Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing :
Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes
Disusun Oleh :
Anisah Muallifah (13.02.01.1280)
Duwi Susilo Warni (13.02.01.1289)
Evi Himarani (13.02.01.1293)
Iwanina Syadzwina (13.02.01.1300)
Lora Permata A. (13.02.01.1304)
M. Mudaeri Effendi (13.02.01.1306)
Nurul Fitriyah (13.02.01.1313)
Suprapto (13.02.01.1320)
Vina Dwi Amalya (13.02.01.1322)
Kelas 8C
PRODI S1 KEPERAWATAN
1
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Dosen Pembimbing,
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Manajemen Kamar Operasi. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Konsep
Asuhan Keperawatan Intra Operatif”.
Dalam menyusun makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
serta motivasi dari beberapa pihak, oleh karenanya kami mengucapkan
Alhamdulillah dan terima kasih kepada:
1. Drs. H. Budi Utomo, Amd.Kep., M.Kes selaku ketua STIKES Muhammadiyah
Lamongan.
2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Kaprodi S-1 Keperawatan
3. Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah
Manajemen Kamar Operasi
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritikan dari semua pihak.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca
khususnya.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah definisi dari intraoperatif ?
1.2.2 Apakah prinsip-prinsip intraoperatif ?
1.2.3 Apakah fungsi keperawatan intraoperatif ?
1.2.4 Bagaimanakah peran perawat pada fase intraoperatif?
1.2.5 Apa sajakah komplikasi dari intraoperatif ?
1.2.6 Bagaimana proses keperawatan pada pasien intraoperatif ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan makalah mata kuliah Manajemen Kamar Operasi dengan judul
“Konsep Asuhan Keperawatan Intra Operatif”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari intraoperatif
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip intraoperatif
3. Untuk mengetahui fungsi keperawatan intraoperatif
4. Untuk mengetahui peran perawat pada fase intraoperatif
5. Untuk mengetahui komplikasi dari intraoperatif
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien intraoperatif
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Individu
Agar lebih memahami seluk – beluk tentang keperawatan intraoperasi
1.4.2 Bagi Masyarakat Umum
Agar masyarakat awam mengetahui apa yang dimaksud dengan
keperawatan intraoperasi
1.4.3 Bagi Dunia Pendidikan
Sebagai referensi bahan ajar dan dapat menambah ilmu pengetahuan
mengenai keperawatan intraoperasi.
6
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Fase intra operatif adalah suatu masa dimana pasien sudah berada di dalam
meja pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperatif
merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada
peningkatan keefektifaan hasil pembedahan.
Pengkajian yang dilakukan perawat intraoperatif lebih kompleks dan harus
dilakukan secara cepat dan ringkas agar dapat segera dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang
bersifat resiko atau actual akan didapatkan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan
yang diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim intraoperatif dan melibatkan
tindakan independen dan dependen.
7
angka kuman, untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat
kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial), untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang
didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantaranya
penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah,
cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
2.2.3 Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan dengan
melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan
operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien,
desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping.
2.2.4 Prinsip asepsis instrument
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-
benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya
adalah perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat
pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak
bersinggungan dengan benda-benda non steril.
8
rontgen dan petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi
pasien selama prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi
lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit,
diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu
perawat scrub juga membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen
yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi
kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat
harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua
jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan
ketrampilan perawat tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis,
mengerti tentang tujuan pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk
mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja sebagai anggota tim yang
terampil dan kemampuan untuk menangani segala situasi kedaruratan di ruang
operasi.
9
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan
pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti :
cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
2.4.2 Pematauan Fisiologis
1. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung
jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter
urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang
terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
a. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk
melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang
dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi
oksigen, perdarahan dll.
b. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi
klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan
intervensi secepatnya.
2.4.3 Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika
ada perubahan)
2.4.4 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Memberikan keselamatan untuk pasien
2. Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol
3. Secara efektif mengelola sumber daya manusia.
10
2.5 Tipe-Tipe Anestesi
2.5.1 Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible
karena inhibisi impulse saraf otak. Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak
kooperatif. Stadium Anesthesia. Kemungkinan efek samping dari anestesi umum
antara lain cidera di lokasi penyuntikan, infeksi, gangguan pernafasan, kerusakan
syaraf pendek, reaksi alergi seperti asma, dll.
1. Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap
2. Stadium II : Excitement.
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang
irregular dan pergerakan anggota badan tidak teratur.
3. Stadium III : Anesthesi pembedahan.
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan
pendengaran dan sensasi nyeri.
4. Stadium IV : Bahaya.
Apnea, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
2.5.2 Anestesi Regional
Anestesi regional diberikan pada daerah sekitar syaraf utama tubuh untuk
mematikan bagian yang lebih besar. Pada prosedur ini pasien mungkin
tidak sadarkan diri selama periode waktu yang lebih panjang.
2.5.3 Anestesi Lokal
Anestesi lokal digunakan untuk operasi kecil pada bagian tubuh tertentu.
Suntikan anestesi diberikan di sekitar area yang akan di operasi untuk
mengurangi rasa sakit. Sebuah anestesi lokal tidak akan membuat pasien
terjaga sepanjang operasi, namun akan mengalami mati rasa di sekitar
daerah yang di operasi. Anestesi ini memiliki pengaruh jangka pendek dan
cocok digunakan untuk operasi minor.
(www.medkes.com)
11
2.6 Komplikasi Dari Intraoperatif
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan
pembedahan. Menurut Boulton (1994), komplikasi yang paling sering muncul
adalah :
2.6.1 Hipoksia
Hipoksia atau anoksia yang terjadi selama anestesi akibat dari kegagalan
sebagian atau total maupun hambatan terhadap penyediaan oksigen ke otak.
Keadaan seperti ini dapat terjadi pada semua titik mulai dari sumber penyediaan
oksigen, mesin anestesi, saluran pernafasan atas dan bawah, dsb. Sebagian besar
jaringan akan pulih dari hipoksia yang berlangsung dalam beberapa menit, tetapi
pada otak akan terjadi kerusakan irreversibel setelah 4-6 menit kekurangan
oksigen, demikian juga yang terjadi jika jantung berhenti berdenyut dengan efektif
(henti jantung).
2.6.2 Hipertensi
Hipertensi selama anestesi muncul disebabkan oleh :
1. Intubasi trakea dan laringoskopi
2. Obat yang menyebabkan hipertensi
3. Hiperkarbia. Keadaan ini terjadi karena sumbatan atau penekanan
pernafasan atau ventilasi buatan yang tidak adekuat.
2.6.3 Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan
pemberian obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan untuk
menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga
menungkinkan operasi lebih cepat dilakukan dengan jumlah perdarahan yang
sedikit. Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan
perawat untuk selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi
kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul dan bila
muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan
penanganan yang adekuat. Hipotensi dapat terjadi disebabkan oleh :
12
1. Volume sirkulasi darah yang menurun karena penggantian cairanyang
tidak cukup, pda dehidrasi atau muntah-muntah yang hebat, poliuria, asites
atau karena fistula, perdarahan akut atau luka bakar
2. Alir balik vena yang menurun disebabkan oleh tekanan intratorakal yang
meningkat.
3. Resistensi vaskuler perifer yang menurun akibat obat vasodilator
4. Kontraksi miokardium yang terganggu
2.6.4 Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,5oC (normotermi :
36,5- 37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien
sebagai akibat suhu rendah di kamar operasi (19 – 22oC), infus dengan cairan
yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh,
aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan
(vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25-26,6oC)
jangan lebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada
suhu 37oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti
dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann topi operasi juga dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan
hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun
juga sampai saat pasca operatif.
2.6.5 Hipertermi Malignant
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan
yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan
oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan
relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma
akan dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi.
Secara normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk
13
mengembalikan kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan
kembali relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini
tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan
sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%,
natrium dantrolen, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga
monitoring terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan
analisa gas darah.
2.6.6 Perdarahan/Hipovolemia
Perdarahan dapat menjadi terbuka, tertutup atau keduanya. Hal ini terjadi
dimana penderita tidak dapat mengkompensasi kehilangan volume darah dalam
jumlah yang sangat besar dengan lepasan simpatiko adrenal yang menimbulkan
vasodilatasi.
2.6.7 Kerusakan otak permanen
Jika jantung berhenti karen ahipoksia maka kerusakan otak irreversibel
mungkin saja sudah terjadi dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Dilatasi dan fiksasi pupil
2. Tidak ada respon terhadap rangsangan pembedahan
3. Apnea persisten
4. Hilangnya atau modifikasi pola EKG
2.6.8 Kematian
Anestesi dapat mematikan penderita dengan mudah sekali. Sebagai contoh
batas aman dari penyediaan oksigen bila tidak tercukupi (hanya 4-6 menit setelah
hipoksia) akan menyebabkan kerusakan otak secara permanen dan dalam 6-8
menit terjadi henti jantung. Walaupun demikian perkiraan angka kematian yang
disebabkan oleh anestesi itu sendiri sekarang hanya bersikar pada satu dari
180.000 anestesi.
14
2.7 Pathway
ANESTESI Kondisi Kamar Operasi
Memblok Inhibisi
rangsangan Impuls Aktivitas Otot Menurun
syaraf Syaraf Otak
Penurunan Suhu Tubuh
Tindakan Kesadaran menurun
Pembedahan menurun Hipotermia
Kerusakan Nyeri
Integritas Depresi otot- Penimbunan Timbul reaksi
Kulit otot pernafasan mukus kontraksi
15
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas :
Nama, Jenis Kelamin, Usia, Alamat, Pekerjaan, No. Registrasi Medis.
Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi
variabel yang dapat mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai
pedoman untuk mengembangkan rencana perawatan pasien individual.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : Pasien biasanya mengalami penurunan kesadaran
2. Alasan masuk kamar operasi : klien dilakukan pembedahan bisa karena
pengobatan penyakit, tes diagnostik, estetika, rekonstruksi, preventif,
refungsi maupun tujuan live saving. Hal ini dilakukan baik secara akut
ataupun elektif.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang, Penyakit Dahulu/Kronis/Menular, Penyakit
Keluarga, Riwayat Operasi dan Pengobatan, Pola Kebiasaan dan Alergi :
hal ini dikaji pada saat sebelum masuk kamar operasi atau pada tahap pre
operasi dan dilakukan validasi data pada pasien dan checklist pre operasi.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. TTV : TD = Menurun/Meningkat
: HR = Menurun/Meningkat
: RR = Menurun/Meningkat
: Suhu = Menurun/Meningkat
2. Pemeriksaan Fisik, tergantung anestesi yang digunakan. Bila dilakukan
anestesi umum atau memblok sistem syaraf pusat secara langsung maka
resiko komplikasi akan lebih besar.
a. B1 (Sistem Respirasi) : Hipoksia karena kegagalan oksigen ke otak
akibat anestesi
b. B2 (Sistem Kardiovaskuler) : Hipotensi atau Hipertensi akibat
anestesi, Hipovolemia akibat perdarahan
16
c. B3 (Sistem Persyarafan) : Penurunan kesadaran, mata berkunang-
kunang, pusing, bila terjadi hipoksia lama akan merusak otak secara
permanen bahkan kematian.
d. B4 (Sistem Perkemihan) : biasanya klien terpasang kateter untuk
memonitor pengeluaran
e. B5 (Sistem Pencernaan) : penurunan motilitas usus akibat anestesi
f. B6 (Sistem Muskuloskeletal & Integuman) : kerusakan kulit akibat
insisi pembedahan, sianosis tanda dari hipoksia, pucat, kelemahan
otot.
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Sertakan hasil pemeriksaan penunjang sebelum masuk kamar operasi
seperti hasil laboratorium baik darah, urine, dll. Hasil radiologi seperti
USG atau rontgen, hal ini berguna sebagai petunjuk dan pedoman dasar
dilakukannya pembedahan.
3.1.5 Lain-lain
1. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien agar tidak ada kesalahan
identitas, letak pembedahan, dsb
2. Informed consent yang benar dengan tanda tangan pasien
3. Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
4. Checklist pengkajian pra-operatif dan lengkapi yang kurang seperti status
fisiologi (tingkat sehat-sakit, GCS), status psikososial (ekspresi
kekhawatiran, tingkat ansietas, mekanisme koping), status fisik (tempat
operasi, kondisi kulit, pencukuran, dll).
5. Lakukan pengkajian mental bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang
sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak
cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
17
3.2.3 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia otak
3.2.4 Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tidak adekuatnya
oksigen ke seluruh tubuh
3.2.5 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penimbunan
mukus yang berlebih
3.2.6 Nyeri berhubungan dengan insisi dan posisi selama pembedahan
3.2.7 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kegagalan penyediaan
oksigen ke otak akibat dari anestesi
3.2.8 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi proses pembedahan
3.2.9 Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
3.2.10 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
selama pembedahan; perdarahan
3.2.11 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
18
2. Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan 4. Bantu pasien untuk mencari
menggunakan manajemen dan menemukan dukungan
nyeri 5. Kontrol lingkungan yang
3. Mampu mengenali nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(skala, intensitas, frekuensi seperti suhu ruangan,
dan tanda nyeri) pencahayaan dan kebisingan
4. Menyatakan rasa nyaman 6. Kurangi faktor presipitasi
setelah nyeri berkurang nyeri
5. Tanda vital dalam rentang 7. Ajarkan tentang teknik non
normal farmakologi
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
Penurunan kecemasan
NOC : Aktifitas:
Kontrol kecemasan dan koping 1. Bina Hubungan Saling percaya
Setelah dilakukan perawatan 2. Libatkan keluarga
kecemasan klien hilang atau 3. Jelaskan semua prosedur
berkurang dengan indikator : 4. Hargai pengetahuan pasien
9. Mengungkapkan cara mengatasi tentang penyakitnya
cemas 5. Bantu pasien untuk
Mampu menggunakan coping mengefektifkan sumber
Mengungkapkan tidak ada support
penyebab fisik yang dapat 6. Berikan reinfocement untuk
menyebabkan cemas menggunakan sumber koping
yang efektif
NOC : 1. Gunakan pakaian khusus
1. Kontrol infeksi ruang operasi
selama dilakukan tindakan 2. Pertahankan prinsip aseptik
operasi tidak terjadi transmisi dan antiseptik
11.
agen infeksi.
Kriteria Hasil :
Alat dan bahan yang dipakai
tidak terkontaminasi
3.4 Evaluasi
Lakukan evaluasi dengan cepat sebelum klien dikeluarkan dari ruang
operasi, seperti : kondisi respiratori (nafas spontan atau dibantu), kondisi kulit
(warna, adanya abrasi/tidak, luka bakar, memar), fungsi selang invasif (IV, drain,
kateter, NGT, dll), balutan (adekuat untuk drainage, pemasangan, ketat/tidak).
Tetap lakukan pelaporan dan pendokumentasian selama pembedahan berlangsung.
19
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fase intraoperatif adalah suatu masa dimana pasien sudah berada di dalam
meja pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Prinsip-prinsip intraoperatif meliputi
asepsis ruangan, asepsis personel, asepsis pasien dan asepsis instrument. Peran
perawat pada fase intraoperatif yaitu pemeliharaan keselamatan, pematauan
fisiologis, dukungan psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar),
penatalaksanaan keperawatan. Komplikasi yang paling sering muncul dari
intraoperatif meliputi hipotensi, hipertensi, hipotermi, hipertermi bahkan sampai
kematian. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien intraoperatif
meliputi hipertermi, hipotermi, nyeri, resiko kekurangan volume cairan,
ketidakefektifan pola nafas, ansietas, kerusakan integritas kulit dan resiko infeksi.
4.2 Saran
Makalah ini dibuat dari beberapa sumber dan masih banyak sumber yang belum
digunakan oleh penulis tanpa membaca jurnal-jurnal penelitian yang terupdate. Untuk
itu, diharapkan bagi penulis selanjutnya dapat menambah berbagai sumber-sumber
terpercaya dan membaca jurnal-jurnal penelitian terupdate.
20
DAFTAR PUSTAKA
21