Vous êtes sur la page 1sur 8

1. Apa etiologi dari batuk?

Batuk dapat disebabkan karena dua hal, yaitu penyakit infeksi dan bukan infeksi.
Penyebab batuk dari infeksi bisa berupa bakteri atau virus, misalnya tuberkulosa,
influenza, campak, dan batuk rejan. Sedangkan penyebab yang bukan infeksi misalnya
debu, asma, alergi, makanan yang merangsang tenggorokan, batuk pada perokok, batuk
pada perokok berat sulit diatasi hanya dengan obat batuk simptomatik. Batuk pada
keadaan sakit disebabkan adanya kelainan 7 terutama pada saluran nafas yaitu bronkitis,
pneumonia dan sebagainya (Depkes RI, 1997)

2. Apa saja jenis-jenis Batuk ?

Berdasarkan durasinya :

 Batuk akut
Batuk akut yaitu batuk yang terjadi kurang dari 3 minggu. batuk akut yang biasanya
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) atau bisa juga karena
pnemonia dan gagal jantung kongestif.
 Subakut
Batuk subakut yaitu batuk yang terjadi selama 3-8 minggu. Batuk subakut bisa
disebabkan oleh batuk pasca infeksi, bakteri sinusitis maupun batuk karena asma.
 Batuk kronis.
Batuk kronis yaitu batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk kronis bila terjadi
pada perokok biasanya merupakan penyakit chronic obstructive pulmonary disease
(copd) dan pada non perokok kemungkinan adalah postnasal drip, asma dan
gastroesophageal reflux disease (gerd).

Berdasarkan tanda klinisnya, batuk dibedakan menjadi

 Batuk kering
Batuk kering merupakan batuk yang tidak dimaksudkan untuk membersihkan saluran
nafas, biasanya karena rangsangan dari luar
 Batuk berdahak.
Batuk berdahak merupakan batuk yang timbul karena mekanisme pengeluaran mukus
atau benda asing di saluran nafas
3. Bagaimana Patofisiologi dari sakit tenggorokan?

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman akan
menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid
superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior
atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus
seperti Rhinovirus dan 18 Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa
faring akibat sekresi nasal (Bailey, 2006; Adam, 2009). Infeksi streptococcal memiliki
karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracelullar toxins dan protease
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari
Streptococcus ß hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema
pada miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung.
Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi

Adam, G.L. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. 2009. In: Boies fundamentals of
otolaryngology. A text book of ear, nose and throat diseases E . B aun ers Co. pp. 332-369.

4. Apa saja etiologi dari sakit tenggorokan?

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40−60%),
bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013). Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. 11 - Virus yaitu
Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –Barr virus, Herpes
virus. - Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. - Jamur
yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita imunokompromis yaitu mereka
dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor
pencetus atau yang memperberat (Departemen Kesehatan, 2007).

5. Bagaimana mekanisme dari gelisah?


1. Greenberg (2002), Guyton (2006), Molina (2010) & Videbeck (2008), menjelaskan
neurofisiologi kecemasan adalah sebagai berikut: respon sistem saraf otonom terhadap
rasa takut dan ansietas menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk
dalam mekanisme pertahanan diri. Secara fisiologi situasi stress akan mengaktifkan
hipotalamus, yang selanjutnya akan mengaktifkan dua jalur utama stress, yaitu sistem
endokrin (korteks adrenal) dan sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis).

2. Serotonin
Badan sel pada sebagian besar neuron serotonergik berlokasi di nukleus raphe di batang
otak rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistem limbik, dan hipotalamus.Pemberian
obat serotonergik pada binatang menyebabkan perilaku yang mengarah pada
kecemasan.Beberapa laporan menyatakan obat-obatan yang menyebabkan pelepasan
serotonin, menyebabkan peningkatan kecemasan pada pasien dengan gangguan
kecemasan.

3. Gamma-aminobutyric acid (GABA)


Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah dibuktikan oleh manfaat
benzodiazepine sebagai salah satu obat beberapa jenis gangguan
kecemasan.Benzodiazepine yang bekerja meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor
GABA terbukti dapat mengatasi gejala gangguan kecemasan umum bahkan gangguan
panik.Beberapa pasien dengan gangguan kecemasan diduga memiliki fungsi reseptor
GABA yang abnormal.

6. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik


No Tanda Normal Interpretasi
1. Kesadaran : Compos Mentis penurunan
Delirium kemampuan dalam
memusatkan
perhatiannya dan
menjadi linglung,
mengalami
disorientasi dan
tidak mampu
berfikir secara
jernih.
2. Suhu: 38oC 36,5°C – 37,5°C Subfebris
3. Nadi 140 x 60-100x/menit Takikardi
menit/reguler
4. Tekanan Darah <120/<80 Normal
100/80 mmHg
5. RR 18 x/menit 12-20x/menit Normal
6. Mata exophthalmos Tidak melotot Mata pasien
(+) menonjol karena
pelebaran celah
kelopak mata
Mulut: pharynx: Tidak terdapat Mukosa faring
hiperemis perdarahan dan merah karena
pembengkakan pelebaran pembuluh
darah di sekitar
faring
Leher: struma Terdapat
diffusa (+), pembengkakan pada
kelenjar tiroid
sehingga terlihat
bengkak/tonjolan
pada leher
Jantung: takikardia Jantung berdenyut Jantung berdebar-
normal debar cepat
Ekstremitas: Tremor Ekstremitas tidak Ekstremitas bergetar
(+). bergetar ketika diam

7. Apa kesimpulan dari pemeriksaan fisik tersebut?


Ny C mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatian, linglung, dan
tidak berpikir jernih, Denyut nadinya cepat, mata exophthalmos (melotot keluar) ,
didapatkan mukosa faring merah (hiperemis) , terdapat pembengkakan pada kelenjar
tiroid, jantung berdebar-debar, dan ekstremitasnya bergetar.

8. Apa interpretasi dari Pemeriksaan Laboratorium?


No Hasil Diperoleh Nilai Normal Interpretasi
1. Darah rutin: Hb Wanita : 12-16 Normal
: 12 g/dl
2. WBC : normal : Normal
15.000/mm3. 150.000-
450.000/Mcl
3. T3 : 2,6 nmol/l 1,2-3,0 nmol/l Normal
4. T4 198 nmol/l 57-148 nmol/l Hiperfungsi
5. TSH 0,3 mU/L. 0,3-2,5 mU/l Hipofungsi

9. Bagaimana cara melakukan tes fungsi ginjal?

Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan


sedimen urin. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi ginjal dapat diperoleh
dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum berguna
untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum.

 Urinalisis

Memberikan penampung urin dan edukasi kepada pasien bagaimana cara pengambilan
urin yang benar. Misalnya urin porsi tengah : urin yang pertama kali keluar tidak
ditampung, lalu urin selanjutnya ditampung, dan urin yang terakhir keluar tidak
ditampung

Mempersiapkan alat dan reagen yang diperlukan untuk pemeriksaan, misalnya carik
celup atau strip, urinometer, urinanalyzer, dan mikroskop untuk melihat sedimen urin.

Urin segera diperiksa dalam waktu <1 jam, kalau lebih sebaiknya disimpan dilemari
pendingin 2-8oC bertahan 8-24 jam atau diberi pengawet.

 Prosedur dengan menggunakan reagen strip


Ambil satu reagen strip untuk satu sampel urin. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke
dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di
tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu.
Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna
rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu
reaksi untuk setiap item.

 Prosedur pemeriksaan mikroskopik urin

Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam tabung pemusing


sebanyak 10 ml. Selanjutnya dipusingkan dengan kecepatan relatif rendah (sekitar
1500 - 2000 rpm) selama 5 menit. Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk
membuang supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml. Endapan
diteteskan ke gelas obyek dan ditutup dengan coverglass. Jika hendak dicat dengan
dengan pewarna Stenheimer-Malbin, tetesi endapan dengan 1-2 tetes cat tersebut,
kemudian dikocok dan dituang ke obyek glass dan ditutup dengan coverglass, siap
untuk diperiksa.

Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah


menggunakan lensa obyektif 10X, disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low
power field (LPF) untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan
kristal. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan
lensa obyektif 40X, disebut lapang pandang kuat (LPK) atau high power field
(HPF) untuk mengidentifikasi sel (eritrosit, lekosit, epitel), ragi, bakteri, Trichomonas,
filamen lendir, sel sperma. Jika identifikasi silinder atau kristal belum jelas,
pengamatan dengan lapang pandang kuat juga dapat dilakukan.

 KREATININ KLIRENS

Klirens kreatinin yaitu sejumlah plasma yang dibesrsihkan dari kreatinin oleh ginjal
per menit. Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas
otot.

Pemeriksaan klirens kreatinin

· Kadar kreatinin dalam plasma/serum dan urine (diencerkan 10x) diukur dengan
metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer
kimiawi.
· Diukur volume urin yang ditampung dalam 24 jam per menit atau diuresisnya
 KLIRENS UREA

Klirens urea mengukur fungsi glomerulus karena ureum difiltrasi melalui


glomerulus tersebut. Tetapi nilai klirens urea tidak boleh dipandang sama dengan
nilai glomerular filtration rate, karena sebagian dari ureum itu di dalam tubuli
berdifusi kembali ke dalam darah.

Kumpulan urine jam I dan II secara berurutan, kemudian hitung produksi Urine
per menit : V (ml/menit).

· Kadar ureum (BUN) atau urea dalam plasma/serum dan urin diukur dengan
metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.
Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim yang
memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik terhadap urea.
·
- Pasien diberi alat penampung urin dan edukasi bagaimana cara
menampung urin.
- Dicatat obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien
- Diambil darah vena pasien, lalu dbuat plasma atau serum
- Dipersiapkan alat yang terkalibrasi dan reagen yang sudah
terstandarisasi
- Sampel langsung diperiksa atau disimpan.

*stabilitas sampel : serum / plasma : 5 hari pada 2-8 °C, 6 bulan pada -20 °C.
Urin pagi hari dan 24 jam tanpa penstabil : sesegera mungkin dianalisa. Urin
pagi hari dan urin 24 jam dengan penstabil NaOH sampai pH > 8,0 : 4 hari
pada 20-25 °C.

 Pemeriksaan asam urat

Kadar asam urat diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer


atau analyzer kimiawi. Pengukuran asam urat oleh reaksi dengan uricase.
Dibentuk reaksi H2O2 dengan katalisis peroksidase dengan asam 3,5-dichloro-2
hydroxy benzenesulfonic (DCHBS ) dan 4-aminophenazon (PAP) untuk
memberi warna merah violet pada celupan quinoneimin sebagai indikator.
10. Bagaimana cara pemeriksaan tes fungsi tiroid?

Fungsi tiroid secara tradisional diuji dengan pengukuran kadar sirkulasi dari T4, T3 dan
TSH. Pemeriksaan hormon tiroid bebas / free thyroid hormones (fT4 dan fT3) telah
menggantikan pengukuran tradisional di atas. Pendekatan logis dalam mengevaluasi
fungsi tiroid, pertama kali adalah untuk menentukan apakah TSH rendah, normal atau
tinggi.

 Kadar TSH yang normal cukup untuk menyingkirkan kelainan fungsi kelenjar
tiroid primer (asalkan fungsi hipofisis dapat dianggap normal).
 Temuan kadar TSH yang abnormal harus diikuti dengan pengukuran
konsentrasi fT4 dan fT3 untuk memastikan diagnosis hipertiroid (bila TSH
rendah) atau hipotiroidisme (bila TSH meningkat). Selanjutnya, menjadi
indikasi untuk melakukan tes lain dalam menentukan etiologi dari disfungsi
tiroid yang terjadi.

Proses diagnosis penyakit tiroid membutuhkan beberapa langkah pemeriksaan yang


mendetail. Jenis pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan darah, USG, pemindaian
dengan isotop radioaktif, serta biopsi melalui aspirasi jarum halus.

Tes darah yang dianjurkan adalah evaluasi fungsi kelenjar tiroid. Pemeriksaan ini
berfungsi untuk mengukur kadar hormon tiroid dan TSH (thyroid-stimulating
hormone) guna menentukan kondisi hipertiroidisme atau hipotiroidisme yang dialami
oleh pasien.
Dari pemeriksaan USG dan pemindaian isotop radioaktif, dapat diketahui ukuran serta
jenis benjolan yang dialami pasien. Sementara dengan biopsi melalui aspirasi jarum halus
dapat diketahui jenis sel yang ada dalam benjolan.

Vous aimerez peut-être aussi