
proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya hemolisis
(Nurarif, 2016 : 21).
Anemia akibat hemoragi :
a. Gangguan pada pembuluh darah perifer. Penyakit arteri perifer adalah
semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari
aortailika dan jantung. Jadi penyakit arteri perifer meliputi ke empat
ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua
pecabangan setelah keluar aortailiaka.
b. Anemia karena ganggan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang.
Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit, misanya anemia
defisiensi besi, asamfot, vitamin B12. Gangguan penggunaan (utilisasi)
besi misalnya anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik. Juga
terjadinya kerusakan sumsum tulang contohnya anemia aplastik, anemia
mleloptisik, anemia pada keganasan hematologi, anemia diseritropoletik,
anemia pada sindrom mielodisplastik dan anemia kekurangan eritropoletil
contohnya anemia pada gagal ginjal.
c. Anemia hemolitik
1) Anemia hemolitik intrakorpuskular
Terdapat gangguan membrane eritrosit (membranopati) , gangguan
enzim eritrosit (enzimpati) anemia akibat defisiensi G6PD, gangguan
hemoglobin (hemoglobinopat) thalasemia dan hemoglobinopati
structural.
2) Anemia hemolitik ekstrakopuskular
Terjadinya anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik
mikrongiopatik (Nurarif,2015 : 35-36).

3. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis menurut (Nurarif, 2016:22) sebagai berikut:
a. Manifestasi klinis yang sering muncul:
1) Lemah, letih, lesu dan Lelah
2) Pusing, mudah berkunang-kunang
3) Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan teapak
tangan menjadi pucat
4) Aktivitas kurang, rasa mengantuk, susah konsentrasi, presentasi kerja
fisik/pikiran menurun.
5) Takikardia dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah),
angina (nyeri dada)
6) Dyspnea nafas pendek, tinnitus (telinga berdengung), menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada system saraf pusat
7) Anemia berat (anoreksia, neausea, konsstipasi atau diare)
b. Gejala khas masing-masing anemia:
1) Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca pendarahan anemia
defisiensi besi.
2) Ikterus, urin berwarna kuning/coklat, perut buncit pada anemia
hematoliktik.
3) Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda anemia umum : pucat, takhikardi, pulsusceler pembulu
darah spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik, perbesaran
jantung
2) Manifestasi khusus pada anemia berupa defisiensi besi:spoon nail,
glositis, defisiensi B12: paresis, ulkus di tungkai , hemolitik : ikterus,
splenomegali, aplastik: anemia perdarahan berat, infeksi (Nurarif,
2016 : 22).

4. Klasifikasi
Derajat Anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah sebagai berikut :
a. Ringan sekali : Hb 10 gr/dl - 13 gr/dl
b. Ringan : Hb 8 gr/dl - 9,9 gr/dl
c. Sedang : Hb 6 gr/dl – 7,9 gr/dl
d. Berat : Hb <6 gr/dl
Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis menurut (Nurarif, 2016:21) :
a. Anemia karena pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1) Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
a) Anemia defisiensi besi
Adalah jenis anemia yang sering terjadi disemua kelompok usia,
penyebab paling utama anemiadefisiensi besi pada pria dan wanita
pascamonopouse adalah pendarahan akibat ulkus, gastritis,
penyakit radang usus, atau tumor GI. Sedangkan penyebab anemia
defisiensi besi pada wanita pramonopouse adalah monorargia dan
kehamilan dengan suplemen zat besi yang tidak mencukupi
(Suddarth, 2013 : 35).
b) Anemia defisiensi asam folat.
Anemia defisiensi asam folat biasanya sering terjadi pada orang
yang jarang makan sayuran segar. Asam folat disimpan sebagai
senyawa yang disebut folat. Folat disimpan di dalam tubuh jauh
lebih kecil dari vitamin B12, dan dengan cepat mengalami depresi
ketika asupan folat dalam diet tidak memadai (Suddarth, 2013 :
37).
c) Anemia defisiensi B12
Anemia defisiensi B12 biasanya terjadi karena ketidak adekuatan
asupan diet, kesalahan penyerapan dari saluran GI, anemia
defisiensi B12 juga terjadi jika penyakit yang mengenai
ileum/pankreas menganggu absorpsi (Suddarth, 2013 : 37).
2) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a) Anemia akibat penyakit kronik
b) Anemia sideroblastik
3) Kerusakan sumsum tulang
a) Anemia aplastic.
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat
hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan
racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada
perbaikan DNA serta gen
b) Anemia mieloptisik
Anemia ini terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh
infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan
pelepasan eritroid pada tahap awal
c) Anemia pada keganasan hematologi
d) Anemia diseritropoitetik
e) Anemia pada sindrom mielodisplastik
f) Anemia pada sindrom eritropoletin: anemia pada gagal ginjal
kronik.
b. Anemia akibat hemoragi
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia akibat pendarahan kronik
c. Anemia hemolitik
1) Anemia hemolitik intrakospular
a) Gangguan membrane eritrosit (mebranopati)
b) Gangguan enzim eritrosit (enzimipapati)
c) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
(1) Thalassemia
(2) Hemoglobinopati structural: Hbs, HbE, dll
2) Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a) Anemia hemolitik autoimun
b) Anemia hemolitik mikroangiopatik
c) Lain-lain.
d) Anemia dengan penyebab tidak di ketahui atau dengan
pathogenesis yang komplek.

5. Patofisiologi
Anemia adalah timbulnya anemia mencerminnkan adanya kegagalan
sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebih atau keduanya.
Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi. Pajanan
toksik, invasi tumor, atau akibat, penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui pendarahan atau hemolisis.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia. (Jauhar,2013 : 201-202).
Pathway

6. Komplikasi
Komplikasi anemia meliputi gagal jantung, paresthesia dan kejang,
perkembangan otot turun, daya konsentrasi menurun pada setiap tingkat
anemia pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar kemungkinan
mengalami angina atau segala gagal jantung kongestif dari pada sesorang
yang tidak mempunyai penyakit jantung
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan Hb bilai nilainya < 5 g/dl indikasi dilakukan tranfusi
darah meskipun tidak ada gejala.
2) Hitung platelet bilai nilainya < 10.000/mm3 maka terdapat resiko
terjadinya pendarahan spontan. Bilanilainya < 50.000/mm3, maka
risiko pendarahan meningkat pada trauma dan pembedahan. Bila
nilainya > 2.000.000/mm3 makaterdapat resiko tinggi thrombosis.
3) Hitung neutrophil bila nilainya < 500/mm3 maka terdapat resiko
tinggi infeksi.
4) PT (Protrombin Time) bila nilainya < 1,5 x control, maka tidak ada
peningkatan resiko perdarahan. Akan tetapi, bila nilainya <2,5 x
control dapat terjadi risiko tinggi terjadinya perdarahan spontan.
Pada pemeriksaan PTT bila nilainya 1,5 x control, maka tidak ada
peningkatan risiko pendarahan. Akan tetapi, bila nilainya 2,5 x
control, maka resiko tinggi terjadinya pendarahan spontan.
5) Waktupendarahan bila nilainya > 20 menit, maka terdapat resiko
tinggi pendarahan spontan.
6) Antitrombin III bila nilainya < 50% dari nilai normal, maka
terdapat resiko tinggi terjadinya thrombosis spontan (Hariwibowo,
2008 : 36)
b. Tes penyaring, dengan pemeriksaan ini dapat dipastikan adanya anemia
dan bentuk marfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi
pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : kadar hemoglobin,
indeks eritrosit (MCV, MCHC), asupan darah tepi.
c. Pemeriksaa darah seri anemia : hitung leukosit, trombosit, laju endap
darah (LED), dan hitung retikulosit.
d. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan system hematopoesis.
e. Pemeriksaan laboratorium nonhemotologis : faal ginjal, faal endokrin,
asam urat, faal hati (Nurarif, 2016 : 23).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan menganti
darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia bedasarkan penyebabnya yaitu :
a. Anemia Aplastik
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antithimocyte globullin (ATG) yang diperlukan melakui jalur sentral
selama 7-10 hari.
b. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat,
dan apabila tersedia dapat diberikan eritropetin rekombinan.
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk anemianya. Dengan menanganinya kelainan yang
mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya.
d. Anemia pada defisiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan
sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb
kurang dari 5 gr%.
e. Anemia megaloblastik
1) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinstik dapat diberikan vitamin B12 dengan inejksi IM.
2) Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang mnderita anemia pernisiosa atau
melabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
3) Anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari.
4) Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbs,
penangananya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari
secara IM.
f. Anemia pasca pendarahan
Dengan pemberian transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberikan cairan intravena.
g. Anemia hemolitik
Dengan pemberian transfusi darah mengantikan darah yang hemolisis
(Nurarif, 2016 : 24).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengkajian
a. Identitas klien
Anemia biasa menyerang kesiapa saja, karena ada beberapa gangguan
hematologi yang menyebabkan klien tidak berusia panjang (6-7 tahun),
tempat tinggal juga perlu di kaji karena ada beberapa gangguan
hematologi yang dikaitkan dengan faktor lingkungan. Anemia bisa
menyerang kepada laki-laki maupun perempuan. Tanyakan identitas
pasien yang meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan, pendidikan, jenis
kelamin, dan tanggung jawab (Haribowo, 2008 ; 33).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya keluhan utama penderita anemia adalah lemah atau pusing.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keletihan, kelemahan, malaise umum
b) Klien mengatakan bahwa Depresi
c) Sakit kepala
d) Nyeri mulut & lidah
e) Kesulitan menelan
f) Dyspepsia, anoreksia
g) Klien mengatakan BB menurun
h) Nyeri kepala,berdenyut, sulit berkonsentrasi
i) Penurunan penglihatan
j) Kemampuan untuk beraktifitas menurun
3) Riwayat kesehatan terdahulu
a) Klien pernah mendapatkan atau menggunakan obat-obatan yang
mempengaruhi sumsum tulang dan metabolisme asam folat.
b) Riwayat kehilangan darah kronis mis: perdarahan GI kronis,
menstruasi berat, angina.
c) Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
d) Riwayat TB, abses paru.
e) Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, mis: benzene,
insektisida, fenil butazon, naftalen.
f) Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau
kecelakaan..
g) Riwayat penyakit hati, ginjal, masalah hematologi,
h) Adanya / berulangnya episode perdarahan aktif
4) Riwayat kesehatan keluarga
a) Kecendrungan keluarga untuk anemia
b) Social ekonomi keluarga yang rendah.
c) Penyakit turunan dan menular (Haribowo, 2008 : 34-35)
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Pernafasan
Gejala : riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea
2) Sistem Kardiovaskular
Gejala: riwayat kehilangan darah kronis, misalnya pendarahan Gl
kronis, menstruasi berat ; angina, CHF (akibat kerja jantung
berlebihan). Riwayat endokarditis infeksi kronis. Palpitasi (takikardia
kompensasi).
Tanda : TD; peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan
nadi melebar; hipotensi postural. Distrima; abnormalis EKG, misalnya
depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;
takirkardia. Bunyi jantug ; murmur sistolik (Jauhar, 2013 : 205)
3) Sistem persyarafan
Gejala: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus,
ketidakmampuan berkontraksi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah;
parestesia tangan atau kaki ; klaudikasi. Sensasi menjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.
Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal oftalmik:
hemoragis retina (aplastik). Epitaksis: pendarahan dari lubang-lubang
(aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar,dan
posisi, tanpa Romberg positif, paralisis (Jauhar, 2013 : 206).
4) Sistem pencernaan
Gejala: Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah
atau masukan produk sereal tinggi . Nyeri mulut atau lidah kesulitan
menelan (ulkus pada faring). Mual atau muntah, dyspepsia, aoreksia.
Adanya penurunan berat badan (Jauhar, 2013 : 206).
5) Sistem Perkemihan
Gejala: riwayat piclonefritis, gagal ginjal flatulen, sindrom
malabsorpsi . Hematesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda: distensi abdomen (Jauhar, 2013 : 206).
6) Sistem Reproduksi
Gejala: perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau
amenore . Hilang libido (pria dan wanita). Impoten. Tanda : serviks
dan dinding vagina pucat (Jauhar, 2013 : 206)
7) Sistem Endokrin
Gejala: tidak ada gejala seperti intoleransi terhadap panas atau dingin,
keringat berlebih dan haus dan lapar berlebihan (Jauhar, 2013 : 206).
8) Sistem Pengindraan
Gejala: Pada mata sclera: biru atau putih seperti mutiara, penurunan
penglihatan dan bayangan pada mata (Jauhar, 2013 : 206).

9) Sistem Integument
Gejala: Pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku. (Catatan: pada pasien kulit hitam, pucat
tampak sebagai keabu) kulit seperti berlilin, pucat (aplastik) atau
kuning lemon terang. . Kuku: mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koikologika) (Haribowo, 2008 : 35).
10) Sistem imunitas
Gejala: Pasien dengan anemia akibat pecahnya pembuluh darah atau
dikarenakanan kecelakaan yang merupakan infeksi yang terjadi secara
kebetulan (Jauhar,2013)
11) Sistem muskuluskletal
Gejala: Pasien mengalami kelemahan otot, nyeri tulang (myeloma
multiple) mobilitas berkurang fungsi menurun misal pasien tidak
dapat berjalan.(Haribowo, 2008 : 35)

2) Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi
karbodioksida pada membaran aveolus-kapiler
Penyebab
1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2) Perubahan membran alveolus-kapiler
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Dispneu
Objektif
1) PCO2 meiningkat/menurun
2) PO2 menurun
3) Takikardia
4) Ph Arteri meningkat/menurun
5) Bunyi nafas tambahan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Pusing
2) Penglihatan kabur
Objektif
1) Sianosis
2) Diaforesis
3) Gelisah
4) Pernafasan cuping hidung
5) Pola nafas abnormal (cepat/lambat reguler/ireguler,dalam/dangkal)
6) Warna kulit abnormal (pucat, kebiruan)
7) Kesadaran menurun
Kondisi klinis terkait
1) PPOK
2) Gagal jantung kongestif
3) Asma
4) Pneumonia
5) Tuberculosis paru
6) Penyakit membran hialin
7) Afiksia
8) Prematuritas
9) Persisten pulmonary hypertrnsion of newborn (PPHN)
10) Infeksi saluran nafas (Tim Pokja, 2016 : 22)
b) Pola nafas tidak efektif
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
Penyebab
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya nafas
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuskular
6) Gangguan neurologis
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan syaraf C5)
13) Cidera pada medula spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Dispnea
Objektif
1) Penggunaan otot bantu pernafasan
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola nafas abnormal
Gejala dan tanda Minor
Subjektif
Ortopnea
Objektif
1) Pernafasan pursed lip
2) Pernafasan cuping hidung
3) Diameter thoraks anterior- posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan inspirasi menurun
8) Eksekusi dada berubah (PPNI,2015 : 26)
c) Gangguan perfusi jaringan perifer
Definisi : Mengalami penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang
dapat menganggu metabolisme tubuh.
Faktor resiko :
1) Merokok
2) Trauma
3) Kurang terpapar informasi
Kondisi Klinis Terkait :
1) Hipotensi
2) Varises
3) Trombosis ateri
4) Perubahan kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen
5) Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016: 48).
d) Intoleransi aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Penyebab :
1) Ketidakseimbangan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2) Kelemahan
3) Imobilisasi
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1) Mengeluh lelah
Objektif :
1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1) Dispnea saat/setelah beraktivitas
2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3) Merasa lelah
Objektif :
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2) Sianosis
3) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
Kondisi Klinis Terkait :
1) Anemia
2) Gangguan metabolik
3) Penyakit jantung koroner (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016:128).
e) Nyeri Akut
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
(Persatuan perawat nasional indonesia, 2016 : 172).
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala Dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Tampak meringis
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Berfokus pada diri sendiri
Kondisi klinis terkait :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Glaukoma (Tim Pokja PPNI, 2016 : 172)
f) Ansietas
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman
Penyebab
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluarga
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3) Sulit berkonsetrasi
Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak berdaya
Objektif
1) Frekuensi nafas meningkat
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Diaforesis
5) Tremor
6) Muka tampak pucat
7) Suara bergetar
8) Kontak mata buruk
9) Sering berkemih
10) Berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait
1) Penyakit kronis progesif
2) Penyakit akut
3) Hospitalisasi
4) Rencana operasi
5) Kondisi diagnosis peyakit belum jelas
6) Penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh kembang (Tim Pokja, 2016 : 180-181)
3) Intervensi Keperewatan
a) Gangguan pertukaran gas
b) Pola nafas tidak efektid b/d penurunan oksigen dalam darah
Kriteria hasil :
1) Menunjukan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator
mekanis
2) Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas normal
3) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4) Meminta bantuan pernafasan saat dibutuhkan
5) Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
6) Mengidentifikasi faktor (mis., alergn) yang memicu ketidak efektifan
(Wilkinson, 2013 : 101).
Intervensi (NIC) :
Aktivitas keperawatan :
Pada umumnya tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada
pengkajian penyebab ketidakefektifan pernapasan, pemantauan status
pernafasan, penyuluhan mengenai penatalaksanaan mandiri terhadap
alergi, membimbing pasien untuk memperlambat pernafasan dan
mengendalikan respons dirinya membantu pasien menjalani pengobatan
pernafasan dan menenangkan pasien selama periode dispnea dan napas
pendek
Pengkajian :
1) Pantau adanya pucat dan sianosi
2) Pantau efek obat pada status pernafasan
3) Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga.
4) Kaji kebutuhan insersi jalan nafas
5) Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator
6) Pemantauan Pernapasan (NIC):
a) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan
b) Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta
c) Pantau pernapasan yang berbunyi, seperti mendengkur
d) Pantau pola pernapasan: bradipnea; takipnea; hiperventilasi;
pernapasan
e) Kuassmaul; pernapasan Cheyne-Stokes; dan pernapasan
apneastik, pernapasan Biot dan pola ataksik
f) Perhatikan lokasi trakea
g) Auskultasi suara napas, perhatikan area penurunan/tidak adanya
ventilasi dan adanya suara napas tambahan
h) Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas dan lapar udara
i) Catat perubahan pada SaO2,SvO2,CO2 akhir tidal, dan nilai gas
darah arteri (GDA), jika perlu (Wilkinson, 2015 : 102-103).
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
1) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi
untuk memperbaiki pola pernapasan. Uraikan teknik
2) Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah, meliputi
pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi
yang dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas
3) Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai contoh:
a) Memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding rumah
b) Tidak menggunakan karpet di lantai
c) Menggunakan filter elektronik alat perapian dan AC
4) Ajarkan teknik batuk efektif
5) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh
merokok di dalam ruagan
6) Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus
memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola
pernapasan
Aktifitas Kolaboratif
1) Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi fentilator mekanis
2) Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai
GDA, sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protocol
3) Pengisapan nasofaring atau orofaring untuk mengeluarkan secret
setiap
4) Lakukan pengisapan endotrakea atau nasotrakea, jika perlu.
(hiperoksigenasi dengan Ambu bag sebelum dan setelah
pengisapan slang endotrakea atau trakeostomi)
5) Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan secret.
6) Singkirkan atau tangani faktor penyebab, seperti nyeri, keletihan,
dan secret yang kental
7) Berikan obat (misalnya, bronkodilator) sesusai dengan progam atau
protocol
8) Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang
dilembabkan sesuai progam atau protocol institusi
9) Berikan obat nyeri untuk Mengoptimalkan pola pernapasan.
Uraikan jadwal
Aktifitas lain
1) Hubungkan dan dokumentasikan semua data hasil pengkajian
(misalnya, sensori, suara napas, pola pernapasan, nilai GDA,
sputum, dan efek obat pada pasien)
2) Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insetif, jika perlu
3) Tenangkan pasien selama periode gawat napas
4) Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode gawat
napas untuk membantu memperlambat frekuensi pernapasan,
bombing paien menggunakan teknik pernapasan bibir mencucu dan
pernapasan terkontrol
5) lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan
secret
6) Minta pasien mengubah posisi, batuk dan napas dalam setiap
7) Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk
menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan kendali
8) Pertahankan oksigen aliran rendah dengan kanula nasal, masker
atau sungkup. Uraikan kecepatan aliran
9) Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Uraikan
posisi
10) Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan
ventilasi (Wilkinson, 2015 : 103-104).
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang .
Tujuan :
1) Pasien akan mendeskrepsikan rencana perawatan dirumah
2) Ekstermitas bebas dari lesi
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
1) Lakukan pengkajian konprehensif terhadap sirkulasi perifer
2) Pantau status cairan termasuk asupan dan haluran
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :
1) Ajarkan pasien/keluarga tentang menghindari suhu yang ekstrim
pada ekstermitas
2) Pentingnya memenuhi program diet dan program pengobatan
Aktivitas kolaboratif :
1) Beri obat nyeri, beritahu dokter jika nyeri tak kunjung reda
2) Berikan obat anti trombosit atau antikoagulan, jika diperlukan.
Aktivitas lain :
1) Kurangi rokok dan penggunaan stimulasi
2) Dorong latihan rentang pergerakan sendi pasif atau pasif (Wilkinson,
2015:823).
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang
terganggu.
Tujuan:
Menolerensi aktivitas yang sering dilakukan, yang dibuktikan oleh
toleransi aktifitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik,
energy psikomotorik, dan perawatan diri.
Kriteria Hasil :
1) Mengindentifikasikan aktivitas atau situasi yang menimbulkan
kecemasan yang dpat mengakibatkan intoleransi aktivitas.
2) Berpatisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan penigkatan
normal denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah serta
memantau pola dalam batas normal.
Aktvitas Keperawatan
1) Kaji tingkat kemampuan pasian untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI.
2) Kaji respon emosi, social, dan spiritual terhadap aktifitas.
3) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktifitas
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga:
Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam:
1) Penggunaan tehnik napas terkontrol selam aktivitas, jika perlu
2) Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas, termasuk kondisi
yang perlu di laporkan pada dokter.
3) Pentingnya nutrisi yang baik.
4) Penggunan peralatan seperti oksigen, selama aktivitas.
5) Penggunaan teknik relasasi
Aktivitas Kolaboratif
1) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu faktor penyebab
2) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi fisik atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau progam aktivitas
3) Untuk pasien ang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan
jiwa di rumah.
Aktivitas lain :
1) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama
periode istirahat.
2) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,
berduduk, berdiri dengan ambulasi, sesuai toleransi
3) Pantau tanda tanda vital sebelim selama dan setelah aktivitas, hentikan
jika ada tanda-tanda vital tidak dalam rentang normal bagi pasien atau
jika ada tanda tanda bahwa aktivitas tidak dapat (nyeri, pucat, vertigo)
(Wilkinson, 2015:655).
c) Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera (biologis, fisik,
psikologis)
Tujuan:
1) Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
atau selalu:
a. Mengenali awitan nyeri
b. Menggunakan tindakan pencegahan
c. Melaporkan nyeri dapat dilakukan
2) Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
indikator berikut (sebutkan 1-5; sangat berat, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada):
a. Ekpresi nyeri pada wajah
b. Gelisah atau ketegangan otot
c. Durasi episode nyeri
d. Merintih dan menangis
e. Gelisah
Kriteria Hasil
1) Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan
fisik dan psikologis
2) Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
3) Tingkat nyeri keparahan yang dapat di amati atau dilaporkan
Intervensi NIC :
1) Pemberian Analgesik
2) Manajemen medikasi
3) Manajemen nyeri
4) Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien
5) Manajemen sedasi
Aktivitas Keperawatan
1) Pengkajian
a. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama
untuk mengumpulkan informasi pengkajian
b. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada
skala 0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan,
10=nyeri hebat)
c. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh
analgesik dan kemungkinan efek sampingnya
d. Kaji dampak agama, budaya, kepercyaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan repons pasien
e. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata sesuai usia dan
tingkat perkembanagan pasien
f. Manajemen nyeri NIC :
(a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi dan kualitas dan
intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya
(b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya
pada mereka yag tidak mampu berkomunikasi efektif
2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
di minum, frekuensi pemberian, kemungkinan efeksamping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat
mengkonsumsi oabat tersebut (misalnya, pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
3) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opiod
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis
5) Manajemen nyeri (NIC): berikan informasi tenteng nyeri , seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisispasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
6) Majemen nyeri (NIC): Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis (misalnyaa, umpan balik biologis, transcutaneus
elektrical nerve stimulation (tens) hipnosis relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapai musik, distraksi, terapai bermain, terapi
aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase
sebelum atau setelah, dan jika memungkinkan selama aktivitas
yang menimbulkan nyeri ; sebelum nyeri terjadi atau meningkat;
dan berama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.
3) Aktivitas kolaboratif
1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang
terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
2) Manajement nyeri NIC :
(a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat
(b) Laporkan kepada dokter jika tindakan berhasil
(c) Laporkan kepada dokter jika tindakn tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien di maa lalu.
4) Aktivitas lain
1) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri
dan efek samping
2) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyaman yang efektif di
masa lalu seperti ,distraksi,relaksasi ,atau kompers hangat dingin
3) Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman

e) Ansietas
DAFTAR PUSTAKA
DiGiulio,M. D, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha
Publising.

Haribowo. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan sistem


Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Nurarif, H, S. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta: Mediaction

Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:


DPP PPNI.

Wilkinson. (2015). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Vous aimerez peut-être aussi