Vous êtes sur la page 1sur 16

Diagnosis dan Penatalaksanaan Demam Tifoid

Tezalonika Daranindra, Yesie Manise, Lucy Filipini Marisa Sunarno, Puspa Pelita Sukma Hermawan,
Andre Oktavian Missa, Andry Widodo, Santi Prima Natasia, Ravelia Samosir, Syafiqa Nabilah Binti
Zainal

(Kelompok PBL F1)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Abstrak
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar
typhi(S. typhi). Insidens penyakit ini sering dijumpai di negara-negara Asia dan dapat ditularkan
melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Pada permulaan penyakit, biasanya tidak tampak
gejala atau keluhan dan kemudian timbul gejala atau keluhan seperti demam sore hari dan
serangkaian gejala infeksi umum dan pada saluran cerna. Diagnosis demam tifoid ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan tambahan dari laboratorium. Terapi untuk demam
tifoid meliputi istirahat, pemberian anti-mikroba, antipiretika, serta nutrisi dan cairan yang
adekuat. Salah satu anti-mikroba yang saat ini dapat diberikan secara optimal cost-effective adalah
levofloxacin500 mg 1 kali sehari selama 7 hari. Strategi pencegahan meliputi higiene perorangan,
sanitasi lingkungan, penyediaan air bersih sampai dengan penggunaan vaksin.
Kata Kunci: Demam tifoid, Salmonella typhi, widal, flurokuinolon
Abstract
Typhoid fever is systemic infection caused by salmonella enterica serovar typhi ( S .Typhi )
.Insidens this disease often it was found in countries of asia and can be transmitted by food or
water contaminated .At the beginning of the disease , usually do not appear to be a symptom or
complaints and then several symptoms or complaint as, a fever the afternoon and a series of
symptom of infection general and on a tract of digest .The diagnosis typhoid fever enforced based
on a snapshot of the clinical and additional checks from the lab .Therapy for typhoid fever covering
break , the provision of anti-mikroba , antipiretika , and nutrition and the fluid that adekuat .One
of anti-mikroba which currently can be given in an optimum manner cost-effective is
levofloxacin500 mg 1 times daily for 7 days .To prevention strategy covering higiene individuals ,
environmental sanitation , the provision of clean water up to vaccines that were used .
Key Word: Typhoid fever, Salmonella typhi, widal, flurokuinolon
Pendahuluan
Demam tifoid telah dikenal sejak jaman dulu merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serovar typhi (S typhi). Demam tifoid termasuk ke dalam demam enterik,dan
merupakan penyakit endemik di Indonesia yang hingga saaat ini masih menjadi masalah kesehatan
di berbagai tempat. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid.
Penyakit ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan
wabah. Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari
1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan pasien baring
pasif, tampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.
Penyakit ini disertai dengan adanya demam yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda
dengan penyakit lainnya. Akan tetapi, tidak semua penyakit disertai dengan adanya demam.
Dengan gejala demam saja, kita tidak bisa menentukan secara langsung seseorang menderita
penyakit tertentu, namun harus ada gejala penunjang lain atau dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Untuk itu, tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui gejala, patofisologis, serta penatalaksanaan demam tifoid.
Anamnesis

Kemampuan mendapatkan anamnesis yang akurat harus dimiliki oleh seorang dokter sebagai
petugas medis, dalam mengobati pasiennya wajib mengetahui apa yang dikeluhkan oleh pasien
hingga pasien datang kepada dokter. Kunci dalam menegakan diagnosis seringkali ditemukan
dalam anamnesis.1,2 Anamnesis lebih baik dilakukan dalam suasana nyaman dan santai. Anamnesis
dapat dilakukan secara auto-anamnesis atau allo-anamnesis. Pada auto-anamnesis, dokter dapat
langsung bertanya kepada pasien. Sedangkan allo-anamnesis, dokter bertanya pada keluarga
terdekat ataupun orang terdekat yang mengetahui kondisi pasien.

Anamnesis sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk dapat
mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Pertanyaan tersebut meliputi identitas pasien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga,
dan riwayat pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan,
lingkungan).1
Selanjutnya, dokter mulai mengarahkan pertanyaan-pertanyaan. Beberapa pertanyaan tambahan
akan sangat membantu memfokuskan pemeriksaan fisis, sehingga dapat menegakan atau
menyingkirkan diagnosis penting, seperti:1
1. Sejak kapan muncul demam?
2. Bagaimana intensitas demamnya?
3. Demamnya saat kapan saja? Sepanjang hari dan lebih tinggi menjelang sore hari?
4. Apakah keluhan penyerta yang dirasakan?
5. Apakah sebelumnya ada kegiatan berpergian ke daerah endemis?
6. Apakah sebelumnya ada makan sembarangan?
7. Bagaimana sanitasi lingkungan di sekitar tempat tinggal? Apakah bersih atau tidak?
8. Riwayat penyakit dahulu?
9. Riwayat penyakit keluarga?
10. Riwayat pribadi?

Pada kasus skenario 6, hasil anamnesis yang didapat yaitu keluhan utamanya adalah demam sejak
1 minggu yang lalu, dan demam ini dirasakan sepanjang hari, terutama lebih tinggi menjelang sore
hari, serta didapat keluhan tambahan yaitu demam disertai pusing, nyeri perut, mual, muntah, dan
pasien belum BAB sejak 4 hari yang lalu.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada pasien adalah mengukur tekanan darah, mengukur suhu
tubuh, nadi dan mengukur penapasan pasien. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus
skenario 6, didapatkan bahwa keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran pasien adalah
compos mentis, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dan dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.

Selain tingkat kesadaran, pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 120/80 mmHg, suhu
tubuh 37,80C, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi napas 18x/menit. Dari pemeriksaan fisik diatas
tanda khas yang dapat membantu menegakkan diagnosis berupa sifat demam pada sore hari
disertai pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada ulu hati. Namun hal ini belum
dapat menegakkan diagnosis sehingga diperluka beberapa pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis. 1,2

Pemeriksaan Penunjang

Demam tifoid menunjukkan gejala klinis yang tidak spesifik, sehingga diagnosis klinisnya tidak
mudah, oleh karena itu harus didukung dengan diagnosis laboratorium Pada kasus skenario 6,
pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb = 14 g/dl,
Ht = 42%, leukosit = 4000/μl, dan trombosit = 200.000/μl. Pemeriksaan lainnya adalah Widal
dengan titer S. typhi O = 1/320, S. typhi H = 1/160, S. paratyphi AO = 1/80, dan S. Paratyphi AH
= -.

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis pasti demam typhoid terdiri
dari pemeriksaan darah perifer, uji widal, dan uji tubex.3

Pada pemeriksaan darah perifer sering ditemukan leukopenia, Walaupun pada pemeriksaan darah
perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula
dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.4,5
Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan pada keadaan
penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat dijumpai pergeseran hitung jenis sel darah
putih ke kiri, sedangkan pada stadium lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis
relatif ). Ciri lain yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofilia
(menghilangnya eosinofi).5

Uji Widal

Tes serologik baku yang digunakan di dalam diagnosis demam tifoid adalah reaksi widal. Uji
Widal dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S. typhi, di mana kadar ( titer) zat anti
yang beredar di darah ( agglutinin) diukur.4,6 Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara
antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji
Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid,
yaitu aglutinin O (dari tubuh kuman), aglutinin H (flagela kuman) dan aglutinin Vi (simpai
kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.4
Zat agglutinin baru mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam atau awal minggu kedua
sakit, kemudian titernya akan meningkat seirirng berjalannya waktu secara cepat dan mencapai
puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa waktu. Titer agglutinin tersebut
dipengaruhi oleh antibiotika.4,6
Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti oleh agglutinin H Biasanya
antibodi antigen O dijumpai pada hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-
12 setelah sakit. Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-
6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan. Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk
menentukan kesembuhan penyakit.4,5 Pada tes widal, kenaikan titer agglutinin O menyatakan
adanya demam tifoid akut, sedangkan kenaikan titer H dikaitkan dengan keadaan seperti pasca
vaksinasi dan pasca infeksi.6
Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positif demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak
mendapat vaksinasi atau sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80
merupakan positif. Tes widal yang dilakukan 1 kali baru akan memberikan manfaat bilamana
batas ambang ( cutoff point) uji tes untuk daerah setempat diketahui. Beberapa laporan yang ada
tiap daerah mempunyai nilai standar Widal tersendiri, tergantung endemisitas daerah tersebut.
Misalnya: Surabaya titer OD > 1/160, Yogyakarta titer OD > 1/160, Manado titer OD > 1/80,
Jakarta titer OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD 1/320.4,6
Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang
beberapa hari ( 7-10 hari) atau bila klinis disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata
titer orang sehat setempat., maka penderita dianggap pasti menderita demam tifoid5,6
Uji TUBEX

Uji TUBEX merupakan uji semikuantitatif kolometrik yang cepat dan mudah untuk dikerjakan.
Uji ini mendeteksi antibody anti S. typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan
antara IgM anti-O9 yang terkonjungasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida
S. typhi yang terkonjungasi pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji TUBEX ini menunjukkan
terdapat infeksi Salmonellae serogroup D, antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9
dan hanya dijumpai pada Salmonella serogroup D. walau tidak secara spesifik menunjuk pada S.
typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.5

Secara imunologi antigen O9 bersifat imunodominan sehingga dapat merangsang respon imun
secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena
sifat-sifat tersebut, respon terhadap antigen O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5
untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji Tubex
hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan
sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.

Ada 3 macam komponen pada tes ini yaitu (i) reagen ( LPS) yang terabsorbsi pada partikel
magnetik (RE-m), (ii) antibody yang dikonjugasikan partikel lateks yang diberi zat warna (AB-k),
(iii) zat anti ( agglutinin) penderita yang diuji (AG-t).6 Reagen A yang mengandung partikel
magnetik yang diselubungi antigen S. typhi O9, reagen B yang diselubungi dengan antibodi
monoklonal spesifik untuk antigen O9. Intepretasi hasil dilakukan berdasarkan larutan campuran
yang bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Bila AB-k berikatan dengan RE-m yang
kemudian mengalami sedimentasi dengan digunakannya suatu medan magnit, maka warna cairan
yang ada diatasnya akan berubah menjadi kemerahan ( reaksi: negative). Sebaliknya, bila ada
agglutinin spesifik tifoid ( AG-t), AG-t akan berikatan dengan RE-m dan menghambat terjadinya
reaksi antara RE-m dan AB-k, hasilnya warna cairan di tabung tidak berubah, warna kebiruan (
reaksi: positive). Berdasarkan warna tersebut ditentukan skor dimana kurang dari 2 maka
intepretasinya adalah negatif. Jika skor sama dengan 3 maka intepretasinya adalah borderline
dimana harus dilakukan pengujian lagi untuk memastikan hasilnya. Kemudian jika skor
menunjukkan lebih dari 4 maka intepretasinya adalah positif, yang jika menunjukkan angka lebih
dari 6, maka infeksi tifoid sudah sangat kuat.3,4,6
Uji Typhidot
Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan IgG. Terdeteksinya
IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan
demam tifoid akut pada fase pertengahan. Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah
infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan kasus dalam masa
penyembuhan. Yang lebih baru lagi adalah Typhidot M yang hanya digunakan untuk mendeteksi
IgM saja. Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan
Typhidot. Pemeriksaan ini dapat menggantikan Widal, tetapi tetap harus disertai gambaran klinis
sesuai yang telah dikemukakan sebelumnya.4,5,6
Uji IgM Dipstick

Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum
atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S.
Typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang
dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan
serum pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada
suhu 4-25ºC di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi
strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama tiga jam pada suhu kamar. Setelah
inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan
penilaian terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol
harus terwarnadengan baik.4,6

Kultur Darah

Hasil biakan darah yang positive memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative tidak
menyingkirkan demam tifoid yang mungkin disebabkan oleh bebrapa hal seperti (i) telah
mendapatkan antibiotik sebelum dilakukan kultur menyebabkan pertumbuhan kuman di dalam
media biakan terhambat dan hasilnya menjadi negative. Untuk daerah endemik dimana sering
terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah (hanya 10-20% kuman
saja yang terdeteksi). (ii) volume darah kurang (ideal perlu 5cc darah). Kultur darah merupakan
gold standard metode diagnostik dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila darah yang
tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa). (iii) vaksinasi di masa lampau
menimbulkan antibodi ( agglutinin) dalam darah pasien. Antibody dapat menekan bakterimua
hingga biakan darah didapatkan negative. (iv) waktu pengambilan darah setelah minggu pertama,
saat agglutinin semakin meningkat.4,5
Kultur Empedu

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Tifoid/Paratifoid.
Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/Paratifoid.
Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/Paratifoid, karena hasil biakan
negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit
(kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku
dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam
minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.3,4,7

Diagnosis Banding

Jika semua gejala klinik telah di temukan, termasuk bintik merah muda, demam yang lama,
bradikardia relatif, fan leukopenia. Diagnosis demam tifoid akan positive. Walaupun demikian
demam tifoid menunjukkan gejala klinis yang tidak spesifik, sehingga diagnosis klinisnya tidak
mudah.8,9,10 Diagnosis banding merupakan suatu diagnosis pembanding dengan gejala yang serupa
terhadap penyakit utama, yang didapatkan ketika melakukan anamnesis.1
Diagnosis banding termasuk infeksi yang berkaitan dengan demam lama seperti leptospirosis,
hepatitis virus, malaria, Chikungunya dan dengue fever.8,9
Demam berdarah dengue ( DHF/DSS) disebabkan oleh arbovirus yang ditularkan nyamuk Aedes
sp. Virus ini mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4, dan keempat serotype ini mempunyai gejala yang berbeda-beda jika menyerang manusia. Gejala
yang timbul pada masa inkubasi ( 3-8 hari) di mana masa inkubasi dimulai dari gigitan nyamuk
sampai timbul gejala berlangsung selama 2 minggu. Darah penderita sudah mengandung virus 1-
2 hari sebelum terserang demam. Gejala berupa demam yang mendadak tinggi, nyeri kepala hebat,
nyeri punggung, nyeri otot, dan kekakuan. Demam bersifat bifasik, sempat hilang timbul.
Ditemukan ruam maculopapular, terjadi mimisan dari hidung dan gusi, terjadinya melena (buang
air dengana kotoran berupa lendir yang bercampur darah) pada tahap lanjut. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit diatas 20%),
selain itu pada DSS peningkatan permebilitas vascular menyebabkan terjadinya syok, dan
perdarahan.1,4,10
Chikungunya adalah penyakit sejenis demam yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh
gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Gejala utama terkena penyakit chikungunya adalah
tiba-tiba penderita mengalami demam yang meninggi selama lima hari, sehingga dikenal pula
istilah demam lima hari diikuti dengan linu di persendian. Bahkan karena salah satu gejala yang
khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang. Ada yang
menyebutnya sebagai demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan
infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. Bedanya dengan demam
berdarah dengue, pada chikungunya tidak terdapat perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun
kematian.4,10

Malaria penyakit malaria disebabkan oleh adanya infeksi parasit plasmodium di dalam eritrosit
atau jaringan yang dibuktikan dengan pemerikasaan mikroskopik yang positif, adanya antigen
malaria dengan tes cepat, ditemukan DNA’ RNA parasite pada pemeriksaan PCR. Penderita
biasanya menunjukan gejala berupa demam tinggi yang bersifat paroksimal disertai menggigil,
berkeringat dan nyeri kepala, selain itu didapat anemia, dan splenomegali . dapat berlangsung akut
maupun kronik, dan dapat berlangsung tanpa atau mengalami komplikasi sistemik yang dikenal
dengan malaria berat.4,10,11

Jenis demam pada malaria menurut ulangan demamnya ada 2 jenis utama yaitu tertiana dan
kurtana. Demam paroksismal tertiana yaitu demam yang berulang setiap 48 jam atau setiap hari
ketiga, sedangkan demam paroksimal kuartana yaitu demam yang berulang setiap 72 jam atau
setiap hari keempat. Serangan demam malaria terjadi selama 2-12 jam, dengan 3 stadium yaitu
stadium mengigil, acme, dan sudoris. Dua atau tiga hari kemudian terulang kembali serangan
demam dengan stadium-stadium yang sama.4,10,11

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonis yang disebabkan leptospira ini terjadi setelah kontak
dengan air yang terinfeksi oleh urin hewan yang mengandung leptospira.
Leptospira akan menembus kulit dan mukosa, dan berkembang biak di dalam darah. Infeksi dapat
asimptomatik, tetapi pada 5-15% kasus dapat berat atau fatal. Masa inkubasi leptospirosis 7-12
hari.
Dapat terjadi gejala yang berspekrum luas mulai dari demam tinggi disertai menggigil, nyeri
kepala, nyeri otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang, juga didapati mual tanpa
muntah ynag disertai diare sampai sepsis berat disertai konjungtivis, dan gagal ginjal (adanya
leptospira di jaringan ginjal akan memicu proses nefritis interstisial dan nekrosis tubular akut).
Pada kulit dijumpai rash yang berupa maculopapular. Leukositosis dan trombositopenia sering
ditemukan.1,4,12
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien setelah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien. Pada penegakan diagnosis, penderita
demam tifoid pada umumnya mengalami demam meningkat lalu menetap berangsur-berangsur.
Demam terus menerus dan biasanya tinggi pada sore hari. Kesadaran pasien biasanya sadar
sepenuhnya tetapi biasanya terlihat mengantuk. Lalu disertai dengan pusing, nyeri perut, mual,
dan muntah. Dimungkinkan terjadi pembesaran limfa dan hati sehingga menyebabkan nyeri tekan
di regio epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan anemia karena pendarahan
usus dan leukopenia akibat sitotoksik dengan demam yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi.
Pada kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut mengalami demam tifoid karena panas
sepanjang hari dan lebih tinggi menjelang sore hari. Pada tes titer widal ditemukan bahwa hasilnya
1/320 pada S.typhi O dan 1/160 S.typhi H.

Etiologi
Salmonellae merupakan basil Gram negative tidak berkapsul, hampir selalu motil dengan
menggunakan flagella peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih bentuk antigen H. Serotipe
berdasarkan pada beberapa komponen antigen antara lain antigen O (dinding sel) yang merupakan
lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup. Antigen H (flagella) komponen protein berada dalam
flagella dan bersifat spesifik spesies. Antigen Vi (virulen) polisakarida dan berada di kapsul yang
melindungi seluruh permukaan sel. Kuman yang termasuk dalam family Enterobactericiae ini
umumnya bukan peragi laktosa. Kuman ini umumnya menghasilkan H2S. Sejumlah kecil
serogroup telah didefinisikan, dan sebagian besar pathogen pada manusia adalah anggota grup A
samapai D. Klasifikasi utama membagi genus menjadi 3 spesies, yaitu S. typhi, S. choleraesuis,
S.enteritidis.6,8,9
Epidemiologi
Karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang beradaptasi pada
manusia, sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada penderita karier. Penyebab yang terdekat
mungkin air ( cara yang paling sering) atau makanan yang terkontaminasi oleh penderita karier.
Karier menahun umum berusia lebih dari 50th, lebih sering pada perempuan.8,9
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air
bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar
negara berkembang. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus
dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000
populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika
Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya,
Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk
rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.4
Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk Salmonella
typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air
laut dan selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang
dibekukan.Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau
permulaan musim hujan. Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang tertelan secara oral.
Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses. Di Indonesia,
insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Selain itu, individu
yang paling mungkin berisiko adalah penularan dalam anggota keluarga dengan riwayat terkena
demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk
makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah. Pekerja laboratorium
bakteriologi4,5,8,9

Gambar 1: Insiden Demam Tifoid Per 100.000 Penduduk dan Usia Pasien
Patogenesis

Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan.
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan,sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung,
sebagian lolos kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam
tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Bila respon imun humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik, maka bakteri akan melekat pada mikrovili, dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat melakukan
replikasi dalam makrofag. Selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian
Salmonella typhi menyebar ke kelenjar getah bening mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh
darah melalui sistem limfatik ( mengakibatkan bakterimia pertama/sementara yang simtomatik).
Lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri dalam sel sehingga menimbulkan penyakit4,5,8

Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah
biasanya masih memberikan hasil yang negative. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam
organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Di organ-
organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak diluar sel atau ruang
sinusoid.4,5

Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan
menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia
sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia
dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan
ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches
di mukosa ileum terminal bakteri dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu kuman akan masuk kembali kedalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke sirkulasi setelah menembus usus. 4,5,8

Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag yang telah teraktivasi hiperaktif, maka saat
fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan dari beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya
akan menimbulkan demam,malaise,sakit kepala, dan sakit perut.4

Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hiperplasia jaringan . Perdarahan slauran
cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis
ini dapat berkembang hingga ke lapisan serosa usus, otot, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella
dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.4,5
Gambar 2: Patofisiologi Demam Tifoid4

Gejala Klinis

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Pada minggu pertama gejala klinis.
Penyakit ini secara khas memberikan gejala peningkatan suhu badan yang seperti naik tangga
setiap hari sampai 400 C, yang dikaitkan dengan demam, nyeri kepala, pusing,nyeri
otot,anoreksia,mual, diare yang dikaitkan dengan nyeri tekan pada perut. Gejala dan keluhan yang
ditemukan serupa dengan penyakit infeksi akut lainnya.4,8

Sifat demam adalah meningkat secara perlahan-lahan terutama pada sore hari dan malam hari.
Dalam minggu kedua gejala yang ditimbulkan menajdi lebih jelas, berupa demam tinggi dan
menetap, bradikardia relative ( terjadi peningkatan suhu 10C yang tidak diikuti oleh peningkatan
denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput ( kotor dibagian tengah, tepi, ujungnya merah,
dan tremor), hepatomegaly,splenomegaly,meterosismus, gangguan mental berupa somnolen,
sopor, koma. Roseolae (ruam makular atau makulo popular) jarang ditemukan pada orang
Indonesia.4,6
Pada pasien lain, perdarahan usus dan perforasi dapat terjadi pada minggu ketiga dan keempat
kesakitan,saat pasien seharusnya sembuh.8

Gambar 3: Rose spot.9

Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu
Istirahat dan perawatan

Dengan tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan
perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, buang air kecil, dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan
tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan pakaian yang di pakai.4,5,6
Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)

Pertama pasien diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Syarat makanannya yaitu makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin dan
protein, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas,
makanan lunak diberikan selama istirahat.4,5,6

Pemberian antimikroba

Pemberian obat-obatan antimikroba bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran


kuman. Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah
kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisilin dan amoksilin, sefalosporin generasi ketiga.
Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis untuk orang
dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan
kloramfenikol suksinat intramuskuler tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat
diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan kloramfenikol, demam pada demam tifoid
dapat turun rata-rata 5 hari. 4,5,13
Tiamfenikol, dosis dan efektivitasnya pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi
hematologis seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik pada penggunaan tiamfenikol lebih
jarang daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tifoid dapat
turun rata-rata 5-6 hari.4,5,13
Kotrimoksazol, efektivitasnya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang
dewasa 2 kali 2 tablet sehari, diberikan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg
trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol, demam rata-rata turun setelah
5-6 hari.4,5,13

Ampisilin dan Amoksilin. Dalam hal kemampuan menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan
amoksilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah
pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB
sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam.4,5,13

Sefalosporin generasi ketiga. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga
antara lain sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid. Dosis yang
dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam perinfus
sekali sehari, diberikan selama 3 sampai 5 hari.4
Fluorokinolon, terdiri atas norfloksasin, siproflosaksin, oflosaksin, peflosaksin, dan fleroksasin.
Levofloksasin. Fluoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan memiliki efektivitas yang baik
adalah levofloxacin.4,5
Pada wanita hamil, tidak dianjurkan pemberian kloramfenikol pada trimester ketiga karena
dikhawatirkan dapat terjadi partus prematus, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada
neonates. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester pertama kehamilan karena
kemungkinan efek teratogenik yang belum dapat disingkirkan. Demikian juga obat golongan
fluorokuinon dan kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Obat yang dianjurkan
adalah ampisilin, amoksilin, dan seftriakson.4,5

Tabel 1: Antibiotik Yang Diberikan Pada Demam Tifoid Tanpa Komplikasi Menurut WHO
2003.5
Komplikasi

Ssebagai suatu penyakit sistemik, maka hamper semua organ tubuh bisa diserang dan
menimbulkan berbagai komplikasi serius, antara lain komplikasi intestinal termasuk
perdarahan,perforasi, ileus miokartidis, tromboflebitis.
Komplikasi Intestinal

Perdarahan intestinal

Pada plak peyeri yang terinfeksi dapat menimbulkan luka pada usus. Bila luka menembus lumen
usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila luka menembus
dinding usus maka perforasi dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Perdarahan dikatakan
akut darurat secara klinis bila terdapat perdarahan sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan factor
hemostasis dalam batas wajar. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah atau gabungan kedua faktor.4,6
Perforasi usus

Perforasi usus terjadi pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Penderita demam tifoid dengan perforasi biasanya akan mengeluh nyeri perut yang hebat terutama
di daerah kuadran kanan bawah ( bagian ileum) yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan
disertai dengan tanda-tanda perforasi lainnya adalah bising usus yang melemah, nadi cepat,
tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.4,6

Gambar 4: Perforasi Usus.9


Komplikasi Eksta-Intestinal

Komplikasi Hematologi: trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin time,


peningkatan partia thrombopastin time, peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi
intravaskuler diseminata dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.
Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi
trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau menigkatnya destruksi trombosit di sistem
retikuloendotelial.4
Hepatitis tifosa. Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan
demam tifoid dan lebih banyak dijumpai pada S. thypi daripada S. paratyphi. Untuk membedakan
apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan
fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Hepatitis tifosa dapat terjadi pada
pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi
hepatoensefalitis dapat terjadi.4
Komplikasi Neuropsikiatrik. Gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan
atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor, atau koma)
dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih
dalam batas normal.4

Prognosis

terapi demam tifoid yang cocok, terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada stadium
dini, snagat berhasil. Angka kematian harus dibawah 1 persen, dan hanya sedikit penyulit yang
terjadi.8

Pencegahan
Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang
tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan,
sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari, dan pemeberian vaksin sesuai kebutuhan
Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring dengan munculnya kasus resistensi.4,5,6
Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan secara subkutan
atau intra-muskuler. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi
setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan efi kasi perlindungan sebesar 70-80%. 4,5
Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan pada anak usia 6 tahun
ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari
sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi
perlindungan 67-82%.,4,5,6
Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan memberikan efi kasi perlindungan
91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi. Efi kasi vaksin ini menetap selama 46 bulan dengan efi
kasi perlindungan sebesar 89%.5

Kesimpulan
Demam typhoid merupakan penyakit yang disebabkan kuman Salmonella typhi dan ditularkan
melalui lalat yang terdapat pada makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan kuman
Salmonella typhi. Gejala yang khas dari demam typhoid adalah demam yang terus menerus dan
lebih tinggi menjelang sore hari .Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
dan pemeriksaan tambahan dari laboratorium. Untuk itu menjaga kebersihan dan pemberian vaksin
sesuai kebutuhan. sangat diperlukan sehingga mengurangi resiko terkena penyakit demam typhoid
Daftar Pustaka

1. Davey P, Rahmalia A, Novianty C R (penterjemah). At a glance medicine. Jakarta:


Erlangga. 2005. h. 298-99
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemerikasaan fisik. Jakarta: Erlangga.2007. h. 13
3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. “Bakteriologi batang gram negative enteric (
Enterobacteriaceae) “, dalam Mikrobiologi kedokteran. Edisi 25. Jakarta: Salemba Medika.
2017. h. 232-36
4. Sudoyo AW,et al., “ Penyakit tropik dan infeksi”, dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid 3. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing. 2017. h. 539-43, 549-57, 595, 633,
5. Nelwan RHH. Tata laksanan terkini demam tifoid. CDK. 2012; 39(4): 247-50
6. Lesmana M. Enterobacteria:salmonella dan shigella. Jakarta: Universitas Trisakti. 2006. h.
50-74
7. Kresno SB. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2010. h. 405-36.
8. Isselbacher, et al., Hartono A (penterjemah).“ Penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif ”, dalam Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Vol 2. Edisi 13. Jakarta:
EGC. h. 755-58
9. Kasper. et al., “Infectious disease: salmonellosis”, in Harrison’s principal internal medicine
19th edition. New York: MGC. 2016. h. 1049-53
10. Inge Sutanto, Is Sumariah Ismid, Pudji K. Sjarifudin, Saleha Sungkar. 2016. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FKUI. h. 189,265
11. Liwan A S. Diagnosis dan penatalaksanaan malaria tanpa komplikasi pada anak.
CDK.2015; 42(6): 247-48
12. Amin LZ. Leptospirosis. CDK.2016;43(8): h 576-77
13. Juwita S, Hartoyo E,Budiarti LY. Pola sensitivitas in vitro salmonella typhi terhadap
antibiotik kloramfenikol, amoksisilin, dan kotrimoksazol di bagian anak RSUD Ulin
Banjarmasin periode mei-september 2012. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2013; 9 (1):
2013. 29-30

Vous aimerez peut-être aussi