Vous êtes sur la page 1sur 5

Nama : Mualim

Nim : 1521500035

Mata Kuliah : Ushul Fiqh Perbandingan

Jurusan : Perbandingan Mazhab Dan Hukum (Pmh,1)

Dosen penguji : Prof. Dr. Romli. SA., MA

1. Jelaskan apa yg melatar belakangi terjadinya perbedaan pendapat atas suatu masalah di
kalangan fuqaha (ulama) dan apa pengaruhnya terhadap pengamalan ajaran Islam ?

Jawab :

Lahirnya berbagai aliran atau mazhab dalam ushul fiqih adalah dilatari belakang oleh
beberapa factor.
Sebagaiman dijelaskan oleh Muhammad Syaltout dan Muhammad Ali as-Sayis, bahwa
perbedaan pendapat di kalangan mazhab disebabkan diantara lain oleh:
1. Perbedaan Pemahaman (Pengertian) Tentang Lafaz Nash
Hal ini merupakan bagian yang banyak menimbulkan perbedaan, karena boleh
jadi suatu lafaz mempunyai makna(arti) lebih dari satu, adanya pengertian hakiki dan
kiasan atau perbedaan ‘uruf mengenai arti sesuatu lafaz yang digunakan.
Sayit al-batalyausi(w,521 H), meneyebutkan satu lafaz nash tunggal yang
mengandung arti lebih dari satu (musytarak), seperti lafaz Qar’un jamaknya Qu’ru
merupakan lafaz musytarak, para fuqoha hijaz, mengartikan lafaz Quru’n dengan ‘suci’
dan sementara fuqaha irak mengartikan dengan haid. Demikian pula halnya dengan
pemakaian lafaz antara arti hakekat dan majaz, sedangkan majaz adalah lafaz yang
dipakai bukan untuk arti yamg sebenarnya.

2. Perbedaan Dalam Masalah Hadits


Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh syaltout dan Ali as-Sayis, bahwa
perbedaan dalam masalah hadits ini bisa saja terjadi karena ada hadits yang sampai
kepada sebgian sahabat dan kepada yang lain tidak. Atau bisa jadi, berbda dalam menilai,
keberadaan hadits dan perawinya, atau bisa jadi suatu hadits sampai kepada keduanya
denag disepakati, tetapi untuk mengamalkannya sebagian mensyaratkan dan sebagian
yang lain tidak. Seperti hadits mursal.
Imam malik, misalnya mnggunakan hadits mursal, tetapi beliau member syarat
yaitu haidts mursal yang banyak diriwayatkan Tabi’in dan ini pun beliau menentukan
Tabi’in yang dibolehkan meriwayatkan hadits secara musral tersebut.
Namun, Imam Malik tidak menjelaskan lebih lanjut kriteria Tabi’in yang beliau
maksudkan.demikian, dijelaskan oleh Hasbi Ash-Shidqi, dalam bukunya, Pokok-Pokok
Pegangan Imam-Imam Mazhab Dalam Membina Hukum Islam. Begitu juga tentang
hadits masyhur, bisa jadi pula perbedaan terjadi karena sebagian ulama menggunakan
(berpegang) tentang suatu hadits, sementara yang lain menolaknya. Misalnya, perbedaan
antar kalangan Hanafiyah dengan syafi’I, tentang bacaan al-Fatiha bagi makmum.
Golongan Hanafi ini beralasan karena ada hadits yang menyebutkan ‘orang yang shalat di
belakang imam, maka bacaan imam sudah termasuk bacaanya.’ Di samping itu ada pula
hadits lain yang menjelaskan imam itu untuk di ikuti dan bila imam bertakbir hendaklah
makmum ikut takbir dan jika imam membaca, maka hendaklah diam.’ Sementara itu
Syafi’i tidak menggunakan alasan yang di pegangi kalangan hanafiyah. Bagi Syafi’i
makmum tetap wajib membaca fatiha dalam shalat jamaah, ia beralasan kepada riwayat
dari abu hurairah yang menjelaskan bahwa ‘shalat’ tidak ada unsur fatiha di dalamnya
shalat itu kurang dan tidak sempurna. Perbedaan seperti ini banyak ditemukan dalam
hukum islam

3. Perbedaan Dalam Pemahaman Dan Pengunaan Qaidah Lugawiyah Nash


Misalnya dalam kaidah Al-‘am sebagian pendapat mengatakan al-‘am tetap
zanniy, bukan qat’iy. Demikian dikemukakan oleh Wahab Khalaf. Dalam bukunya buku
Ushul Fiqih.
Perbedaan ini sebelumnya berakar kepada akar apakah lafaz al-‘am itu qat’iy atau
zanniy? Dalil apa saja yang dijadikan sebagai takhsis serta bagaimana kireterianya? Dan
bagaimana jika tidak ada dalil yang dapat dijadikan sebagai taksis? Akibat perbedaan ini
melahirkan dua prinsip hukum yang saling berlawanan. Prinsip Pertama, mengatakan
sesungguhnya Al-‘am itu kelaziman taq’iy, jika tidak ada dalil menyalahinya, Sebaliknya
Prinsip Kedua menyebutkan Al-‘am itu bagaimana harus ditakhsis.
4. Perbedaan Dalam Mentarjihkan Dalil-Dalil Yang Berlawanan (ta’rudll al-adillah)
Abdul Wahab Khalaf Dan Zakiy al-din Sya’ban telah menjelaskan bahwa ulama
pendapat adanya perlawanan dua dalil dan cara mengatasinya melalui Tarjih. Sebagian
pendapat bahwa pada dasarnya tidak ada terjadi perlawanan di antara dalil-dalil
Syara’kecuali perlawanan Zahir sebagai akibat dari proses pemahaman yang dilakukan
oleh mujtahid Imam Syatibi (w.790 H) dalam kitab al-Muwafaqat juga menjelaskan
bahwa sebetulnya tidak ada satu pun terjadi perlawanan antara dalil-dalil hukum, kecuali
perlawanan dalam hal memastikan dan menetapkan hukum. Sebagian yang lain
mengatakan, bahwa memang terjadi perlawanan diantara dalil hukum. Oleh karena itu,
harus dicari jalan penyelesaiannya, dengan beberapa cara yang memungkinkan terhindar
dari perlawanan tersebut.
5. Perbedaan Tentang Qiyas
Masalah qiyas merupakan perbedaan yang sangat luas dalam ushul fiqih didalam
kalangan mazhab hukum. Perbedaan ini bukan saja antara menolak qiyas, tetapi juga
antara yang menerima qiyas pun timbul perbedaan dalam hal ini intensitas
pemggunannya. Kalangan yang menolak qiyas tidakmengakui qiyas sebagai dalil dalam
menetapkan hukum, karena qiyas dibangun atas dasar pemikiran berpangkal pada akal,
sedangkan akal tidak dapat dijadikan landasan penetapkan hukum sementara, penentukan
hukum menuntut kepastian. Sedangkan menerima qiyas menegaskan bahwa qiyas dapat
dijadikan hujjah syari’ah yang tentu saja diikat oleh persyaratan-persyaratn tertentu, dan
kebanyakan ulama ushul menggunakan qiyas dalam menetapkan hukum.

6. Perbedaan Dalam Penggunaan Dalil-Dalil Hukum


Dari Dalil-Dalil hukum Syara’ dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu ada
menyebutkannya dengan dalil naqliy dan aqily. Yang di maksud dengan dalil naqliy yaitu
dalil-dalil al-Kitab as-Sunnah atau sering disebut juga dengan dalil dinashkan
(mansusah.) sedangkan yang di maksud dalil aqily ialah dalil-dalil yang didasarkan pada
akal atau sering juga disebut dengan dalil-dalil ijtihadiyah. Terhadap dalil-dalil hukum
yang disebut terakhir ini banyak menimbulkan perbedaan pendapat. Perbedaanya berakar
pada bahwa sebagian menerimanya sebagian dalil yang lainnya tidak. Dalil-dalil yang di
perdepatkan al-isthisan, maslahat murshalah Istishab, al’urf, syar’un manqablana dan
qaul Sahabi. Misalnya, perbedaan kalangan Hanafiyah dan Syafi’iyah tentang al-Ishtisan.
Kalangna Hanafi menganggap dapat dijadikan dalil sebagai menetapkan hukum syara’
sedengakan menurut kalangan Syafi’i tidak menganggap al-isthsan sebagai dalil
demikian juga dengan dalil-dalil yang lainnya, dikalangan ulama juga menimbulkan
perbedaan pendapat.

7. Perbedaan Dalam Pemahaman Illat Hukum


Sebagai contoh, sebagai ditulis oleh Syah Wali Allah al-Dahlawi yaitu ‘bediri’
karena ada jenazah yang lewat. Sebagian pendapat mengatakan bahwa berdiri itu
merupakan penghormatan kepada malaikat sehingga meliputi semua mayat, baik mukmin
maupun kafir. Akan tetapi sebagian lain berpendapat bahwa berdiri itu karena kesusahan
yang menimpah mayat berdiri itu karena dilewati oleh jenazah yahudi.

8. Perbedaan dalam masalah Nasakh


Imam al-Syatibi menjelaskan bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan nasakh
adalah suatu persoalan pertama tidak dimaksudkan untuk diterapkan, tetapi yang
dimaksudkan yang terakhir, atau yang pertama ditinggalkan dan yang kedua diamalkan,
yang dimaksud oleh Syatibi ialah ketentuan hukum pertama tidak diamalkan, tetapi
diganti dengan ketentuan yang kedua, yaitu yang datang kemudian.

Apakah nasakh bisa terjadinya antara ayat dengan ayat, antara ayat dengan sunnah
dan antara sunnah dengan sunnah? Ternyata para ulama berbeda pendapat masalah
nasakh, dimana sebagian mereka mengingkari adanya nasakh dan sebagian yang lainnya
mengakuinya.

2. Bagaimana mensikapi perbedaan-perbedaan pendapat dan praktik ajaran Islam yang


terjadi dalam masyarakat ?

Jawab :

Perbedaan pendapat atau disebut dengan khilafiyah akan menjadi rahmat kalau
disikapi menurut sunnah Rasulullah SAW. Perbedaan pendapat yang dimaksud di sini
bukan berkenaan aqidah atau dengan aliran sesat. Kalau berkenaan dengan penyimpangan
aqidah, aliran sesat atau bertentangan dengan kesepakatan seluruh ulama tidak ada
toleransi.

Perbedaan pendapat di sini adalah perbedaan pendapat dalam masalah furu’ atau
pendapat para ulama fiqih. Adapun berbeda pendapat dalam masalah-masalah cabang
agama atau furu’, maka hal ini tidaklah tercela dan tidak boleh sampai berdampak
perpecahan, karena para sahabat Radhiallahu Anhum dan salafush Rahimahumullah juga
berbeda pendapat akan tetapi mereka tetap bersaudara dan saling menghormati satu
dengan yang lain tanpa saling menghujat atau melecehkan dan menjatuhkan.

Kenapa selama ini perbedaan pendapat atau masalah khilafiyah menyebabkan


perpecahan? Karena masalah khilafiyah tidak disikapi menurut al-Quran dan Sunnah
Rasulullah SAW. Padahal kita diperintahkan oleh Allah untuk mentaati- Nya dan
mentaati Rasul-Nya dalam segala hal.

3. Masing-masing madzhab mempunyai Ushul almadzhab (pokok pegangan dlm istinbath


hukum), bagaimana menggunakan pokok pegangan madzhab yg berbeda itu atas kasus
yang sama ?

Jawab :

Seperti yang kita ketahui setiap mazhab itu mempunyai pokok pegangan masing-
masing dalam menentukan istinbat hukum. Dari perbedaan tersebut terdapat empat pokok
pegangan yang disepakati, yaitu al-qur’an, sunnah, ijma’, qiyas. Selama dalam
menetapkan hukum para fuqaha berpedoman kepada al-quran dan sunnah, dan jika tidak
ditemukan jawaban dari permasalahan, maka mereka memakai ijma’ dan qiyas. Kalaupun
ada sedikit perbedaan mengenai hasil dari ijtihad tersebut, tidak dipermasalahkan selama
tidak bertentangan al-quran dan hadits.

Vous aimerez peut-être aussi