Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
1. ISNAINI SITI FAJRIA (10214016)
2. AYU LUTHFIDA N (10214021)
3. SILVI SEPTIYANI (10214025)
4. PURWO JATI KANAKA (10214036)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat –Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Gawat Darurat Sistem II yang berjudul
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala Pada Anak.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberikan informasi untuk pembaca dan dapat bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................
Daftar Isi .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan Masalah ..................................................................................
C. Tujuan .....................................................................................................
a. TujuanUmum ......................................................................................3
b. Tujuan khusus .....................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Cidera Kepala............................................................................4
B. Klasifikasi................................................................................................7
C. Etiologi ...................................................................................................8
D. Manifestasi Klinis...................................................................................
E. Patofisiologi ............................................................................................8
F. Pathway....................................................................................................
G. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................9
H. Penatalaksanaan Medis ..........................................................................9
I. Komplikasi ...............................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ..............................................................................................12
B. Rencana Keperawatan ............................................................................18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Distribusi kasus cedera kepala / cedera otak terutama melibatkan
kelompok usia produktif, yaitu antara 15 – 44 tahun, dengan usia rata – rata
sekitar tiga puluh tahun, dan lebih didominasi oleh kaum laki – laki dibandingkan
kaum perempuan. Adapun penyebab yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas (
49 % ) dan kemudian disusul dengan jatuh (terutama pada kelompok usia anak –
anak).
Pada kehidupan sehari – hari cedera kepala adalah tantangan umum bagi
kalangan medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya keberlangsungan
proses patofisiologis yang diungkapkan dengan segala terobosan investigasi
diagnosik medis mutakhir cenderung bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbagai
istilah lama seperti kromosio dan kontusio kini sudah ditingalkan dan klasifikasi
cedera kepala lebih mengarah dalam aplikasi penanganan klinis dalam mencapai
keberhasilan penanganan yang maksimal.
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari
lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter,
vaskuler otak, sampai jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun
trauma tembus. Dengan pemahaman landasan biomekanisme-patofisiologi
terperinci dari masing – masing proses di atas, yang dihadapkan dengan prosedur
penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat menekan morbilitas dan
mortalitasnya.
Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan rumit.
Pada garis besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik dan beban
dinamik. Beban statik timbul perlahan – lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan
diterapkan pada kepala secara bertahap, hal ini bisa terjadi bila kepala mengalami
gencetan atau efek tekanan yang lambat dan berlangsung dalam periode waktu
yang lebih dari 200 mili detik. Dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang,
fraktur multiple, atau kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak. Biasanya
koma atau defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi
tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan
otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal.
Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban dinamik,
dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat ( kurang dari
200 mili detik). Beban ini dibagi menjadi beban guncangan dan beban benturan.
Komplikasi kejadian ini dapat berupa hematoma intrakranial, yang dapat
menjadikan penderita cedera kepala derajat ringan dalam waktu yang singkat
masuk dalam suatu keadan yang gawat dan mengancam jiwanya.
Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang
datang kerumah sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak “ frekuensi
hematom ini terdapat pada 75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal “
B. Rumusan masalah
1. Apa Definisi dari Cidera Kepala?
2. Apa Klasifikasi dari Cidera Kepala?
3. Apa Etilogi dari Cidera Kepala?
4. Apa Manifestasi Klinis dari Cidera Kepala?
5. Bagaimana Patofisiologis dari Cidera Kepala?
6. Bagaimana WOC dari Cidera Kepala?
7. Bagaimana Komplikasi dari Cidera Kepala?
8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dari Cidera Kepala?
9. Bagaimana Penatalaksanaan dari Cidera Kepala?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Cidera Kepala?
C. Tujuan
Tujuan Umum
1. Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa “Cidera Kepala“
Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan
meliputi :
1. Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian kepada klien dengan
Cidera Kepala.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Cidera
Kepala.
3. Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan Cidera Kepala.
4. Mampu menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan
keperawatan pada Cidera Kepala.
D. Manfaat
1. Manfaat Bagi mahasiswa
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami cara asuhan keperawatan
gawat darurat dengan diagnosa Cidera Kepala dengan cepat dan tanggap
dan meningkatkan potensi diri sehubungan dengan penanggulangannya.
2. Manfaat bagi masyarakat
Agar masyarakat dapat mengethui tindakan atau intervensi tentang Cidera
Kepala dengan cepat dan tanggap
3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan dan menambah
wawasan dalam hal pemahaman perkembangan dan upaya pencegahan
yang berhubungan dengan gangguan gawat darurat pada penderita Cidera
Kepala yang sebaiknya dimulai sedini mungkin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000)
mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan
menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan
otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah
serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma
tembus.
B. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat
bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian
Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
GCS 13 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral
dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 - 12
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30
menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24
jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena
aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata
edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka
reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan
traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai
“T”.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat
menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii
secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan
kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat
erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi
fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai
dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill
hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii
dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak,
misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan
sembelit.
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga,
jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody
otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan
kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).
c. Cedera Otak
1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan
karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi
pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan
tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak
diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak
diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd
dan antegrad).
Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli
bedah syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih
dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat
dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang
berkepanjangan.
2) Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan
rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang
paling sering terjadi adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.
Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi
kejadian cidera kepala.
Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai
dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda
koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda
gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang
mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu
badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk
yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter
akibat robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya.
Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti
pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara
durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah
atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat
tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks.
Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling
sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan
pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir
aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan
pecahnya pembuluh darah otak.
d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau
arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter
bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis
haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat
terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan,
dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.
C. ETIOLOGI
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa
penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan
menjadi 2 faktor yaitu :
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2. Trauma akibat persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan
pada saat olahraga.
4. Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan
normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan
otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung
terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan
rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya,
kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi,
goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari
obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum
dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur
bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang
tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat
berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi
dalam rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya
timbul masa lesi, pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal”
dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala
menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi
tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan
yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika
sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu
menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma
epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan
mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen
berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi
otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K
(Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal
sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan
muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
F. PATHWAY
Kecelakaan, jatuh
CEDERA KEPALA
Perubahan
outoregulasi
-Perdarahan Gangguan suplai Resti
-Hematoma darah infeksi
Kejang
Peregangan Kompresi
duramen dan batang otak Perubahan Bedrest Akumulasi
pembuluh darah perfusi total cairan
jaringan
serebral
Nyeri Bersihan
jalan napas
tidak
Resti gangguan efektif
integritas kulit
Gangguan
mobilisasi
fisik
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
H. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya
cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium
dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan
dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
6. Pembedahan bila ada indikasi.
I. KOMPLIKASI
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
3. Edema serebral dan herniasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen,
sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,
nafas bunyi ronchi.
5). Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemudian takikardi.
6). Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7). Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9). Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status
mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan,
kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat
mengikuti perintah, anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan
tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan
b. Skala Koma glasgow (GCS)
NO KOMPONEN NILAI HASIL
1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
1 VERBAL
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat
5 Orientasi baik
1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
2 MOTORIK 5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
1 Tidak berespon
3 Reaksi membuka 2 Rangsang nyeri
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
mata (EYE) 4 Spontan
c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut
yang digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0
I. KASUS
Pada tanggal 14 November 2017 An. H 7 tahun, klien terjatuh saat
bersepeda di komplek rumahnya dengan posisi miring ke kiri dan kepala
membentur aspal. Klien mengalami sesak dan penurunan kesadaran kemudian
dibawa keluarga ke rumah sakit X dan akhirnya di rujuk ke RSUP Y pukul
15.00 WIB. Pada saat pengkajian, kondisi klien masih lemah dan mengeluh
pusing dan sakit di tangan kirinya. Hasil pemeriksaan fisik : Tekanan darah
140/90 mmHg, Nadi 104 x/mnt, Suhu 38,5 C RR 28x/mnt.GCS = 10.
II. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : An H
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : Semarang, 16 Desember 2010
Golongan Darah : O
Pendidikan terakhir : TK
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
TB/BB : 100 cm/36 Kg
Alamat : Jl. Simongan RT 03/RW VII Manyaran
Semarang barat
Tanggal masuk RS : 14 November 2017
Tanggal pengkajian : 14 November 2017 jam 08.00
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. E
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dengan klien : Ibu
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Simongan RT 03/RW VII Manyaran
Semarang barat Telepon : 08152238509
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
- - - - - : Tinggal serumah
C. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
Tipe tempat tinggal : Permanen
Jumlah kamar : Lima
Kondisi tempat tinggal : Nyaman, bersih
Jumlah orang yang tinggal di rumah : Laki-laki : 2 orang, perempuan : 4
orang
D. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan saat ini
a. Alasan masuk RS
b. klien terjatuh saat bersepeda di komplek rumahnya dengan posisi
miring ke kiri dan kepala membentur aspal. Klien tidak mengalami
sumbatan jalan nafas, klien sesak nafas dan mengalami penurunan
kesadaran kemudian dibawa keluarga ke rumah sakit X dan
akhirnya di rujuk ke RSUP Y pukul 15.00 WIB.
c. Faktor pencetus : Jatuh
d. Keluhan Utama : Pusing
e. Faktor yang memperberat : Terbentur aspal
f. Diagnosa medis : Cereda kepala grade 1 tanggal 2 Desember
2007
2. Status kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah dialami : Flu, batuk, demam
b. Sebelumnya tidak pernah mengalami kecelakaan
c. Klien belum pernah di rawat rumah sakit dan belum pernah
menjalani operasi
d. Klien tidak memiliki alergi obat, makanan maupun lingkungan.
e. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit asma, hepatitis, DM dan
penyakit keturunan lainnya.
f. Klien terakhir imunisasi umur 6 tahun, yaitu imunisasi TT
3. Status kesehatan keluarga
Keluarga tidak mempunyai riwayat penyalit asma, DM, hipertensi,
hepatitis.
E. TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Lemah
Tingkat Kesadaran : Delirium
Skala Koma Glasgo : E3V3M4
TTV : TD 140/0 mmHg RR 28 x/mnt
Nadi 104 x/mnt Suhu 38,5 C
1. Sistem Pernapasan
Gejala (Subyektif)
a. Tidak Dispnea
b. Tidak mempunyai riwayat penyakit system pernapasan, seperti
bronkithis, asma, TBC, Emfisema, Pneumonia
c. Tidak menggunakan alat bantu pernapasan
Tanda (obyektif)
a. Pernapasan : Frekuensi 28x/mnt, cepat, dangkal
b. Menggunakan otot bantu napas
c. Traktil fremitus teraba sama kanan kiri
d. Bunyi napas vesikuler
e. Tidak sianosis
f. Klien tampak gelisah dan bicara kacau
2. Sistem Kardiovaskuler
Gejala (Subyektif)
a. Tidak mempunyai riwayat hipertensi/masalah jantung
b. Tidak ada riwayat edema kaki, batuk darah maupun
penyembuhan lambat
c. Tidak ada nyeri dada
Tanda (obyektif)
a. TD : TD 140/90 mmHg
b. Nadi/pulsasi
1) Karotis : teraba
2) Temporalis : teraba
3) Juguralis : teraba
4) Radialis : teraba
5) Femoralis : teraba
6) Popliteal : teraba
7) Posyibial : teraba
8) Dorsal pedis : teraba
c. Bunyi jantung : S1 dan 2 murni, ireguler, dangkal
d. Ekstremitas : Warna coklat, pengisisan kapiler < 2 detik,
tidak ada varises maupun phlebitis
e. Warna : Membrane mukosa lembab, konjungtiva
tidak anemis, bibir lembab, sklera putih
3. Sistem Integumen
Gejala (Subyektif)
a. Tidak ada riwayat gangguan kulit
b. Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Tidak ada lesi, kuku dan rambut normal.
4. Sistem Perkemihan
Gejala (Subyektif)
a. Tidak mempunyai riwayat penyakit ginjal/kandung kemih
b. Tidak ada riwayat penggunaan deuretik
c. Tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK
d. Tidak ada kesulitan BAK
Tanda (obyektif)
a. Pola BAK : 6-7x/hari, spontan, tidak ada retensi
b. Tidak ada distensi kandung kemih
c. Karakteristik urin : warna kuning, jumlah ± 2.000 ml/hari, bau
khas
5. Sistem Gastrointestinal
Gejala (Subyektif)
a. Makan 3x/hari dengan komposisi nasi, sayur, lauk, buah, susu
dan klien sering ngemil. Minum 6-8 gelas/hari.
b. Tidak ada ganguan nafsu makan, tidak mual muntah, tidak ada
nyeri ulu hati, tidak ada alergi makanan, tidak ada masalah
mengunyah/menelan
Tanda (obyektif)
a. TB/BB : 100cm/36 cm
b. Turgor kulit : baik
c. Tidak ada asites
d. Kondisi mulut : gigi bersih, mukosa mulut lembab, lidah
putih
e. Inspeksi : Datar
f. Auskultasi : Bising usus 15 x/ menit
g. Perkusi : Timpani
h. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
6. Sistem Eliminasi
Gejala (Subyektif)
a. Klien mengatakan belum BAB selama 2 hari
b. Tidak ada kesulutan BAB
c. Tidak penggunaan laksantif
d. Tidak ada riwayat perdarahan maupun inkontenensia alvi
Tanda (obyektif)
a. Pola BAB : dorongan spontan, frekuensi 2x/hari, tidak
ada retensi
b. Karakteristik feses : warna kuning kecoklatan, bau khas
7. Sistem Endokrin
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Tidak ada perbesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe
8. SistemMuskuloskeletal
Gejala (Subyektif)
Klien mengeluhan tangan kiri sakit jika digerakkan
Tanda (obyektif)
a. Kekuatan otot : 5 5
5 5
b. Kemampuan aktifitas : Aktivitas dibantu keluarga
c. Tidak terjadi deformitas
9. Sistem Reproduksi
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Klien berjenis kelamin perempuan
10. Sistem Persarafan
Gejala (Subyektif)
Klien mengeluh nyeri kepala
Tanda (obyektif)
a. GCS E3V3M4 = 10
b. Nervus cranial
N.I (olfaktorius)
Tidak ada masalah penciuman
N.II (optikus)
Tidak ada gangguan penglihatan
N.III (okulomotorius)
Bola mata dapat digerakkan ke atas-bawah
N.IV (troklearis)
Bola mata dapat digerakkan ke kanan-kiri
N.V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan mengunyah
N.VI (abdusen)
Bola mata dapat menyudut
N.VII (fasialis)
Klien dapat tersenyum, cemberut, dapat membedakan rasa
manis, asam, asin
N.VIII (auditoriusvestibularis)
Tidak ada masalah pendengaran, ketika bejalan klien mau
jatuh, tidak ada gangguan bicara
N.IX (glasovaringeal)
Klien membedakan rasa pahit
N.X (vagus)
Tidak ada gangguan menelan
N.XI (asesori)
Bahu kanan dapat diangkat dan bahu kiri dapat diangkat
N.XII (hipoglasus)
Klien dapat menggerakkan lidah
11. Sistem Penglihatan
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
a. Visus : mata kanan dan kiri 6/6
b. Lapang pandang : dapat melihat kesegala arah
c. Konjungtiva : anemis
d. Pupil : peka terhadap cahaya
e. Sclera : putih
f. Penampilan bola mata : baik
g. Klien tampak mengangtuk, mata merah, terdapat kantung mata,
klien sering menguap
12. Sistem Pendengaran
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (Obyektif)
a. Daun telinga : warna coklat, simetris, tidak ada tanda
peradangan
b. Liang telinga : tidak ada serumen dan kotoran
c. Membrane timpani : abu-abu
d. Fungsi pendengaran : baik
13. Sistem Pengecapan
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
a. Klien dapat membedakan rasa manis, asam, asin, pahit
F. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium tanggal 2 Desember 2007
Hematologi
Hemoglobin 11,4 gr% 13,00 – 16,00
Hematokrit 34,3 % 40,00 – 54,00
Eritrosit 4,26 juta/ mmk 4,50 – 6,50
MCH 26,80 pg 27,00 – 32,00
MCV 80,60 fL 76,00 – 96,00
MCHC 33,20 g/dL 9,00 – 36,00
Leukosit 18,50 ribu/mmk 4,00 – 11,00
Trombosit 426 ribu/mmk 150,0 – 400,0
Kimia klinik
Glukosa sewaktu 131 mg/dl 80 – 110
Ureum 13 mg/dl 15 – 39
Creatinin 0,61 mg/dl 0,60 – 1,30
Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136 - 145
Kalium 3,5 mmol/L 3,5 – 5,1
Chlorida 111 mmol/L 98 – 107
Kalsium 2,37 mmol/L 2,12-2,52
2. CT Scan tanggal 15 Desember 2007
Tidak ada perdarahan
3. X- Foto Thorax tanggal 15 Desember 2007
COR & Pulmo dalam batas normal ; tak tampak fraktur kosta /
klavikula
4. Terapi tanggal 15 Desember 2007
a. Infus RL 20 tetes/menit
b. Parasetamol sirup 3x sendok takar
c. Injeksi Cefotaxime 3x500 mg i.v
d. Injeksi Asam mefenamat 3x250 mg i.v
e. Diet biasa
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis: trauma tumpul mata kanan
PRIMER SURVEY P2 IDENTITAS
Mekanisme Sakit : tanggal 14 November 2017 An. H 7 tahun, klien terjatuh saat bersepeda d
komplek rumahnya dengan posisi miring ke kiri dan kepala membentur aspal. Klien tidak
mengalami sumbatan jalan nafas, klien sesak nafas dan mengalami penurunan kesadaran
kemudian dibawa keluarga ke rumah sakit X dan akhirnya di rujuk ke RSUP Y pukul 15.00
WIB.
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, px dapat berkomunikasi
dengan normal, sadar penuh daan dapat menjelaskan proses kejadian
AIRWAY Diagnosa Keperawatan:
1.Airway clear
PRIMER SURVEY
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten
Implementasi :
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing 1. ……
N/A 2. ……
3. ……
Suara Nafas : Snoring Gurgling 4. ……
5. ……
Stridor N/A
Keluhan Lain: tidak ada keluhan pada jalan nafas Evaluasi :
Airway clear
Diagnosa Keperawatan:
BREATHING
1. Pola nafas inefektif
Gerakan dada : Simetris Asimetris
Implementasi :
Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal 1. Pantau saturasi oksigen
Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur 2. Posisikan semi flowler
3. Berikan oksien menggunkan nasal
Retraksi otot dada : Ada N/A kanul dengan konsenntrasi 30%
Sesak Nafas : Ada N/A RR : 28...
Evaluasi :
x/mnt S: px engatakan seak berkurang
Keluhan Lain: tidak ada O: Retraksi otot dada (-)
Tekanan darah 140/90 mmhg RR: 22x/mnt
Nadi : 104 x/menit Saturasi O2: 99%
Suhu : 38,5°C A: ketidakefektifan pola nafas teratas
pernafasan 28 x/menit P: pertahankan kondisi px
saturasi oksigen 93%
Diagnosa Keperawatan:
ANAMNESA
SECONDARY SURVEY
Riwayat Penyakit Saat Ini : cidera kepala sedang
Implementasi :
1. Lakukan pemeriksaan CT-Scan
2. Membatasi pergerakan kepala pasien
Alergi : tidak ada alergi untuk menghindari perdarahan ulang
3. Waspadai pasien kejang
4. Lakukan pemeriksaan penunjang
untuk mengetahui kersakan lebih pad
Medikasi : px sedang tidak mengkonsumsi obat mata
Evaluasi :
Riwayat Penyakit Sebelumnya: tidak ada riwayat Komunikasikan pemeriksaan USG B
penyakit Scan, Tonoography
Tanda Vital :
BP : 140/90mmHg N :104x/mnit S: 38,5 C RR :
28x/mnit
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
Kepala dan Leher:
Implementasi :
Inspeksi : cidera kepala, luka abrasi kepala 1. Membatasi pergerakan kepala
Palpasi : nadi karotis teraba, tidak ada pasien.
2. Lakukan pemeriksaan penunjang
pembengkakan di leher untuk mengetahui kelainan.
Dada:
Evaluasi :
Inspeksi : tidak terdapat perlukaan, retraksi otot dada Komunikasikan pemeriksaan CT-
+, pernafasan cepat, batuk (-), bentuk dada simetris, SCAN
Evaluasi :
Tidak ada masalah
A. Kesimpulan
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan
bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan
penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
B. Saran
Dengan adanya tugas ini penulis dapat lebih memahami tentang
bagaimana cedera kepala dan dapat melakukan perawatan yang baik serta
menegakkan asuhan keperawatan yang baik dengan adanya hasil tugas ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari
ilmu yang telah di dapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd
ed. Philadelpia : F.A. Davis Company.
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II.
Jakarta: EGC.
Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta:
CV Sagung Seto
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala
Surabaya : Airlangga Univ. Press.