Vous êtes sur la page 1sur 21

MAKALAH

FARMAKOBAHARI
“Bahari Sebagai Aktivitas AntiKanker”

Oleh:
Legiseu Legianis (2404114021)
Mutia Indah Nurwahidah (2404114024)
Moch Dedin Maulidin (2404114025)
Nenden Juita komalasari (2404114026)
Neng Sri Wulansari (2404114027)

Kelas (A)

JURUSAN S1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini.
Makalah Farmako Bahari ini dengan judul “Bahan Bahari dengan Aktifitas
sebagai Antikanker ” dapat disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmako
Bahari. Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah
membantu memotivasi dan memberi masukan-masukan yang bermanfaat sehingga
kami dapat membuat makalah ini dengan baik. Khususnya, kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Farid Perdana, M.Si., Apt. selaku dosen mata kuliah
Farmako Bahari yang telah memberi tugas makalah ini dan juga orang tua dan teman-
teman yang selalu mendukung kami dalam segala situasi.
Penulisan makalah ini belum sempurna untuk itulah kami mengharapkan
kritikan positif yang membangun demi menyempurnakan makalah ini. Demikianlah
kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung pembuatan
makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4

1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................................5

1.3 Tujuan...........................................................................................................................5

1.4 Manfaat.........................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................7


2.1 Definisi Kanker.............................................................................................................7

2.2 Patofisiologi Kanker......................................................................................................8

2.3 Senyawa Antikanker....................................................................................................10

2.4 Cara Pengolahan..........................................................................................................15

2.4.1 Aktivitas Anti Tumor Ekstrak Spons Karang Lunak.............................................15

2.4.2 Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta..............................................18

2.4.3 Ekstrak Spons fascigera Terhadap Larva Artemia salina L............................19

BAB III PENUTUP.............................................................................................................22


3.1 Kesimpulan..................................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di negara-negara
berkembang setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi. Menurut perkiraan
WHO, pada tahun 2015 diperkirakan ada 9 juta orang meninggal karena kanker
dan tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta kematian karena
kanker. Jumlah penderita kanker setiap tahun juga meningkat mencapai 6,25 juta
orang dan dua pertiganya berasal dari Negara berkembang seperti Indonesia.
Sampai saat ini belum ditemukan obat kanker yang ideal, yang menghancurkan
selsel kanker tanpa mencederai sel-sel yang normal.
Penanganan kanker umumnya menggabungkan pembedahan dan radiasi
dengan pengobatan kemoterapi. Obat-obat tersebut di atas memberikan efek
samping berupa mual, muntah, rambut rontok, iritasi kandung kemih (sistitis)
disertai terdapatnya darah dalam air kemih. Hal ini mendorong peneliti-peneliti
untuk mengeksplorasi senyawa-senyawa bioaktif antikanker dari bahan-bahan
alam sehingga efek sampingnya bisa lebih kecil dan harganyapun lebih
terjangkau.
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang terletak di
kawasan tropis merupadengan keanekaragaman hayati laut tertinggi
(megabiodiversity) salah satunya adalah spons. Jumlah spesies spons di Indonesia
di perkirakan sebanyak 830 spesies. Dengan banyaknya spesies spons tersebut
semakin besar peluang untuk ditemukannya senyawa-senyawa bioaktif. Spons
mensintesis metabolit sekunder (senyawa bioaktif) yang bersifat toksik untuk alat
pertahanan diri melawan bakteri, fungi, dan virus. Beberapa penelitian tentang
bioaktivitas antikanker dari biota laut telah banyak dilaporkan. Rasyid (2009)
melaporkan bahwa spons Cryptotethia crypta berpotensi sebagai obat antikanker.
Dari hasil penelitiannya, Puji et al. (2005) mengungkapkan bahwa spons
Petrosia.sp juga potensial sebagai antikanker. Selain itu, beberapa penelitian
tentang uji sitotoksisitas dari spons juga telah banyak dilaporkan.
Setyowati et al. (2007) melaporkan bahwa dari hasil uji sitotoksik
terhadap sel myeloma menunjukkan bahwa ekstrak kloroform spons Kaliapsis sp
aktif terhadap sel myeloma dan noda-noda KLT yang diperoleh potensial sebagai
senyawa sitotoksik dengan aktivitas tertinggi pada noda 1 dengan harga LC50
sebesar 0,28 µg/mL. Selain itu ekstrak metanol Crella papilata dilaporkan
memiliki aktivitas sitotoksik yang tinggi terhadap sel tumor HeLa dan Mieloma.
Trianto (2005) melaporkan bahwa hasil uji antikanker ekstrak spons Haliclona sp
memberikan LC 50 sebesar 8,16 µg/mL, sedangkan ekstrak spons Agelas
nakamurai sebesar 4,50 µg/mL. Uji pendahuluan untuk senyawa yang bersifat
antikanker umumnya menggunakan uji toksisitas terhadap larva Artemia salina L.
Jika dalam uji tersebut suatu bahan mempunyai LC50 lebih kecil dari 1000 ppm
maka bahan tersebut berpotensi sebagai antikanker.
Pada uji pendahuluan telah dilakukan uji toksisitas menggunakan larva
Artemia salina.L terhadap beberapa ekstrak spons Ianthella basta. Ekstrak
kloroform menunjukkan toksisitas paling tinggi, selanjutnya ekstrak tersebut
dimurnikan dan diisolasi senyawanya. Selanjutnya fraksi yang paling toksik
diidentifikasi senyawanya.

1.2 Perumusan Masalah


- Apa yang dimaksud dengan kanker ?
- Bagaimana patofisiologi kanker ?
- Senyawa apa saja yang berkhasiat sebagai anti kanker ?
- Bagaimana cara pengolahannya ?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
pengertian kanker, patofisiologi kanker, senyawa yang beraktifitas sebagai anti
kanker, dan cara pengolahannya.
1.4 Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan Antikanker.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker


Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar
penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang
digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan
kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh
melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah
tubuh dan menyebar ke organ lain. Proses ini disebut metastasis. Metastasis
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker (WHO, 2009).
Menurut National Cancer Institute(2009), kanker adalah suatu istilah
untuk penyakit di mana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan
dapat menyerang jaringan di sekitarnya.
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma
ganas, dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker
(Price et al., 2006).
Neoplasma secara harfiah berarti "pertumbuhan baru". Suatu neoplasma,
sesuai definisi Wills, adalah "massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta
terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah
berhenti" (Kumar et al., 2007).
Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma.
Semua istilah tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau
gumpalan, dan kadang-kadang istilah " tumor sejati" dipakai untuk membedakan
neoplasma dengan gumpalan lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan
sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada pula yang ganas (Price et al., 2006).
2.2 Patofisiologi Kanker
Mekanisme pembentukan neoplasma atau tumor ganas disebut dengan
karsinogenesis. Karsinogenesis merupakan suatu proses multi-tahap. Proses
transformasi sel normal menjadi sel ganas melalui displasi terjadi melalui
mekanisme yang sangat rumit, tetapi secara umum mekanisme karsinogenesis ini
terjadi melalui empat tahap (Campbell, Reece, Mitchell, 2007) yaitu:
1. Tahap Inisiasi
Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat
irreversible, dimana gen pada sel normal bertransformasi menjadi malignan.
DNA dirusak oleh zat-zat inisiator seperti radiasi dan radikal bebas dapat
mengganggu proses reparasi normal, sehingga terjadi mutasi DNA dengan
kelainan pada kromosomnya. Kerusakan DNA ini diturunkan pada anak-anak
sel dan seterusnya. Tahap inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa
hari.
2. Tahap Promosi
Pada proses proliferasi sel terjadi pengulangan siklus sel tanpa
hambatan dan secara continue terus mengulang. Diteruskan dengan proses
metastasis dimana penyebab utama dari kenaikan morbiditas dan mortalitas
pada pasien dengan keganasan. Dalam berlangsungnya proses ini melibatkan
interaksi kompleks, tidak hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri,
namun matriks ekstraseluler, membran basal, reseptor endotel serta respon
kekebalan host yang berpartisipasi. Mekanisme metastasis merupakan indikasi
bahwa mekanisme pertahanan pasien kanker gagal untuk mengatasi dan
memblokir penyebaran sel kanker. Setelah itu terjadi lagi proses
neoangiogenesis.
3. Tahap angiogenesis
Tahap angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru
yang terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan. Angiogenesis juga terlibat dalam proses penyembuhan, seperti
pembentukan jaringan baru setelah cidera. Angiogenesis juga merupakan
tahap yang sangat penting dalam karsiogenesis atau pertumbuhan sel kanker
sehingga terjadi perkembangan sel kanker yang tidak terkendali dan bersifat
ganas. Angiogenesis dapat berkembang menjadi sesuatu yang bersifat
patologis dan berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit kulit dan
penyakit mata. Kondisi patologi angiogenesis ini diawali oleh pembentukkan
pembuluh darah baru dan penghancuran sel normal yang ada di sekitarnya.
Berbeda dangan angiogenesis fisiologis, angiogenesis patologi ini dapat
berlangsung lama sampai beberapa tahun dan biasanya berhubungan dengan
beberapa gejala klinis.

4. Tahap Progresif
Pada tahap progresif gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh
kerusakan DNA mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari
sel-sel ganas. Terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen.
Pada tahap progresi ini timbul perubahan benigna menjadi pra-
malignan dan malignan. Metastasis kanker terjadi akibat penyebaran sel
kanker utama dan terjadi pembentukan tumor di tempat baru yang jauh dari
sel kanker utama. Pada awalnya kanker primer harus memiliki akses ke
sirkulasi, baik melalui pembuluh darah maupun sistim limfatik, setelah sel
kanker mampu menembus saluran tersebut, sel kanker harus mampu bertahan
hidup dan pada akhirnya sel kanker tersebut akan menyebar ke organ dan
membentuk jaringan baru. Selanjutnya sel kanker harus bisa memulai
pertumbuhan jaringan baru dengan membentuk vaskularisasi baru untuk
suplay oksigen dan nutrisi (Brunicardi, et al, 2010).
Dalam Brunicardi, et al (2010) terdapat faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko terkena kanker, yaitu bahan kimia yang terdapat pada
asap rokok dapat menyebabkan berbagai jenis kanker pada perokok dan
perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja menghirup asap rokok
orang lain) dalam jangka waktu yang lama. Bahan kimia untuk industri serta
asap yang mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan
seorang pekerja industri menderita kanker. Penyinaran yang berlebihan dari
sinar ultra violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit.
Sinar radio aktif, sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat
menimbulkan kanker kulit dan leukemia. Beberapa jenis virus berhubungan
erat dengan perubahan sel normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut
virus penyebab kanker atau virus onkogenik. Hormon adalah zat yang
dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah mengatur kegiatan alat-alat
tubuh dari selaput tertentu.
Pada beberapa penelitian diketahui bahwapemberian hormon tertentu
secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis
kanker seperti payudara, rahim, indung telur dan prostat. Selain itu, zat atau
bahan kimia yang terdapat pada makanan tertentu juga dapat menyebabkan
timbulnya kanker misalnya makanan yang lama tersimpan dan berjamur dapat
tercemar oleh aflatoxin. Aflatoxin adalah zat yang dihasilkan jamur
Aspergillus Flavus yang dapat meningkatkan resiko terkena kanker hati.

2.3 Senyawa Antikanker


Beberapa senyawa yang berhasil diisolasi dari biota spons telah terbukti
menghambat pertumbuhan sel kanker, berikut adalah senyawa-senyawa
antikanker yang ditemukan :
a. Spongouridin dan spongothymidine, adalah senyawa yang disintesa dari
spons Cryptotetis crypta yang mempunyai keaktifan sitotoksik terhadap
sel karsinoma manusia. Senyawa ini merupakan sebuah nukleosida yang
berbeda dari biasanya dan dapat berfungsi sebagai terapi terhadap
nukleosida virustatik Ara-A. Keduanya merupakan zat aktif terhadap virus
herves simplex (Bergman & Feeny. 1951)

b. Avarol dan avaron, adalah senyawa yang mempunyai keaktifan


menghambat virus HIV. Senyawa ini dapat menghambat replikasi virus-
HIV dan melindungi T-lymphoocytes dari inveksi virus (Sarin et al. 1987).
c. Adociaquinon B diisolasi dari spons Xestospongia sp. Senyawa ini aktif
dalam menghambat pertumbuhan sel tumor manusia (Human Colon
Tumor) (Swersey, 1988).

d. Bistratamide D diisolasi dari senyawa Lissoclinum bistratum. Senyawa ini


aktif menghambat sel tumor HCT (Human Colon Tumor) (Concepcion et
al. 1995)

e. Makaluvamine N, senyawa ini diisolasi dari zyzzyafiiliginosa dikumpulkan


dari Filipina, mempunyai keaktifan menghambat aktifitas katalitik
topoisomerase II. (Foster et al 1992)
Selain senyawa-senyawa yang mempunyai keaktifan sebagai
antimikroba dan antikanker, beberapa senyawa dari spons dapat digunakan
juga sebagai “lead compound” obat antasida, antiepileptic, lipotropic dan
hypotensif.
a. Glisin diisolasi dari spons Zoanthids, senyawa ini mempunyai keaktifan
sebagai antasida. (Oseana, 2003).
b. Asam glutamat, senyawa ini mempunyai keaktifan sebagai antiepileptic.
(Oseana, 2003).
c. N,N-Dimethylhistamin, diisolasi dari spons Geodia gigas dan Ianthella sp.
Senyawa ini mempunyai keaktifan sebagai hipotensif (Oseana, 2003).
d. Metionin, senyawa ini mempunyai keaktifan sebagai lipotropic agent
(Bergmann & Stempien, 1957).
Beberapa metabolit sekunder diproduksi oleh invertebrata laut dan
mikroorganisme simbion, mempunyai prospek sebagai zat aktif dalam obat dari
berbagai penyakit seperti infeksi, neurologi (parkinson, alzheimer’s), penyakit
jantung, immunologi, anti-inflammatory, antivirus dan anti kanker. Dalam studi
pencarian obat baru, hal yang penting untuk diketahui adalah adanya target
molekul. Target atau molekul target adalah molekul yang digunakan untuk
mendeteksi aktivitas dan tosisitas suatu senyawa bioaktif secara in vitro. Berikut
dibawah ini adalh beberapa metabolit yang diisolasi dari invertebrata laut
maupun mikroorganisme simbion, yang saat ini sedang dalam tahap uji klinis
sebagai bahan obat. Senyawa yang dimaksud sebagai berikut :
a. Briostatin 1 diisolasi dari bryzoa bugula neritina, saat ini sedang berada
pada fase II uji klinis sebagai antikanker melanoma, non-hodgkins
lymphoma, dan kanker ginjal. Senyawa makrolide siklik ini menghambat
protein kinase C, yang merupakan pemicu tumbuhnya tumor (petti et al.,
1982)
b. Dolastatin 10 diisolasi dari kelinci laut jenis dolabella auricularia.
Senyawa ini mempunyai keaktifan sebnagai antimitosis, yang saat ini sedang
dalam uji klinis tahap I sebagai obat kanker hati, kanker payudara, tumor dan
leukemia. (poncet, 1999)

c. Ecteinascidin 743 merupakan senyawa alkaloid tetrahidroisoquinoine yang


diisolasi dari tunikia ecteinascida turbinata. Senayawa ini mempunyai
keaktifan sebagai antimitosis dan saat ini sedang dalam uji klinis tahap I
yang akan diperuntukkan sebagai oabt anti kanker. (rinehart et al., 1990)

d. Aplidine atau dehydrodudemin B, merupakan senyawa antikanker


penghambat protein sintesi yang diisolasi dari tunicate jenis aplidium
albicans. PharmaMar adalah perusahaan obat asal spanyol yang mendanai
penelitian tersebut yang saat ini sedang dalam tahap I uji klinis sebagai
model struktur kimia (leade compound) antikanker.
2.4 Cara Pengolahan

2.4.1 Aktivitas Anti Tumor Ekstrak Spons Karang Lunak


a. Pengambilan Sampel Spons dan Karang Lunak
Sebanyak 17 sampel spons dan karang lunak dari terumbu karang
perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu diambil dengan scuba diving
pada kedalaman 12 m. Lokasi sampling berada padakoordinat S 5o40’18.60",
E 106o34’48.2", di sekitar Pulau Opak Besar. Sampel biota laut yang
diperoleh dibersihkan dari kotoran yang menempel menggunakan air laut
steril, selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik steril, diberi label dan
disimpan dalam cool box yang berisi es kemudian dibawa ke Laboratorium
Bioteknologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) di Jakarta. Isolasi
Kapang yang Berasosiasi dengan Sampel Spons dan Karang Lunak Isolasi
kapang dilakukan dengan menggunakan tiga jenis media padat untuk isolasi,
yaitu media Malt Extract Agar (MEA) yang mengandung 0,3% maltextract,
0,3% yeast extract, 0,5% pepton, 1,5% agar, Minimal Fungal Medium (MFM)
yang mengandung JPB 0,02% yeast extract, 0,1% soluble starch, 2% agar,
dan Glucose Peptone Yeast (GPY) yang mengandung 0,1% glucose
monohydrate, 0,05% soybean peptone, 0,01% yeast extract, 1,5% agar. Ketiga
jenis media tersebut dilarutkan dalam air laut buatan (artificial se water/ASW),
kemudian disterilisasi pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah sterilisasi,
media dituang ke dalam cawan petri secara aseptis dan dibiarkan sampai
menjadi padat.
Sebanyak 17 sampel biota laut (kode PS-2011-01; -02; -03; -04, -05;
-06; -07; -08; -09; -10; -11; -12;-13; -14; -16; -17; dan -18) dipotong-potong
menjadi beberapa bagian kecil (dii ris tipis dengan menggunakan scalpel)
secara aseptis. Potongan potongan sampel tersebut kemudian diinokulasikan
dalam 3 media berbeda yang telah dipersiapkan, yaitu MEA, MFM, dan GPY.
Setelah diinkubasikan selama 3–5 hari pada suhu ruang, setiap kapang dengan
morfologi berbeda yang tumbuh pada potongan sampel tersebut diisolasi
dengan ditumbuhkan pada media baru yang sama dengan media asalnya
hingga diperoleh isolat kapang tunggal.
b. Kultivasi Isolat Kapang Tunggal
Isolat kapang tunggal yang diperoleh pada tahap isolasi kemudian
dikultur pada media cair yang sama dengan medium isolasinya, yaitu medium
Malt ExtractBroth (MEB) yang mengandung 0,3% malt extract, 0,3% yeast
extract, 0,5% pepton, medium GPY yang mengandung 0,1% glucose
monohydrate; 0,05% soybean peptone; 0,01% yeast extract atau medium
MFM yang mengandung 0,02% yeast extract; 0,1% soluble starch.
Selanjutnya, media agar yang ditumbuhi kapang dipotong seukuran 1 x 1 cm2
secara aseptis, kemudian dimasukkan ke dalam media kultur cair 10 mL dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Selanjutnya, isolat yang
ditumbuhkan pada skala 10 mL tersebut dipindahkan seluruhnya secara
aseptis pada media kultur yang sejenis pada skala yang lebih besar (100 mL).
Kultivasi kapang skala 100 mL tersebut kemudian diinkubasi pada suhu
ruangselama 4–5 minggu.
c. Ekstraksi Senyawa Aktif dari Isolat Kapang Tunggal
Isolat kapang tunggal yang telah ditumbuhkan selama 4–5 minggu,
selanjutnya dimaserasi dengan pelarut etil asetat PA dengan perbandingan 2 :
1 (200mL etil asetat: 100 mL media kapang). Setelah dimaserasi semalam,
miselium kapang tersebut kemudian dipecah menggunakan sonikator
(SonicsVibra Cell) selama 5 menit dengan amplitudo 81%. Selanjutnya,
ekstrak etil asetat kapang dipisahkan dari media kultur menggunakan labu
pemisah. Pelarut etil asetat kemudian diuapkan dengan rotaryevaporator
(Buchi) hingga diperoleh ekstrak kasar etil asetat. Selanjutnya, ekstrak kasar
etil asetat yang dihasilkan diuji bioaktivitas antitumornya secara invitro.
d. Uji Bioaktivitas Antitumor in Vitro
Uji antitumor dilakukan dengan menggunakan metode uji MTT
menurut Zachary (2003) yang dimodifikasi. Sel tumor payudara T47D dan sel
tumor liver HepG2 dikultur dalam media RPMI 1640 yang mengandung Fetal
Bovine Serum (FBS) 10%; fungizone 0,5%; dan Penisilin-Streptomisin 2%.
Sebanyak 20.000 sel tumor T47D dan HepG2 (dalam 100 μL media RPMI)
dimasukkan ke dalam sumuran mikroplat, kemudian diinkubasi selama 24
jam. Sampel ekstrak kasar etil asetat kapang tunggal diujikan pada konsentrasi
30 μg/mL, masing-masing sebanyak 3 kali ulangan. Selain sampel, dibuat
pula 3 macam kontrol, yaitu: kontrol sel tumor, kontrol media (media saja
tanpa sel tumor), dan kontrol sampel (sampel saja tanpa sel tumor). Sebelum
sampel tersebut diujikan, media pertumbuhan sel dikeluarkan terlebih dahulu
dari sumuran mikroplat. Sebanyak 100 μL sampel ekstrak kasar kapang (30
μg/mL) dimasukkan ke dalam sumuran mikroplat yang telah berisi sel tumor
yang telah melekat di dasar sumuran mikroplat. Kemudian mikroplat tersebut
diinkubasi dalam inkubator CO2 pada suhu 37oC dengan aliran CO2 5%
selama 24 jam. Larutan sampel kemudian dikeluarkan dari tiap sumuran
mikroplat, kemudian sebanyak 100 μL reagen MTT (500 ppm) ditambahkan
ke dalam tiap sumuran dan diinkubasikan kembali selama 4 jam dalam
inkubator CO2. Reaksi MTT dihentikan dengan penambahan 100 μL sodium
dodesil sulfat (SDS) 10%. Selanjutnya, mikroplat kembali diinkubasikan
selama 12 jam dalam ruang gelap pada suhu kamar. Setelah inkubasi tersebut,
absorbansi tiap sumuran diukur dengan DYNEX spektrofotometer microplate
reader pada panjang gelombang 570 nm. Uji dilakukan secara duplo.
Penentuan persentase kematian sel dihitung berdasarkan rumus:

Keterangan :
A = Absorbansi kontrol sel tumor.
B = Absorbansi sampel.
C = Absorbansi kontrol sampel.
D = Absorbansi kontrol media.

2.4.2 Aktivitas Antikanker Ekstrak Spons Hyrtios erecta


Sampel tersebut dibersihkan dari pengotornya dengan air kran sampai
bersih, kemudian dikeringanginkan selama 6 hari. Setelah kering, selanjutnya
dihaluskan dengan blender sampai tingkat kehalusan 100 mesh.
Selanjutnya,sebanyak 300 gram serbuk sampel dimaserasi denganetanol 70%
sampai terendam dan dibiarkan selama24 jam, kemudian disaring. Filtratnya
dikumpulkan dan ampasnya ditambahi lagi pelarut yang samasampai terendam.
Pekerjaan ini diulangi 3–4 kali sampai diperkirakan semua senyawa
terekstraksi. Filtrat yang terkumpul diuapkan dengan penguap putar vakum
sampai semua pelarutnya menguapsehingga diperoleh ekstrak kasar (Crude
extract)yang siap untuk diuji toksisitasnya.
Uji toksisitas menggunakan bioindikator larva udang (Artemia salina
Leach) mengikuti metode Meyer.9 Media untuk menetaskan larva
Artemiasalina L dibuat dengan menyaring air laut secukupnya.Air laut
dimasukkan ke dalam akuarium yang dibagi menjadi dua bagian: satu bagian
dibuat gelap ditutup dengan kertas hitam dan bagian yang lain dibiarkan
terbuka. Telur Artemia salina L diletakkan secukupnya pada bagian yang gelap
dan dibiarkan selama 48jam sehingga menetas menjadi larva yang siap
digunakan untuk pengujian.
Seberat 20 mg ekstrak sampel dilarutkan dalam2 mL pelarut n-heksana.
Dari larutan ini diambil 500 mL, 50 mL, dan 5 mL. Kemudian, masing-masing
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan. Ke dalam
masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 mL air laut, 50 mL
dimetilsulfoksida, dan 10 ekor larva. Kemudian ditambahi air laut sampai
volumenya 5 mL sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak pada masing-masing
tabung: 1000 ppm, 100ppm, dan 10 ppm. Dibuat juga konsentrasi ekstrak 0
ppm (tanpa penambahan ekstrak) sebagai kontrol.Masing-masing tabung reaksi
ditutup dengan alumunium foil dan dilubangi sedikit lalu dibiarkanpada suhu
kamar. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap kematian larva. Jumlah
larva yang mati dicatat, kemudian dilakukan penghitungan LC50.
Uji antikanker terhadap sel HeLa dilakukan dengan cara: sel kanker
serviks (HeLa) dikultur padamedia RPMI 1640, lalu dihitung jumlah awal sel
dibawah mikroskop. Kemudian sel dipanen dengan penambahan tripsin.
Selanjutnya, sel disentrifugasi hingga terbentuk dua lapisan (endapan
dansupernatan). Supernatan dibuang dan endapannya dibentuk pelet serta
ditambahkan media komplit 1 mL. Kemudian dihitung jumlah selnya
menggunakan hemositometer. Setelah sel mencukupi, sel ditanam pada
microwell plate 96 sumuran. Tiap sumuran berisi 2x104 sel dalam 100 μL.
Inkubasi sel selama1-2 jam sehingga sel melekat. Setelah itu, ditambahkan
ekstrak toksik dengan berbagai konsentrasi (1000 μg/mL; 500 μg/mL; 250
μg/mL; 125 μg/mL; 62,5 μg/mL;31,25 μg/mL; 15,62 μg/mL; 7,81 μg/mL; 3,91
μg/mL;1,95 μg/mL; 0,97 μg/mL; 0,48 μg/mL; 0,24 μg/mL; 0,12μg/mL; 0,06
μg/mL) pada setiap well sebanyak 100μL. Jadi, total setiap well berisi 200 μL.
Inkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37 °C. Setelah24 jam dilihat
di bawah mikroskop, ditambahkan MTT(3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-
difeniltetrazolium bromida) (5μg/1mL) pada tiap-tiap well, kemudian
diinkubasi selama 4 jam. Selanjutnya, larutan stop SDS (sodiumdodesil sulfat)
10% dalam 0,01 N HCl ditambahkan pada tiap-tiap well dan di inkubasi
kembali satu malam. Absorbansinya dibaca menggunakan ELISA readerpada
panjang gelombang 550 nm.

2.4.3 Ekstrak Spons fascigera Terhadap Larva Artemia salina L.


a. Ekstraksi dan Partisi
Spons Haliclona fascigera sebanyak 3000 gram diekstraksi secara
maserasi dengan etanol sampai terendam. Setiap 24 jam filtratnya disaring dan
ampasnya dimaserasi lagi dengan etanol. Ekstraksi dilakukan sampai
diperkirakan semua metabolit terekstrak. Semua filtrat etanol diuapkan
menggunakan penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator) sampai
menghasilkan ekstrak kasar (crude extract)etanol. Sebanyak kira-kira 20 gram
crude ekstrak etanol dilarutkan dalam campuran air– etanol (7:3) sampai
semua larut. Ekstrak air etanol ini selanjutnya dipartisi dengan menggunakan
n-heksan (5 x 50 mL). Ekstrak n-heksan (EH) dikumpulkan. Ekstrak airyang
mengandung etanol diuapkan etanolnya sampai bebas etanol lalu dipartisi
dengan menggunakan kloroform (5x50mL). Kemudian ekstrak kloroform
(EK) dan ekstrak air (EA) dikumpulkan. Ketiga ekstrak(EH, EK, dan EA)
diuapkan menggunakan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak
kental EP, EK dan EA. Ketiga ekstrak ini selanjutnya diuji toksisitasnya.
b. Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
Uji toksisitas dengan larva A. Salina Leach mengikuti metode Meyer
(1982) [8].Media untuk larva dibuat dengan menyaring air laut secukupnya.
Air laut dimasukkan dalam akuarium yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu
satu bagian dibuat gelap dengan cara ditutup dengan kertas hitam dan bagian
yang lain dibiarkan terbuka. Telur A. Salina diletakkan secukupnya pada
bagian yang gelap dan dibiarkan selama 48 jam sehingga telur menetas dan
siap digunakan untuk pengujian. Seberat 20 mg ekstrak dilarutkan dengan 2
mL etanol. Larutan diambil sebanyak 500μL, 50μL, dan 5μL, kemudian
masing masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan.
Setelah kering, maka ke dalam masing-masing tabung reaksi tadi dimasuki
50μL dimetil sulfoksida, 1 mL air laut, dan 10 ekorlarva. Kemudian ditambahi
air laut sampai volumenya 5 mL sehingga dicapai konsentrasi ekstrak 1000
ppm, 100 ppm, dan10 ppm. Konsentrasi 0 ppm juga dibuat sebagai kontrol
tanpa penambahan ekstrak. Masing-masing tabung reaksi ditutup dengan
aluminium foil yang berlubang kecil-kecil. Setelah 24 jam, dilakukan
pengamatan terhadap kematian larva Artemia salina.Jumlah larva yang mati
dicatat, kemudian dilakukan analisis data untuk mencari konsentrasi kematian
(LC50). Ekstrak yang paling toksi selanjutnya dipisahkan dandimurnikan.
c. Pemisahan
Pemisahan dengan teknik kromatografi kolom menggunakan fasa
diam silika gel 60(70-230 mesh ASTM) dan fasa geraknya menggunakan
eluen campuran kloroform :etil asetat (8:2). Sebanyak kurang lebih 1,5gram
sampel dilarutkan dalam eluen kemudian dimasukkan ke dalam kolom dengan
hati-hati sambil kran dibuka dengan kecepatan alir 1 mL/menit. Eluen secara
menerus dialirkan ke dalam kolom sampai terjadi pemisahan. Setiap 3 mL
eluat ditampung dalam satu botol penampung. Elusi dihentikan setelah
diperkirakan semua komponen keluar dari kolom. Setiap botoleluat dilihat
pola nodanya pada plat kromatografi lapis tipis. Eluat yang memiliki pola
pemisahan noda yang sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi.
Fraksi-fraksi yang diperoleh di uji toksisitasnya. Fraksi yang paling toksik
akan diidentifikasi senyawanya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwah Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan
tidak normal akibat adanya karsinogenesis atau proses pembentukan neoplasma
atau tumor ganas yang terjadinya melalui tiga tahap yaitu tahap inisiasi kanker,
tahap promosi kanker, tahaap angiogenesis kanker dan tahap progresi kanker.
Upaya dalam mencegah, mengobati dikembangkan suatu penelitian
menggunakan sumberdaya alam berasal dari bahari yang didapatkan senyawa bar
yang berkhasiat sebagai antikanker, senyawa tersebut diantaranya:
a. Spongouridin dan spongothymidine, adalah senyawa yang disintesa dari spons
Cryptotetiscrypta .
b. Adociaquinon B diisolasi dari spons Xestospongiasp.
c. Bistratamide D diisolasi dari senyawa Lissoclinumbistratum.
d. Makaluvamine N, senyawa ini diisolasi dari zyzzyafiiliginosa.
e. Briostatin 1 diisolasi dari bryzoa bugula neritin.
f. Dolastatin 10 diisolasi dari kelinci laut jenis dolabella auricularia.
g. Ecteinascidin 743 yang diisolasi dari tunikia ecteinascida turbinata.
h. Aplidine atau dehydrodudemin B yang diisolasi dari tunicate jenis aplidium
albicans.

Vous aimerez peut-être aussi