Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
2. Etiologi
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
a. Fekalis/ massa keras dari feses
b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid
c. Benda asing
3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan
kronis (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
a) Apendisitis Akut
Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang
memberikan tanda setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah
epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini disertai rasa mual
muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini nyeri yang dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat (Sjamsuhidayat, 2005). Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai
rigiditas pada titik McBurney sensitive untuk apendisitis akut.
Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah
perforasi. Perforasi dari appendiks dapat menimbulkan abses
periapendisitis yaitu terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri.
1
Appendiks menjadi terinflamasi, bisa terinfeksi dengan bakteri, dan
bisa dipenuhi pus hingga pecah, jika appendiks tidak diangkat tepat
waktu. Pada apendisitis perforasi isi pus yang di dalam appendiks
dapat ke luar ke rongga peritoneum. Gejala dari apendisitis perforasi
mirip dengan gejala apendisitis akut biasa, namun keluarnya pus dari
lubang appendiks menyebabkan nyeri yang lebih saat mencapai rongga
perut (Lee, 2009).
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau
segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah (Docstoc,
2010).
b) Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
ditemukan 3 hal yaitu; pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada
kuadran kanan bawah abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa
alternative diagndosis lain. Kedua, setelah dilakukan appendiktomi
gejala yang dialami pasien akan hilang dan yang ketiga, secara
histopatologik gejalanya dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi
kronis yang aktif pada dinding appendiks atau fibrosis pada appendiks,
(Santacroce & Craig, 2006). Gejala yang dialami oleh pasien
apendisitis kronis tidak jelas dan progresifnya lambat. Terkadang
pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah yang
intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau
parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis
obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua
(Docstoc, 2010).
4. Patofisiologi
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
appendik oleh fekalit, benda asing dan infeksi bakterial yang dapat
2
menyebabkan obstruksi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding appendik mempunyai
keterbatasan sehingga dapat menekan dinding appendik. Tekanan
mengakibatkan edema pada appendik yang menimbulkan demam,
appendik yang meradang menimbulkan nyeri tekan perut kuadran kanan
bawah (titik Mc. Burney) dengan 4 regio, nyeri tekan dan lepas (tanda
rovsing dan tanda blumberg), tanda rovsing dapat timbul dengan
melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. Apabila kumam
telah menyebar ke usus dapat mengiritasi usus sehingga terjadi
peningkatan produk sekretonik termasuk mucus, iritasi mikroba juga
mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi penurunan peristaltik usus dan
menyebabkan konstipasi. Apabila kuman menyebar ke umbilikus dan dan
menimbulkan ransangan nyeri hebat sehingga dapat meransang pusat
muntah, anoreksia dan perasaan enek. Appendik yang meradang harus
segara dilakukan prosedur pembedahan agar infeksi tidak menyebar.
Apabila appendik yang meradang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan
komplikasi yaitu appendik supuratif akut dimana sekresi mukus berlanjut,
tekanan terus meningkat, obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
dapat menembus dinding. Apabila aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding appendik yang diikuti dengan ganggren dan dikatakan pada
stadium appendiksitis ganggrenosa. Dan bila dinding yang telah rapuh itu
pecah akan terjadi appendiksitis perforasi sampai akhirnya terjadi
peritonitis.
5. Web of caution
Terlampir
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
3
c. Anoreksia, malaisse
d. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare
(Brunner & Suddart, 1997)
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat
sampai 75%
b. Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
c. Foto abdomen : Adanya pergeseran material pada appendiks
(fekalis) ileus terlokalisir
d. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran
kanan bawah
e. Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerh prolitotomi.
f. Pemeriksa laboratorium leukosit meningkat sebagai respon
fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang.
g. Pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang
lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) Nampak normal. Laju endap
darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltral. Urine
rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan
radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan
diagnose apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis.
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)
8. Komplikasi
4
a. Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks
b. Tromboflebitis supuratif
c. Abses subfrenikus
d. Obstruksi intestinal
9. Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
Observasi :
a) Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendiksitis masih belum jelas dilakukan observasi ketat, pasien
dilakukan tirah baring dan dipuasakan.
b) Dilakukan pemeriksaan abdomen, rektal, pemeriksaan darah
diulang secara periodik.
c) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
d) Beri antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob.
b. Operasi appendiktomy
Pembedahan appendiktomy untuk mengangkat appendiks yang
dilakukan segara mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apabila
sudah terjadi perforasi pada appendiks sebelumnya pasien diberi
antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman sampai tidak terdapat
pus dan apabila keadaan umum pasien baik baru dapat dilakukan
appendikyomy.
c. Post operasi
a) Observasi TTV untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,
syok, hipertermi, gangguan pernafasan.
b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan
selama itu pasien dipuasakan.
5
d) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam keesokan harinya diberikan makanan saring dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak.
e) Suatu hari post operasi dianjurkan miring kanan/kiri dan secara
bertahap duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
f) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
g) Pada hari ketiga rawat luka dan hari ketujuh jahitan dapat diangkat.
6
1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
2) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis
sekunder terhadap pembedahan.
3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus
sekunder terhadap tidak adekuatnya diet (kurang serat)
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy)
2) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organism sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya
jalur invasive.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek
anastesi pasca pembedahan.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakit, penyebab, perawatan dan pengobatan.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eksternal :
insisi pembedahan.
3. Intervensi
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik.
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat
dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi, skala
nyeri ringan (1-3).
Tindakan keperawatan:
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
7
Rasional : Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi.
b) Pertahankan istirahat dengan posisis semi fowler.
Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
c) teknik distraksi
Rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
d) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain.
8
Rasional : orang terdekat lebih dipercaya pasien dan
diharapkan dapat memotivasi pasien untuk cepat sembuh.
Tindakan keperawatan :
9
a) Anjurkan makan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional : makan sedikit dan sering dapat mengurangi
malabsorpsi dan distensi dengan menurunkan jumlah
protein yang metabolisme.
b) Hindarkan makanan yang merangsang.
Rasional : makanan merangsang dapat meningkatkan
sekresi asam lambung yang dapat menimbulkan mual.
c) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional : nafsu makan dapat meningkat dengan
mengkonsumsi makanan dalam keadaan hangat.
d) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet.
Rasional : dapat membantu memastikan kebutuhan nutrisi
dalam proses penyembuhan.
b. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot
sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy).
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil : pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat
dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi, skala
nyeri ringan (1-3).
Tindakan keperawatan :
a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).
Rasional : Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi.
b) Ajarkan teknik distraksi seperti berbincang-bincang dan
menonton dan relaksasi seperti nafas dalam.
Rasional : Dengan distraksi mengalihkan fokus terhadap
nyeri dan relaksasi dapat meningkatkan koping.
c) Observasi vital sign.
10
Rasional : Respon nyeri meliputi perubahan TD, nadi dan
pernafasan yang berhubungan dengan keluhan dan tanda vital
memerlukan evaluasi lanjut.
d) Beri posisi semi fowler
Rasional : Menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
e) Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional : Memepercepat penyembuhan pasien.
f) Berikan analgetik sesuai dengan indikasi.
Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama
dengan intervensi lain.
11
Rasional : antibiotik dapat m[embunuh kuman penyebab
infeksi.
12
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan pasca
pembedahan.
Rasional : untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan
pasien.
b) Beri penjelasan tentang prosedur pembedahan.
Rasional : dengan memberi penjelasan kepada pasien
diharapkan pengetahuan pasien bertambah.
c) Beri kesempatan pasien untuk bertanya.
Rasional : untuk mengetahui seberapa besar pemahaman
pasien terhadap penjelasan yang diberikan. (Doenges,
1993)
13
Impelementasi meruapakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari prilaku keperawatan diaman tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Potter & Perry, 2005)
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada teori Appendiksitis adlah:
1) Pre operasi
a) Nyeri hilang atau terkontrol.
b) Ansietas terkontrol.
c) Konstipasi tidak terjadi.
d) Tidak terjadi kekurangan nutrisi.
2) Post operasi
a) Nyeri hilang atau terkontrol.
b) Infeksi tidak terjadi.
c) Pasien dapat beraktivitas secara mandiri.
d) Pengetahuan pasien bertambah tentang perawatan pasca
pembedahan.
e) Menunjukkan penyembuhan luka dengan penyatuan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
14
Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta. EGC
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
15