Vous êtes sur la page 1sur 58

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIARE

Dosen Pembimbing : Anja H.K,M.Kep.,Sp. Kep MB

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6 :

1. Irma Maulinda D (151001021)


2. Mahda Fanindha W (151001022)
3. Makfiatul Abadyah (151001023)
4. Mita Febryantrisna (151001024)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PEMKAB JOMBANG S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami mengucapkan kehadirat Allah SWT atas segalanya berkat limpahan
rahmatnya yang mana telah memberikan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalahaskep yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diare”.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi
penulisan, isi dan juga penggunaan tata bahasa yang baik dalam penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pembimbing Anja H.K,M.Kep.,Sp. Kep MB

Akhir dengan rendah hati dan hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya, semoga
Allah SWT memberi berkahnya bagi kita semua. Amiin

Penyusun

Jombang, 09 Februari 2017

2
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan judul “Diare” ini telah
dipelajari dan disahkan oleh pembimbing : Anja H.K,M.Kep.,Sp.Kep MB pada 02 Februari
2017.

Jombang, 04 Februari 2017


Mengetahui
Pembimbing Lahan Dosen Pembimbing

Anja H.K,M.Kep.,Sp. Kep MB

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i

3
Halaman Pengesahan...............................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah ..............................................................................................2

1.3 Tujuan.................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi...............................................................................................................3

2.2 Klasifikasi

2.3 Etiologi.................................................................................................................

2.4 Epidemiologi

2.5 Patofisiologi ......................................................................................................4

2.6 Pathway/WOC....................................................................................................6

2.7 Manifestasi Klinis..............................................................................................7

2.8 Komplikasi.........................................................................................................8

2.9 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................9

2.10 Pencegahan ......................................................................................................9

2.11 Penatalaksanaan..............................................................................................10

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian........................................................................................................11

3.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................................................25

3.3 Intervensi..........................................................................................................27

3.4 Implementasi ...................................................................................................27

3.5 Evaluasi ...........................................................................................................27

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian........................................................................................................28

4
4.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................................................36

4.3 Intervensi..........................................................................................................37

4.4 Implementasi ...................................................................................................38

4.5 Evaluasi ...........................................................................................................40

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan .....................................................................................................41

5.2 Saran ..............................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................42

BAB I
PENDAHULUAN

5
1.1 Latar Belakang
Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih
tinggi . Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460
balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi
bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode
diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun. Pada tahun 2004, angka kematian akibat diare
23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006
sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di
wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya
menyebabkan kematian (Anonim, 2009).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta
penduduk setiap tahun. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut
setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di
Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun.
Penyebabnya antara lain Vibrio cholera, Salmonella spp, Shigella ssp, Vibrio NAG, V.
Parahaemolyticus, Campylobacter jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi
A (Zein dkk, 2004).
Upaya pengobatan penderita diare sebagian besar adalah dengan terapi rehidrasi
atau dengan pemberian oralit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat adanya
dehidrasi. Tetapi 10-20% penyakit diare disebabkan oleh infeksi sehingga memerlukan
terapi antibiotika (Triadmodjo, 1996).
Penggunaan antibiotik pada pasien seharusnya berdasarkan pertimbangan medis
untuk mencapai efek terapi yang terbaik bagi pasien. Penggunaan antibiotik yang tidak
rasional dapat menyebabkan resistensi dimana bakteri akan memberikan perlawanan
terhadap kerja antibiotika. Selain itu juga dapat terjadi supra infeksi yang biasanya
timbul pada penggunaan antibiotik berspektrum luas dalam waktu yang lama
(Widjajanti, 1989).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Diare ?

2. Apa penyebab dari Diare ?

3. Bagaimana proses terjadinya Diare ?

6
4. Bagaimana tanda dan gejala Diare ?

5. Bagaimana asuhan keperawatan Diare ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa itu Diare


2. Mengetahui penyebab dari Diare
3. Mengetahui proses terjadi Diare
4. Mengetahui tanda dan gejala Diare
5. Mengetahui asuhan keperawatan Diare

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun,

7
diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi
yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu
hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami
diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali
atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang
berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
(Simatupang, 2004).

Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4
kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004)

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g
atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)

8
2.2 KLASIFIKASI

Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:


1) Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung kurang dari dua
minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya mendadak, disertai lemah dan
kadang-kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti atau berakhir dalam
beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus,
infeksi bakteri, akibat makanan (Anonim, 1997).
2) Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal diare.
Batasan waktu 15 hari tersebut semata-mata suatu kesepakatan, karena banyaknya
usul untuk menentukan batasan waktu diare kronis (Daldiyono, 1997). Berdasarkan
ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare spesifik dan diare non
spesifik. Diare spesifik adalah diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri,
atau parasit. Diare non spesifik adalah diare yang disebabkan oleh makanan
(Akhmadi, 2009).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

9
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.

2.3 ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

a. Infeksi
 Enteral :

1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,


Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
- Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
- Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
- Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
 Parenteral :
1) ISPA
- ISPA (atas)
- Bronkopneomoni
- Meningitis
2) ISK
3) OMA

b. Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.

10
c. Makanan : alergi makanan, makanan basi
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
- Jazad renik, Algae
- Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas

2.4 EPIDEMIOLOGI

a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare


Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan
risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
1) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih
besar dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar.
2) Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman , karena botol susah dibersihkan.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
4) Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak,
6) Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.

11
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v
cholerae.
2) Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
3) Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat
dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
4) Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome )
pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen
dan mungkin juga berlangsung lama
5) Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )

c. Faktor lingkungan dan perilaku :


Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan
berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

2.5 PATOFISIOLOGI

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan
yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang

12
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid,
1999 citSinthamurniwaty 2006).
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut.
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster.
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran
gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung,
empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus,
dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang
lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan
memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan
air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.

13
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab
dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-
hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.

2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang
cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan
mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa
usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas
menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting
dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan
mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau
atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan
gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas
dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin;
dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu
hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa

14
hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi
mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.

3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).


Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi
dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya
tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan
absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa
yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat
dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus
halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-
molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga
terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas
sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan
trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut
dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa
usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya
tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.
2.6 Pathway/WOC

15
2.7 MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung

16
n. Membran mukosa kering

2. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:


Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan
lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya
asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama
diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa
dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata cowong, ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,

17
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.

2.8 KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama


pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit
melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak
tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman &
Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak
oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk
terjadinya HUS masih kontroversi.Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi
polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi
enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 –
40 % nya menderita infeksi C. jejunibeberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien
menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan
otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain –
Barre tetap belum diketahui.Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu
setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia
sppMenurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD
Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
2. Syok
3. Kejang

18
4. Sepsis
5. Gagal Ginjal Akut
6. Ileus Paralitik
7. Malnutrisi
8. Gangguan tumbuh kembang

2.9 PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur
Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi.
Jika pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma
yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada
pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per
½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi
jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72
jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic
atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa.
Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm
dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50

19
mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer
(asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi
bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.
Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika
feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti
tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan
diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi
dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining
awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas
absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK).
Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium
luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin
mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika
malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa
seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin
(medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA
(carcinoid syndrome).
9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses
dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses
terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya.
Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti
MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.
Pemeriksaan Penunjang Lain
1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang
mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)

20
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs
kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada
usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu
ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam
memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan
dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus
melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube
dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.

5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi
pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat
membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma atau sindroma carcinoid.
Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus
halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada
mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada
pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT
Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin
pancreas.

6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)


a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus
halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang
dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal
insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.

21
2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen Breath
Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien
dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan
insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan Breath hydrogen.

b. Test Menilai Fungsi pancreas


1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan
B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas berat
kan menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan
isotop yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi
pancreas CO tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau
sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan pancreas
diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik.
Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi
menunjukkan insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum proksimal
kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya
>105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.

2.10 PENCEGAHAN DIARE


Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
(Kementrian Kesehatan RI, 2011)

1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan
lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan

22
botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI
Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan
lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-
zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora
normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu
formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi
buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang
baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih.
Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua
makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila
mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut
dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda

23
yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat
makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

24
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak
terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah
imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai
penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut,
penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu
perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat
penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan,
sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.
Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir
dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah

25
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat
menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang
tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

2.11 PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi
diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan
diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:

1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :


a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :

26
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur > 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.

2. Berikan obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan

27
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003).
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap
diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara pemberian tablet zinc:

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada
anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan :

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

28
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.

Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak,
bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat
fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba,
giardia).

5. Pemberian Nasehat

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
c. Diare lebih sering
d. Muntah berulang
e. Sangat haus
f. Makan/minum sedikit
g. Timbul demam
h. Tinja berdarah
i. Tidak membaik dalam 3 hari.

Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
b. Mengatasi diare tanpa dehidrasi
c. Meneruskan terapi diare di rumah
d. Memberikan terapi awal bila anak diare lagi

29
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit,
makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus diberikan
hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur

Umur Ddiberikan Setiap Bab Yang Disediakan

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)

1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus)

> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)

Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari

Cara memberikan oralit :


Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok teh
tiap 1-2 menit)
Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain
atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
Teruskan pemberian ASI
Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu yang
dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-
kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
- Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan
setiap hari selama 2 minggu.
- Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak mengalami :
bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum sedikit, demam, tinja
berdarah

30
b Rencana Pengobatan B

Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam


pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan dilapangan,
berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :

Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml

Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan
pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan
makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c.Rencana Pengobatan C

Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB cairan
RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa tidak boleh
diberikan).

Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB

< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian

> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian

Rehidrasi parenteral :

RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi


D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak)

31
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B, C untuk
melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium),
adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl

KONSEP TUMBUH KEMBANG


Tahap –Tahap Tumbuh Kembang Bayi dan Balita
a. Usia 1 bulan
1) Di hari-hari pertama setelah kelahiran, bayi belum bisa membuka matanya. Namun
setelah berjalan beberapa hari kemudian, ia akan bisa melihat pada jarak 20 cm.
2) Bulan pertama ini bayi akan memulai adaptasinya dengan lingkungan baru
3) Memiliki gerakan refleks alami.
4) Memiliki kepekaan terhadap sentuhan.
5) Secara refleks kepalanya akan bergerak ke bagian tubuh yang disentuh.
6) Sedikit demi sedikit sudah bisa tersenyum.
7) Komunikasi yang digunakan adalah menangis. Arti dari tangisan itu sendiri akan Anda
ketahui setelah mengenal tangisannya, apakah ia lapar, haus, gerah, atau hal lainnya.
8) Peka terhadap sentuhan jari yang disentuh ke tangannya hingga ia memegang jari
tersebut.
9) Tiada hari tanpa menghabiskan waktunya dengan tidur.
b. Usia 2 bulan
1) Sudah bisa melihat dengan jelas dan bisa membedakan muka dengan suara.
2) Bisa menggerakkan kepala ke kiri atau ke kanan, dan ke tengah.
3) Bereaksi kaget atau terkejut saat mendengar suara keras.
c. Usia 3 bulan

32
1) Sudah mulai bisa mengangkat kepala setinggi 45 derajat.
2) Memberikan reaksi ocehan ataupun menyahut dengan ocehan.
3) Tertawanya sudah mulai keras.
4) Bisa membalas senyum di saat Anda mengajaknya bicara atau tersenyum.
5) Mulai mengenal ibu dengan penglihatannya, penciuman, pendengaran, serta kontak.
d. Usia 4 bulan
1) Bisa berbalik dari mulai telungkup ke terlentang.
2) Sudah bisa mengangkat kepala setinggi 90 derajat.
3) Sudah bisa menggenggam benda yang ada di jari jemarinya.
4) Mulai memperluas jarak pandangannya.
e. Usia 5 bulan
1) Bisa meraih benda yang terdapat dalam jangkauannya.
2) Saat tertawa terkadang memperlihatkan kegembiraan dengan suara tawa yang ceria.
3) Sudah bisa bermain sendiri.
4) Akan tersenyum saat melihat gambar atau saat sedang bermain.
f. Usia 6 bulan
1) Dapat mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil.
2) Mulai memainkan dan memegang tangannya sendiri.
3) Matanya sudah bisa tertuju pada benda-benda kecil.
g. Usia 7 bulan
1) Sudah bisa duduk sendiri dengan sikap bersila.
2) Mulai belajar merangkak.
3) Bisa bermain tepuk tangan dan cilukba.
h. Usia 8 bulan
1) Merangkak untuk mendekati seseorang atau mengambil mainannya.
2) Bisa memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya.
3) Sudah bisa mengeluarkan suara-suara seperti, mamama, bababa, dadada, tatata.
4) Bisa memegang dan makan kue sendiri.
5) Dapat mengambil benda-benda yang tidak terlalu besar.
i. Usia 9 bulan
1) Sudah mulai belajar berdiri dengan kedua kaki yang juga ikut menyangga berat
badannya.
2) Mengambil benda-benda yang dipegang di kedua tangannya.
3) Mulai bisa mencari mainan atau benda yang jatuh di sekitarnya.

33
4) Senang melempar-lemparkan benda atau mainan.
j. Usia 10 bulan
1) Mulai belajar mengangkat badannya pada posisi berdiri.
2) Bisa menggenggam benda yang dipegang dengan erat.
3) Dapat mengulurkan badan atau lengannya untuk meraih mainan.
k. Usia 11 bulan
1) Setelah bisa mengangkat badannya, mulai belajar berdiri dan berpegangan dengan
kursi atau meja selama 30 detik.
2) Mulai senang memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
3) Bisa mengulang untuk menirukan bunyi yang didengar.
4) Senang diajak bermain cilukba.
l. Usia 12 bulan
1) Mulai berjalan dengan dituntun.
2) Bisa menyebutkan 2-3 suku kata yang sama.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, suka memegang apa saja.
4) Mulai mengenal dan berkembang dengan lingkungan sekitarnya.
5) Reaksi cepat terhadap suara berbisik.
6) Sudah bisa mengenal anggota keluarga.
7) Tidak cepat mengenal orang baru serta takut dengan orang yang tidak dikenal/asing.

PERKEMBANGAN BAYI UMUR 0-1 TAHUN


Pada masa bayi baru lahir (0 sampai 28 hari), terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan
terjadi perubahan sirkulasi darah serta mulainya berfungsi organ-organ. Setelah 29 hari
sampai dengan 11 bulan, terjadi proses pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
yang berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem syaraf.

Kemampuan yang dimiliki bayi meliputi;


1. Kemampuan Motorik
Kemampuan motorik merupakan sekumpulan kemampuan untuk menggunakan dan
mengontrol gerakan tubuh, baik gerakan kasar maupun gerakan halus. Motorik kasar
merupakan keterampilan menggerakkan bagian tubuh secara harmonis dan sangat berperan
untuk mencapai keseimbangan yang menunjang motorik halus. Motorik halus merupakan
keterampilan yang menyatu antara otot halus dan panca indera. Kemampuan motorik selalu

34
memerlukan koordinasi bagian-bagian tubuh, sehingga latihan untuk aspek motorik ini
perlu perhatian.
Kemampuan motorik pada bayi berdasarkan usia yakni:
Usia Motorik kasar Motorik halus
0-3 bulan Mengangkat kepala,
Guling-guling,
Menahan kepala tetap tegak, Melihat, meraih dan menendang mainan gantung.
Memperhatikan benda bergerak,
Melihat benda-benda kecil,
Memegang benda,
Meraba dan merasakan bentuk permukaan,
3-6 bulan Menyangga berat,
Mengembangkan kontrol kepala.
Duduk.Memegang benda dengan kuat,
Memegang benda dengan kedua tangan,
Makan sendiri,
Mengambil benda-benda kecil.
6-9 bulan Merangkak
Menarik ke posisi berdiri
Berjalan berpegangan
Berjalan dengan bantuan. Memasukkan benda kedalam wadah,
Bermain 'genderang'
Memegang alat tulis dan mencoret-coret
Bermain mainan yang mengapung di air
Membuat bunyi-bunyian.
Menyembunyikan dan mencari mainan
9-12 bulan Bermain bola
Membungkuk
Berjalan sendiri
Naik tangga. Menyusun balok/kotak
Menggambar
Bermain di dapur.

35
2. Kemampuan Bicara dan Bahasa

Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin sehingga dalam
masa ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar. Kemampuan bicara bayi masih
dalam bentuk pra bicara, yang diekspresikan dengan cara menangis, mengoceh, gerakan
isyarat dan ekspresi wajah seperti tersenyum. Bahkan pada masa ini lebih sering muncul
senyum sosial sebagai reaksi terhadap rangsangan dari luar .
Ekspresi emosi adalah bahasa pertama sebelum bayi berbicara, sebagai cara untuk
mengkomunikasikan dirinya pada orang tua atau orang lain. Bayi akan bereaksi pada
ekspresi wajah dan tekanan suara, sebaliknya orangtua membaca ekspresi bayi dan
merespon jika ekspresi bayi menunjukkan tertekan atau gembira. Terkait dengan ekspresi
emosi bayi, yang mudah dikondisikan, maka ekspresi emosi bayi mudah dikondisikan. Jika
orangtua lebih banyak menunjukkan suasana hati yang positif seperti selalu gembira, santai
dan menyenangkan, akan mempengaruhi pemahaman bayi terhadap sesuatu dan cenderung
menimbulkansuasana hati yang menyenangkan. Sebaliknya jika orang dewasa
mengkondisikan dengan situasi yang tidak menyenangkan maka suasana emosi bayi
cenderung buruk. Kemampuan bicara pada bayi sebenarnya ada hubungannya dengan
perkembangan otak, terutama pada saat bayi menangkap kata-kata yang diucapkan dan
menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Pada saat bayi berjalan, berbicara,
tersenyum dan mengerutkan dahi, sebenarnya tengah berlangsung perubahan dalam otak.
Meski keterkaitan sel-sel syaraf (neuron) yang dimiliki bayi, masih sangat lemah, namun
akan sangat mempengaruhi pada perkembangan sel syaraf pada tahap selanjutnya. Bayi
mengerti dan memahami sesuatu yang berada disekelilingnya, tidak terbatas dengan
melihat serta memanipulasi namun sebenarnya bayi sudah memiliki kemampuan untuk
memberi perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru dan menangkap suatu konsep melalui
gerakan sudah lebih berkembang. Oleh karenanya untuk mengoptimalkan kemampuan
otaknya maka bayi perlu lebih banyak menstimulasi bayi untuk mengenal benda-benda
sekelilingnya sambil terus mengajak berbicara.
Kemampuan bicara dan berbahasa pada masa bayi sbb:
Usia Kemampuan Bicara dan Bahasa
0-3 bulan · prabicara,
· meniru suara-suara,
· mengenali berbagai suara.
3-6 bulan · mencari sumber suara,

36
· menirukan kata-kata..
6-9 bulan · menyebutkan nama gambar di buku majalah,
· menunjuk dan menyebutkan nama gambar-gambar.
9-12 bulan · menirukan kata-kata
· berbicara dengan boneka
· bersenandung dan bernyanyi.

3. Kemampuan Sosialisasi dan Kemandirian


Kemampuan sosialisasi dan kemandirian dapat dirangsang dengan sosialisasi pada masa
bayi diawali di dalam keluarga, dimana dalam keluarga terjadi hubungan timbal balik
antara bayi dan pengasuh atau orangtua. Melalui perhatian dan perilaku orangtua akan
memberi kerangka pada bayi dalam berinteraksi dan pengalaman yang terpenting bagi bayi
karena keluarga adalah melibatkan proses kasih sayang. Kemampuan bayi untuk
bersosialisasi mulai muncul, dasar-dasar sosial mulai dibentuk, yang diperoleh dengan cara
mencontoh perilaku pada situasi sosial tertentu, misalnya mencontoh perilaku sosial dari
kakak atau orang tuanya, yang akhirnya akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan
sosialnya dikemudian hari. Kemampuan sosialisasi dan kemandirian pada masa bayi sbb:
Usia
Kemampuan Sosialisasi dan Kemandirian
0-3 bulan Memberi rasa aman dan kasih sayang,
mengajak bayi tersenyum,
mengajak bayi mengamati benda-benda dan keadaan di sekitarnya,
meniru ocehan dan mimik muka bayi,
mengayun bayi,
menina bobokan.
3-6 bulan Bermain "ciluk ba',
melihat dirinya di kaca,
berusaha meraih mainan.
6-9 bulan Mulai bermain atau 'bersosialisasi' dengan orang lain.
Mulai melambaikan tangan jika ditinggal pergi.
Mulai membalas lambaian tangan orang lain.
9-12 bulan Minum sendiri dari sebuah cangkir,
Makan bersama-sama

37
Menarik mainan yang letaknya agak jauh.

USIA TUMBUH KEMBANG MANUSIA


v Neonatus (bayi lahir sampai usia 28 hari
v Bayi (1 bulan sampai 1 tahun)
v Todler (usia 1-3 tahun)
v Pra Sekolah (3-6 tahun)
v Usia sekolah (6-12 tahun)
v Remaja ( 12-18/20 tahun)
v Dewasa muda (20-40 tahun)
v Dewasa menengah (40-65 tahun)
v Dewasa tua

BAB III
ASKEP TEORI

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

38
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak
haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2
dt, kemerahan pada daerah perianal.

39
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai
/ kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman
terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan,
alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan /
minum di warung ?
c. Pola eleminasi
a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola persepsi diri dan konsep diri
k. Pola seksual dan reproduksi

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.

40
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
7. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
8. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

00195 Resiko Ketidakseimbangan elektrolit


NS. ____________________________________________________
DIAGNOSIS
Domain : 2. Nutrisi
:
Kelas : 5. Hidrasi
(NANDA-I)

DEFINITION Kerentanan mengalami perubahan kadar elektrolit serum, yang dapat


: mengganggu kesehatan

DEFINING
CHARACTE  Haus

RISTICS
 Kelemahan

 Kulit kering

 Membran mukosa kering

 Peningkatan frekuensi nadi

 Peningkatan hematrokit

 Peningkatan kosentrasi urine

 Peningkatan suhu tubuh

 Penurunan berat badan tiba-tiba

41
 Penurunan haluaran urine

 Penurunan pengisian vena

 Penurunan tekanan darh

 Penurunan tekanan nadi

 Penurunan turgor kulit

 Penurunan turgor lidah

 Penurunan volume nadi

 Perubahan status mental

 Diare
RELATED
FACTORS:  Gangguan mekanisme pengaturan

 Kekurangan volume cairan

Subjective data entry Objective data entry


AS

1. Demam 1. Rewel
2. Batuk Ns. Diagnosis (Specify):2. Nadi 92 x/menit
Client
DIAGNOSIS

Resiko Ketidakseimbangan elektrolit


Diagnostic
Related to:
Statement:
Kekurangan volume cairan

3.1 Intervensi keperawatan


Pengertian Intervensi
Menurut Kozier et al (1995) Perencanaan adalah sesuatu yang telah di pertimbangkan
secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
42
Dalam perencanaan keperawatan perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan
data dan rumusan diagnose keperawatan untuk mencegah dan menurunkan masalah klien.

NIC NOC

Intervensi Aktifitas Outcome Indikator

Manajem Pengkajian : mengkaji status cairan Keseimb Irama pernafasan (3)


en pasien angan
Serum ph (3)
elektrloti elektrolit
Observasi :
(2000) dan asam Kelelahan (3)
1. Lakukan pengukuran untuk basa
Definisi : Mual (4)
mengontrol kehilangan elektrolit (0600)
peningkat
yang berlebihan ( misal dengan Kelemahan otot (4)
an Definisi :
mengistirahatkan saluran cerna,
keseimba
perubahan diuretik / pmberian Keseimb
ngan
antipiretik ) dengan tepat. angan
eletrolit
elektrolit
dan 2. Berikan cairan sesuai resep jika
dan non-
pencegah diperlukan.
elektrolit
an
Education : pada
kompikas
ruang
i yang 1. Ajarkan pasien dan keluarga
intraselul
diakibatk mengenai jenis, penyebab
er dan
an oleh dan pengobatan apabila
ekstraelu
adanya terdapat ketidakseimbangan
ler
abnormali elektrolit, yang sesuai.
tubuh.
tas Action :
maupun
1. Tingkatkan orientasi
tingkat
2. Berikan lingkungan yang
serum
aman kepada klien yang
elektrolit
memiliki masalah neorologis
yang
dan neoromuskular sebagai
tidak
manifestasi dari
diinginka
ketidakseimbngan elektrolit.

43
n. Kolaborasi :

1. Konsultasikan dengan dokter


jika tanda-tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan
dan atau elektrolit menetap
atau memburuk.

3.2 Implementasi
Implementasi adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah dibuat pada
intervensi. Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melakukan tindakan-tindakan
keperawatan yang telah direncanakan dan dilanjutkan dengan pendokumentasian semua
tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya.
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada catatan
keperawatan dan proses keperawatan

No Tanggal/Jam Tindakan Paraf

44
1 09-02-2017/09.00 Pengkajian : mengkaji status cairan
WIB 1.Mengukur tanda vital
Respon / hasil :
Nadi 92 x/menit
RR 40 x/menit
TD 120/40 mmHg

2.Telah melihat skala nyeri pasien dan catatan


asupan cairan, kalori pasien, pasien telah
mendapat asupan dan cairan yang cukup

Memberikan :

 Makan sesuai selera

 Cairan sesuai resep

Respon : Telah memberikan anjuran kepada


pasien untuk mengurangi aktifitas berat yang
berlebih dan mengkonsumsi banyak air seperi
minum air putih,jus jambu, minuman isotonik.
1. Membantu pasien memberi makan
2 03-02-2017/10.00
Respon : Pasien makan 3x sehari , porsi
WIB
habis

2. Membantu pasien tehnik distraksi relaksasi


Respon : Nyeri sedikit berkurang

3. Melakukan Kolaborasi dengan ahli gizi


Ahli gizi menyarankan :
Makan sedikit namun sering serta banyak
minum air putih.

45
3.3 Evaluasi
Penulis dapat mengevaluasi keadaan pasien dan tindakan keperawatan selanjutnya
setelah dilakukan implementasi. Evaluasi terdiri dari subjektif, berdasarkan apa yang
dikatakan oleh pasien, objektif, berdasarkan pengamatan terhadap keadaan pasien.

46
BAB IV
ASKEP KASUS PADA ANAK DENGAN DIARE

KASUS
An. B dibawa ke rumah sakit pada hari Sabtu tanggal 04 Februari 2017 dikarenakan
An. B batuk, panas,kembung. Ibu mengatakan anaknya muntah pada hari Jumat siang dan
sore dengan kondisi anak lemas. Kemudian ibu membawa An. B ke klinik Aulia dan
diberikan , obat untuk mengatasi muntah serta obat untuk menghentikan batuk. Setelah dua
hari mengkonsumsi obat yang diberikan bidan, An. B berhenti mual muntah tetapi batuk
masih ada dan makin berat. Hari ke tiga ibu An. B membawanya ke rumah sakit karena
kondisinya semakin lemas disana dia di diagnosa TB disertai diare. Ibu mengatakan An. M
tidak suka makan buah akan hanya minum air saja. Dari hasil pemeriksaan di dapatkan
hasil RR 40x/menit , BB 8 kg, nadi 92x/menit, TD 120/40 mmhg, S 38 C

4.1 PENGKAJIAN

IDENTITAS KLIEN

Nama : An. B No. Reg :

Umur : 1 tahun 1bulan Tgl. MRS : 04 Februari 2017

(Jam 23.05 WIB)

Jenis Kelamin : P Diagnosis medis : Diare

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Tgl Pengkajian : 09 Februari 2017

(Jam 09.00 WIB)

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Alamat : Pucangsimo , Perak Jombang

47
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan An. B panas selama 6 hari disertai kkembung dan batuk pilek.

3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit ibu An. M mengatakan anaknya batuk dan
muntah kemudian dibawa ke bidan. Bidan memeberikan obat untuk mengatasi
muntah dan batuk. Dua hari berikutnya anak berhenti muntah namun batuk tidak
berhenti. Ibu An. M membawanya ke rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu An. B mengatakan anaknya belum pernah masuk rumah sakit sebelumnya.

c. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga An. B tidak ada yang menderita diare sampai di rawat di rumah sakit namun ada
yang pernah sakit batuk.

4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Ibu mengatakan An. M lemas, pucat dan kembung.

Pemeriksaan PerSistem
a. Sistem Pernapasan
Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan darah/cairan keluar dari hidung
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada hidung
Mulut
Inspeksi : Pucat
Leher
Inspeksi : Pembesaran kelenjar thyroid (-)
Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

48
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-), weezing (-)

b. Sistem Cardiovaskuler
Wajah
Inspeksi : Bentuk wajah simetris, menangis kesakitan
Mata
Inspeksi : Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-)
Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris, warna kulit pada leher merata
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher
Dada
Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Redup
Auskultasi : S1, S2 tunggal reguler

Ekstremitas Atas
Inspeksi : Tidak ada oedem
Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat, oedem (-)

Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : Tidak ada oedem
Palpasi : CRT < 2 detik, akral hangat, oedem (-)

c. Sistem Pencernaan-Eliminasi
Mulut
Inspeksi : Pucat
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Lidah
Inspeksi : Warna pucat, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen

49
Auskultasi : Suara peristaltik usus 7x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
d. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Inspeksi : Pasien lemas
Palpasi : Turgor kulit menurun

e. Sistem Neurologi
inspeksi : Kesadaran komfos mentis

TERAPI MEDIS
Terapi cairan :
- ceftriaxon 2x400 mg/hari
- gentamicin 1x40 mg/hari
- Pyrexin 3x10 mg/hari
- Antrain 3x100 mg/hari
- Po LBIO 1x1 mg/hari
- ZINC 1X20 mg/hari
- Smecta 3x1/4 mg/hari
- Dan Nebulizer 2x

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebih

00195 Resiko Ketidakseimbangan elektrolit


NS. ____________________________________________________
DIAGNOSIS
Domain : 2. Nutrisi
:
Kelas : 5. Hidrasi
(NANDA-I)

50
DEFINITION Kerentanan mengalami perubahan kadar elektrolit serum, yang dapat
: mengganggu kesehatan

 Haus

 Kelemahan

 Kulit kering

 Membran mukosa kering

 Peningkatan frekuensi nadi

 Peningkatan hematrokit

 Peningkatan kosentrasi urine

 Peningkatan suhu tubuh


DEFINING
CHARACTE  Penurunan berat badan tiba-tiba
RISTICS
 Penurunan haluaran urine

 Penurunan pengisian vena

 Penurunan tekanan darh

 Penurunan tekanan nadi

 Penurunan turgor kulit

 Penurunan turgor lidah

 Penurunan volume nadi

 Perubahan status mental

51
 Diare
RELATED
FACTORS:  Gangguan mekanisme pengaturan

 Kekurangan volume cairan


AS

Subjective data entry Objective data entry

1. Demam 1. Rewel
2. Batuk 2. Nadi 92 x/menit
Ns. Diagnosis (Specify):
Client
DIAGNOSIS

Resiko Ketidakseimbangan elektrolit


Diagnostic
Related to:
Statement:
Kekurangan volume cairan

4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDIKATOR
Manajemen 1. hidrasi 1. Turgor kulit (4)
Observation : Definisi 2. Kelembapan
cairan dan
Keadekuatan
membran
elektrolit - Monitor status hidrasi cairan ruang
Definisi: - Mengobservasi tanda- mukosa (4)
intraseluler dan 3. Pemasukan
pengaturan dan tanda vital: suhu, nadi,
ekstraseluler dari cairan (4)
pencegahan
tekanan darah, RR 4. Haus (4)
tubuh
komplikasi 5. Kehilangan BB
setiap 3 jam atau lebih
perubahan (4)
sering 6. Diare (4)
tingkat cairan - Mengobservasi BB
dan atau
setiap hari
elektrolit - Mengkaji membrane
mukosa, mata dan kulit
- Monitor terhadap
kehilangan cairan yang
disebabkan dari diare

52
A Action:

- Tingkatkan masukan
oral
- Tunjang pemasukan
nutrisi dan cairan yang
adekuat
- Pertahankan larutan
intravena yang
mengandung elektrolit
pada aliran yang tetap

2. Health Education :
- Memberikan penjelasan
tentang penyebab diare
- Memberikan penjelasan
kepada keluarga untuk
menjaga kebersihan
lingkungan dan makanan
yang dikonsumsi
- Memberikan
penjelasan pada
pasien/keluarga
tentang hal-hal yang
dapat dilakukan untuk
mengatasi diare
- Memberikan
penjelasan kepada
keluarga agar anak
diberikan cukup
minum dan makanan
yang mengandung
serat (sayur-sayuran)

1. Collaboration :

53
- Memberikan terapi
cairan intravena & obat-
obatan untuk diare ( L
BIO, Zing, Ranitidin)

4.4 IMPLEMENTASI

No Tanggal/Jam Tindakan Paraf

54
1 09-02-2017/09.00 Pengkajian : mengkaji status cairan
WIB 1.Mengukur tanda vital
Respon / hasil :
Nadi 92 x/menit
RR 40 x/menit
TD 120/40 mmHg
S 38 C

2.Telah melihat catatan asupan cairan, kalori


pasien, pasien telah mendapat asupan dan
cairan yang cukup

Memberikan :

 Makan sesuai selera

 Cairan sesuai resep

Respon : Telah memberikan anjuran kepada


pasien untuk mengurangi aktifitas berat yang
berlebih dan mengkonsumsi banyak air seperi
minum air putih,jus jambu, minuman isotonik.
Telah memberikan infus perhari 750 cc serta
tetesan infus 750/24jam = 31 tetesan
infus/menit.
1.Mengukur tanda vital
Respon / hasil :
Nadi 110 x/menit
RR 40 x/menit

TD 99/65 mmHg
S 36,6 C
BB 9 kg
2 03-02-2017/10.00 4. Membantu pasien memberi makan
WIB
Respon : Pasien makan 3x sehari , porsi
habis

5. Membantu pasien tehnik distraksi relaksasi

55
Respon : Nyeri sedikit berkurang

6. Melakukan Kolaborasi dengan ahli gizi


Ahli gizi menyarankan :
Makan sedikit namun sering serta banyak
minum air putih.

2.5 EVALUASI

MASALAH
KEPERAWATAN / TANGGAL CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KOLABORATIF / JAM
1. Risiko 03-02- S : Ibu mengatakan An. B tidak diare
ketidaksei 2017/10.00 - Pasien sudah tidak mual muntah
mbangan WIB - Nafsu makan membaik
elektrolit - Demam sudah tidak ada
- Namun batuk masih ada

O : S : 37 c
Nadi 110 x/menit

56
RR 40 x/menit

TD 99/65 mmHg
S 36,6 C
BB 9 kg

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

BAB 1V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN

57
Diare pada anak merupakan penyakit yang umumnya diakibatkan oleh infeksi atau
dapat disebabkan oleh faktor makanan maupun psikologis pada anak yang dapat
menyebabkan dehidrasi, syok, dan kematian. Berdasarkan pada hasil pembahasan dapat
disimpulkan bahwa gangguan kekurangan volume cairan pada Bayi dapat teratasi
dibuktikan dengan mukosa lembab, anak tidak rewel, tidak tampak lemah, cairan tubuh
mulai seimbang, dan turgor kulinya elastis.

5.2 SARAN
Pada kasus diare pada anak, sebaiknya diperhatikan dengan benar intake
maupun output serta TTV pada anak dan pelaksanaan yang utama yaitu dehidrasi yang
benar.
Bagi para orang tua Selalu memantau intake serta output anak misalkan makan dan
minum segera bawa ke Rumah Sakit jika demam anak tidak turun.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Imunologi. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 10. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing diagnoses:
definitions & classification. Jakarta: EGC.

Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksanaan Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta:
Sagung Seto.

58

Vous aimerez peut-être aussi