Vous êtes sur la page 1sur 22

1.

Penyebab gunung agung meletus

TEMPO.CO, DENPASAR -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana


Geologi pada Selasa 21 November 2017 menyatakan Gunung Agung di
Karangasem, Bali, meletus sekitar pukul 17.05 Wita.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan letusan


Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, Selasa 21 November 2017,
bertipe "freatik" atau terjadi karena adanya uap air bertekanan tinggi.

"Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah
atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak
langsung dengan magma," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Sutopo Purwo Nugroho dihubungi dari Denpasar.

Menurut dia, letusan freatik disertai dengan asap, abu dan material yang
ada di dalam kawah. Sutopo menuturkan letusan freatik sulit diprediksi karena
bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda adanya peningkatan
kegempaan.

Beberapa kali gunung api di Indonesia meletus freatik saat status gunung
tersebut waspada atau level II seperti letusan Gunung Dempo, Jadi letusan
freatik gunung api bukan sesuatu yang aneh jika status gunungapi tersebut di
atas normal. Biasanya dampak letusan adalah hujan abu, pasir atau kerikil di
sekitar gunung," imbuhnya.

Letusan freatik Gunung Agung, kata dia, bisa juga menjadi peristiwa
yang mengawali episode letusan sebuah gunung api seperti Gunung Sinabung
di Sumatera Utara yang timbul letusan freatik dari tahun 2010 hingga awal
2013, menjadi pendahulu dari letusan magmatik.

Sutopo menambahkan letusan magmatik adalah letusan yang lebih


berbahaya yang disebabkan oleh magma dalam gunung api.
"Letusan magmatik ada tanda-tandanya, terukur dan bisa dipelajari ketika akan
meletus," ucap Sutopo.

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana


Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Kasbani mengatakan gempa berkekuatan 5 skala Richter yang
mengguncang Kabupaten Karangasem, Bali, Kamis pagi tadi, 9
November 2017, menaikkan aktivitas Gunung Agung. “Ada sedikit
peningkatan kegempaan vulkanik di Gunung Agung. Naik sedikit, tapi
kami masih melihat perkembangannya. Kami pantau terus,” katanya
kepada Tempo, Kamis, 9 November 2017.
Kasbani menuturkan, dalam 12 jam terakhir, misalnya, aktivitas gempa
vulkanik Gunung Agung sudah menyamai rata-rata jumlah gempa sejak
aktivitas gunung itu diturunkan menjadi siaga atau level III. “Jumlah
kegempaan kemarin-kemarin dalam sehari katakanlah sekitar 30-40 kali,
sekarang dalam 12 jam meningkat segitu juga. (Itu) menandakan ada
sedikit korelasi dengan adanya gempa tersebut, yang menyebabkan
aktivitas vulkanik Gunung Agung meningkat sedikit,” ujarnya.

Menurut Kasbani, pusat gempa berada di lereng utara Gunung Agung.


“Pusat gempa relatif dekat. Gempanya tektonik lokal di situ, mungkin
masih ada kaitannya dengan suplai magma yang menyebabkan
pelepasan energi dan masuk ke daerah sesar di situ,” ucapnya.
Kendati demikian, PVMBG masih mengkaji gempa yang terjadi di
Kabupaten Karangasem tersebut. “Masih kita kaji apakah benar-benar
gempa tektonik atau ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Agung. Tapi
sepertinya masih ada hubungan dengan aktivitas vulkanik. Jadi magma
ini masih terus berkembang, tapi efeknya dilepaskan melalui zona-zona
lemah di sekitar situ,” tuturnya.
Kasbani berujar suplai magma Gunung Agung masih terjadi dengan
masih terpantaunya gempa vulkanik di gunung tersebut. “Suplai magma
masih terus meskipun tidak seintensif sebelumnya karena ini memang
kegempaannya relatif sejak 20 Oktober 2017 kemarin, langsung turun.
Meskipun masih fluktuatif, tapi trennya menurun,” katanya.
Kasbani mengatakan, kendati terjadi lonjakan jumlah kegempaan vulkanik dalam
12 jam terakhir, jumlahnya masih belum menyamai kumulasi jumlah gempa
vulkanik yang terjadi dalam sehari saat status gunung itu ditetapkan awas atau
level IV. Saat statusnya awas, gempa vulkanik bisa terjadi ratusan kali dalam
sehari. “Sejak 20 November itu terus turun menjadi kurang dari 100 kali sehari, dan
akhirnya hanya sekitar 40 kali dalam 24 jam,” ujarnya.
Kendati trennya menurun, PVMBG masih belum menurunkan status Gunung Agung.
“Masih fluktuatif, tapi trennya terus turun. Suplai magma masih terjadi karena
belum berhenti sama sekali. Gempa vulkanik yang terjadi menunjukkan suplai
magma masih ada, tapi memang tidak secepat sebelumnya,” ucapnya.

Liputan6.com, Jakarta - Gunung Agung di Bali tiba-tiba meletus pada pukul 17.03 Wita.
Letusan tersebut langsung terjadi tanpa disertai tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan.

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho,
letusan Gunung Agung tersebut berjenis freaktik. Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air
bertekanan tinggi.

"Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang
meresap ke dalam tanah di dalam kawah, kemudian kontak langsung dengan magma. Letusan
freatik disertai dengan asap, abu, dan material yang ada di dalam kawah," ujar Sutopo dalam
keterangan, Jakarta, Selasa, (21/11/2017).

Gempa jenis ini disebutkan sulit diprediksi. Beberapa kali gunung api di Indonesia meletus freatik
saat status gunung api tersebut Waspada (level 2).

"Seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung
Merapi dan lainnya. Tinggi letusan freaktik juga bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter
tergantung dari kekuatan uap airnya," jelas dia.

Sutopo juga menuturkan, abu vulkanik bertiup ke arah Timur-Tenggara. Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menganalisis aktivitas vulkanik.

"Status Gunung Agung tetap Siaga atau level 3," ujar dia.

2. Dampak terjadinya letusan gunung agung

Liputan6.com, Jakarta - Letusan Gunung Agung membawa dampak signifikan pada pariwisata
Bali. Diperkirakan, sekitar 18 ribu calon wisatawan batal mengunjungi Bali akibat ditutupnya
Bandara Internasional Ngurai Rai. Padahal 75 sampai 80 persen wisatawan masuk ke Bali
menggunakan pesawat.

Ketua Himpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Artha Ardhana Sukawati,
menyebutkan, besaran kerugian sekitar Rp 237,6 miliar.

"Yang penting bagi kita menjaga citra Bali sebagai destinasi pariwisata dan budaya tetap bagus.
Kita harus berikan pelayanan yang terbaik kepada wisatawan," kata dia kepada Liputan6.com.

Selain penutupan bandara, letusan Gunung Agung juga berdampak pada sektor lain.

SOLO - Empat penerbangan di Bandara Adi Soemarmo, Solo, Jawa Tengah,


dibatalkan sebagai dampak meletusnya Gunung Agung, Bali. Sebanyak 766
penumpang terpaksa harus membatalkan keberangkatan dari Bandara Adi
Soemarmo.

General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Adi Soemarmo Solo Abdullah Usman
mengatakan, pesawat yang batal terbang atau flight cancel adalah Wing Air nomor
penerbangan IW 1859 rute Lombok-Solo-Lombok dengan 181 penumpang.
Kemudian Lion Air dengan nomor penerbangan JT 924 rute Solo-Denpasar-Kupang
dengan 163 penumpang.

Selanjutnya, Lion Air dengan nomor penerbangan JT 561 jurusan Denpasar-Solo


dengan 107 penumpang. Serta, Air Asia nomor penerbangan XT 8454 rute
Denpasar-Solo-Denpasar dengan 315 penumpang.

“Kami tidak dapat memastikan kapan penerbangan itu akan normal kembali. Yang
jelas sampai nanti dinyatakan Gunung Agung tidak erupsi,” ungkap Abdullah Usman,
Senin (27/11/2017) siang.

Bagi penumpang yang gagal terbang, mereka dapat memilih pengembalian uang
atau reschedule ulang penerbangannya. Sebagai antisipasi letusan Gunung Agung,
Bandara Adi Soemarmo mendapatkan perintah untuk standbye sebagai pengganti
apabila Bandara di Denpasar dan Lombok di tutup. Usman mengaku, pihaknya telah
menyiapkan tempat parkir pesawat tiga nero body sekelas 737 900, atau kombinasi
dua nero body dan satu wide body.

Seorang penumpang yang gagal terbang Indrati mengaku memilih pengembalian


uang dibanding reschedule ulang. Dirinya terpaksa berganti moda angkutan bus
agar tetap bisa berangkat ke Bali. “Saya cuma menyayangkan kenapa tidak ada
pemberitahuan sebelumnya,” katanya.

3. Mitigasi dan adaptasi meletusnya gunung agung

MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAM

1. Pengertian Bencana
Menurut UU No.24 tahun 2007, bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis.
2. Jenis-Jenis Bencana Meliputi :
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan/puting beliung, dan tanah longsor.
b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam, antara lain berupa gagal tekhnologi, gagal modernisasi,epidemik, dan
wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror.
3. Kharakteristik Bencana Alam
a. Gempa Bumi
Gempa bumi terjadi karena pergesekan antar lempeng tektonik yang berada di bawah
permukaan bumi. Dampak dari pergesekan itu menimbulkan energi luar biasa dan
menimbulkan goncangan di permukaan dan seringkali menimbulkan kerusakan hebat pada
sarana seperti rumah/bangunan, jalan, jembatan, tiang listrik dan sebagainya.

Berdasarkan sumber penyebabnya, ada 3 jenis gempa bumi :


 Gempa bumi tektonik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi
akibat pergerakan lempeng bumi atau patahan. Gempa jenis ini paling banyak menimbulkan
kerusakan dan banyak korban.
 Gempa bumi vulkanik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi
akibataktivitas gunung berapi yaitu pergerakanmagma yang menekan/mendorong lapisan
batuan sehingga pergeseran bebatuan di dalamnya menimbulkan terjadinya gempa bumi.
 Gempa bumi induksi adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi
akibat sumber lain seperti runtuhan tanah. Gempa bumi sering diikuti dengan gempa
susulan dalam beberapa jam atau hari setelah gempa pertama yang dapat menyebabkan
penghancuran pada bangunan yang telah retak/goyah akibat gempa sebelumnya.Tercatat
ada beberapa gempa bumi besar di Indoneia pada tahun 2000-an sebagai berikut :
 Gempa sumbar lepas pantai (30 september 2009) dengan korban 1.117 jiwa
 Gempa Yogyakarta, Selatan Jateng (26 Mei 2006) dengan korban 6.234 jiwa
 Gempa Pulau Nias, Sumut, (28 Maret 2005) dengan korban 1.346 jiwa
 Gempa Andaman, Sumatera (26 Desember 2004) dengan korban 283.106 jiwa
b. Letusan Gunung Berapi
Letusan gunung berapi terjadi karena endapan magma dalam perut bumi yang didorong
keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Letusan membawa abu dan batu yang menyembur
sejauh radius 18 Km atau lebih, lava dapat mengalir sejauh 90 Km. Letusan gunung berapi
dapat menimbulkan korban jiwa dan berpengaruh pada perubahan iklim.

Letusan gunung berapi menghasilkan :


 Gas vulkanik adalah gas yang dikeluarkan saat gunung berapi meletus, berupa
Karbon Monoksida, Karbon Dioksida, Hidrogen Sulfida, Sulfur Dioksida, dan Nitrogen
 Lava adalah cairan magma yang bersuhu tinggi yang mengalir ke permukaan
melalui kawah gunung berapi. Lava encer mampu mengalir jauh dari sumbernya mengikuti
sungai atau lembah yang ada sedang lava kental mengalir tak jauh dari sumbernya
 Lahar adalah banjir bandang di lereng gunung yang terdiri campuran bahan
vulkanik berukuran lempung sampai bongkah, dikenal sebagai lahar letusan dan lahar
hujan. Lahar letusan terjadi apabila gunung berapi yang mempunyai danau kawah meletus,
sehingga air danau yang panas bercampur dengan material letusan. Lahar hujan terjadi
karena percampuran material letusan dengan air hujan di sekitar puncaknya.
 Awan panas adalah awan dari material letusan besar yang panas, mengalir turun
dan akhirnya mengendap di dalam dan sekitar sungai dan lembah. Awan panas dapat
mengakibatkan luka bakar pada bagian tubuh serta sesak pernafasan sampai tidak bisa
bernafas
 Abu letusan gunung berapi adalah material letusan yang sangat halus yang
karena hembusan angin dampaknya bisa dirasakan sejauh ratusan kilometer.
Gunung-gunung di Indonesia yang pernah meletus dengan letusan besar antara lain
Gunung Merapi (Sleman,Yogyakarta), Gunung Kelud(Kediri,Jatim), Gunung galunggung
(Tasikmalaya, Jabar), Gunung Agung (Bali), Gunung Krakatau (Selat Sunda), Gunung
Meninjau (Sumbar), dan Gunung Tambora (Sumbawa,NTB)
c. Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang, Tsu berarti pelabuhan, Nami: gelombang laut.
Tsunami terjadi di daerah pesisir. Tsunami diartikan sebagai rangkaian gelombang laut yang
melanda wilayah pantai dan daratan akibat terjadinya peristiwa geologi di dasar laut
yaitu gempa bumi, letusan gunung api dan longsoran.
Contoh peristiwa yang menyebabkan terjadinya tsunami yaitu :
 Gempa bumi di dasar laut : Banyuwangi 1994, Biak 1996, Aceh 2004
 Letusan gunung api di dasar laut : Krakatau 1883
 Longsoran di dasar laut : Teluk Lituya Alaska 1958
Tanda-tanda tsunami adalah Gempa bumi yang sangat kuat, lebih dari 1 menit, tiang
bangunan runtuh/rusak, dan manusia tak mampu berdiri tegak.
d. Tanah Longsor
Tanah longsor terjadi karena pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar secara
tiba-tiba atau berangsur-angsur yang pada umumnya terjadi di daerah lereng yang gundul
atau kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh. Biasanya daerah yang pernah mengalami
longsor sebelumnya, merupakan daerah gundul dan aliran air hujan adalah daerah yang
rawan tanah longsor.
e. Banjir
Banjir merupakan kondisi dimana sebagian besar air menggenangi permukaan tanah yang
biasanya kering. Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi.
Penyebab banjir meliputi :
 Hujan dalam waktu panjang dan deras selama berhari-hari
 Penanganan sampah yang buruk
 Perencanaan tata kota yang tidak ditepati/menyimpang, biasanya karena makin
sempitnya daerah resapan air atau jalur hijau yang terdesak pemukiman atau industri.
 Berkurangnya tumbuh-tumbuhan/pohon yang semakin sedikit sehingga semakin
sedikit pula daerah resapan air .
Yang harus diwaspadai saat bencana banjir adalah munculnya wabah penyakit :
 Penyakit diare, yang biasanya disebabkan oleh air dan makanan yang tidak
higienis
 Penyakit yang disebabkan karena nyamuk, karena genangan air mempercepat
penyebarluasan jentik-jentik nyamuk dan serangga
f. Angin puting Beliung
Angin puting beliung merupakan angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai
pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga
menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu 3-5 menit. Angin puting beliung
pernah melanda hampir seluruh wilayah Bali, seperti Denpasar, Badung, Jembrana dan
sekitarnya pada 20 Maret 2014. Selain itu hujan deras disertai angin puting beliung pernah
melanda 3 kecamatan di Sleman Yogyakarta, yaitu Minggir, Seyegan dan Tempel pada 5
mei 2014.
g. Badai Tropis
Badai tropis merupakan badai yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar
wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan
daerah lintasan siklon tropis, tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh
kuat terjadinya angin kencang dan gelombang tinggi yang disertai hujan deras. Pada januari
2014, terjadi badai tropis langkah disebelah utara wilayah Indonesia. Badai ini dinamai badai
tropis Lingling. Badai ini disebut langah karena biasanya terjadi dibagian selatan wilayah
Indonesia.
h. Kekeringan
Kekeringan merupakan kondisi ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
Adapun yang dimaksud kekeringan dibidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi
dilahan pertanian. Pada Oktober 2013, terjadi musim kemarau yang berkepanjangan
sehingga mengakibatkan kekeringan melanda 35 desa di wilayah kabupaten Banyuwangi.
Selain itu pada awal Agustus 2014, ratusan hektare persawahan di pemukiman Blang
Baroe, kecamatan Labuhan haji Barat, Kabupaten Aceh Selatan mengalami kekeringan.
i. Kebakaran alami hutan dan lahan
Merupakan suatu keadaan ketika hutan dan lahan dilanda api, sehingga terjadi kerusakan
hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan.
Kebakaran hutan dan sering kali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu
aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

4. Sebaran Daerah Rawan Bencana Alam di Indonesia


Daerah-daerah di Indonesia yang rawan bencana alam adalah sebagai berikut :
a. Wilayah rawan gempa bumi adalah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat,
Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Pulau
Sulawesi, kepulauan Maluku dan Papua. Sementara Kalimantan masih relatif aman.
b. Wilayah rawan gunung meletus adalah daerah disekitar gunung yang masih aktif,
seperti Gunung Merapi, Gunung Galunggung, Gunung Kelud, Gunung Slamet, Gunung
Anak Krakatau dan lain-lain.
c. Wilayah rawan tanah longsor yang terbanyak ada di Pulau Jawa, Sumatra Barat,
Sumatra Utara, dan sisanya tersebar di NTT, Kalimantan Timur dan Bali.
d. Wilayah rawan banjir menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
ada empat wilayah yaitu daerah sekitar Gunung Merapi (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta), wilayah DKI Jakarta, wilayah DAS Bengawan Solo( Jawa Tengah dan jawa
Timur), dan DAS Citarum (Jawa Barat).
e. Wilayah yang berpontensi tsunami, menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) adalah Aceh, Sumatra Barat, Banten, Jawa Barat,Jawa Timur, Bali, NTT,
Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara dan Papua.
f. Wilayah rawan angin puting beliung menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) adalah sepanjang barat Sumatra, Pantura Jawa, NTT, dan Sulawesi
Selatan yang berjumlah sekitar 404 kabupaten/kota madya.
g. Wilayah rawan kebakaran lahan dan kekeringan menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah Provinsi Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Sumatra
Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.

5. Upaya Pengurangan Resiko Bencana Alam


Langka awal yang diambil untuk mengantisipasi dampak bencana alam adalah sebagai
berikut :
a. Pengkajian bahaya (hazard) bencana disuatu wilayah. Bahaya merupakan suatu
fenomena alam yang luar biasa dan berpotensi merusak atau mengancam kehidupan
manusia, hilangnya harta benda, hilangnya mata pencaharian, rusaknya lingkungan seperti
tanah longsor,banjir, gempa bumi,kebakaran dan sebagainya.
b. Identifikasi aspek-aspek kerentanan (vulnerability) suatu wilayah terhadap
bencana. Kerentanan merupakan keadaan atau kondisi masyarakat, sistem, aset dan
lingkungan yang mudah terpengaruh oleh dampak merusak dari bahaya atau ancaman.
Kemudian mengidentifikasi kapasitas suatu wilayah. Kapasitas merupakan kemampuan
suatu daerah danj masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan tingkat ancaman
dan kerugian.
c. Penggambaran resiko bencana yang terdapat di suatu wilayah dilakukan dengan
membuat peta resiko bencana. Peta ini menggabungkan informasi dari peta ancaman
bencana. Hasil yang digambarkan dalam peta adalah wilayah-wilayah dengan tingkat resiko
rendah, sedang dan tinggi.
d. Sistem peringatan dini bencana alam. Sistem ini merupakan sekumpulan kapasitas
yang dibutuhkan untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi peringatan yang
bermakna dan tepat waktu sehingga memungkinkan individu,masyarakat dan organisasi
yang terancam bencana untuk bersiap dan bertindak tepat dalam waktu yang cukup. Hal
tersebut dapat mengurangi kemungkinan bahaya atau kerugian.sistem ini masuk dalam
tahap mitigasi maupun tahap kesiapsiagaan.
e. Simulasi bencana alam. Keberhasilan mitigasi, sistem peringatan dini dan rencana
penanggulangan bencana dipengaruhi oleh faktor kemampuan masyarakat dan pemerintah
merespon bencana tersebut. Kemampuan merespon bencana ini akan semakin baik jika
dilakukan simulasi secara teratur. Simulasi bencana adalah kegiatan pemberi informasi
tentang cara-cara penyelamatan diri kepada masyarakat atau pihak terkait disertai dengan
latihan langsung penyelamatan.
6. Kelembagaan Penanggulangan Bencana Alam
Lembaga yang berwenang dalam penanggulangan bencana alam yaitu :
a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Tugas BNPB adalah
membantu presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
penanganan bencana serta melaksanakan penanganan sebelum bencana seperti
pencagahan dan kesiapsiagaan saat terjadinya bencana dan pemulihan setelah terjadinya
bencana.
b. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Tugas PVMBG adalah
melaksanakan penelitian, penyelidikan, perekayasaan dan pelayanan di bidang Vulkanologi
dan mitigasi bencana geologi.
Hubungan antara bencana alam dengan kelembagaan penanggulangan bencana alam
• Apabila di suatu daerah terjadi kenampakan/kerusakan alam yang berhubungan
dengan geologi, maka masyarakat melalui pemerintah daerah dapat segera menghubungi
PVMPG yang berkantor pusat di Bandung untuk diteliti keadaannya.
• Apabila terjadi bencana alam seperti meletusnya gunung Merapi, keluarnya gas
alam di Dieng, tsunami di Aceh, gempa bumi di Tasikmalaya dan Padang atau bencana
lainnya, masyarakat melalui pemerintah daerah dapat melaporkan kejadian tersebut ke
PNPB dan PVMPB.
• PNPB bertugas dalam hal melaksanakan penanganan bencana, sedangkan
PVMPB bertugas dalam hal mengatasi dam menyelidiki sebab-sebab dan akibat bencana
alam yang terjadi.
7. Pengertian Mitigasi Bencana
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, mitigasi didefinisikan sebagai serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Beberapa tujuan utama mitigasi bencana alam yaitu:
 Mengurangi resiko bencana bagi penduduk dalam bentuk korban jiwa, kerugian
ekonomi dan kerusakan sumber daya alam.
 Menjadi landasan perencanaan pembangunan
 Meningkatkan kepedulian masyarakat untuk menghadapi serta mengurangi
dampak dan resiko bencana sehingga masyarakat dapat hidup aman
Berdasarkan siklus waktunya, penanganan bencana terdiri atas empat tahapan sebagai
berikut:
 Mitigasi merupakan upaya meminimalkan dampak bencana. Fase ini umumnya
terjadi bersamaan dengan fase pemulihan dari bencana sebelumnya. Seluruh kegiatan pada
fase mitigasi ditujukan agar dampak dari bencana yang serupa tidak terulang.
 Kesiapsiagaan merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian
bencana. Dalam fase ini perencanaan yang dibuat oleh lembaga penanggulangan bencana
tidak hanya berkisar pada bencana yang pernah terjadi pada masa lalu, tetapi juga untuk
berbagai jenis bencana lain yang mungkin terjadi.
 Respon merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan oleh terjadinya
bencana. Fase ini berlangsung sesaat setelah terjadi bencana dan dimulai dengan
mengumumkan kejadian bencana serta mengungsikan masyarakat.
 Pemulihan merupakan upaya pengembalian kondisi masyarakat sehingga menjadi
seperti semula. Pada fase ini pekerjaan utama yang dilakukan masyarakat dan petugas
adalah menyediakan tempat tinggal sementara bagi korban bencana dan membangun
kembali sarana dan prasarana yang rusak. Selama masa pemulihan ini, dilakukan pula
evakuasi terhadap langkah-langkah penanganan bencana yang telah dilakukan.
8. Adaptasi Penanggulangan Bencana Alam
Adaptasi bencana adalah penyesuaian sistem alam dan manusiaterhadap stimulus bencana
alam nyata atau yang diharapkan tidak ada dampak-dampaknya, yang menyebabkan
kerugian atau mengeksploitasi kesempatan-kesempatan yang memberi manfaat. Adapatsi
bencana alam perlu dilakukan mengingat adanya ancaman-ancaman bencana alam yang
membahayakan manusia seperti:
 Ancaman alamiah
Proses atau fenomena alam berupa tanah longsor, tanah bergerak yang bisa menyebabkan
hilangnya nyawa, cidera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda,
hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan
lingkungan.
 Ancaman biologis
Proses atau fenomena bersifat organik atau yang dinyatakan oleh vektor-vektor biologis
termasuk keterpaparan terhadap mikroorganisme yang bersifat patogen, toksin dan bahan-
bahan bioaktif yang bisa menghilangkan nyawa, cidera, sakit atau dampak-dampak
kesehatan lainnya kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan
sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan.
 Ancaman geologis
Proses atau fenomena geologis berupa gempa bumi dan gunung meletus bisa
mengakibatkan hilangnya nyawa, cidera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan
harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi atau
kerusakan lingkungan.
 Ancaman hidrometeorologis
Proses atau fenomena yang bersifat atmosferik, hidrologis atau oseanografis berupa
pemanasan global dan tsunami yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa, cidera atau
dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan
layanan, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan.
 Ancaman sosial-alami
Fenomena meningkatnya kejadian peristiwa-peristiwa ancaman bahaya geofisik dan
hidrometeorologis tertentu seperti tanah longsor, banjir, dan kekeringan, yang disebabkan
oleh interaksi antara ancaman bahaya alam dengan sumber daya lahan dan lingkungan
yang dimanfaatkan secara berlebihan atau rusak
Hal-hal penting dalam adaptasi dan ancaman bencana alam adalah:
- Kesadaran publik
- Kesiapsiagaan
- Ketangguhan/tangguh
- Langkah-langkah struktural/nonstruktural
- Manajemen resiko bencana
- Partisipasi
Adaptasi diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari bencana. Berikut contoh
adaptasi dalam berbagai bidang kehidupan manusia:
- Adaptasi dalam bidang ekonomi
- Adaptasi dalam bidang kesehatan
- Adaptasi dalam ketersediaan air
- Adaptasi terhadap wilayah perkotaan yang sering dilanda banjir
9. Langkah-Langkah Evakuasi
Evakuasi adalah upaya untuk memindahkan korban secara aman dari lokasi yang tertimpah
bencana ke wilayah yang lebih aman untuk mendapatkan pertolongan. Contoh model
langkah-langkah evakuasi sebagai berikut :
a. Cara mengevakuasi yang dilakukan oleh orang dalam posisi korban tengkurap
b. Cara menolong dan mengangkat korban dengan 4 orang yang saling berhadapan
dan berpegangan tangan di bawah badan korban
c. Cara menolong dan mengangkat korban dengan tandu

DENPASAR, KOMPAS.com — Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi


Bencana Geologi Kasbani mengimbau masyarakat sekitar Gunung
Agung melalui siaran pers agar menggunakan masker.

Imbauan ini menyusul meletusnya Gunung Agung pada Selasa


(21/11/2017) pukul 17.05 Wita. Menurut Kasbani, terjadinya letusan
membuat potensi terjadinya hujan abu vulkanik sangat tinggi.

"Jika erupsi terjadi, potensi bahaya lain yang dapat terjadi adalah hujan
abu lebat yang melanda seluruh zona perkiraan bahaya," kata Kasbani.
Bahkan, dampaknya dapat meluas ke luar zona bahaya dan bergantung
pada arah dan kecepatan angin.
Saat ini, angin bertiup dominan ke arah selatan-tenggara. Oleh karena itu,
diharapkan hal ini dapat diantisipasi sejak dini, terutama dalam
menentukan lokasi pengungsian. Abu vulkanik dapat mengakibatkan
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada manusia.

Diharapkan semua warga, terutama yang bermukim di sekitar Gunung


Agung dan di Pulau Bali, segera menyiapkan masker.

"Masyarakat diharapkan menyiapkan penutup hidung dan mulut maupun


pelindung mata sebagai upaya antisipasi potensi bahaya abu vulkanik,"
ujar Kasbani.

Siklon cempaka

1. Penyebab

Jakarta, CNN Indonesia -- Siklon tropis Cempaka disebut sebagai siklon terbesar yang pernah
terjadi di Indonesia. Hal ini seperti disebutkan Ketua Program Studi Meteorologi ITB, Armi
Susandi.

"Ini siklon tropis baru dan sebelumnya hanya kecil, kecepatannya setengah dari kecepatan
kemaren yang sampai 60 km/jam. Biasanya kecepatannya setengahnya saja," jelasnya saat
dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (29/11).

Siklon ini, menurut Armi memang potensial terjadi di selatan Jawa dan sekarang semakin
bergerak mendekat ke wilayah perairan Indonesia. Sebelumnya siklon-siklon serupa juga terjadi
namun di perairan di luar wilayah Indonesia.

Lihat juga:
VIDEO: Banjir dan Longsor Akibat Badai Cempaka di Yogyakarta

Meski demikian, Armi meyakinkan bahwa siklon ini tidak akan bergerak ke daratan.

"Selalu terjadi di laut, (sebab) didarat tak ada tekanan rendah," tandasnya.

Lebih lanjut, menurutnya penyebab terbentuknya siklon ini lantaran pertemuan udara tekanan
rendah diatas 1000 milibar dengan temperatur permukaan laut 26,5 derajat celcius.

"Maka muncul pola tarikan yang berputar. Ini anomali," tuturnya.


Lihat juga:
Siklon Tropis Cempaka Meluas, Korban Jiwa Bertambah

Salah satu penyebab munculnya siklon besar ini didorong oleh gejala pemanasan global
yang menyebabkan desakan alam.

Siklon serupa di Indonesia menurutnya bisa terjadi dua hingga tiga kali dalam setahun.
Beda dengan taifun besar, seperti Katrina, yang bisa terjadi lima tahun sekali. Tapi ia
meyakinkan hal tersebut tak akan terjadi dalam waktu dekat.

"Karena begitu anomali terbentuk, alam perlu waktu untuk mengumpulkan energi lagi."

Ia juga menyebut bahwa anomali alam seperti ini tak terjadi secara mendadak.
Menggunakan teknologi, perubahan tekanan, arah angin, dan sebagainya dapat
diprediksi dengan satelit cuaca dan diperkirakan seminggu sebelumnya. (eks)

Siklon tropis bukan peristiwa baru di Indonesia. Sejak 2008,


sudah tiga kali peristiwa ini terjadi. Namun, Cempaka adalah
siklon dengan dampak paling buruk sejauh ini. Mengapa ini
terjadi?
YOGYAKARTA —
Bagi warga Pacitan seperti Sugeng Widodo, peristiwa hujan lebat disertai
angin kencang yang membuat kotanya tenggelam baru kali ini terjadi.
Seperti wilayah lain di Indonesia, Pacitan juga kadang mengalami banjir
kecil di puncak musim hujan. Namun dampaknya tidak pernah separah
hari Selasa kemarin.

“Belum, saya belum pernah mengalami, baru kali ini. Kalau kali ini, kan
sampai tanggul sungai saja jebol. Kalau dulu, sungai hanya meluap ke
sebelah sisi timur kota di Seloboyo. Waktu itu juga debit hujannya tidak
seperti sekarang ini, siangnya juga air sudah surut. Kalau seperti sekarang
ini kan surutnya lama,” kata Sugeng Widodo.

Totok, warga Tanjungsari, Gunungkidul pun tak percaya dengan apa yang
terjadi. Sekolah tempatnya belajar dulu, yang berada sekitar empat
kilometer dari pantai, digenangi air setinggi dua meter. Hanya bangunan di
lokasi tinggi yang relatif aman. Lebih dekat ke laut, kata Totok, banyak
bangunan tenggelam terutama di lokasi rendah. “Ini titik terendah di
kawasan sekitar, jadi air ke sini semua. Ada luweng (gua vertikal) di mana
air mengarah masuk ke sungai bawah tanah. Cuma lubangnya kecil, jadi air
surutnya lama,” kata Totok.

Hujan disertai angin selama dua hari berturut-turut memang melanda


kawasan ini. Mulai dari Pacitan di Jawa Timur, kemudian Wonogiri dan
Klaten di Jawa Tengah, hingga Gunung Kidul, Bantul, Kulonprogo di
Yogyakarta dan Purworejo di Jawa Tengah. Ini adalah deretan wilayah
dengan dampak paling parah.

Tidak mengherankan jika siklon tropis Cempaka menjadi bahan


perbincangan bagi sebagian besar korban, baik di Pacitan maupun wilayah
sekitarnya. Namanya yang indah, seperti bunga yang banyak ditanam di
halaman rumah, rupanya menyimpan bencana hebat di belakangnya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho
menyatakan, sejauh ini Cempaka sudah merenggut 19 korban jiwa. Dari
jumlah itu, 11 korban di Pacitan, tiga di Kota Yogyakarta, dua di Wonogiri,
dan masing-masing satu korban di Bantul, Gunung Kidul, dan Wonosobo.
Empat korban meninggal karena banjir dan 15 orang korban tanah longsor.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Rabu siang menyatakan


wilayahnya masuk status siaga. Dengan menyatakan diri dalam status itu,
pemerintah lokal lebih leluasa menggunakan anggaran penanggulangan
bencana untuk meminimalkan korban. DIY cukup parah diterjang
Cempaka yang mengakibatkan banjir di 84 titik, longsor di 93 titik dan
angin puting beliung di 116 titik. Sebanyak 8.500 jiwa terdampak bencana
ini dengan 1.500 di antaranya terpaksa mengungsi.

“Menurut BMKG, hujan ekstrem ini 'kan tiga hari. Saya berharap dengan
status siaga ini dana cadangan di kabupaten dan provinsi bisa digunakan,
untuk memperbaiki fasilitas maupun menolong korban di pengungsian.
Karena peringatan BMKG tiga hari, maka status siaga kita tetapkan satu
minggu,” papar Sultan HB X.

Siklon tropis belum akrab bagi masyarakat Indonesia. Tahun 2008, muncul
siklon yang kemudian diberi nama Durga. Tahun itu pula, Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendirikan Pusat
Peringatan Dini Siklon Tropis. Setahun kemudian, muncul siklon yang
kemudian diberi nama Anggrek.

Tahun 2014, sesuai kesepakatan untuk memberi nama seperti bunga,


datang siklon Bakung. Hanya itulah siklon tropis yang benar-benar muncul
di Indonesia setelah memiliki pusat peringatan dini tersebut.

Dr Armi Susandi, ilmuwan cuaca dan perubahan iklim dari Institut


Teknologi Bandung (ITB) mencatat, di era 1980-an, Indonesia belum
mengenal siklon tropis. Baru pada periode akhir 1990-an dan 2000-an,
siklon tropis mulai masuk ke wilayah Indonesia. Namun, posisinya masih
jauh dari pantai sehingga nyaris tidak berdampak pada masyarakat.

Cempaka adalah siklon tropis pertama yang mendekat ke wilayah pantai,


dengan jarak terdekat 32 kilometer. Indonesia perlu bersyukur, karena
menurut Armi, bencana awal pekan ini baru setengah dari kekuatan siklon
sebenarnya.

Cempaka memiliki kecepatan 150 km/jam dengan curah hujan 150-200


milimeter per 3 jam. Kecepatan angin dan curah hujan yang masuk ke
daratan, seperti di Pacitan, cuma sepertiga dari angka itu. Menurut Armi,
hanya ekor siklon yang mendekat ke daratan, belum siklonnya itu sendiri.

“Ada dua penyebab terbentuknya siklon, pertama tekanan rendah di


permukaan laut, dulu memang ada tapi tidak seekstrem saat ini yang sudah
mencapai lebih 1000 milibar. Kedua, ditambah hangatnya permukaan laut
yang mencapai 26,5 (derajat). Kedua kondisi ini menyebabkan
terbentuknya siklon di Indonesia, dulunya tidak ada kondisi seperti itu,
artinya belum memungkinkan terbentuknya siklon. Secara teori
sebenarnya siklon akan mati di ekuator, tapi sekarang teori itu
terbantahkan,” kata Armi Susandi.

Armi Susandi percaya, pemanasan global berperan dalam bencana kali ini.
Meningkatnya suhu telah menyebabkan anomali cuaca di banyak daerah
termasuk di Indonesia. Menurutnya, meskipun Indonesia bukan
penyumbang terbesar pemanasan global, tetapi karena bumi memiliki satu
atmosfer, maka anomali bisa terjadi di manapun.

“Kita kaget sebenarnya, padahal ini akan terjadi seperti halnya di Filipina.
Di Filipina, tahun 80-an siklon hanya tiga kali setahun, sekarang 24 kali
setahun. Ini menyebabkan harus banyak perubahan regulasi, infrastruktur
dan kesiapan masyarakatnya. Dan siklon seperti ini tidak hanya akan
muncul di musim pancaroba,” tambah Armi.

Indonesia sebenarnya sudah cukup siap saat ini. Dikatakan Armi Susandi,
sistem yang diterapkan di ITB, BNPB dan BMKG cukup mampu
mendeteksi dini siklon. Tugas pemerintah, ada di sektor pembenahan
infrastruktur dan tata ruang di wilayah potensi siklon, seperti Jawa Tengah,
DIY, Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Barat. [ns/ab]
2. Dampak sklon cempaka

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi, Kilmatologi, dan Geofisika (BMKG)


mengimbau kepada warga supaya mengantisipasi dampak dari Siklon Tropis Cempaka.

BMKG mendeteksi siklon tropis yang tumbuh sangat dekat dengan pesisir selatan Pulau Jawa
yang diberi nama Cempaka pada Senin (27/11/2017) malam.

Adanya Siklon Tropis Cempaka di wilayah perairan sebelah selatan Jawa Tengah itu
mengakibatkan perubahan pola cuaca di sekitar lintasan.

"Dampak yang ditimbulkan berupa potensi hujan lebat di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur," tutur Deputi Bidang Meteorologi BMKG, R. Mulyono
Rahadi Prabowo, Selasa (28/11/2017).

Baca: Ini Dia Lokasi Wisata Baru di Bone

Berikut ini informasi yang dikutip dari BMKG:

1. Analisa 28 November 2017 pukul 13.00 WIB :


- Posisi : Perairan sebelah selatan Jawa Timur sekitar 8,7LS, 111,0BT (sekitar 70 km sebelah
selatan Pacitan)
- Arah dan kecepatan gerak : barat daya, kecepatan 3 knots (5 km/jam) bergerak mendekati
wilayah Indonesia
- Tekanan terendah : 998 mb
- Kekuatan : 65 km/jam (35 knots)

2. Prakiraan 24 jam (tanggal 29 November 2017 pukul 13.00 WIB) :


- Posisi : Perairan sebelah selatan Jawa Timur, sekitar 9.7LS, 112.5BT (sekitar 265 km sebelah
tenggara Pacitan)
- Arah dan kecepatan gerak: timur tenggara, kecepatan 4 knot (8 km/jam) bergerak menjauhi
wilayah Indonesia
- Tekanan terendah : 998 mb
- Kekuatan : 75 km/jam (40 knots)

3. Dampak di wilayah Indonesia :

Siklon Tropis CEMPAKA memberikan dampak berupa hujan dengan intensitas sedang hingga
lebat di Selatan Banten, Selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

Kemudian angin kencang hingga 20 knot berpotensi terjadi di wilayah selatan Jawa.

Gelombang tinggi 1.25 - 2.5 meter di Perairan Selatan Jawa Timur hingga Selatan NTB
Gelombang tinggi 2.5 - 4 meter di Perairan Selatan DI Yogyakarta hingga Jawa Timur.

Dampak siklon tropis Cempaka telah menyebabkan bencana banjir, longsor dan
puting beliung yang di wilayah Jawa. Daerah di DI Yogyakarta, Wonogiri, Pacitan
dan Ponorogo adalah daerah yang paling terdampak karena berjarak paling dekat
dengan siklon tropis Cempaka.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan,
pada kemarin, Selasa 28 November 2017, siklon tropis cempaka hanya berjarak 32
kilometer sebelah selatan-tenggara Pacitan Provinsi Jawa Timur.
"Cuaca ektrem telah menyebabkan banjir, longsor dan puting beliung di
28 kabupaten dan kota di Pulau Jawa dan Bali. Data sementara yang dihimpun
Posko BNPB, bencana tersebut terjadi Kabupaten Situbondo, Sidoarjo, Pacitan,
Wonogiri, Ponorogo, Magetan, Serang, Cilacap, Sragen, Boyolali, Trenggalek,
Sukabumi, Purworejo, Magelang, Tulungagung, Semarang, Klaten, Malang,
Wonosobo, Klungkung, Kota Yogyakarta, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman,
Bantul, Kudus, dan Sukoharjo," ungkapnya.
Ia menyebut, banjir masih merendam di beberapa tempat seperti di Pacitan,
Magetan, Wonogiri, Klaten dan lainnya. Dampak bencana banjir dan longsor
menyebabkan 19 orang meninggal dunia yaitu 11 orang di Pacitan, 3 orang di Kota
Yogyakarta, 1 orang di Bantul, 1 orang di Gunung Kidul, 2 orang di Wonogiri dan 1
orang di Wonosobo. Dari 19 orang meninggal dunia tersebut 4 orang adalah korban
banjir dan 15 orang korban longsor.
Ribuan rumah, ribuan hektar lahan pertanian, dan fasilitas publik terendam banjir.
Akvitas masyarakat lumpuh total di Wonogiri, sebagian daerah di Yogyakarta dan
Pacitan. Jalan lintas selatan yang menghubungkan Wonogiri hingga Ponorogo juga
lumpuh karena tertutup longsor. Kerugian dan kerusakan ekonomi diperkirakan
trilyunan rupiah. Pendataan dampak bencana masih dilakukan BPBD.
"Pencarian dan penyelamatan korban longsor di Pacitan masih dilakukan. Beberapa
daerah di Pacita masih terendam banjir dan terisolir karena jalan tertutup longsor.
Bupati Pacitan telah menetapkan tanggap darurat banjir dan longsor. Kebutuhan
mendesak adalah perahu karet, alat berat, makanan siap saji, selimut, peralatan
kebersihan lingkungan dan sebagainya," ujarnya.
Sutopo menguraikan, daerah yang terendam banjir meliputi 13 desa di 3 kecamatan
yaitu Kecamatan Pacitan (Desa Sirnoboyo, Desa Sukoharjo, Desa Kayen, desa
kembang, Desa Ploso, Desa Arjowinangun, Desa Sidoharjo), Kecamatan Kebon
Agung (Desa Purworejo, Desa Banjarjo, Desa Kebon Agung), dan Kecamatan
Arjosari (Desa Pagutan, Desa Jatimalang, Desa Arjosari). Jalan lintas selatan lumpuh
total.
Di Wonogiri banjir meluas di 18 kecamatan. Terdapat 68 lokasi bencana banjir dan
longsor. 2 korban longsor telah ditemukan dalam meninggal yaiti Sri Wati (40) dan
Suyati (60) warfa Bengle RT 2 RW 5 Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten
Wonogiri. Banjir masih menggenangi beberapa wilayah.
Sementara itu bencana di DI Yogyakarta, banjir terdapat di 84 titik, sedangkan
longsor di 93 titik dan puting beliung di 116 titik. Korban telah berhasil ditemukan.
Longsor menimbun rumah di Jl Jlagran RT 01 RW 01 Pringgokusuman,
Gedongtengen Kota Yogyakarta menyebabkan 3 orang meninggal yaitu Barjono,
Dani (4) dan Aurora Tanti (3 bulan). Begitu juga korban longsor di Bantul dan banjir
di Gunung Kidul.
"Penanganan darurat terus dilakukan. BPBD bersama TNI, Polri, Basarnas, SKPD,
Tagana, PMI, NGO, relawan dan masyarakat masih melakukan penanganan darurat.
BNPB terus hadir mendampingi BPBD," imbuhnya.
Diperkirakan siklon tropis Cempaka akan bergerak menjauhi wilayah Indonesia
pada Kamis 30 November 2017. Namun masih memberikan dampak hujan deras
dan gelombang tinggi di wilayah Jawa dan Bali.
"Masyarakat dihimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi ancaman
banjir, longsor dan puting beliung," pungkasnya.
3. Mitigasi dan adaptasi

SEMINAR nasional jejaring Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK)
Indonesia di Jakarta (29-30/11) diwarnai dengan kejadian bencana alam. Setelah
utusan region Bali-Nusa Tenggara terhambat karena erupsi Gunung Agung di Bali,
utusan dari Yogyakarta juga terkendala karena siklon tropis Cempaka. Dua hari
dihantam siklon Cempaka (28 -29/11) membawa kerugian yang tidak sedikit.

Hampir seluruh Gunungkidul, sebagian Bantul dan Kulonprogo lumpuh akibat banjir dan
longsor karena hujan terus menerus dengan intensitas sedang hingga lebat. Ada 114
titik longsor dan banjir di wilayah Propinsi DIY, ada 513 KK di Gunungkidul, 50 jiwa di
Kulonprogo, dan 899 jiwa di Bantul terdampak bencana alam, dengan korban meninggal
4 orang.

Pemda DIY merespons kejadian bencana alam tersebut dengan mengeluarkan status
siaga darurat bencana. Status ini berlaku sejak tanggal 29 November 2017 hingga akhir
Januari 2018. Status siaga darurat dapat dinaikkan menjadi tanggap darurat bencana
jika jumlah kejadian bencana alam bertambah.

Banjir, tanah longsor, badai, kekeringan, kebakaran hutan, El Nino, La Nina, angin
topan/puting beliung, angin fohn (angin bohorok, gending, brubu, kumbang) adalah
beberapa jenis bencana hidrometereologi. Bencana tersebut disebabkan atau
dipengaruhi faktor-faktor metereologi (perubahan iklim), seperti curah hujan,
kelembaban, temperatur, dan angin.

Sejatinya perubahan iklim hanya pemicu bencana hidrometereologi saja. Penyebab


utama terjadinya bencana alam yang menimbulkan kerugian adalah kerusakan
alam/lingkungan yang masif sehingga daya dukung dan tampung lingkungan menurun.
Frekuensi curah hujan yang tinggi tidak sertamerta menimbulkan banjir dan tanah
longsor jika daya dukung lingkungan cukup.

Akan tetapi kerusakan ekologi pada bagian hulu dengan berkurangnya area hutan
sebagai water catchment area (daerah tangkapan air) serta infrastruktur sungai dan
drainase yang buruk menjadikan rawan bencana banjir. Satu hari saja wilayah DIY
diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi sudah menimbulkan banjir.

Peristiwa bencana alam akibat cuaca di Indonesia menunjukkan bahwa perubahan iklim
bukan lagi sebuah isu. Perubahan iklim adalah fakta yang harus dihadapi oleh kita
semua, karena terjadinya juga berkaitan erat dengan kondisi iklim sekaligus perilaku
manusia itu sendiri.

Kerentanan yang terjadi telah mengancam kelangsungan hajat hidup bersama.


Dikhawatirkan jika tidak segera diantisipasi akan mengganggu keberlangsungan
kehidupan masyarakat sekaligus pencapaian pembangunan. Adaptasi serta mitigasi
terhadap perubahan iklim adalah tindakan bijaksana agar dapat menyesuaikan diri dan
memperkuat ketahanan dalam kehidupan.

Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan upaya dalam menghadapi perubahan iklim,


yakni dengan mitigasi dan adaptasi. Bahkan keduanya sudah masuk menjadi bagian
dari Direktorat Jendral Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia. Mitigasi sendiri adalah sebuah usaha yang
dilakukan untuk mencegah, menahan dan atau memperlambat efek gas rumah kaca
(GRK) atau kenaikan suhu yang menyebabkan pemanasan global. Sedangkan adaptasi
lebih kepada upaya yang dilakukan untuk menyesuaikan diri terhadap dampak
perubahan iklim yang telah terjadi dan dirasakan dalam wujud bencana alam.

Aksi lokal tersebut adalah (1) pengendalian banjir, longsor atau kekeringan; (2)
peningkatan ketahanan pangan; (3) penanganan kenaikan muka air laut; (4)
pengendalian penyakit terkait iklim; (5) pengelolaan dan pemanfaatan sampah/limbah;
(6) pengggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi; (7) budidaya pertanian
rendah emisi GRK; (8) peningkatan tutupan vegetasi (penghijauan); dan (9) pencegahan
dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

Hampir semua aksi lokal tersebut sudah dilaksanakan Pemda DIY, seperti inisiasi
Kampung Hijau di kota Yogyakarta; manajemen infrastruktur sungai M3K (Madhep,
Mundur, Munggah Kali); bank sampah pada tingkat RT, RW hingga Desa; pembuatan
biogas sebagai energi ramah lingkungan; penghijauan pada kawasan hulu/daerah
tangkapan air; dan lainnya. Hanya saja aksi lokal tersebut masih kurang dijalankan
dengan serius.

Kejadian bencana alam siklon tropis Cempaka kali ini semoga menyadarkan kita semua
bahwa bencana alam hanya dapat diatasi secara bersama. Slogan Segoro Amarto
(Semangat Gotong Royong Agawe Majune Ngayogyakarta atau semangat gotong
royong menuju kemajuan Yogyakarta) adalah modal awal untuk mewujudkan
Yogyakarta sebagai kota ramah lingkungan.
(Arif Sulfiantono Shut MSc Msi. Fungsional PEH TN Gunung Merapi KLHK dan
Koordinator APIK Indonesai Region Pulau Jawa. Artikel ini dimuat Surat Kabar
Harian Kedaulatan Rakyat, Senin 04 Desember 2017)

Siklon dahlia

1. penyebab

BENGKULU, KOMPAS.COM — Prakirawan Badan Meteorologi,


Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) Stasiun Meteorologi Fatmawati
Bengkulu, M Fajar Handoyo, menyebutkan bahwa siklon tropis Dahlia
masih akan terjadi dalam dua hari ke depan dengan kekuatan yang terus
melemah.

"Dalam dua hari ke depan, badai siklon Dahlia masih terjadi di Bengkulu
dan Samudra Hindia, tetapi kekuatannya melemah lalu pecah," kata Fajar
Handoyo, Kamis (30/11/2017).

Siklon sebenarnya berpusat di Samudra Hindia, barat daya Banten. Akan


tetapi, ia tetap berimbas hingga perairan Bengkulu dan menyebabkan
hujan dengan intensitas tinggi, badai, dan ombak laut yang tinggi.

ajar menyebutkan bahwa siklon tropis Dahlia terjadi di bawah garis ekuator
wilayah selatan Indonesia.

Matahari yang berada di belahan selatan menyebabkan tekanan rendah di


sekitar Samudra Hindia.

"Tekanan rendah itu berbentuk memutar (siklonik). Kondisi ini juga


ditambah dengan pasokan uap air sehingga menjadi sebuah badai. Karena
posisinya di wilayah tropis, maka disebutlah siklon tropis," papar dia.

Menurut dia, BMKG telah mengetahui munculnya bibit siklon tropis Dahlia
beberapa hari sebelumnya dan menginformasikan kepada masyarakat
untuk waspada, terutama mereka yang beraktivitas di perairan laut.

"Kami telah menginformasikan pada masyarakat termasuk pelaku aktivitas


perairan laut, tetapi kami tidak melarang aktivitas di laut karena
kewenangan kami hanya menginformasikan," ujarnya.
Jakarta, CNN Indonesia -- Siklon Tropis Dahlia diperkirakan akan menimbulkan hujan sedang
hingga lebat disertai angin kencang. Kecepatan angin bisa mencapai lebih dari 36 km/jam.
Sepanjang pesisir Barat di Sumatera Barat hingga Lampung, Banten, DKI Jakarta dan Jawa
Barat, diperkirakan akan terdampak situasi ini.
Selain itu, gelombang laut dengan ketinggian 2,5 - 4 meter juga diperkirakan akan terjadi di
perairan Kepulauan Nias, Perairan Kepulauan Mentawai, Samudera Hindia di bagian barat Aceh,
hingga Kepualauan Mentawai.

Sementara gelombang laut lebih tinggi, sekitar 4 - 6 meter juga diperkirakan akan terjadi.
Wilayah yang terdampak adalah di Perairan Enggano, Perairan Barat Lampung, Samudera
Hindia Barat Enggano hingga Lampung, Selat Sunda bagian Selatan, Perairan Selatan Banten,
Samudera Hindia Selatan Banten.

Lihat juga:
Cempaka Reda, Siklon Tropis Dahlia Lahir

Untuk itu BMKG menghimbau kepada masyarakat agar mewaspadai potensi genangan, banjir,
maupun longsor. Terutama bagi warga yang tinggal di wilayah rawan banjir dan longsor.

BMKG juga mengimbau warga yang tinggal di daerah dataran rendah, daerah cekungan,
bantaran kali atau sungai, perbukitan, lereng-lereng dan pegunungan untuk mewaspadai
longsor.

Diingatkan juga potensi pohon maupun papan reklame/baliho tumbang/roboh saat terjadi hujan
disertai angin kencang.

Lihat juga:
Cempaka, Siklon Terbesar yang Pernah Terjadi di Indonesia

Selain itu bagi kapal berukuran kecil juga diingatkan agar berhati-hati terhadap
gelombang tinggi. Sementara bagi warga, diimbau agar tidak berlindung di bawah pohon
jika hujan disertai kilat/petir.

Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan
informasi cuaca 24 jam, melalui pusat panggilan 021-6546318, situs BMKG, twitter
@infobmkg , aplikasi iOS dan android "Info BMKG", atau menghubungi kantor BMKG
terdekat.

Untuk perkembangan siklon, warga juga bisa memantau dari tautan BMKG ini.
2. Dampak

Fokus, Bandung - Imbas cuaca ekstrem yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa Barat
menyebabkan sejumlah lokasi wisata ditutup untuk alasan keamanan. Namun tidak bagi objek
wisata tangkupan parahu di kawasan Lembang, Bandung Barat.

Seperti ditayangkan Fokus Indosiar, Minggu (3/12/2017), lokasi ini malah diserbu para
wisatawan. Padahal selain diselimuti kabut, angin juga bertiup cukup kencang.

Pengunjung asal Bekasi mengaku, meski khawatir, hal itu tak menyurutkan semangat mereka
untuk menikmati keindahan alam.

Salah satu lokasi wisata yang ditutup adalah pemandian air panas Cimanggu di Ciwidey. Pihak
pengelola terpaksa menutup karena imbas dari Siklon Tropis Dahlia beberapa waktu lalu
membuat sejumlah bangunan di lokasi pemandian rusak parah.

Selain pemandian air panas Cimanggu, objek wisata kawah putih juga ditutup. Akibat penutupan
ini, para pengelola wisata mengaku mengalami kerugian ratusan juta rupiah. Namun, hal ini
dilakukan demi keselamatan pengunjung.

EMPO.CO, Bandung - Posisi siklon tropis Dahlia hari ini, Jumat, 1 Desember
2017, terpantau satelit berada di perairan selatan Jawa Tengah. Peneliti
klimatologi Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN) Erma Yulihastin mengatakan,
pergerakan badai diperkirakan terus ke timur. "Cuaca ekstrem akan
banyak terjadi di Jawa Timur. Semua pihak harus waspada," katanya,
Jumat, 1 Desember 2017.

Berdasarkan sistem Sadewa (Satellite-based Disaster Early Warning


System) LAPAN, yang membuat peringatan dini bencana dan memantau
kejadian hujan ekstrem, potensi dampak badai tropis Dahlia tersebar di
sejumlah daerah dari Sumatera hingga Papua. Utamanya pada waktu
antara pukul 12.00-18.00 WIB. "Di Jawa Timur, potensi hujan ekstrem
seperti di daerah Malang, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi," ujarnya.
Hujan ekstrem itu curahnya dipatok lebih dari 5 milimeter per jam.

Baca: Siklon Tropis Dahlia di Barat Daya Jakarta, Waspadai Hujan Lebat

Potensi hujan ekstrem seperti itu juga terlihat di selatan Aceh, sekitar
Danau Toba hingga Rantauprapat Sumatera Utara, pesisir barat dekat
Sibolga, Pariaman Selatan Sumatera Barat, selatan Bengkulu. Selain itu,
Banten selatan, Cirebon, Nusa Tenggara Barat dan Timur, serta
Kalimantan Barat, Tengah, dan Selatan. Begitu pun di Sulawesi Tengah
dan Selatan, Ternate, Maluku, dan utara Papua dekat Manokwari.
Sementara laporan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG)
menyebutkan, badai tropis Dahlia yang berada di selatan Jawa Tengah
berjarak sekitar 305 kilometer sebelah selatan-barat daya Cilacap. Badai
mengarah ke timur-tenggara dengan kecepatan 15 knots atau 27
kilometer per jam dan bergerak menjauhi wilayah Indonesia.

Dampak badai itu hari ini menurut analisa BMKG, hujan sedang hingga
lebat di daerah Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat
hingga Bali. Adapun angin kencang lebih dari 20 knot (37 kilometer per
jam) berpotensi di Lampung, Banten, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur bagian barat.

KOMPAS.com — Wilayah Indonesia harus masih waspada terkait


kondisi cuaca ekstrem selama beberapa hari ke depan.

Setelah siklon tropis Cempaka mulai menjauh, siklon tropis baru bernama
Dahlia kini muncul di wilayah barat Indonesia.

Siklon tersebut berada pada posisi 8.2 LS dan 100.8 BT (sekitar 470 km
sebelah barat daya Bengkulu) dengan pergerakan ke arah tenggara
menjauhi wilayah Indonesia.

Munculnya siklon Dahlia tersebut akan berdampak peningkatan hujan


lebat, tinggi gelombang, angin kencang, dan hujan petir di sejumlah
wilayah di Indonesia.

"Hujan sedang hingga lebat akan terjadi di pesisir Barat Bengkulu hingga
Lampung, Banten, dan Jawa Barat bagian selatan," kata Kepala BMKG,
Dwikorita Karnawati.

Angin kencang dengan kecepatan lebih dari 20 knots atau 36 km/jam akan
terjadi di pesisir barat Sumatera Barat hingga Lampung, Banten, DKI
Jakarta, dan Jawa Barat.

Gelombang laut dengan ketinggian 2,5-4 meter di Perairan Kepulauan


Nias, Kepulauan Mentawai, Samudera Hindia barat Aceh, hingga
Kepulauan Mentawai.

Gelombang laut dengan tinggi 4-6 meter berpotensi terjadi di Perairan


Enggano, Barat Lampung, Samudra Hindia barat Enggano hingga
Lampung, Selat Sunda bagian Selatan, Perairan Selatan Banten, Samudra
Hindia Selatan Banten.

BMKG meminta masyarakat di daerah tersebut untuk lebih waspada,


khususnya masyaraakat di wilayah dataran rendah dan tinggi. Hujan deras
akan berpotensi banjir dan genangan. Tanah longsor perlu diwaspadai bagi
penduduk di dataran tinggi.

3. Mitigasi dan adaptasi

Vous aimerez peut-être aussi