Vous êtes sur la page 1sur 17

Ascaris Lumbricoides

Ascaris lumbricoides adalah salah satu jenis cacing nematoda intestinalis dengan ukuran terbesar
yang menginfeksi manusia. Penyakit yang disebabkan cacing ini disebut askariasis. Parasit ini
bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan
kelembaban cukup tinggi.

Morfologi Ascaris Lumbricoides

Cacing Ascaris lumbricoides mempunyai bentuk tubuh silindris dengan ujung anterior lancip.
Bagian anteriornya dilengkapi tiga bibir (triplet) yang tumbuh dengan sempurna. Cacing betina
panjangnya 20-35 cm, sedangkan cacing jantan panjangnya 15-31 cm. Pada cacing jantan, ujung
posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dan dilengkapi pepil kecil serta dua buah
spekulum berukuran 2 mm. Cacing betina posteriornya membulat dan lurus, dan sepertiga bagian
anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan
dan diselubungi oleh lapisan kutikula bergaris halus.

Telur cacing ini memiliki empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertrilized), tidak dibuahi
(afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi berukuran 60 x 45 mikron dengan dua
lapis dinding tebal. Lapisan luar terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam
jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Sel telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih
panjang daripada tipe yang dibuahi ukurannya 90 x 40 mikron, dengan dinding luar yang lebih
tipis. Isi telur berupa massa granula refraktil. Telur matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi
infelatif setelah berada di tanah ±3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi, namun lapisan
luar yaitu albuminoid sudah hilang.

Daur Hidup Ascaris Lumbricoides

Cacing betina menghasilkan 200 ribu butir per hari. Telur Ascaris lumbricoides berkembang
dengan baik pada tanah liat dengan kelembaban tinggi pada suhu 25°-30° C. Pada kondisi ini,
telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. Telur yang
infektif bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus
dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa, kemudian terbawa oleh darah
sampai ke jantung dan menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus dan
masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan
menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan
dan terbawa ke esofagus, sampai di usus halus, dan menjadi dewasa. Dari telur matang yang
tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.
Gejala Askariasis

Patogenesisnya berhubungan erat dengan respon umum hospes, efek migrasi larva, efek mekanik
cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Jika larva mengalami siklus dalam jumlah besar,dapat
menimbulkan pneumonitis. Jika larva menembus jaringan dan masuk ke dalam alveoli, dapat
mengakibatkan kerusakan epitel bronkus. Apabila terjadi reinfeksi dan migrasi larva ulang,
walaupun jumlah larva sedikit, tetap dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat yang terjadi
di hati dan paru-paru disertai infiltrasi eosinofil, makrofag, dan sel-sel epitel. Keadaan ini disebut
pneumonitis ascaris. Selanjutnya timbul reaksi alergi seperti batuk kering, dan demam (39,9oC –
40oC).

Cacing dewasa yang ditemukan dalam jumlah besar (hiperinfeksi) dapat mengakibatkan
kekurangan gizi pada anak-anak. Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan reaksi toksik
sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi seperti urtikaria, edema pada
wajah, konjungtivitis, dan iritasi alat pernafasan bagian atas.

Kadang-kadang cacing dewasa bermigrasi akibat adanya rangsangan dan menimbulkan kelainan
yang serius. Efek migrasi juga dapat menimbulkan obstruksi usus, masuk ke dalam saluran
empedu, saluran pankreas, dan organ-organ lainnya. Migrasi juga sering terjadi keluar melalui
anus, mulut, bahkan hidung.

Diagnosis Askariasis

Pada fase migrasi larva, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan larva dalam spudium atau
bilas lambung. Selama fase intestinal, diagnosis dilakukan dengan menemukan telur dan cacing
dewasa dalam tinja.
Epidemiologi Askariasis

Di Indonesia prevalensi askariasis termasuk cukup tinggi, terutama terjadi pada anak-anak.
Frekuensinya antara 60-90%.

Pencegahan Askariasis

1. Pencegahan Primer

 Melakukan promosi kesehatan yaitu pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan


tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, sebelum melakukan persiapan makanan dan
hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun, sayuran segar
(mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci bersih dan disiram lagi
dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-
tahun. Juga peyuluhan tentang pentingnya buang air besar di jamban, tidak di kali atau di
kebun untuk menghindari penyebaran dan penyakit ini.
 Proteksi spesifik dengan melakukan pengobatan massal 6 bulan sekali di daerah endemik
atau di daerah yang rawan askariasis.

2. Pencegahan Sekunder

 Deteksi dini terhadap orang yang mempunyai risiko terkena penyakit askariasis ini.
 Mengobati dengan tepat penderita askariasis

3. Pencegahan Tersier

 Membatasi ketidakmampuan penderita askariasis dengan memberikan pengobatan


pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal, Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali
saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut, Albendazol 400 mg dosis
tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan selama hamil atau melakukan operasi
pembedahan apabila pengobatan secara oral sudah tidak memungkinkan lagi.

Penyebab askariasis

Ascariasis tidak menular langsung dari orang ke orang. Penularan terjadi ketika seseorang
menelan telur Ascaris lumbricoides, dapat berasal dari makanan dan air yang sudah
terkontaminasi kotoran manusia.
Ada beberapa kondisi yang menambah kemungkinan seseorang untuk terkena askariasis,
diantaranya:

 Anak usia pra sekolah atau lebih muda (kelompok usia 3-8 tahun) - karena mereka sering
meletakkan tangan ke mulut setelah bermain di tanah atau air yang terkontaminasi.
 Hidup di negara beriklim tropis.
 Makan-makanan kotor dan tidak sehat.
 Minum air dari sumber yang tidak bersih.

Gejala askariasis

Umumnya askariasis ringan tidak disertai dengan gejala. Tapi ketika usus telah penuh dengan
ratusan cacing Ascaris lumbricoides, gejala serius dan komplikasinya dapat terjadi. Gejala-gejala
askariasis, antara lain:

 Demam dan batuk kering


 Mengi
 Sakit perut
 Mual atau muntah
 Gizi buruk, terutama pada anak-anak
 Diare atau BAB berdarah
 Cacing keluar baik dari mulut, hidung atau rektum (anus)
 Komplikasi lain yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides, seperti:
o Penyakit kandung empedu
o Abses hati
o Pankreatitis
o Radang usus buntu
o Radang selaput perut.

Pengobatan askariasis

Bentuk pengobatan untuk askariasis adalah sebagai berikut:

 Obat - Mebendazol, albendazole, dan pirantel pamoat.Obat-obat ini bekerja dengan


membunuh cacing dewasa. Cukup efektif untuk mengobati askariasis.
 Endoskopi atau pembedahan - Dalam kasus askariasis berat, dapat terjadi obstruksi
atau perforasi usus, obstruksi saluran empedu, dan usus buntu yang mungkin memerlukan
pembedahan.

Pencegahan askariasis

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah askariasis, antara lain:

 Menghindari mengonsumsi makanan yang disiapkan tanpa sanitasi atau kebersihan yang
memadai.
 Menghindari air dan minuman lain yang diperoleh dari sumber-sumber yang
terkontaminasi.
 Menghindari kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi dengan kotoran
manusia.
 Mencuci dengan bersih sayuran.
 Mencuci tangan ketika selesai dari kamar mandi.

TREMATODA

Trematoda atau Cacing Isap termasuk dalam filum Platyhelminthes dalam kelompok hewan tak
bertulang belakang. Jenis cacing Trematoda hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia.
Tubuhnya dilapisi dengan kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya
dan mempunyai alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada inangnya.

Menurut tempat hidup (habitat) cacing dewasa dalam tubuh hospes, Trematoda dibagi menjadi
empat yaitu Trematoda hati (contoh: Fasciola hepatica, Clonorchis sinensis, Opistorchis sp).
Trematoda usus (contohnya: Fasciolopsis buski, Echinostoma sp & Heterophyidae). Trematoda
paru ( Paragonimus westermani). dan Trematoda darah : Schistosoma Sp.

Trematoda merupakan cacing berbentuk daun. Bersifat hermaprodit kecuali Schistosoma.


mempunyai batil isap mulut & perut, pada manusia hidup sebagai endoparasit, Hospes definitif :
manusia, hewan (kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, harimau dll). Trematoda
merupakan cacing umumnya bentuk daun, pipih dorsoventral, bilateral simetris, tidak ada
rongga badan, cacing dewasa hidup pada hospes definitive, telur diletakan di sal. Hati, rongga
usus, paru, pembuluh darah atau jaringan lain. Telur keluar bersama tinja, dahak atau urin

Telur umummnya berisi sel telur, ada beberapa yang sudah mengandung mirasidium (telur
matang). Telur keluar bersama tinja masuk hospes Perantara I, berkembang menjadi Serkaria,
serkaria keluar mencari hispes perantara II, berkembang menjadi metaserkaria (bentuk infektif).
Cara infeksinya diawali dari Serkaria menembus kulit (untuk cacing Schistosoma sp), atau
tertelan metaserkaria dalam HP II (keong, ikan, ketam, tanaman air). Gejala Klinis tergantung
lokasi keberadaan cacing dewasa, adanya rangsangan setempat & zat toksin yang dikeluarkan
cacing dewasa, Trematoda yg hidup di rongga usus umumnya hanya gejala gastrointestinal
ringan, seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Trematoda yg hidup di paru-paru
menimbulkan gejala batuk, sesak napas dan dapat terjadi batuk darah (hemoptisis). Trematoda
hati dpt menyebabkan peradangan saluran Empedu, penyumbatan aliran empedu sehingga
terjadi ikterus, hepatomegali dan serosis hati. Trematoda darah, telurnya dapat menyebabkan
peradangan, pseudo- abses dan fibrosis pada jaringan yg diinfiltrasi cacing dewasa.

Diagnosis infeksi Trematoda dilakukan dengan menemukan telur dalam tinja, dahak, urin, atau
biopsi jaringan. Infeksi Trematoda terjadi karena beberapa faktor, antara lain kebiasaan makan
Hospes Perantara (mengandung metaserkaria) yang tidak dimasak matang mempengaruhi
transmisi penyakit, kecuali Schistosoma adanya kebiasaan kontak dengan air dapat
mempengaruhi penularan penyakit .

Distribusi geografik Trematoda umumnya ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Folipina, Thailan,
India Vietnam, Taiwan, & Afrika. Di Indonesia F. buski endemik di Kalimantan,
Echinostoma di P. Jawa, Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah (Danau Lindu & Lembah
Napu).

CACING PITA CESTODA


Ciri Cestoda

 Cestoda adalah salah satu contoh kelas dari Phyllum Platyhelminthes


 Cestida ini adalah Vermes atau Cacing yang lapisan embryonalnya Sudah bertipe
Triploblastik namun masih Triploblastik Acoelomata (triploblastik yang tidak berongga
artinya kelika pembentukan embryonya Zygot sudah membelah membelah membentuk
sekumpulan sel yang mempunyai tiga lapisan yaitu ektoderm , Mesodrm dan endoderm
namun di bagian dalam endoderm biasanyaterbentuk rongga pada Cestoda ini tidak
berongga maka bentuk cacing ini pipih OK
 Cestoda adalah cacing yang berbentuk pipih seperti pita yang merupakan endoparasit dan
dikenal sebagai cacing pita (lihat gambar).
 Cacing dewasa hidup dalam usus Vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata
dan invetebrata pada dagingnya dalam bentuk Cysticercus yang bisa berpindah ke
manusia
 Semua anggota Cacing kelompok Cestoda memiliki struktur pipih dan tertutup oleh
kutikula ( zat lilin) sehingga tidak terhidrolis oleh enzim pencernaan
 Cestoda disebut sebagai Cacing pita karena anggotanya berupa cacing yang bentuknya
pipih panjang seperti pita.
 CESTODA (Cacing Pita) terlihat secara morfologi : Tubuhnya terdiri dari rangkaian
segmen-segmen yang masing-masing disebut Proglottid. Kepala disebut Skoleks dan
memiliki alat isap (Sucker) yang memiliki kait (Rostelum) terbuat dari kitin khususnya
pada cacing pita babi .
 Pembentukan segmen (segmentasi) pada cacing pita disebut Strobilasi.
 Tubuhnya Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 - 3 m dan
terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila).
 Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat pengisap. Sedangkan setiap
segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan berupa testes dan
ovarium . Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid)
merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
 Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat
pencernaan.
 Contoh : Taenia solium Cacing pita manusia Menyebabkan Taeniasis solium. Pada
skoleknya terdapat kait-kait sebagai alat pengisap yang matang menjadi alat
reproduksinya. Memiliki hospes perantara Babi
 Skoleks pada jenis Cestoda tertentu (Taenia solium ) selain memiliki alat pengisap, juga
memiliki kait (rostelum)
 Rostellum berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya.
 Dibelakang skoleks pada bagian leher terbentuk proglotid.
 Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina
(ovarium).
 Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri.dan mempunyai rumah tangga sendiri (
metameri)

 Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu
individu dan bersifat hermafrodit.
 Proglotid yang dibuahi ( yang matang ) terdapat di bagian posterior / paling bawah tubuh
cacing.
 Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama
dengan tinja.
 Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat
pencernaan.

-->Sistem eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api.

Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makanan melalui permukaan tubuhnya secara
osmosis
Penyerapan sari makanan terjadi dari usus halus inangnya melalui seluruh permukaan
proglotid
Jadi sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak
memiliki mulut dan system pencernaan , skolex hanya untuk menempelkan dirinya ke usus
Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna,
belum matang
Daging hewan hospes ( inang perantara ) yang mengandung Cysticercus
Inang pernatara Cestoda adalah hewan ternak misalnya Sapi yang tubuhnya terdapat
Cisticercus jenis Taenia saginata yang ada pada ototnya dan Babi yang tubuhnya terdapat
Cisticercus jenis Taenia solium yang ada pada ototnya.
di Kedua ternak itu Cacing pita hanya sementara terjadi cyclus ditubuhnya hingga
membentuk Cysticercus
Jadi di sapi dan babi tidak dijumpai dala bentuk Dewasa ( yang dewasa di tubuh manusia)
hanya bentuk larva
di Ternak berurutan cyclusnya : Telur - Oncosfer - Hexacant - Cysticercus ( T-O-H-C),
T-O-H-ada di Ususnya dan C(cysticercus) meninggalkan usus ke otot( daging )
Agar kita tidak kena Taeniasis ini dimasak yang matang dagingnya, dan manusia yang kena
Taeniasis janganbuang air besar ke lingkungan , karena Faecesnya yang ada telurnya sangat kuat
di lingkungan yang mungkin di rumput
Siklus hidup cestoda, Proglottid Masak (terdapat dalam feses) bila tertelan oleh babi Þ
Embrio Heksakan, menembus usus dan melepaskan kait-kaitnya Larva Sistiserkus (dalam otot
lurik babi) tertelan manusia Cacing dewasa.
Taenia saginata Cacing pita manusia. Menyebabkan Taeniasis saginata. Pada skoleknya tidak
terdapat kait-kait. Memiliki hospes perantara Sapi. Daur hidup Taenia saginata sama dengan
Taenia solium.
Diphyllobothrium latum, Menyebabkan Diphyllobothriasis. Parasit pada manusia dengan
hospes perantara berupa katak sawah (Rana cancrivora), ikan dan Cyclops. Echinococcus
granulosus Cacing pita pada anjing
Himenolepis nana :Cacing pita yang hidup dalam usus manusia dan tikus. Tidak memiliki
hospes perantara.
pemberian obat anti cacing sangat dianjurkan. Obat-obatan ini bisa diminum golongan obat
anticacing albendazole dosis sehari 500 mg lebih baik , biasanya dosis 250 cacing mati dalam
bentuk utuh
-->Contoh cacing golongan Cestoda ini adalah

1. Taenia saginata (dalam usus manusia) di bawa oleh sapi


2. Taenia solium (dalam usus manusia) dibawa oleh babi
3. Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam)
4. Echinococcus granulosus (dalam usus anjing)
5. Diphyllobothrium latum (menyerang manusia melalui inang katak , ikan, Cyclops Udang
udangan)
6. Hymnelopsis nana ( di usus manusia , tikus tanpa inang perantara)

-->
Taenia solium
 Taenia solium dewasa hidup parasit pada saluran pencernaan manusia (usus).
 Inang perantaranya (hospes intermediet) adalah babi.
 Tubuhnya berbentuk pipih, ukuran panjang tubuhnya dapat mencapai 3m.
 struktur tubuh cacing ini terdiri atas kepala (skoles) dan rangkaian segmen yang masing-
masing disebut proglotid.
 Pada bagian kepala terdapat 4 alat isap (Rostrum) dan alat kait (Rostellum) yang dapat
melukai dinding usus.
 Disebelah belakang skoleks terdapat leher/daerah perpanjangan (strobilus).

Taenia saginata

 Taenia saginata dewasa hidup sebagai parasit dalam usus manusia.


 Cacing ini masuk kedalam tubuh manusia melalui perantara sapi (sebagai hospes
intermediet).
 Skoleks taenia saginata terdapatrostrum tetapi tidak mempunyai Rostelum (kait).
 Jenis cacing ini kurang berbahaya bagi manusia dibandingkan taenia solium.

Gejala atau tanda terinfeksi cacing pita antara lain :

 perut terasa mulas dan mual,


 kadang perih dan tajam menusuk-nusuk tetapi akan hilang sesudah makan
 Selain itu muka pucat
 sering pusing
 kurang nafsu makan
 feses berlendir

PERBANDINGAN MORFOLOGI CACING PITA

Diphyllobothrium latum

 Merupakan jenis cacing pita yang hidup sebagai parasit pada manusia, anjing, kucing dan
serigala.
 Sebagai inang perantaranya adalah katak sawah (Rana cancrivora), ikan dan Cyclops.
 Menyebabkan Diphyllobothriasis.
 Daerah penyebarannya meliputi wilayah eropa, afrika, amerika utara dan jepang.

Echinococcus granulosus

 Jenis cacing pita berukuran kecil (berkisar antara 3-6mm) dan hidup sebagai parasit pada
usus anjing liar / serigala dan karnivora lainnya.
 Inang perantaranya adalah babi, biri-biri dan manusia.
 Daerah penyebaran utama Australia, argentina dan pulau es.

 Terlihat bahwa oncosfer yang berkembang menjadi Cysticercus di Biri biri (herbivora)
dimakan sama hewan carnivora sehingga di tubuh Carnivora ( anjing / serigala ) menjadi
cacing pita dewasa. cacing pita dewasa yang berada di tubuh carnivora akan melepaskan
proglotidnya yang mengandung telur yang mature ke lapangan/ rumput untuk dimakan
kembali hewan herbivora. OK

Hymnelopsis nana

 Jenis cacing pita kerdil yang hidup sebagai parasit pada manusia dan tikus.
 Daerah penyebarannya meliputi seluruh dunia
 Tanpa inang perantara

Jadi

 Manusia yang Ususnya terdapat cacing pita dewasa , di usus halusnya itu dipastikan
Cacing pita tersebut pada Proglotid segmen terakhir yang masak “mature” banyak
mengandung telur yang sudah dibuahi membentuk Zygot.
 Dimana telur yang ada di Proglotid itu dilepaskan (Fragmentasi) sehingga mengikuti sisa
makanan ke usus besar dan ke anus .
 Telur yang berada bersama kotoran itu bisa bertahan selama berhari-hari atau berbulan
bulan di lingkungannya .
 Vegetasi yang ada di lingkungan misalnya rumput yang terkontaminasi oleh kotoran yang
berisi proglotid berisi telur itu bila termakan oleh ternak ( Babi , Sapi) maka masukklah
telur tersebut ke pencernaaan nya
 Dalam usus ternak telur tergesek sehinngga menetas membentuk larva yang disebut
Oncospheres
 Oncosfer segera tumbuh membentuk larva Hexacant ( larva dengan 6 kait yang tajam)
 Hexacant menginvasi dinding usus, dan bermigrasi ke otot lurik ( daging)
 Di jaringan Otot ( daging) itulah larva bertahan membentuk cacing gelembung yang
disebut Cysticercus
 Sebuah cysticercus dapat bertahan hidup selama beberapa tahun di daging Ternak.
 Manusia terinfeksi karena menelan mentah atau setengah matang daging yang terinfeksi /
di dalamnya ada Cysticercusnya .


 Dalam usus manusia Cysticercus berkembang lebih dari 2 bulan menjadi cacing pita
dewasa , yang dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun.
 Cacing pita dewasa melekat pada usus halus dengan Scolexnya { kepala) dan scolex
mereka berada menancap di dinding usus halus
 Panjang cacing dewasa Taenia saginata bisa mencapai sampai 25 m, sedang T. solium
lebih pendek
 Proglottids atau bagian segment nya dari cacing pita bagian posterior yang paling
belakang ( paling dewasa) menghasilkan telur yang matang,
 Proglotid itu kemudian dilepaskan dari cacing pita, dan bermigrasi ke usus besar ,
bersama kotoran segera le anus (sekitar 6 per hari) begitu seterusnya

Siklus Hidup Cacing Gilik (Nematoda)

Nematoda adalah filum besar yang sangat beraneka ragam. Anggota kelompok ini dapat hidup
hampir di semua ekosistem, dari air laut, air tawar, daratan, bahkan di daerah kutub. Dominasi
mereka dapat mencapai satu juta individu per meter persegi, dan merupakan 80% dari semua
hewan di bumi. [1] Keberhasilan Nematoda untuk “menguasai” bumi ini salah satunya
disebabkan karena hewan ini dapat hidup dengan “nyaman” di dalam tubuh kita. Lebih dari
separuh anggota filum Nematoda bersifat sebagai parasit, dan mereka memiliki siklus hidup
yang beraneka ragam.
Siklus Hidup Cacing Usus (Ascaris lumbricoides)

Ascaris lumbricoides adalah Nematoda parasit terbesar yang hidup di dalam usus manusia, dan
dapat menyebabkan penyakit ascariasis. Sebanyak lebih dari 85% kasus penyakit ini tidak
menimbulkan gejala ketika terjadi infeksi, namun kemudian seiring berjalannya waktu akan
muncul beberapa gejala seperti nafas yang pendek dan demam pada awal mula penyakit ini.
Gejala lain seperti bengkak pada daerah perut, sakit perut, dan diare mungkin akan mengikuti
gejala awal. Ascariasis biasanya menyerang anak-anak sehingga dapat mengakibatkan
pertumbuhan yang buruk, malnutrisi, dan kesulitan belajar. [2]

Siklus hidup cacing usus | Gambar oleh U.S. CDC adalah tidak berlisensi (domain publik)

Daur hidup Ascaris lumbricoides adalah (lihat gambar di atas): [3]

1. Cacing usus dewasa hidup pada lumen dari usus halus. Cacing betina akan menghasilkan
telur yang dapat mencapai 200.000 butir per hari. Telur-telur ini dapat berembrio ataupun
tidak berembrio.
2. Telur-telur tersebut dikeluarkan melalui kotoran. Hanya telur yang dibuahi yang dapat
berkembang dan menginfeksi manusia.
3. Telur yang berembrio dapat menginfeksi (bersifat infektif) setelah 18 hari sampai
beberapa minggu bergantung dari kondisi lingkungan (kelembaban tanah, suhu, ada
tidaknya sinar matahari).
4. Telur infektif tertelan manusia.
5. Larva menetas dan kemudian menyerang membran lendir usus.
6. Larva menembus dinding usus dan terbawa aliran darah menuju paru-paru. Dalam paru-
paru larva tumbuh selama 10 sampai 14 hari dan naik ke faring.
7. Larva tersebut tertelan kembali dan berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus
halus. Cacing usus dewasa dapat hidup selama satu sampai dua tahun.

Siklus Hidup Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale)

Infeksi ringan cacing tambang hanya menyebabkan sakit perut dan kehilangan nafsu makan.
Akan tetapi, infeksi berat dari cacing ini dapat menimbulkan kekurangan protein parah dan
kekurangan zat besi (anemia). Kekurangan protein dapat menimbulkan kulit kering, edema, dan
perut buncit; dan anemia dapat membuat keterbelakangan mental dan gagal jantung. [4]

Siklus hidup cacing tambang | Gambar oleh U.S. CDC adalah tidak berlisensi (domain publik)

Daur hidup Ancylostoma duodenale adalah (lihat gambar di atas): [5]

1. Telur dikeluarkan melalui feses, dan dengan kondisi yang tepat (suhu, kelembaban,
keteduhan), larva menetas dalam satu sampai dua hari.
2. Larva yang menetas disebut larva rhabditiform dan tumbuh pada feses atau tanah.
3. Larva tersebut lalu berkembang menjadi larva filariform setelah lima sampai sepuluh hari
(dan dua kali molting). Larva bentuk ini telah bersifat infektif dan dapat bertahan hidup
tiga sampai empat minggu pada kondisi lingkungan yang menguntungkan.
4. Ketika bersentuhan dengan manusia, larva filariform menembus kulit manusia dan
terbawa oleh pembuluh darah ke jantung kemudian ke paru-paru. Lalu naik ke faring dan
tertelan menuju ke usus halus untuk hidup dan mencapai dewasa.
5. Cacing filaria dewasa hidup di usus halus untuk kemudian bertelur kembali.

*Ketika penetrasi pada kulit inang, larva rhabditiform dapat dorman sementara pada usus atau
otot.

Siklus Hidup Cacing Filaria (Wuchereria bancrofti)

Cacing filaria membutuhkan inang pembawa (vektor) berupa beberapa jenis nyamuk dari
anggota genus Culex, Anopheles, Aedes, Mansonia, dan Coquillettidia. Contoh vektor tersebut
antara lain Culex quinquefasciatus, Anopheles bancroftii, Aedes aegypti, dll. Wuchereria
bancrofti ini menyebabkan penyakit filariasis, atau yang biasa dikenal dengan penyakit kaki
gajah.

Apabila Anda menyukai artikel Tentorku, bantu Tentorku untuk tumbuh di


www.facebook.com/tentorku/

Siklus hidup cacing filaria | Gambar oleh U.S. CDC adalah tidak berlisensi (domain publik)

Daur hidup Wuchereria bancrofti adalah (lihat gambar di atas): [6]

1. Ketika menghisap darah, nyamuk yang terinfeksi menularkan larva (tahap ketiga) pada
kulit inang manusia melalui luka “gigitan.”
2. Larva berkembang menjadi cacing filaria dewasa pada kelenjar getah bening (limfa).
3. Cacing dewasa menghasilkan mikrofilaria yang memiliki lapisan pelindung dan bergerak
aktif dalam peredaran darah.
4. Mikrofilaria dalam darah tersebut ikut tertelan oleh nyamuk yang “menggigit” manusia
yang terinfeksi.
5. Mikrofilaria melepaskan lapisan pelindung dan hidup pada perut nyamuk.
6. Mikrofilaria kemudian berkembang menjadi larva tahap pertama.
7. Berkembang lagi menjadi larva tahap ketiga.
8. Larva tahap ketiga pindah ke kepala dan “belalai” nyamuk untuk siap menginfeksi
manusia ketika nyamuk “menggigit” manusia.

Siklus Hidup Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)

Cacing kremi dapat menimbulkan penyakit enterobiasis pada manusia yang ditandai dengan
rasa gatal di daerah anus. Penyakit ini adalah salah satu penyakit yang paling sering dijumpai di
negara berkembang melalui tangan, makanan, atau air yang terkontaminasi telur Enterobius
vermicularis. [7]

Siklus hidup cacing kremi | Gambar oleh U.S. CDC adalah tidak berlisensi (domain publik)

Daur hidup Enterobius vermicularis adalah (lihat gambar di atas): [8]

1. Telur disimpan pada daerah anus.


2. Autoinfeksi terjadi ketika seseorang menggaruk daerah anus dan tidak sengaja menelan
telur yang berembrio. Penularan dari manusia ke manusia juga terjadi melalui pakaian,
sprei yang terinfeksi, dan berbagai cara lainnya.
3. Setelah telur berembrio tertelan, telur tersebut menetas menjadi larva di usus halus.
4. Larva berkembang menjadi dewasa pada daerah sekum (kantong pada usus besar dekat
usus buntu).
5. Cacing dewasa yang “hamil” berpindah ke daerah sekitar anus untuk bertelur saat malam
hari. Saat bertelur inilah yang menimbulkan rasa gatal pada inang.

Selain menimbulkan rasa gatal, infeksi cacing kremi dapat diikuti dengan infeksi bakteri apabila
ada luka atau iritasi ketika sang inang menggaruk daerah anus. Juga gejala lain seperti insomnia
akibat terganggunya waktu tidur dan sakit perut.

Vous aimerez peut-être aussi