Vous êtes sur la page 1sur 8

Terapi Imunopotensiasi atau Terapi Imunomodulator

Sistem imun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua komponen tersebut akan bekerja
secara serentak manakala tubuh mendapatkan serangan dari penyakit yang berasal dari luar
tubuh maupun dari dalam tubuh kita sendiri. Mempertahankan kekebalan tubuh diperlukan
agar tubuh senantiasa sehat. Meningkatkan dengan menjaga pola hidup sehat, yaitu
istirahat/tidur yang cukup, konsumsi makanan bergizi yang mengandung vitamin dan mineral,
dan bila perlu menggunakan imunomodulator. Imunomodulator adalah imunostimulasi atau
imunopotensiasi, yaitu cara memperbaiki fungsi sistem imun tubuh dengan menggunakan
bahan yang merangsang atau meningkatkan kerja sistem tersebut.
Kerja sistem imun tubuh kita secara sederhana terbagi dalam 3 kelompok :
1. Sistem pertahan tubuh awal : contohnya, kulit, rambut di kulit, air mata
2. Sistem pertahanan tubuh non spesifik (alamiah) : adalah sistem yang paling cepat
bereaksi ketika ada serangan virus, bakteri atau mikroba dari luar.
3. Sistem pertahanan spesifik (dapatan) : sistem ini baru bekerja ketika perlawanan sistem
imun alami kita tidak cukup dan bekerja menurut jeniis serangan virus atau bakteri yang
terjadi. Yang bekerja pada sistem ini adalah Limfosit T & B. Hasil kerja sistem inilah yang
berbentuk antibodi (IgG dan IgM)
Sistem imun berkembang sesuai dengan perkembangan tubuh kita, pada waktu bayi umumya
sistem imun masih belum banyak berkembang, beberapa komponen masih belum dapat bekerja
optimal. Dengan bertambahnya usia dari anak-nak menuju remaja hingga dewasa, sistem imun
berkembang untuk bekerja lebih optimal. Tetapi memasuki usia tua, sistem imun menurun
kemballi. Oleh karena itu, anak-anak dan lansia mudah sekali terkena penyakit.

Pada prinsipnya, orang dengan kondisi sistem imun dalam keadaan prima, tidak mudah terkena
infeksi, akan tetapi jika pada saat tertentu sistem imunterganggu atau tidak bekerja dengan baik,
maka infeksi oleh bakteri, virus atau jamur mudah masuk ke dalam tubuh. Banyak faktor yang
dapat mengakibatkan sistem imun terganggu, di antaranya: stress, kurang gizi, terlalu lelah, dsb.
Untuk mengatsinya diperlukan pola hidup sehat, antara lain : cukup istirahat, makan bergizi
seimbang, tidak stress, menghindari lingkungan yang dapat mengakibatkan sakit dan bila perlu
mengkonsusmsi obat atau suplementasi yang dapat menguatkan sistem imun (daya tahan)
tubuh.

Terapi imunopotensiasi atau Imunomodulator


Terapi Imunopotensiasi adalah upaya pengobatan untuk memperbaiki fungsi sistem imun
dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun. Imunomodulator adalah senyawa
tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun
non spesifik, dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun
humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat
berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak
atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu
meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag,
granulosit, limfosit T dan B, karena induktor paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme
pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui
sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk
meningkatkan fagositosis mikro dan makro (Gambar 1). Mekanisme pertahanan spesifik maupun
non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada beberapa sistem
pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit penggunaan imunomodulator, dalam praktek.

Imunostimulan
Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-kondisi imunosupresi.
Kelompok obat ini dapat memperngaruhi respon imun seluler maupun humoral. Kelemahan obat
ini adalah efeknya menyeluruh dan tidak bersifat spesifik untuk jenis sel atau antibodi tertentu.
Selain itu efekumumnya lemah. Indikasi imunostimulan antara lain AIDS, infeksi kronik, dan
keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik
Karakteristik imunomodulator dan metode penguji
Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak tergantung pada ukuran
molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh senyawa dengan berat molekul yang kecil
maupun oleh senyawa polimer. Karena itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya
dapat dilakukan dengan metode uji imunbiologi saja. Metode pengujian yang dapat dilakukan
adalah metode in vitro dan in vivo, yang akan mengukur pengaruh senyawa kimia terhadap fungsi
dan kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan terstimulasi dari limfosit B dan
T.

Metode uji aktivitas imunomoduator yang dapat digunakan,yaitu:

1. Metode bersihan karbon (“Carbon-Clearance”) Pengukuran secara


spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari daerah hewan. Ini merupakan
ukuran aktivitas fagositosis.
2. Uji granulosit Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau bakteri yang
difagositir oleh fraksi granulosit yang diperoleh dari serum manusia. Percobaan ini
dilakukan di bawah mikroskop.
3. Bioluminisensi radikal Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak mitogen
dengan granulosit atau makrofag, merupakan ukuran besarnya stimulasi yang dicapai.
4. Uji transformasi limfosit T Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan suatu mitogen.
Timidin bertanda ( 3 H) akan masuk ke dalam asam nukleat limfosit 1. Dengan mengukur
laju permbentukan dapat ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan
fitohemaglutinin A (PHA) atau konkanavalin A (Con A).
Persyaratan imunomodulator
Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:
1. Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.
2. Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.
3. Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.
4. Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek samping
farmakologik yang merugikan.
5. Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.
Dasar fungsional paramunitas
1. Terjadinya peningkatan kerja mikrofag dan makrofag serta pembebasan mediator.
2. Menstimulasi limfosit (yang berperan pada imunitas tetapi belum spesifik terhadap
antigen tertentu), terutama mempotensiasi proliferasi dan aktivitas limfosit.
3. Mengaktifkan sitotoksisitas spontan.
4. Induksi pembentukan interferon tubuh sendiri.
5. Mengaktifkan faktor pertahanan humoral non spesifik (misalnya sistem komplemen
properdin-opsonin).
6. Pembebasan ataupun peningkatan reaktivitas limfokin dan mediator atau aktivator lain.
7. Memperkuat kerja regulasi prostaglandin.
Bahan atau obat yang merangsang fungsi imun tersebut imunostimulan, terdiri dari
imunostimulan biologik dan imunostimulan sintetik.
Imunostimulan biologik
 Nukleotida

 Nukleotida terdapat pada air susu ibu. Akhir-akhir ini banyak susu formula yang diberi
suplementasi nukleotida. Pada penelitian uji banding kasus yang dilakukan pada bayi,
satu kelompok diberikan susu ibu atau susu formula yang disuplementasi nukleotida,
dibandingkan dengan kelompok yang diberikan susu formula tanpa nukleotida, ternyata
terdapat peningkatan aktifitas sel NK pada bayi-bayi yang diberi susu ibu dan formula
dengan nukleotida dibandingkan bayi-bayi yang diberi susu formula tanpa nukleotida.
Peneliti yang sama mendapatkan peningkatan produksi IL-2 oleh sel monosit pada
kelompok yang diberi susu formula dengan nukleotida. Nukleotida juga mengaktifkan sel
T dan sel B.

 Kolostrum
 Kolostrum mengandung “interferon like substance”, dapat menyebabkan aktifasi
sitotoksisitas leukosit. Kolostrum juga mengandung makrofag yang berfungsi sebagai
penyimpan dan pengangkut imunoglobulin.
 Gonadotropin-releasing hormone’ (GnRH)
 Gonadotropin-releasing hormone meningkatkan pertumbuhan makrofag, sel T dan
merangsang sumsum tulang, serta meningkatkan GM-CSF. Pada percobaan binatang
yang mengalami imunodefisiensi dengan meningkatkan CD4 T limfosit dan kadar serum
IgG total, sedangkan growth hormone
 Hormon timus
 Hormon timus berperan dalam sel T dan modulasi sel T yang sudah matang. Ada empat
macam hormon timus, yaitu timosin a, timolin, timopoietin, dan faktor timus humoral.
Hormon tersebut digunakan untuk memperbaiki gangguan fungsi sistem imun pada
keadaan usia lanjut, kanker, autoimun, dan kegagalan sistem imun pada pengobatan
dengan imunosupresan. Pada kasus tersebut pemberian hormon timus menimbulkan
peningkatan jumlah dan fungsi reseptor sel T serta beberapa aspek imunitas selular. Efek
samping yang mungkin timbul seperti pemberian hormon yang lain adalah reaksi alergi
lokal maupun sistemik.
 Limfokin
 Limfokin atau sitokin dihasilkan oleh limfosit yang mengalami aktivasi. Ada beberapa
limfokin antara lain faktor aktivasi makrofag (MAF), faktor pertumbuhan makrofag
(MGF), faktor pertumbuhan sel T (IL-2), faktor stimulasi koloni (CSF), interferon gamma.
Faktor yang dihasilkan oleh makrofag misalnya faktor nekrosis tumor (TNF). IL-2 dan TNF
telah dapat dibuat dengan bioteknologi genetika. TNF pada percobaan dapat
menyembuhkan beberapa tumor pada tikus. Gangguan sintesis IL-2 ada kaitannya
dengan kanker, AIDS, usia lanjut dan penyakit autoimun.
 Interferon
 Ada tiga macam interferon, interferon alfa (IFN-α) yang dihasilkan leukosit, interferon
beta (IFN-β) yang dihasilkan fibroblast, dan interferon gama (IFN-γ = interferon imun)
yang dihasilkan oleh sel T yang teraktivasi. Interferon mempunyai khasiat dapat
menghambat replikasi DNA dan RNA virus, sel normal dan sel ganas, dapat memodulasi
sistem imun. Interferon dalam dosis tinggi menghambat penggandaan sel B dan sel T
sehingga menurunkan respons imun selular dan humoral, dan dalam dosis rendah
mengatur produksi antibodi serta merangsang sistem imun yaitu meningkatkan aktivitas
membunuh sel NK, makrofag dan sel T. Efek sampingnya adalah demam, malaise, mialgia,
mual, muntah, mencret, leukopenia, trombositopenia, dan aritmia.
 Antibodi monoklonal
 Antibodi monoklonal diproduksi secara rekayasa bioteknologi. Dengan cara ini akan
dihasilkan antibodi dalam jumlah banyak terhadap epitop tunggal antigen yang
dikehendaki. Penggunaannya bersama radioisotop, toksin atau obat lain terutama pada
pengobatan neoplasma. Antibodi monoklonal dapat mengikat komplemen untuk
membunuh sel tumor manusia dan tikus pada percobaan in vivo.
 Bahan dari jamur
 Bahan yang dapat diisolasi dari jamur antara lain lentinan, krestin dan schizophyllan. Efek
imunostimulasinya adalah meningkatkan fungsi makrofag. Krestin dan lentinan sebagai
imunostimulator nonspesifik telah banyak digunakan pada pengobatan kanker.
 Bahan dari bakteri
1. Corynebacterium parvum Corynebacterium parvum adalah kuman Gram positif.
Digunakan sebagai imunostimulator dalam bentuk suspensi kuman yang telah
dimatikan dengan pemanasan. Dalam klinik digunakan untuk mencegah
pertumbuhan tumor dan mengurangi metastasis.
2. Lactobacillus acidophilus Dalam penelitian merupakan dapat menyebabkan
pergeseran pola Th-2 ke arah Th-1 walaupun hanya secara lemah meningkatkan
IFN-g.
3. Endotoksin Endotoksin merupakan lipopolisakarida, komponen dari dinding sel
bakteri gram negatif seperti E. coli, shigela, dan salmonela. Sebagai
imunomodulator diketahui dapat merangsang penggandaan sel B maupun sel T
dan mengaktifkan makrofag. Masih bersifat eksperimen karena bersifat
pirogenik dan imunogenik.
Imunostimulan sintetik
Echinacea
 Farmakodinamik Echinacea adalah peningkatan fagositosis sel granulosit manusia in
vitro
 Levamisol Dalam klinik lazim dipakai sebagai obat cacing, dan sebagai imunostimulan
levamisol berkhasiat untuk meningkatkan penggandaan sel T, menghambat sitotoksisitas
sel T, mengembalikan anergi pada beberapa kanker (bersifat stimulasi nonspesifik),
meningkatkan efek antigen, mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik terhadap limfosit,
granulosit dan makrofag. Penggunaan klinisnya untuk mengobati artritis reumatoid,
penyakit virus, lupus eritematosus sistemik, sindrom nefrotik. Diberikan dengan dosis 2,5
mg/kgBB per oral selama 2 minggu, kemudian dosis pemeliharaan beberapa hari per
minggu. Efek samping yang harus diperhatikan adalah mual, muntah, urtikaria, dan
agranulositosis.
 Isoprinosin Sebagai imunostimulator isoprinosin berkhasiat meningkatkan penggandaan
sel T, meningkatkan toksisitas sel T, membantu produksi IL-2 yang berperan dalam
diferensiasi limfosit dan makrofag, serta meningkatkan fungsi sel NK. Diberikan dengan
dosis 50 mg/kgBB. Perlu pemantauan kadar asam urat darah karena pemberian
isoprinosin dapat meningkatkan kadar asam urat.
 Muramil dipeptida (MDP) MDP adalah komponen aktif terkecil dari dinding sel
mikobakterium. Bahan tersebut kini dapat dibuat secara sintetik. Sebagai imunostimulan
berkhasiat meningkatkan sekresi enzim dan monokin, serta bersama minyak dan antigen
dapat meningkatkan respons selular maupun humoral. Dalam klinik telah banyak
digunakan untuk pencegahan tumor dan infeksi sebagai ajuvan vaksin.
 Vaksin BCG Dalam penelitian pada tikus, BCG mengurangi sensitisasi dan mengurangi
pembentukan IgE spesifik dan respons eosinofil terhadap rangsangan alergen dan
menginduksi produksi IFN-g. BCG adalah Mycobacterium bovis yang dilemahkan.
Penggunaan BCG dalam imunopotensiasi bermula dari pengamatan bahwa penderita
tuberkulosis kelihatan lebih kebal terhadap infeksi oleh jasad renik lain. Dalam
imunomodulasi BCG digunakan untuk mengaktifkan sel T, memperbaiki produksi limfokin,
dan mengaktifkan sel NK.
 Toksin kolera Toksin kolera subunit B yang berikatan dengan antigen presenting
cell mengaktifasi produksi sitokin oleh sel T.
 LW50020 LW50020 adalah suatu imunomodulator bakteria yang kini sedang dalam
penelitian, merupakan preparat beberapa bacteria yang biasanya menyebabkan infeksi
saluran nafas, bila diberikan per oral dapat meningkatkan mekanisme pertahanan paru
dengan meningkatkan migrasi limfosit lamina propria dan limfosit Peyer’s patch.
Penelitian ini dilakukan pada hewan coba BALG/c mice.
 N,N’-Diacetyl-1 Cystein N,N’-Diacetyl-1 Cystein adalah suatu dimmer disulfit dari N-
acetylcystein pada penelitian dengan hewan percobaan BALB/c meningkatkan sel
CD8+ dan sensitifitas kontak.
 Acemannan Acemannan adalah suatu b(1,4)-linked acetylated mannan, mempunyai
kasiat antivirus, diketahui menyebabkan aktivasi makrofag dan dengan IFN-g
menyebabkan apoptosis sel RAW264.7 melalui mekanisme inhibisi ekspresi bcl-2. Pada
penelitian lain acemannan meningkatkan sintesis NO. Kenaikan ini didahului dengan
peningkatan ekspresi mRNA NO synthase. Diduga prosesnya melalui peningkatan NO
synthase pada tingkat transkripsi.
 Polifenol Polifenol adalah zat aktif dari teh hitam Cammelia sinensis assamica mempunyai
khasiat imunopotensiator yaitu menaikkan aktifitas makrofag, sel blast dan limfosit T
sitotoksisitas.
 Vitamin A Pada percobaan binatang vitamin A meningkatkan aktifitas sel neutrofil CD116,
T CD8+, meningkatkan sekresi IL-2, IL-4, IL-10, IFN-g.
 Imunoterapi spesifik. Imunoterapi spesifik adalah pemberian alergen dalam dosis
rendah meningkat berjenjang dengan ekstrak alergen yang sensitif terhadap penderita.
Saat ini yang diberikan adalah ekstrak alergen hirupan dan bisa/sengat. Modulasi imun
yang ditimbulkan adalah merubah keseimbangan Th-1/Th-2 kearah Th-1. Pada beberapa
penelitian imunoterapi meningkatkan IL-2 dan IFN-g, menurunkan IL-4, IL-5 dan IL-13.
Penelitian lain menunjukkan peningkatan IgG4 dan menurunkan IgE. Kombinasi
imunoterapi dengan kortikosteroid menimbulkan modulasi imun lebih kuat ke arah Th-1.
Kortikosteroid menurunkan IL-5 lebih banyak, menyebabkan modulasi imun peningkatan
IL-2 lebih kuat.
Waspadai Penggunaan berlebihan pada Penderita Alergi
Bahaya penggunaan imunomodulator berlebihan masih belum diketahui secara pasti. Karena
hingga kini belum ada penelitian tentang akibat penggunaan imunomodulator
berlebihan. Namun harus diwaspadai tubuh akan sangat rentan terhadap alergi. Bila
sistem kekebalan tubuh normal dirangsang terus, seseorang akan tambah jadi sensitif dan
meningkatkan stimulasi alergi. Nanti kekebalannya jadi berlebihan. Sebaiknya penggunaan
imunomodulator bukan sebagai suplemen tetapi memang diperlukan di kala tubuh
membutuhkannya seperti saat daya tahan tubuh menurun atau terkena infeksi.
Imunomodulator, berbeda dengan vitamin yang dapat dikeluarkan tubuh saat tidak lagi
diperlukan atau berlebihan. Bila kekebalan tubuh terlalu berlebih, tubuh menjadi terlalu sensitif
dan keseimbangan sel-sel limfosit menjadi terganggu. Dalam tubuh itu ada keseimbangan sel-sel
limfosit yakni sel limfosit T-helper1 yang dan limfosit T-helper 2. Sel T helper 1 lebih berperan
kepada kekebalan tubuh terhadap infeksi sedangkan T helper 2 berperan pada antibodi. Pada
orang yang reaksi kekebalan tubuhnya berlebihan akan mudah alergi karena sel limfosit T-helper
2 menjadi terlalu dominan.
Daftar Pustaka :
 N.V. Bulkina, A.P. Glybochko.Clinico-Immunological Estimation of Application of
Immunomodulatory Medicine «Gepon» in Complex Therapy of Inflammatory
Periodontium Diseases. Saratov Journal of Medical Scientific Research. 2009, volume
5Issue:№2Pages: 238-242
 Spelman K, Burns J, Nichols D, Winters N, Ottersberg S, Tenborg M (June
2006). “Modulation of cytokine expression by traditional medicines: a review of herbal
immunomodulators”. Alternative Medicine Review11 (2): 128–50.
PMID 16813462. http://www.thorne.com/altmedrev/.fulltext/11/2/128.pdf.
 Jaffe HS, Sherwin SA. Immunomodulation. In: Stites DP, Terr AI, editor. Basic and clinical
immunology; edisi ke-7. Norwalk: Appleton & Lange; l99l.p.780-5.
 Bone K, Mills S. Echinacea: Structures and biological activity. Phytochem1994:27:278-84.
 Broxmeter HE, Smithyman A, Eiger RR,et al. Identification of lactoferrin as the
granulocyte-derived inhibitor of colony stimulating-activity production. J Exp
Med 1978:148:1052-68.
 Carver JD, Primentel B, Cox WI, Barnes IA. Dietary nucleotide effects upon immune
function in infants. Pediatrics 1991:83:359-63.
 Carver JD. Dietary nucleotides: Cellular immune, intestinal and hepatic system effects. J
Nutr 1994:124:1445-85.

Vous aimerez peut-être aussi